Anda di halaman 1dari 44

A.

ANTIBIOTIK BETA LAKTAM


Antibiotik beta laktam merupakan golongan antibiotika yang pertama kali ditemukan.
Golongan antibiotika ini secara umum tidak tahan terhadap pemanasan, mudah rusak pada
suasana asam dan basa serta dapat diinaktifkan oleh enzim beta laktamase.

Mekanisme kerja
Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi
sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan dinding sel terjadi reaksi transpeptidasi
yang dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai
peptida-glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri
tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak
mampu mengkatalisis reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk.
Dinding sel yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk
tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi.
Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri gram negatif
dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein
transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat
mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding
sel maupun mengalami lisis akan mati.

Jenis-jenis
1. Penisilin
Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai
samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin beta laktam. Rantai samping
merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai jenis radikal pada gugus amino
bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin, misalnya penisilin G, radikalnya
adalah gugus benzil. Penisilin G untuk suntikan biasanya tersedia dalam garam N atau K.
Bila atom H pada gugus karboksil diganti dengan prokain, diperoleh penisilin G prokain yang
sukar larut dalam air, sehingga dengan suntikan IM akan didapat absorbsi yang lambat, masa
kerja lambat.
Aktivitas kerja
Penisilin Menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding mikroba. Terhadap mikroba yabg sensitif, penisilin akan menghasilkan efek
bakterisid.
1

2. Sefalosporin
Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 4 generasi,
Pertama adalah cephalothin dan cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan.
In vitro sefalosporin golongan pertama memperlihatkan spektrum antimikroba yang
terutama aktif terhadap kuman Gram-positif. Keunggulannya dari penisilin ialah
aktifitas terhadap bakteri pengasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap
sebagian besar S. Aureus dan streptococus Pyogenes, S. Viridans dan S. Pneumoniae.
Generasi kedua (antara lain: cefuroxime, cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.)
digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya
memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob. Golongan ini kurang aktif terhadap
bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap
kuman gram negatif misalnya H. Influenzae, P. mirabilis, E. Coli dan klebsiella.
Terhadap P. aeuriginosa dan enteroan empedu golongan ini tidak dianjurkan karena
dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi.
Generasi ketiga dari sefalosporin (di antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef,
cefotetan, dll.) dibuat untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram
negatif-basil.
Generasi ke empat dari sefalosforin
Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim, dan sefpirom) mempunyai spektrum
aktifitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil pada hidrolisis oleh
betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman
yang resisten terhadap generasi ketiga.

3. Carbapenem
Hanya terdapat satu agen antibiotik dari golongan carbapenem yang digunakan untuk
perawatan klinis, yaitu imipenem yang memiliki kemampuan antibakterial yang sangat baik
untuk melawan bakteri gram negatif-basil (termasuk P. aeruginosa, Staphylococcus, dan
bacteroides). Penggunaan imipenem harus dikombinasikan dengan inhibitor enzim tertentu
untuk melindunginya dari degragasi enzim dari liver di dalam tubuh.

4. Monobactam
2

Golongan ini memiliki struktur cincin beta-laktam yang tidak terikat ke cincin kedua dalam
molekulnya. Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam yang
aktif melawan berbagai bakteri gram negatif, termasuk P. Aerugino.

B. ANTIBIOTIK GOLONGAN MAKROLIDA

Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu
cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi.
Antibiotika golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah Pikromisin, diisolasi pada
tahun 1950 .

Struktur Obat dan Penjelasannya


Antibiotika golongan makrolida mempunyai persamaan yaitu terdapatnya cincin lakton yang
besar dalam rumus molekulnya. Secara umum, antibiotika golongan makrolida memiliki ciriciri struktur kimia seperti berikut :
1. Cincin lakton sangat besar, biasanya mengandung 12 17 atom
2. Gugus keton
3. Satu atau dua gula amin seperti glikosida yang berhubungan dengan cincin lakton
4. Gula netral yang berhubungan dengan gula amino atau pada cincin lakton
5. Gugus dimetilamino pada residu gula, yang menyebabkan sifat basis dari senyawa dan
kemungkinan untuk dibuat dalam bentuk garamnya.

Mekanisme kerja
Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan
jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S,. Sintesis protein terhambat
karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal sehingga
pemanjangan rantai peptide tidak berjalan. Macrolide bisa bersifat sebagai bakteriostatik atau
bakterisida, tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri yang dicurigai. Efek
bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang lebih tinggi, kepadatan bakteri yang relatif
rendah, an pertumbuhan bakteri yang cepat. Aktivitas antibakterinya tergantung pada pH,
meningkat pada keadaan netral atau sedikit alkali. Meskipun mekanisme yang tepat dari
tindakan makrolid tidak jelas, telah dihipotesiskan bahwa aksi mereka makrolid menunjukkan
dengan menghambat sintesis protein pada bakteri dengan cara berikut:
Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
3

Mencegah pembentukan peptida tRNA


Memblokir peptidil transferase.
Mencegah perakitan ribosom
Antibiotik macrolida terikat di lokasi P-dari subunit 50S ribosom. Hal ini menyebabkan
selama proses transkripsi, lokasi P ditempati oleh makrolida. Ketika t-RNA terpasang dengan
rantai peptida dan mencoba untuk pindah ke lokasi P, t-RNA tersebut tidak dapat menuju ke
lokasi P karena adanya makrolida, sehingga akhirnya dibuang dan tidak dipakai. Hal ini dapat
mencegah transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs-P dan memblok sintesis protein dengan
menghambat translokasi dari rantai peptida yang baru terbentuk. Makrolida juga
memnyebabkan pemisahan sebelum waktunya dari tRNA peptidal di situs A.

Farmakokinetika
1. Eritromycin
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut
enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik. Garam
lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik diabsorbsi.
Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan
konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah
basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien dengan
anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak dapat
dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam
empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang
telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal.
Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt ini melintasi
sawar plasenta dan mencapai janin. Dosis :
DEWASA
- Dosis lazim th/ = 250 500 mg (tiap 6 jam) ATAU
- 500 1000 mg (tiap 12 jam)
- Dosis max = 4 g/ hari
ANAK
- Dosisi lazim th/ = < 2 thn : 125 mg (tiap 6 jam)
- 2-8 thn : 250 mg (tiap 6 jam)

- > 8 Thn : sama dgn Dosis Dewasa


Pemakaian : 2 4 x / hari
Sediaan : Kapsul 250 mg. 500 mg, Syrup 200 mg / 5 ml

2. Claritromycin
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh
claritromycin

(6

jam)

yang

lebih

panjang

dibandingkan

dengan

eritromycin

memungkinkan pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme dalam hati.


Metabolit utamanya adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas
antibakteri. Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini dieliminsai dalam urine, dan
pengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin dibawah 30
mL/menit. Dosis :
DEWASA
- 250 mg tiap 12 jam ( selama 7 hari )
- 500 mg tiap 12 jam ( selama 14 hari ) Inf BERAT
ANAK
- BB < 8 kg : 7,5 mg 2x/hari
- 8 11 kg (1-2 thn) : 62,5 mg 2x/hari
- 12 19 kg (3 6 thn) : 125 mg 2x/hari
- 20 29 kg (7 9 thn) : 187,5 mg 2x/hari
- 30 40 kg (10 12 thn) : 250 mg 2x/hari
Pemakaian : 2 x / hari
3. Azitromycin
Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan juga claritromycin, terutama dalam sifat
farmakokinetika. Satu dosi Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum
yang lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat melakukan
penetrasi ke sebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga
seratus kali lipat. Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan
adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat
yang unik ini memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi
pengobatan dalam banyak kasus.

Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini
harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida aluminium dan
magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi
dan dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas
enzim-enzim sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat seperti
yang ditimbulkan oleh eritromycin dan claritmycin. Dosis :
DEWASA: 500 mg 1 x / hari, (selama 3 hari)
ANAK
- > 6 bulan : 10 mg/kgBB, 1x / hari ( u/ 3 hari )
- BB 26 35 kg : 300 mg, 1x / hari ( u/ 3 hari )
- BB 36 45 kg : 400 mg, 1x / hari ( u/ 3 hari )
Pemakaian : 1x / hari

Efek samping
Efek Samping dari makrolida:
Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai
pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas usus.
Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus, kerusakan
fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan meningkatkan
konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral, siklosporin, dan
metilprednisolon.

Meningkatkan

konsentrasi

serum

digoxin

oral

dengan

jalan

meningkatkan bioavailabilitas.

C. GOLONGAN SULFONAMIDA (ANTIFOLAT)

Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara sistemik untuk


pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada manusia.
Kimiawi
Sulfonamida berbentuk kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air, tetapi
garam natriumnya mudah larut. Sulfonamida dengan berbagai sifat fisis, kimiawi,
farmakologis, dan anti bacterial dihasilkan dengan melekatkan substituent pada gugus amido
(-SO2-NH-R) atau gugus amino (-NH2) inti sulfinanilamida (rumus dasarnya)

Aktivitas Antimikroba
Sulfonamida mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun kurang kuat
dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan
obat ini umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin,
sulfonamida bersifat bakterisid.
Mekanisme Kerja
7

Kuman memerlukan PABA ( p-aminobenzoic acid) untuk membentuk asam folat


yang digunakan untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat. Sulfonamide merupakan
penghambat kompetitif PABA.

Efek antibakteri sulfonamida dihambat oleh adanya darah, nanah, dan jaringan
nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang
mengandung basa purin dan timidin. Kombinasi sulfonamida dan penghambat dihidrofolat
reduktase (trimetropim atau pirimetamin) menghasilkan aktivitas sinergistis karena
penghambatan sekuensial terhadap sintesis folat.

Spektrum Antibakteri
Kuman yang sensitif terhadap sulfa secara in vitro ialah S. pyogenes, S. pneumonia,
beberapa galur Bacillus anthracis dan Corynebacterium diphteriae, Vibrio cholera,
Nocardia, Actinomyces, Calymmatobacterium granulomatis, Chlamydia trachomatis, dan
beberapa protozoa. Beberapa bakteri enterik seperti E coli, klebsiella, salmonella, shigella,
dan enterobakter juga turut dihambat. Hal yang menarik adalah bahwa rickettsiae tidak
dihambat oleh sulfonamida, tetapi malah merangsang pertumbuhannya. Aktivitasnya
terhadap bakteri anaerob buruk.
Farmakokinetik
Sulfonamida dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama : (1) oral, dapat diserap;
(2)oral, tidak dapat diserap; dan (3) topikal. Sulfonamida yang dapat diserap terbagi menjadi
kerja singkat, kerja sedng, dan kerja lama menurut paruh waktu obat tersebut.

Obat

Waktu Paruh

Absorpsi Oral

Sulfacytine

Pendek

Segera (kadar puncak dalam


1-4 jam)

Sulfisoxazole

Pendek (6 jam)

Segera

Sulfamethiozole

Pendek (9 jam)

Segera

Sulfadiazine

Sedang (10-12 jam)

Perlahan (kadar puncak pada


4-8 jam)

Sulfamethoxazole

Sedang (10-12 jam)

Perlahan

Sulfapyridne

Sedang (17 jam)

Perlahan

Sulfadoxine

Lama (7-9 hari)

sedang

Sulfonamida ini diserap dari lambung dan usus halus serta didistribusikan secara luas
ke jaringan dan cairan tubuh (termasuk sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal), plasenta,
dan janin. Ikatan protein bervariasi dari 20% hingga melebihi 90%. Kadar terapeutiknya
berada dalam kisaran 40-100 mcg/mL dalam darah. Kadarnya dalam darah biasanya
memuncak 2-6 jam setelah pemberian oral.
Sebagian obat yang diabsorpsi terasetilasi atau terglukuronidasi di hati. Sulfonamida
dan metabolit yang tidak aktif kemudian diekskresi dalam urin, terutama melalui filtrasi
glomerulus. Pada gagal ginjal yang bermakna, dosis sulfonamida harus diturunkan.

Penggunaan Klinis
Sulfonamida jarang digunakan sebagai agen tunggal. Banyak galur spesies yang
dulunya rentan termasuk meningokokus, pneumokokus, streptokokus, stafilokokus dan
gonokokus, kini menjadi resisten. Kombinasi tetap trimetropim-sulfametoksazole adalah obat
pilihan untuk infeksi seperti pneumonia oleh Pneumocytis jiroveci (dahulu P. Carinii),
toksoplasmosis, nokardiosis, dan terkadang infeksi bakteri lainnya.
a. Agen Oral yang Dapat di Serap
Sulfisoksazole dan sulfametoksazol adalah agen kerja singkat sehingga kerja-sedang
yang hampir hanya digunakan untuk infeksi saluran kemih. Dosis normal pada orang dewasa
adalah 1 g sulfisoksazole empat kali sehari atau 1 g sulfametoksazole dua hingga tiga kali
sehari. Sediaan sulfisoksazol tersedia dalam bentuk tablet 500 mg untuk pemberian oral.
Sulfadiazine dalam bentuk kombinasi dengan pirimetamin merupakan terapi lini
pertama untuk terapi toksoplasmosis akut. Kombinasi sulfadiazine-pirimetamin, suatu

penghambat kuat dihidrofolat reduktase, bersifat sinergistis karena obat ini menyekat
berbagai tahapan sekuensial dalam blockade jalur sintesis folat. Dosis sulfadizin adalah 1 g
empat kali sehari, dengan pirimetamin yang diberikan dalam dosis inisial sebesar 75 mg
kemudian diikuti dengan dosis 25 mg sekali sehari. Asam folinat, 10 mg oral per hari, juga
harus diberikan untuk mengurangi supresi sumsum tulang.
Sulfadoksin adalah sulfonamide dengan masa kerja panjang. Obat ini digunakan
dalam kombinasi tetap dengan pirimetamin (500 mg sulfadoksin, 25 mg pirimetamin) untuk
pencegahan dan pengobatan malaria akibat P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Namun karena efek samping hebat seperti gejala Stevens-Johnson yang kadang-kadang
sampai menimbulkan kematian, obat hanya digunakan untuk pencegahan bila resiko
resistensi malaria cukup tinggi.
b. Agen Oral yang Tidak Dapat diserap
Sulfasalazin adalah obat yang digunakan untuk pengobatan kolitis ulseratif , enteritis
regional dan rematoid arthritis. Sulfasalazin dalam usus diuraikan menjadi sulfapiridin yang
diabsorpsi dan diekskresi melalui urin, dan 5-aminosalisilat yang mempunyai efek
antiinflamsi. Dosis awal adalah 0,5 g sehari yang ditingkatkan menjadi 2-6 g sehari.
Sulfasalazin tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan bentuk suspense 50 mg/mL.
c. Agen Topikal
Larutan atau salep oftalmik natrium sulfasetamide merupakan terapi efektif untuk
konjungtivitis bakterialis dan sebagai terapi tambahan pada trakoma. Sulfonamida lainnya,
yakni mafenida asetat, digunakan secara topikal dalam bentuk krim (85mg/g) untuk
mengurangi jumlah koloni bakteri dan mencegah infeksi luka bakar oleh mikroba grampositif dan gram- negatif. Obat ini tidak dianjurkan pada luka infeksi yang dalam. Pemebrian
krim 1-2 kali sehari dengan ketebalan 1-2 mmbpada permukaan luka bakar. Sebelum
pemberian obat, luka harus dibersihkan. Pengobatan dilanjutkan sampai dapat dilakukan
pencangkokan kulit.

Reaksi Simpang
Semua sulfonamida, termasuk antimikroba sulfa, diuretic, diakzosid, dan agen
hipoglikemik sulfonylurea, dianggap bersifat alergenik-silang secara parsial. Akan tetapi
bukti mengenai hal ini tidak banyak ditemukan. Efek simpang terseringnya adalah demam,
ruam kulit, dermatitis-eksfoliatif, fotosensitivitas, urtikaria, mual, muntah, diare, dan masalah
saluran kemih. Meskipun jarang (kurang dari 1% rangkaian terapi), sindrom Stevens-johnson
merupakan suatu bentuk erupsi kulit dan membrane mukosa yang sangat berat dan berpotensi
10

mematikan akibat penggunaan sulfonamida. Efek lain yan tidak diinginkan meliputi
stomatitis, konjungtivitis, arthritis, ganguan hematopoetik, hepatitis, dan lebih jarang
poliarteritis nodosa serta psikosis.
a. Gangguan pada saluran kemih
Sulfonamida dapat terpresipitasi dalam urin, khusunya pada pH netral atau asam,
yang menyebabkan kristaluria, hematuria, atau bahkan obstruksi. Masalah ini jarang timbul
pada sulfonamide yang lebih larut. Sulfadiazine dalam dosis besar, khusunya jika asupan
cairan rendah dapat menyebabkan kristaluria. Kristaluria diobati dengan natrium bikarbonat
untuk mengalkalinisasi urin dan cairan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Sulfonamida juga diperkirakan berperan dalam berbagai tipe nefrosis dan nefritis alergik.
b. Gangguan Hematopoetik
Sulfonamida dapat menyebabkan anemia hemolitik atau aplastik, granulositopenia,
trombositopenia, atau reaksi leukemoid. Sulfonamida dapat memicu reaksi hemolitik pada
penderita defisiensi G6PD. Sulfonamida yang digunakan mendekati akhir kehamilan
meningkatkan resiko terjadinya kernikterus pada neonatus.

11

D. GOLONGAN KUINOLON dan FLUROKUINOLON

Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini
secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri,
memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
Daya antibakteri Flurokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan dengan kelompok kuinolon,
selain itu kelompok obat ini juga diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa
derivatnya tersedia juga dalam bentuk perenteral sehingga dapat digunakan untuk
penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram-Negatif. Daya
antibakterinya terhadap kuman Gram-Positif relatif Lemah. Yang termasuk golongan ini
adalah Siprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin,
Levofloksasin, dan Flerofloksasin.
Flurokuinolon Baru mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman GramPositif, serta kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah. Yang termasuk
golongan ini adalah Moksifloksasin, Gatifloksasin, dan Gemifloksasin.

Mekanisme Kerja Obat


Pada saat perkembangbiakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi
dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini
akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.
Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan
antibiotika golongan Kuinolon & Flurokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase
pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.

Spektrum Antibakteri

Kuinolon aktif terhadap beberapa kuman Gram-Negatif antara lain : E. Coli,


Proteus, Klebsiella, dan Enterobacter. Kuinolon ini bekerja dengan menghambat
subunit A dari Enzim DNA graise Kuman, Akibatnya reflikasi DNA terhenti.

Flurokuinolon lama ( Siproflaksin, Ofoflaksin, Norfloksasin ) mempunyai daya


antibakteri yang sangat kuat terhadap E. Coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, H.
Influenzae, Providencia, Serratia, Salmonelle, N. Meningitis, n. Gonorrhoeae, B.

12

Catarrhalis dan Yersinia Entericolitia, tetapi terhadap kuman Gram-Fositif daya


antibakteinya kurang baik.

Flurokuinolon Baru ( Moksifloksasin, Levloksasin ) mempunyai daya antibakteri


yang baik terhadap kuman Gram Positif dan kuman Gram-Negatif, serta kuman
atipik ( Mycoplasma, chlamdya ), Uji klinik menunjukan bahwa flurikuinolon baru
ini efektif untuk bakterial bronkitis kronis.

Farmakokinetik
Obat

Waktu

Bioavibilitas

Kadar

puncak Dosis

Jalur

paruh

Oral

dalam

serum Oral

Utama

(jam)

Eksresi

(ug/ml)

Ciprofloxacin 3-5

70

2,4

500

Ginjal

Gatifloxacin

98

3,4

400

Ginjal

Gemifloxacin

70

1,6

320

Ginjal

dan

Bukan Ginjal
Levofloxacin

5-7

95

5,7

500

Ginjal

Lomefloxacin 8

95

2,8

400

Ginjal

Moxifloxacin

9-10

>85

3,1

400

Bukan Ginjal

Norfloxacin

3,5-5

80

1,5

400

Ginjal

ofloxacin

5-7

95

2,9

400

Ginjal

Indikasi
1. Asam Nalidiksat hanya digunakan sebagai antiseptik saluran Kemih,
2. Flurokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas, antara lain :

Infeksi Saluran Kemih ( ISK )


Flurokuinilon Efektif untuk ISK yang disebabkan oleh kuman-kuman yang
multiresisten dan kuman P. Aeruginosa. Siprofloksasin, Norfloksasin, dan
floksasin dapat mencapai kadar yang cukup tinggi di jaringan prostat dan dapat
diginakan untuk terapi prostatitis bakterial akut maupun kronis.

Infeksi Saluran Cerna

13

Flurokuinilon juga Efektif untuk Diare yang disebabkan oleh shingela, Salmonella,
E. Coli, dan Campylobacter, Siploksasin dan ofloksasin mempunyai efektifitas
yang baik terhadap demam Tifoid.

Infeksi Saluran Nafas ( ISN )


Secara Umum Efektifitas Flurokuinilon ( Siproflaksin, Ofloksasin, dan enoksasin
) cukup baik untuk bakterial saluran nafas bawah. Tetapi ada lagi Flurokinolon (
moksifloksasin, Gemifloksasin,dan Levloksasin ) mempunyai daya antibakteri yang
cukup baik terhadap kuman Gram-Positif maupun kuman Gram-Negatif, dan kuman
atipik penyebab infeksi saluran nafas Bawah.

Penyakit yang ditularkan Melalui Hubungan Seksual


Siprofloksasin oral dan levofloksasin oral merupakan obat pilihan utama untuk
pengobatan Uretritis dan Servitis oleh gonokukus.

Infeksi Kulit dan Jaringan Lunak


Flurokinolon Oral mempunyai efektiitas sebanding dengan sealosporin parenteral
untuk pengobatan infeksi berat pada kulit atau jaringan lunak.

Kontra Indikasi

Penggunaa flourokuinolon tidak dianjurkan pada anak berusia dibawah 18 tahun,


karena flouorokuinolon dapat melukai kartilago yang sedang tumbuh dan dapat
menyebabkan artropati.

Penggunaan fluorokuinolon harus dihindari dalam kehamilan selama tidak terdapat


data spesifik yang menunjukan keamanannya.

Efek Samping

Saluran Cerna
Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan kuinolon, dan
bermanifestasi dalam bentuk mual, dan rasa tidak enak diperut.

Susunan Saraf Pusat


Yang paling sering terjadi adalah Sakit kepala dan Pusing. Bentuk yang jarang timbul
ialah Halusinasi. Kejang dan delirium

Hepatotoksisitas
Efek samping ini jarang terjadi.

14

Kardiotoksisitas
Akumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.

Disglikemia
Dapat Menimbulkan hiper atau hipoglikemia. Akibatnya akan memperparah penyakit
diabetes Melitus.

Interaksi Obat
Antasid: Absorpsi kuinolon dan Flurokuinolon dapat berkurang hingga 50% jika diminum
bersamaan dengan Antasid.
Teofilin: Akan Menghambat Metabolisme Teofolin dan meningkatkan kadar teofilin dalam
darah, sehingga dapat terjadi intoksikasi.
Obat Anti Artimia: Akan mengakibatkan terjadinya Akumulasi kalium dalam miosit,
akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.

Preparat yang tersedia:


Ciprofloxacin
Oral: tablet 100mg, 250 mg, 500 mg, 750 mg. Tablet lepas lambat 500mg; suspensi 50,
100mg/ml.
Parenteral: 10mg/ml untuk infus IV
Mata (Ciloxan): larutan 2mg/ml; salep 3,3 mg/g
Gatifloxacin
Oral: tablet 200, 400 mg; suspensi oral 200mg/5ml
Parenteral: 200mg/20ml, 400mg/40 ml.
Gemifloxacin
Oral: tablet 320mg
Levofloxacin
Oral: tablet 250, 500, 750mg; larutan 25mg/ml
Mata(Quixin): larutan 5 mg/ml
Lomefloxacin
Oral: tablet 400 mg
Moxifloxacin
Oral: tablet 400mg
Parenteral: 400mg dalam kantong IV
Norfloxacin
15

Oral: tablet 400 mg


Ofloxacin (Foxin)
Oral: tablet 200, 300, 400mg
Parenteral: 200mg dalam 50 ml D/W 5% untuk pemberian IV; 20, 40mg/ml untuk
suntika IV
Mata (ocuxflox): larutan 3 mg/ml
Telinga (Floxin Otic): larutan 0,3%
Enoxacin
Oral: tablet 200mg, 400mg.

Referensi :
Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, 2007.
Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 10, Katzung, EGC, 2010.

16

E. GOLONGAN TETRASIKLIN

1. Asal dan struktur kimia


Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang
dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari
Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin,
tetapi juga dapat diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi bentuk garam natrium
atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering, bentuk basa dan garam HCl
tetrasiklin bersifat relatif stabil. Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat labil sehingga
cepat berkurang potensinya.
Struktur kimia golongan tetrasiklin dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Tigesiklin
adalah suatu antibiotika dari golongan baru yaitu glisilsiklin.
2. Farmakodinamik
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling
sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik kedalam ribosom bakteri Gram-negatif.
Pertama, secara difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua melalui sistem transpor
aktif. Setelah masuk, antibiotik berikatan secara reversibel dengan ribosom 30S dan
mencegah ikatan tRNA-aminoasil pada kompleks mRNA-ribosom. Hal tersebut mencegah
perpanjangan rantai peptida yang sedang tumbuh dan berakibat terhentinya sintesis protein.
3. Efek antimikroba
Golongan tetrasiklin bersifat bakteriostatik. Hanya mikroba yang cepat membelah yang
dipengaruhi obat ini.
4. Spektrum antimikroba
Golongan tetrasiklin bekerja pada spektrum luas yang meliputi kuman Gram-positif
dan negatif, aerobik dan anaerobik. Ia juga aktif terhadap spiroketa, mikoplasma, riketsia,
klamidia, legionela, dan protozoa tertentu.
Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi
batang Gram-positif seperti B. Anthracis, Erysipelotrix rhusiophatiae, Clostridium tetani dan
Listeria monocytogenes.
Kebanyakan strain N. Gonorrhoeae sensitif terhadap tetrasiklin, tetapi N.
Gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap tetrasiklin.
Sangat efektif terhadap infeksi batang Gram-negatif seperti Brucella, Francisella
tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio cholerae, Campylobacter
17

fetus, Haemophillus ducreyi dan Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis,


Pasteurella multocida, Spirillum minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis,
Acinetobacter dan Fusobacterium.
Sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae, Ureaplasma urealyticum,
Clamydia trachomatis, Chlamydia psittaci, dan berbagai riketsia. Juga efektif terhadap
Borrelia recurentis, Treponema pallidum, Treponema pertenue, Actinomyces israeli. Dalam
kadar tinggi, menghambat pertumbuhan Entamoeba hystolitica.
Tigesiklin berspektrum luas dan efektif untuk menghambat kuman E. Coli, E.
Faecalis, S. Agalactiae, S. Anginosus, S. Pyogenes, B. Fragilis, E. Cloaceae, C. Freundii, S.
Aureus.

5. Resistensi
Tetrasiklin mulai resistensi terhadap S. Beta hemolitikus, E. Coli, Pseudomonas
aeruginosa, S. Pneumoniae, N. Gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella dan S. Aureus.
Resistensi ini terjadi akbat dikodenya suatu protein pompa yang akan mengeluarkan
obat dari sel bakteri. Protein ini dikode dalam plasmid dan dipindahkan antar bakteri
melalui proses transduksi atau konjugasi.
6. Farmakokinetik
7. Absorbsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap lewat saluran cerna. Doksisiklin dan
minosiklin diserap > 90%. Absorbsi ini berlangsung di lambung dan usus halus
bagian atas.
Faktor yang dapat menghambat absorbsi adalah adanya makanan dalam
lambung (kecuali minosiklin dan doksisiklin), pH tinggi, pembentukan kelat
(kompleks tetrasiklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti kation Ca2+, Mg2+,
Fe2+, Al3+, yang terdapat dalam susu dan antasid). Sebaiknya tetrasiklin diberikan 2
jam setelah makan.
Distribusi
Tetrasiklin berikatan dengan protein plasma. Pemberian oral 250 mg
tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan kadar sekitar
2.0-2.5 g/mL. Waktu paruh doksisiklin tidak berubah pada pasien insufisiensi ginjal,
maka doksisiklin boleh diberikan pada gagal ginjal.
Dalam CSF kadar tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Obat ini
ditimbun dalam sistem retikuloendotelial di hati, limpa dan sumsum tulang, serta di
18

dentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar
urin dan terdapat dalam ASI dengan kadar yang relatif tinggi. Daya penetrasi
doksisiklin dan minosiklin ke jaringan lebih baik.
Metabolisme
Doksisiklin dan minosiklin di metabolisme di hati sehingga aman diberikan pada
gagal ginjal.
Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin berdasarkan filtrasi glomerulus.
Golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan sifat farmakokinetiknya.
A. Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorbsinya tidak lengkap dengan
waktu paruh 6-12 jam.
B. Demetilklortetrasiklin. Absorbsinya lebih baik dan waktu paruhnya 16 jam
sehingga cukup diberikan p.o. 150 mg tiap 6 jam.
C. Doksisiklin dan minosiklin. Absorbsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-20
jam. Cukup diberikan 1-2 kali 100 mg/hari.
8. Penggunaan klinik
Riketsiosis, infesi klamidia, psitakosis dengan dosis 2 g/hari selama 7-10 hari atau 1
g/hari selama 21 hari. Konjungtivitis inklusi, trakoma salep mata tetrasiklin
dikombinasikan dengan doksisiklin oral 2x100 mg/hari selama 14 hari. Kolera dengan
dosis tunggal 300 mg. Sifilis dengan dosis 4x500 mg/hari po selama 15 hari. PPOK
diatasi dengan doksisiklin oral 2x100 mg/hari untuk mencegah eksaserbasi akut.
9. Efek samping
Dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif dan
reaksi yang timbul akibat perubahan biologik.
a. Reaksi kepekaan seperti erupsi mobiliformis, urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif.
b. Reaksi toksik dan iritatif seperti iritasi lambung, tromboflebitis pada pemberian
IV dan nyeri lokal bila diberikan IM tanpa anastetik loka, hepatotoksik terjadi bila
dosis > 2 g/hari dan pemberian parenteral. Tidak diberikan pada wanita hamil.
c. Reaksi akibat perubahan biologi seperti diare akibat perubahan flora normal
tubuh.
Beberapa hal yang perlu diingat sebelum meresepka golongan ini.
1. Tidak diberikan pada wanita hamil
2. Bila tidak ada indikasi kuat, jangan diberikan pada anak-anak
3. Hanya doksisiklin yang dapat diberikan pada pasien gagal ginjal
19

4. Hindarkan pemakaian dengan tujuan profilaksis


5. Sisa obat yang tidak terpakai harus dibuang
6. Jangan berikan pada pasien yang hipersensitif dengan obat ini
Sediaan dan posologi
Tabel sediaan dan posologi golongan tetrasiklin
Derivat

Sediaan

Tetrasiklin

Kapsul/tablet 250 mg dan Oral 4x250-500 mg/hari.


500 mg

Dosis untuk dewasa

Parenteral 300 IM sehari

Bubuk obat suntik IM 100- dibagi 2-3 dosis, atau 250200 mg/vial

500 mg IV diulang 2-4x

Bubuk obat suntik IV 250 sehari.


dan 500 mg/vial

Parenteral

Salep kulit 3%

mg/kgBB/hari

Salep/obat tetes mata 1%

tunggal atau dibagi dalam 23

dosis

IM

dan

15-25

sbg

dosis

IV

20-30

mg/kgBB/hari dibagi dalam


2-3 dosis.
Klortetrasiklin

Kapsul 250 mg

Lihat tetrasiklin

Salep kulit 3%
Salep mata 1%
Oksitetrasiklin

Larutan obat suntik IM 250 Oral 4x250-500mg/hari


dan 100 mg/ampul 2 mL dan Parenteral 100 mg IM 2-3x
500 mg/vial 10 mL

sehari 500-1000 mg/hari IV

Bubuk obat suntik IV 250 (250 mg bubuk dilarutkan


mg.

dalam 100 mL larutan garam

Kapsul 250 mg

faal atau dekstrosa 5%)

Salep kulit 3%

Parenteral

Salep mata 1%

mg/kgBB/hari

15-25
IM

dibagi

dalam 2 dosis dan 10-20


mg/kgBB/hari

IV

dibagi

dalam 2 dosis.
Demeklisiklin

Kapsul atau tablet 150 dan Oral 4x150 mg atau 2x 300


300 mg.

mg/hari

20

Sirup 75 mg/5 Ml
Doksisiklin

Kapsul atau tablet 100 mg, Oral dosis awal 200 mg


tablet 50 mg.

selanjutnya 100-200 mg/hari

Sirup 10 mg/mL
Minosiklin

Kapsul 100 mg

Oral dosis awal 200 mg


dilanjutkan 2xsehari 100 mg

Tigesiklin

Vial 50 mg atau vial 100 mg

Infus 100 mg IV dalam


waktu 30-60 menit. Dosis
pemeliharaan 50 mg/12 jam
selama 5-14 hari.

Interaksi obat
Tetrasiklin + metoksifluran dapat menyebabkan nefrotoksik. Bila dikombinasikan
dengan penisilin maka aktifitas antimikrobanya dihambat.
Karbamazepin, fenitoin, barbiturat dan alkoholisme kronik menginduksi enzim
pemetabolisme doksisiklin sehingga waktu paruhnya jadi 50%.
Pemantauan waktu protrombin diperlukan bila obat ini diberikan bersama dengan
warfarin.

Golongan obat anti-TB dan leprostatik

Kategori I : 2HRZE / 4H3R3

Kategori II : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3

Kategori III : 2HRZ / 4H3R3

Obat sisipan : HRZE

Kategori I obat anti tuberkulosis (OAT) untuk penderita baru tuberkulosis paru dengan hasil
tes bakteri tahan asam (BTA) positif, penderita tuberkulosis paru dengan hasil tes bakteri
tahan asam (BTA) negatif namun hasil foto rontgen positif dan sakit berat,dan penderita
tuberkulosis

ekstraparu

berat.

Kategori II obat anti tuberkulosis (OAT) untuk penderita tuberkulosis paru yang pernah
minum obat anti tuberkulosis (OAT) selama lebih 1 bulan dengan kriteria pada penderita
kambuh (relaps), penderita gagal pengobatan (failure) dengan bakteri tahan asam (BTA)

21

positif,

dan

penderita

dengan

pengobatan

setelah

lalai.

Kategori III obat anti tuberkulosis (OAT) untuk penderita baru tuberkulosis paru dengan hasil
bakteri tahan asam (BTA) negatif tetapi hasil foto rontgen positif dan sakit ringan, dan
penderita

tuberkulosis

ekstra

paru

ringan.

Obat sisipan untuk penderita dengan kategori I & II pada akhir tahap intensif pengobatan
dengan

hasil

tes

bakteri

tahan

asam

(BTA)

masih

positif.

Obat anti tuberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan. Tahap intensif obat anti tuberkulosis (OAT) diberikan selama 2 bulan.

Jika bakteri tahan asam (BTA) sudah negatif pada akhir tahap intensif maka terapi diteruskan
pada tahap lanjutan. Bila bakteri tahan asam (BTA) masih positif pada akhir tahap intensif
maka lebih dahulu diberikan obat sisipan sebelum terapi diteruskan pada tahap lanjutan.
Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 2 bulan.

Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dengan memberikan
isoniazid

(H)

dan

rifampisin

(R)

kali

seminggu

selama

bulan.

Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori II dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), ethambutol (E), dan streptomisin (S) setiap
hari selama 2 bulan kemudian dilanjutkan dengan memberikan isoniazid (H), rifampisin (R),
pirazinamid

(Z),

dan

ethambutol

(E)

setiap

hari

selama

bulan.

Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori II dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), dan ethambutol (E) 3 kali seminggu selama 5 bulan.

Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori III dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z) setiap hari selama 2 bulan.

Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori III dengan memberikan
isoniazid

(H)

dan

rifampisin

(R)

kali

seminggu

selama

bulan.

22

Obat sisipan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) dengan memberikan isoniazid (H),
rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.

Hampir semua obat anti tuberkulosis (OAT) bersifat bakterisid kecuali ethambutol (E).
Ethambutol (E) hanya bersifat bakteriostatik sehingga masih berperan pada resistensi bakteri.

Rifampisin (R) dan pirazinamid (Z) bersifat sterilisasi yang baik.

Spesialite :
NO.

NAMA GENERIK

NAMA DAGANG

SEDIAAN

PABRIK

Cetabutol

250 mg, 500 mg/tablet

Soho

Kalbutol

500 mg / tablet

Kalbe Farma

Etibi

250 mg, 500 mg / tablet

Rocella

Isonex

50 mg / 5 ml syr.

Dumex

INH

50 mg , 100 mg / tablet

Soho

Per tablet :

Phapros

& LATIN
1

2.

Ethambutol

Isoniazid

Isoniazid

+ Pehadoxin

Vitamin B-6

INH 100 mg,Vit.B6 10 mg


Inoxin

Per tablet :

Dexamedica

INH 400 mg,Vit.B610 mg


Isoniazid
Vitamin

+ Intam 6
B-6

+ Meditam

Ethambutol

Per tablet :

Rhone P

INH 100 mg,Ethambutol Medikon


250 mg, Vit.B6 10 mg

MycothambinForte

INH Per tablet :

UAP

INH 200 mg,Ethambutol


500 mg, Vit.B6 20 mg

3.

4.

Pirazinamida

Rifampicin

Prazina

500 mg / tablet

Ponco

Pezeta Ciba 500

Ciba

Pulmodex

Dexamedica

Rifampin

150 mg, 300 mg, 450 mg, Pharos


23

600 mg / kapsul

Rifamtibi

450 mg, 600 mg/kapsul

Sanbe

Rimactane

450 mg, 600 mg/ kapsul

Biochemie

20 mg / ml syr.

Rifampicin + INH

Rimetazid

Per kapsul :

Biochemie

1. Rifampicin 225 mg
INH 200 mg
2. Rifampicin 450 mg
INH 300 mg
Ramicin-Iso

Per kapsul :

Westmont

Rifampicin 500 mg
INH 150 mg
5.

Streptomisin

Streptomycine

1g, 1,5g, 5g/ vial

Meiji

Sulphate Injection

1. Isonoazid (isonikotinil Hidrazid)


a. mekanisme kerja
kerja obat ini adalah dengan menghambat enzim esensial yang penting untuk sintesis
asam mikolat dan dinding sel mikrobakteri. INH dapat menghambat hamper semua basil
tuberkel, dan bersifat bakterisida terutama untuk basil tuberkel yang tumbuh aktif. INH
dapat bekerja baik intra maupun ekstrasel. Aktivitas INH menghambat aksi enoyl-protein
pembawa asil dalam bentuk (InhA). InhA merupakan komponen enzim penting dari
sintesis asam lemak kompleks II.
b. Farmakokinetik
absorpsi: oral. Distribusi: melintasi plasenta; muncul dalam ASI; mendistribusikan
kedalam jaringan tubuh dan cairan termasuk CSF. Metabolisme: oleh hati terhadap
isoniazid asetil dengan tingkat kerusakan genetic ditentukan oleh fenotip asetilasi;
mengalami hidrolisis lebih lanjut untuk asam asetil isonikotinik dan hidrazin. Waktu
paruh: mungkin bias diperpanjang pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau
gangguan ginjal parah. Asetilator cepat 30-100 menit. Asetilator lambat 2-5 jam. Waktu
puncak konsentrasi serum oral 1-2 jam.

24

eliminasi : 75-95% diekskresikan dalam urin.


c. efek samping
berkaitan dengan dosis dan lamanya pemberian. Berupa demam, kulitr kemerahan dan
hepatitis. Efek toksik ini meliputi neuritis perifer, insomnia, lesu, kedut otot, dll.
d. indikasi
untuk terapi semua bentuk TB aktif.
e. KI
riwayat hipersensitifitas, demam, kerusakan hati dan kehamilan,dll
2. Rifampisin (R)
a. mekanisme kerja
obat ini menghambat sintesis DNA bakteri dengan mengikat beta-subunit dari DNA
dependent-RNA-polimerase sehingga menghambat peningkatan enzim tersebut ke DNA
dan menghambat mRNA. Obat ini bersifat bakterisid terhadap m.TB, m.bovis dan
m.kasasi baik intra maupun ekstraseluler.
b. farmakokinetik
absorpsi oral diserap dengan baik. Distribusi: sangat lipofilik; melintasi penghalang
darah-otak dan didistribusikan secara luas kedalam jaringan tubuh dan cairan seperti hati,
paru-paru, kandung empedu, dll. Waktu paruh 3-4 jam. Waktu puncak konsentrasi serum
oral 2-4 jam.
c. efek samping
demam, kulit kemerahan, mual dan muntah, ikterus, trombositopenia dan nefritis.
d. indikasi
diindikasikan untuk obat anti TB yang dikombinasikan dengan anti Tb lain untuk terapi
awal maupun ulangan.
e. KI
simdom syok, anemia hemolitik akut, dan gangguan hati.
3. Pirazinamid
a. mekanisme kerja
PZN adalah pro-drug dan diubah menjadi bentuk aktif (asam pyrazinoic) oleh enzim
peroksidase nicotinamidase dikenalsebagai pyrazinamidase (PncA). Asam Pyrazinoic
menghambat aksisintetase asam lemak I (FAS I). FAS I adalah terlibat dalam
sintesisasam mycolic rantai pendek merupakan komponen struktural pentingdari dinding
sel mikobakteri dan melekat ke lapisan arabinogalactan.Obat ini bersifat bakterisidal,
terutama dalam keadaan asam dan mempunyai aktivitas sterilisasi intraseluler
25

b. Absorpsi: oral: diserap dengan baik. Distribusi:didistribusikan secara luas ke dalam


jaringan tubuh dan cairan termasuk paru-paru, hati, CSF. Ikatan protein: 50%.
Metabolisme: dalam hati.Waktu paruh: 9-10 jam, berkepanjangan dengan fungsi ginjal
atau hatiberkurang. Waktu puncak konsentrasi serum: dalam 2 jam. Eliminasi:dalam urin
(4% sebagai obat tidak berubah)
c. efek samping
Obat ini bersifat hepatotoksik yang berkaitan dengandosis pemberian dan dapat menjadi
serius. Dengan dosis harian 3 g atau40-50 mg/kg BB/hari
Obat ini sangat efektif terhadap tuberkulosis bila digabungkan denganINH, tetapi
dilaporkan lebih kurang 14% penderita akan mengalamigangguan hati yang berat, serta
kematian dapat terjadi karena timbulnyanekrosis. Karena efek hepatotoksik, pemeriksaan
uji hati perludilakukan sebelum pemberian obat ini. Penggunaan pirazinamid secararutin
menyebabkan hiperuresemia, biasanya asimtomatik. Jika gejalapenyakit gout timbul, dan
pengobatan dengan pirazinamid dibutuhkan,penderita sebaiknya juga mendapat
alopurinol/probenesid
d. indikasi
untuk anti TB yang dikombinasikan dengan obat anti TB lainnya.
e. KI
gangguan fungsi hati parah, porfiria dan hipersensitifitas.
4. Streptomisin
a. mekanisme kerja
Obat ini bekerja dengan menghambat sintesisprotein pada ribosom mikrobakterium dan
bersifat bakterisid, terutamaterhadap basil tuberkel ekstraseluler.
b. farmakokinetik
Distribusi: mendistribusikan ke dalam jaringan tubuhdan cairan kecuali otak; jumlah
kecil masukkan CSF hanya denganmeninges meradang, melintasi plasenta; jumlah kecil
muncul di ASI.Ikatan protein: 34%. Waktu paruh: berkepanjangan degan kerusakan
ginjal. Baru lahir: 4-10 jam. Dewasa: 2- 4,7 jam. Waktu puncak konsentrasi serum: im:
dalam1-2 jam. Eliminasi: 30% sampai 90% dari dosis diekskresikan sebagaiobat tidak
berubah dalam urin, dengan jumlah kecil (1%) diekskresikandalam empedu, saliva,
keringat, dan air mata.
c. efek samping
Sakit kepala atau lesu biasanya terjadi setelahpenyuntikan dan umumnya bersifat
sementara. Reaksi hipersensitivitassering terjadi pada minggu pertama pengobatan dan
26

biasanya lebihringan dibandingkan INH. Obat ini bersifat ototoksik


menimbulkangangguan pendengaran dan keseimbangan dengan gejala vertigo, mual,dan
muntah. Selain itu, obat ini juga bersifat nefrotoksik.
d. indikasi
Sebagai kombinasi pada pengobatan TBC bersama isoniazid,rifampisin, dan
pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontraindikasidengan 2 atau lebih obat
kombinasi tersebut
e. KI
Hipersensitivitas terhadap streptomisin sulfat atauaminoglikosida lain
5. Ethambutol
a. mekanisme kerja
Obat ini menghambat sintesis metabolisme selsehingga menyebabkan kematian sel. EMB
menghambat aksi arabinosyl(EmbB). EmbB adalah enzim membran terkait yang terlibat
dalamsintesis arabinogalaktan. Arabinogalactan merupakan komponenstruktural penting dari
dinding sel mikobakteri. Hampir sama strain M.tuberculosis , M. bovis , dan kebanyakan M.
Kansasii rentan terhadap obat ini. Obat ini bersifat bakteriostatik dan bekerja baik intra
maupun ekstraseluler.
b. farmakokinetik
Absorpsi: ~80%. Distribusi: didistribusikan keseluruh tubuh dengan konsentrasi tinggi di
ginjal, paru-paru, saliva, dansel darah merah; konsentrasi dalam CSF rendah; melintasi
plasenta;diekskresikan ke dalam ASI. Ikatan protein: 20% sampai 30%.Metabolisme: 20%
oleh hati untuk metabolit aktif. Waktu paruh: 2,5-3,6 jam (hingga 7 jam atau lebih dengan
gangguan ginjal). Waktu puncak konsentrasi serum: dalam waktu 2-4 jam. Eliminasi:
~50%dalam urindan 20% diekskresi dalam tinja sebagai obat yang tidak berubah.Dialisis:
sedikit dialysis (5% sampai 20%)
c. efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping biladiberikan dengan dosis harian biasa dan
efek toksik minimal. Efek nonterapi yang berat dan berkaitan dengan dosis, yaitu efek toksik
diokular. Gangguan di mata biasanya bersifat bilateral, yaitu berupaneuritis optik dengan
gejala penurunan ketajaman penglihatan,hilangnya kemampuan membedakan warna merah
dengan hijau,lapangan pandangan mata menyempit, dan dapat terjadi skotoma periferataupun
sentral. Gangguan ini biasanya bersifat reversibel. Karena itu,sebelum etambutol diberikan,
uji ketajaman penglihatan dan uji butawarna sebaiknya dilakukan
d. indikasi
27

Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosisdengan obat lain, sesuai


regimen pengobatan jika diduga ada resistensi.Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat
ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang 6 tahun, neuritis
optik,gangguan visual
e. KI: Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritisoptik
GOLONGAN LEPROTOKSIK
NO.

NAMA GENERIK

1.

Diamino

NAMA DAGANG

Difenil Dapson

SEDIAAN

PABRIK

100 mg / tablet

Indofarma

50 mg & 100 mg / tablet

Novartis

Sulfon (DDS)

2.

Clofazimine

Lamprene

Rifampicin

Lihat obat TBC

Rifampicin (Rifamin, rifadin, rimactane)


Merupakan semisintetik derivat rifamycin, dihasilkan oleh steptomyces mediterranei.
Sktif secara in vitro melawan coccus gram + dan gram -, bakteri enterik, mikobakteri dan
clamydia
MOA : mengikan subunit b dari RNA polimerase sehingga menghambat sintesis
RNA.Bakterisid terhadap mikobakteri yang langsung menembus ke jaringan dan sel-sel
fagosit. Obat yang paling efektif untuk melawan M.leprae
.
Farmakokinetik : diserap baik pada pemberian per oral. Dieksresikan oleh hati
melaluiempedu

dan

beberapa

mengalami

sirkulasi

enterohepatik,

sebagian

dieksresikanmelalui urin dan feses.


Dosis untuk leprosy adalah 600mg/bulan.
Indikasi : infeksi mikobakteri ,meningokokus,H.influenzae
Efek samping :-Warna oranye pada urine, keringat, air mata dan softlens-Ruam,
trombositopeni, nefristis-Ikterus-Menginduksi enzim-enzim mikrosom
Pemberian

rifampicin

dapat

menghambat

kerja

dari

steroid,

sehingga

dapat

mengurangiefektivitas kontrasepsi oral.


Pemberian rifampicin sebagai monoterapi dapat menyebabkan resistensi.2.

28

Clofazimine (Lamprene, B663,G30320)


Merupakan senyawa amino turunan phenazine dye.
Bakterisidal untuk melawan M.leprae dan juga mempunyai aktivitas anti inflamasi.
Dosis tertinggi 200-300 mg/hari untuk mengontrol reaksi leprosi, terutama pada pasienyang
ketergantungan kortikosteroid, toksisitas dan lain-lain.
Efek samping : gangguan pencernaan, pigmentasi kulit kadang disertai lesi kulit
biasaterjadi tetapi akan menghilang dalam 6-12 bulan setelah terapi dihentikan.
Sejauh ini belum ada dilaporkan kasus resistensi.3.

Diapsone (DDS, 4,4-Diaminodiphenilsulfate)


Diapsone bekerja sebagai penghambat sistem enzim yang mensintesis asam folat.
Farmakokinetik :-Diserap baik di usus, distribusi ke seluruh cairan dan jaringan

F. GOLONGAN PENISILIN

PENDAHULUAN
Sejak ditemukan penisilin, masalah infeksi mikroba Gram-positif umumnya dapat diatasi
secara baik. Dalam menemukan antimikroba untuk mengatasi kuman Gram-negatif, pada
tahun 1943 berhasil diisolasi suatu turunan Streptomyces griseus yang menghasilkan
streptomisin.
Setelah streptomisin ditemukan pula berbagai antibiotik lain yang memiliki berbagai sifat
mirip dengan streptomisin yaitu kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin,
neomisin.
Aminoglikosida merupakan penanggulangan infeksi berat oleh kuman Gram-negatif.
Aminoglikosida

dihasilkan

oleh

jenis-jenis

fungi streptomyces

micromonospora

(Aminoglikosida yang berasal dari streptomises mendapat tambahan misin). Semua


senyawa turunan semi sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino didalam
molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Dengan adanya gugusan amino, zat-zat ini
bersifat basa lemah dan garam sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut air.

29

Antibiotika aminoglikosida adalah antibiotika golongan karbohidrat yang pada umumnya


terdiri dari bagian aminosikloheksanol dan terikat secara glikosidik dengan gula amino lain
(Crueger, 1984). Ditinjau dari struktur molekulnya, aminoglikosida dapat dibagi menjadi 2
golongan besar, yaitu aminoglikosida berinti streptidin (streptomisin, dihidrostreptomisin,
dll) dan 2-deoksistreptamin (kanamisin, neomisin, gentamisin dll).
Secara klinis aminoglikosida sering digunakan untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh
kuman Gram positif dan Gram negatif termasuk Mycobacterium tuberculosis, baik dalam
bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi dengan antibiotika lain. Aminoglikosida
merupakan antibiotik utama untuk pengobatan infeksi serius yang disebabkan gram negatif,
karena obat ini menimbulkan efek toksik yang serius, maka penggunaannya terbatas dan telah
digantikan dengan obat yang lebih aman seperti generasi ketiga sefalosporin, fluorokuinolon
dan imipenem/silastatin.
2. MEKANISME KERJA AMINOGLIKOSIDA
Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri dengan
mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aktivitas aminoglikosida dipengaruhi oleh
berbagai faktor terutama perubahan pH, keadaan aerobik dan anaerobik. Aktivitas
aminoglikosida lebih tinggi pada suasana alkali daripada suasan asam.
Aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang dibentuk oleh porin proteins pada membran
luar dari bakteri gram negatif masuk keruang periplasmik. Sedangkan transport melalui
membran dalam sitoplasma membutuhkan energi. Fase transport yang dependen energi ini
bersifat rate limiting, dapat diblok oleh Ca++ dan Mg++, hiperosmolaritas, penurunan pH dan
anaerobiosis. Hal ini menerangkan penurunan aktivitas aminoglikosida pada lingkungan
anaerobik suatu abses atau urin asam yang bersifat hiperosmolar. Setelah masuk sel,
aminoglikosida terikat pada ribosom 30S dan menghambat sintesis protein. Terikatnya
aminoglikosida pada ribosom ini mempercepat transport aminoglikosid kedalam sel diikuti
dengan kerusakan membran sitoplasma dan disusul dengan kematian sel.
Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:
1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
30

2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam
amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau
toksik protein
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom nonfungsional
Aminoglikosida bekerja secara sinergis dengan antibiotic -laktam karena kerja -laktam
pada sintesis dinding sel meningkatkan difusi aminoglikosida kedalam bakteri. Semua
aminoglikosida bersifat bakterisid.
Streptomisin digunakan untuk obat tuberculosis, plague, tularemia dan kombinasi dengan
penisilin untuk mengobati endokarditis.
Aktivitas antibakteri gentamisin, tobramisin, kanamisin, dan amikasin terutama tertuju pada
basil Gram negatif yang aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondidi anaerobik rendah sekali. Ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan
bahwa untuk transport aminoglikosida membutuhkan oksigen (transport aktif). Aktivitas
terhadap bakteri Gram-positif sangat terbatas. Streptomisin dan gentamisin aktif terhadap
enterokok dan streptokok lain tetapi efektivitas klinis hanya dapat dicapai bila digabung
dengan penisilin.
Spektrum kerja aminoglikosida cukup luas dan meliputi terutama banyak bacilli gramnegatif, antara lain E.coli, H.Influenzae, enterobacter,salmonella, dan shigella. Obat ini juga
aktif terhadap sejumlah kuman Gram-positif yaitu staphyl. aureus/epidermis. Streptomisin,
kanamisin, dan amikasin aktif terhadap kuman tahan asam mycobacterium (TBC dan lepra).
Amikasin dan toramisin berkhasiat kuat terhadap pseudomonas, sedangkan gentamisin lebih
ringan. Amikasin memiliki spektrum kerja yang paling luas, sedangkan aktivitas kerja
gentamisin dan tobramisin sangat mirip, aktivitasnya adalah bakterisida.
3. PENGGOLONGAN AMINOGLIKOSIDA
a. Streptomysin
Streptomysin saat ini digunakan untuk pengobatan infeksi yang tidak lazim, pada umumnya
dalam bentuk kombinasi dengan senyawa antimikroba yang lain.
31

Streptomisin diperoleh dari streptomyces griseus oleh Waksman (1943) dan digunakan untuk
pengobatan tubercolosis. Penggunaan pada terapi TBC sebagai obat pilihan utama sudah
lama terdesak oleh obat lainnya yang berhubungan dengan toksisitasnya. Efek sampingnya
terhadap ginjal dan organ pendengaran.
Dosis streptomysin adalah 15 mg/kg per hari untuk pasien yang memiliki bersihan kreatinin
di atas 80 ml/menit. Biasanya streptomysin diberikan dalam dosis 100 mg 1 kali sehari yang
menghasilkan konsentrasi puncak dalam serum kurang lebih 50 hingga 60 g/mL dan
konsentrasi terendah kurang dari 1g/mL.
Penyakit yang diobati:

Tularemia
Pasien yang menderita tularemia sangat diuntungkan dengan pemberian streptomysin karena
dapat memperoleh kesembuhan total, namun tidak tertutup kemungkinan kronisitas dapat
terjadi. Pada pemberian streptomysin 1 sampai 2 g (15-25 mg/kg) per hari (dalam dosis
terbagi) selama 7 sampai 10 hari.

Penyakit pes
Streptomysin merupakan salah satu senyawa yang paling efektif dalam pengobatan
penyakit pes. Dosis yang diberi 1-4 g per hari yang dibagi dalam 2 atau 4 dosis selama 7-10
hari.

Tuberkulosis
Streptomysin harus diberikan dalam bentuk kombinasi dengan sedikitnya 1 atau 2 obat lain
yang sesuai dengan galur-galur penyebab tersebut. Dosis untuk pasien yang fungsi ginjalnya
normal adalah 15 mg/kg per hari sebagai injeksi IM tunggal selama 2 sampai 3 bulan,
dilanjutkan dengan 2 atau 3 kali seminggu setelahnya.
b. Kanamisin
Penggunaan kanamisin terbatas karena spektrum aktivitasnya yang terbatas dibandingkan
aminoglikosida lainnya dan obat ini termasuk diantara yang paling toksik. Kanamisin atau

32

(KANTREX) tersedia untuk injeksi dan penggunaan oral. Dosis parenteral untuk dewasa
adalah 15 mg/kg perhari (terbagi dalam dua hingga empat dosis yang sama dan berjarak)
Kanamisin hampir merupakan obat kuno yang indikasi penggunaannya sedikit, kanamisin
digunakan untuk mengobati tuberculosis dalam kombinasi dengan obat-obat efektif lainnya.
Karena terapi penyakit ini sangat lama dan melibatkan pemberian dosis obat total yang tinggi
disertai resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas kanamisin digunakan hanya untuk mengobati
pasien yang terinfeksi mikroorganisme yang telah resisten terhadap obat-obat yang lazim
digunakan.
Kanamisin dapat diberikan secara oral sebagai terapi tambahan pada kasus koma hepatik.
Dosis yang biasa digunakan untuk tujuan ini 4 hingga 6 g per hari untuk 36 hingga 72 jam,
dosis pernah diberikan hingga 12 g perhari (dalam dosis terbagi). Efek terhadap bakteri usus
mungkin tidak dapat dipertahankan bahkan saat dosis kanamisin sebesar itu diberikan.
c. Amikasin
Spektrum aktivitas antimikroba amikasin (AMIKIN) merupakan yang terluas dikelompok ini
dan karena resistensinya yang unik terhadap enzim penginaktivasi aminoglikosida.
antibiotika ini mempunyai peran khusus di rumah sakit tempat menyebarnya resistensi
mikroorganisme terhadap gentamisin dan tobramysin. Amikasin mirip dengan kanamisin
dalam hal dosis dan sifat farmakokinetiknya. Dosis yang dianjurkan untuk amikasin adalah
15 mg/kg per hari sebagai dosis tunggal harian atau dibagi menjadi dua atau tiga bagian yang
sama. Masing-masing dosis atau rentang antar dosis harus diubah untuk pasien gagal ginjal.
Obat ini cepat diabsorpsi setelah injeksi intramuscular dengan konsentrasi puncak dalam
plasma kira-kira 20 g/mL setelah injeksi sebanyak 7,5 mg/kg. pemberian infus intravena
dalam dosis yang sama selama periode 30 menit menghasilkan konsentrasi puncak dalam
plasma hampir 40 g/ml pada akhir sesi infus, yang kemudian turun hingga 20 g/ml 30
menit kemudian. Konsentrasi 12 jam setelah dosis 7,5 mg/kg biasanya antara 5 dan 10 g/ml.
dosis satu kali sehari 15 mg/kg menghasilkan konsentrasi puncak antara 50 dan 60 g/ ml dan
konsentrasi terendah <1g/ml. Amikasin menjadi obat pilihan untuk pengobatan infeksi
basilus gram negatif nesokomial di rumah sakit tempat resistensi terhadap gentamisin dan
tobramysin merupakan persoalan serius. Beberapa rumah sakit membatasi penggunaannya
untuk menghindari galur resisten, walaupun beberapa pihak menganggap kemungkinan itu
33

sangat kecil. Karena keunikan resistensinya terhadap enzim penginaktivasi aminoglikosida,


amikasin aktif melawan sebagian besar basilus aerob gram negatif di lingkungan maupun di
rumah sakit. Termasuk diantaranya adalah sebagian besar Pseudomonas aeruginosa.
Amikasin efektif terhadap hampir semua galurenterobacter dan e. coli yang resisten terhadap
gentamisin dan tobramysin.
d. Gentamisin
Gentamisin adalah antiobiotika golongan aminoglikosida yang mempunyai potensi tinggi dan
berspektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif dengan sifat bakterisid.
Gentamisin mempunyai rentang terapi sempit, bersifat nefrotoksik dan ototoksik serta
mempunyai variabilitas farmakokinetik interindividu cukup lebar, maka pemantauan obat
dalam darah pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal adalah suatu kebutuhan agar
keamanan dan efikasi terapi tercapai. Hal ini juga penting karena profil dosis dan kadar
gentamisin dalam darah sukar diprediksi terutama kadar puncak dan waktu paruh eliminasi.
Penyakit yang diobati:

Peritonitis
Pasien yang mengalami penyakit ini akibat adanya dialisi peritoneal dapat memperoleh
manfaat dari terapi gentamisin. Karena konsentrasi antibiotik intraperitonial di bawah optimal
dapat terjadi setelah pemberian IM atau IV pada pasien yang menjalani dialysis, terapi pasien
tersebut harus dilanjutkan dengan menggunakan cairan yang mengandung sejumlah
gentamisin dalam konsetrasi yang sesuai.
Efek samping paling penting dan berat pada pemakaian gentamisin adalah nefrotoksisitas dan
ototoksisitas irreversible. Pemberian intratekal atau intraventrikular jarang digunakan karena
dapat menyebabkan peradangan lokal serta dapat mengakibatkan radikulitis dan komplikasi
lain
e. Tobramysin
Aktivitas antimikroba dan sifat farmakokinetik tobramysin (NEBSIN) sangat mirip dengan
gentamisin. Tobramysin dapat diberikan secara intramuscular ataupun intravena. Dosis

34

konsentrasi serumserupa dengan gentamisin. Toksisitas paling umum terjadi pada konsentrasi
minimal yang melebihi 2 g/ ml pada periode yang diperpanjang. Pengamatan toksisitas ini
biasanya menunjukkan kerusakan fungsi ginjal sehingga memerlukan pengurangan dosis.
Indikasi penggunaan Tobramysin pada dasarnya identik dengan gentamisin. Aktivitas
tobramysin sangat baik terhadap P. aeroginosa dan bermanfaat untuk pengobatan bakterimia,
osteomelitis dan pneumonia yang disebabkan oleh Pseudomonas. Biasanya tobramysin
digunakan secara bersamaan dengan antibiotik - laktam antipseudomonas. Berlawanan
dengan gentamisin, tobramysin yang dikombinasi dengan penisilin menunjukkan aktivitas
yang buruk terhadap berbagai galur enterokokus.
Spektrum antimikrobanya mirip dengan gentamisin, tetapi kerja anti-pseudomonas in vitronya lebih kuat. Digunakan pada infeksi pseudomonas yang resisten untuk gentamisin
Teobromysin, seperti halnya aminoglikosida lain, menyebabkan nefrotoksisitas dan
otoksisitas. Teobromysin mungkin tidak begitu toksik terhadap sel-sel rambut pada organ
ujung koklea dan organ ujung vestibula serta menyebabkan kerusakan tubulus ginjal yang
lebih sedikit dibandingkan gentamisin.
f. Neomysin
Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas. Mikroorganisme yang rentan biasanya
dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 g/ml atau kurang. Spesies gram negatif yang sangat
peka adalahE.coli, Enterobacter erogenes dan Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif
yang dapat dihambat meliputi S. aureus dan M. tuberculosis.
Pada saat ini neomysin tersedia dalam berbagai merek krim, salep dan produk lainnya, dalam
sediaan tunggal maupun kombinasi dengan polimiksin, basitrasin, antibiotik lain dan
bermacam-macam kortikosteroid. Tidak ada bukti bahwa sediaan topikal ini mempersingkat
waktu untuk menyembuhkan luka atau bahwa sediaan yang mengandung steroid lebih efektif.
Neomysisn telah digunakan secara luas untuk penggunaan topikal pada berbagai infeksi kulit
dan mebran mukus yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap obat ini.

35

Infeksi ini meliputi infeksi luka bakar dan dermatosis terinfeksi. Namun pengobatan
semacam ini tidak membasmi bakteri dan lesi.
Pemberian oral neomysin (biasanya dengan kombinasi eritromisin basa) terutama digunakan
untuk persiapan usus untuk operasi.
Reaksi hipersensitivitas terutama ruam kulit terjadi 6% hingga 8% pasien jika diberikan
secara topical. Individu yang peka terhadap obat ini mungkin mengalami reaksi silang jika
terpajan aminoglikosida yang lain. Efek toksik neomysin yang paling penting adalah
kerusakan ginjal dan ketulian akibat kerusakan saraf pendengaran. Ini sering terjadi jika
jumlah antibiotik yang relatif besar ini digunakan secara parenteral dan merupakan alasan
tidak digunakannya lagi neomysin dengan cara ini. Toksisitas bahkan pernah muncul pada
pasien dengan fungsi ginjal normal dengan penggunaan topikal atau irigasi luka dengan
larutan neomysin 0,5%.
Efek merugikan yang paling penting akibat pemakaian neomysin adalah malabsorpsi dan
superinfeksi usus. Individu yang diobati 4 hingga 6 g obat ini melalui mulut per hari
terkadang mengalami sindrom mirip sariawan disertai dengan steatorea. Pertumbuhan ragi
yang berlebihan diusus juga dapat terjadi.
g. Netilmisin
Merupakan aminoglikosida yang terbaru dipasarkan. Sifat farmakokinetik dan dosis
penggunaan netimisin sama dengan gentamisin dan tobramysin. Senyawa ini memiliki
aktivitas antibakteri yang luas terhadap bacillus aerob Gram-negatif. Sebagaimana amikasin,
netilmisin tidak dimetabolisme kebanyakan enzim penginaktivasi aminoglikosida, dan aktif
melawan bakteri tertentu yang resisten terhadap gentamisin.
Netilmisin merupakan antibiotik yang bermanfaat untuk pengobatan infeksi serius akibat
enterobacteriaceae yang rentan terhadap bacillus aerob Gram-negatif lainnya. Netilmisin
terbukti efektif melawan patogen-patogen tertentu yang resisten terhadap gentamisin, kecuali
enterokokus.

36

Seperti aminoglikosida lainnya netilmisin juga dapat menyebabkan otoksisitas dan


nefrtoksisitas.
4. RESISTENSI
Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan streptomisin secara kronik
misalnya pada terapi tuberculosis atau endokartitis terhadap bakterial sub akut. Sifat
resistensi terhadap streptomisin mudah diperlihatkan dengan melakukan beberapa tahap
pembiakan ulang suatu mikroba dalam medium yang mengandung streptomisin. Resistensi
terhadap streptomisin dapat cepat terjadi, sedangkan aminoglikosida lainnya terjadi lebih
berangsur-angsur.
Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu
1)

Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim yang

menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau fosforilasi


2) Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel
3)

Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat

dari mutasi. (3)


Resistensi aminoglikosida dapat disebabkan menurunnya asupan obat bila sistem transport
tergantung oksigen untuk aminoglikosida tidak ada, perubahan reseptor ditempat ikatan sub
unit ribosom 30S mempunyai afinitas yang rendah terhadap aminoglikosida.
Masalah resistensi merupakan kesulitan utama dalam penggunaan streptomisin secara kronik
misalnya pada terapi tubercolosis. Sifat resistensi terhadap streptomisin mudah diperlihatkan
dengan melakukan beberapa tahap pembiakan ulang suatu mikroba dalam medium yang
mengandung streptomisin. Resistensi terhadap streptomisin dapat cepat terjadi.
5. EFEK-EFEK YANG TIDAK DIINGINKAN
Semua Aminoglikosid bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas
cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih
37

tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan
bersama diuretik loop(misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (misal
vancomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin
dihindarkan.
6.EFEK AMINOGLIKOSIDA YANG MERUGIKAN

Ototoksisitas
Disfungsi vestibula dan auditori dapat terjadi setelah penggunaan setiap aminogilikosida.
Penelitian terhadap hewan dan manusia mencatat terjadinya akumulasi terhadap obat-obat ini
secara progresif dalam perilimfe dan endolimfe telinga bagian dalam. Akumulasi terjadi
secara dominan bila konsentrasi dalam plasma tinggi. Difusi balik dalam aliran darah terjadi
perlahan; waktu paruh aminoglikosida lima hingga enam kali lebih lama dalam cairan otak
maupun dalam plasma. Difusi balik tergantung pada konsentrasi dan dipermudah pada saat
konsentrasi obat terendah dalam plasma. Kemungkinan terjadinya ototoksisitas lebih besar
pada pasien yang konsentrasi obat dalam plasmanya meningkat terus menerus. Namun
tobramysin dosis tunggal dilaporkan menyebakan disfungsi koklea temporal yang ringan
selama periode konsentrasi dalam plasma mencapai puncaknya. Kaitan hasil pengamatan ini
terhadap hilangnya pendengaran secara permanen belum diketahui.
Sebagian besar ototoksisitas yang bersifat irreversibel terjadi akibat dekstruksi progresif selsel sensorik ventribular atau koklea, yang sangat mudah rusak akibat aminoglikosida.
Penelitian terhadap marmot yang diberi gentamisin dosis tinggi menunjukkan terjadinya
regenerasi sel-sel rambut sensorik tipe I di bagian sentral ampularis Krista (organ vestibula)
dan terjadinya penggabungan rambut-rambut sensorik individual menjadi rambut-rambut
raksasa.
Ototoksisitas aminoglikosida ditingkatkan oleh berbagai faktor antara lain: besarnya dosis,
adanya gangguan faal ginjal usia tua, riwayat penggunaan suatu obat ototoksik, pemberian
bersama asam etakrinat (suatu diuretik kuat), kadar puncak dan kadar lembah yang
meningkat, tetapi berkepanjangan dan demam.

Nefrotoksisitas

38

Sekitar 8 26% pasien yang menerima aminoglikosida selama lebih dari beberapa hari akan
mengalami kerusakan ginjal ringan yang hampir selalu reversibel. Toksisitas terjadi akibat
akumulasi dan resistensi amoniglikosida dalam sel tubulus proksimal. Manifestasi awal
kerusakan bagian ini adalah enzim-enzim pada brush bolder tubulus ginjal. Setelah beberapa
hari terjadi penurunan kemampuan ginjal dalam memekatkan urin, proteinuria ringan dan
munculnya keeping-keping granular, kecepatan filtrasi glomerulus berkurang beberapa hari
kemudian. Fase insufiensi ginjal nonoligiurik telah dipostulasikan sebagai akibat dari efek
aminoglikosida pada bagian distal nefron. Oleh beberapa peneliti hal ini diduga menurunkan
kepekaan epitel duktus pengumpul (collecting duct) terhadap hormone antidiuretik endogen.
Walaupun nekrosis tubular parah jarang terjadi namun paling umum adalah terjadinya sedikit
kenaikan kreatinin dalam plasma (0,5 2,0 mg/dl; 40 175 g/ml). Hipokalemia,
hipokalsemia kadang-kadang terjadi. Kegagalan fungsi ginjal hampir selalu reversibel karena
sel tubulus proksimal memiliki kemampuan untuk berenegerasi.
Beberapa variabel ternyata mempengaruhi nefrotoksisitas akibat aminoglikosida. Toksisitas
berkolerasi dengan jumlah total obat yang diberikan. Akibatnya toksisitas kemungkinan besar
akan ditemukan pada terapi jangka panjang.
7. EFEK SAMPING
Efek samping oleh aminoglikosida dalam garis besarnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :

Alergi
Secara umum potensi aminoglikosida untuk menyebabkan alergi rendah. Demam, stomatitis,
dan syok anafilaksis, pernah dilaporkan

Reaksi iritasi dan toksik


Reaksi iritasi berupa rasa nyeri terjadi di tempat suntikan diikuti dengan radang dan dapat
disertai pula peningkatan suhu badan setinggi 0,5-1,5 o C. Reaksi ini sangat terkenal pada
suntikan streptomisin IM. Reaksi toksik terpenting oleh aminoglikosida ialah pada susunan
saraf, berupa gangguan pendengaran dan keseimbangan pada ginjal. Gejala lain pada susunan
saraf ialah gangguan pernapasan akibat efek kurariform pada sistem neuromuscular, neuritis
perifer, serta gangguan visus. Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan memperpanjang
interval pemberian atau mengurangi dosis keduanya. Monitoring kadar aminoglikosida pada
39

gagal ginjal merupakan pendekatan yang lebih tepat. Dikemukakan bahwa pengukuran kadar
lembah lebih bersifat prediktif untuk mencegah toksisitas, sedangkan kadar puncak prediktif
untuk efek terapi dan toksisitas.

Perubahan biologik
Efek samping ini bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu gangguan pada pola mikroflora
tubuh dengan gangguan absorpsi di usus. Perubahan pola mikroflora tubuh memungkinkan
terjadinya

superinfeksi

Superinfeksi Pseudomonas

oleh

kuman

dapat

timbul

gram-positif,
akibat

gram-negatif,

penggunaan

maupun

kanamisin,

jamur.

sedangkan

penggunaan gentamisin oral cenderung menimbulkan kandidiasis. Frekuensi kejadian


superinfeksi tidak diketahui, untuk streptomisin parenteral diperkirakan 4%. Gangguan
absorpsi dapat terjadi akibat pemberian neomisin per oral 3 g atau lebih dalam sehari. Jenis
zat yang dapat dihambat absorpsinya meliputi karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan
vitamin. Mekanisme hambatan absorpsi ini antara lain terjadi akibat gangguan sistem enzim
dan nekrosis sel epitel kripta usus.

40

PENICILLIN

Penicillin yang paling terkenal dan pertama ditemukan adalah penicillin-G yang
ditemukan oleh Flamming pada 1929. Senyawa ini dihasilkan dari pembenihan spesies
Penisillium notatum. Sifat dari penicillin-G adalah kepekaannya terhadap penghacuran cincin
-lactam oleh senyawa -lactamase dan tidak aktif secara relative terhadap kebanyakan
bakteri gram negatif. Pengembangan terhadap Penicillin menghasilkan turunan-turunan
penicillin yang lebih stabil terhadap asam dan aktif terhadap bakteri gram (-) maupun gram
(+).

1. Struktur kimia
Semua Penicillin mempunyai struktur dasar yang sama. Terdapat cincin Beta lactam yang
dikelilingi oleh cincin tiazolodin. Beberapa turunan Penicillin didapatkan dengan
menambahkan senyawa lain pada gugus R. Struktur penicillin dapat dilihat pada gambar.

Gambar 3. Struktur dasa Penicillin. Terdapat cincin -lactam (kiri) yang


dikelilingi cincin tiazolid (kanan).

2. Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap Penicillin dapat dibagi dalam beberapa mekanisme :
a. Bakteri-bakteri tertentu seperti Staphylococcus aureus, beberapa Haemophilus
influenzae dan gonokokus menghasilkan senyawa -lactamse yang memecah cincin
-lactam. Kontrol pembentukan -lactamase dikontrol oleh kromosom dan plasmid.
Nafcillin tahan terhadap lactamase karena cincin -lactam dilindungi oleh
rantaisamping R.
b. Beberapa mikroba kurang mempunyai reseptor spesifik dan kurangnya permeabilitas
terhadap -lactam.
c. Organisme yang dormant seperti Mycoplasma L resistant terhadap penicillin karena
tidak mensintetis peptidoglycan.
41

Zat-zat penghambat -lactamase seperti clavulanic acid, sulbactam dan, tazobactam


dapat menghambat aktivitas -lactamase yang dihasilkan bakteri yang resisten. Pemberian
tunggal obat ini kurang menunjukkan aktivitas antibakteri. Namun kombinasi obat ini dengan
obat-obat -lactam, misalnya clavulanic acid dan amoxcillin dapat efektif terhadap infeksi
saluran pernafasaan oleh H influenza penghasil -lactamase.

3. Farmakokinetik
Absorpsi peroral berbeda-beda dari masing-masing obat penicillin tergantung dari
kestabilan asam dan ikatan proteinnya. Pemberian minimal harus diberikan 1 jam sebelum
atau sesudah makan untuk mengurangi ikatan pada makanan. Absorpsi parenteral biasanya
cepat. Pemberian IM sering menimbulkan iritasi dan nyeri pada tempat suntikan. Pemberian
IV bolus
intermittent dengan tetesan kontinue cenderung disukai.
Penicillin tidak larut dalam sel dan tidak masuk dalam sel inang. Pemberian 6 gr
perhari dapat menghasilkan kadar 1-6 g/ml dalam darah. Penicillin yang terikat kuat pada
protein (oxacillin, dicloxacillin) menghasilkan kadar obat bebas yang lebih rendah daripada
yang terikat lemah (Ampicillin, Penicillin-G) Kadar penicillin pada jaringan setara dengan
yang ada di serum. Pada mata, protat, dan susunan syaraf pusat kadar ini lebih rendah
daripada di serum. Namun pada cairan serebospinal kadar dapat mencapai 0,2 g/mL jika
diberikan 6 gr parenteral sehingga tidak diperlukan suntika intratekal.
Ekskresi dilakukan kebanyakan oleh ginjal. Sekitar 10% diekskresi di glomerulus dan
90% melalui tubulus dengan kecepatan 2 gr/jm kecuali nafcillin dimana 80% diekskresi di
dalam saluran empedu. Waktu paruh Penicillin-G adalah -1 jam dan pada gagal ginjal dapat
mecapai 10 jam. Ampicillin diekskresi lebih lama.
Sekresi di tubulus dapat dihambat dengan pemberian probensid dan digunakan pada
jika ingin mncapai kadar sistemik dan cairan serebospinal yang tinggi. Pada neonantus
pemberian ini lebih lambat. Ekskresi juga dapat melalui sputum dan air susu dan
dapatmenimbulkan alergi pada bayi yang menyusui.

4. Kegunaan Klinik
Obat ini dikenal karena paling luas kegunaannya. Semua penicillin oral harus
diberikan minimal 1 jam sebelum/sesudah makan.
a. Penicillin-G

42

Obat ini masih digunakan pada infeksi pneumococcus, streptococcus, meningococcus,


staphilococcus yang tidak menghasilkan -lactamase, gonococcus, Treponema pallidum,
Bacillus anthracic dan bakreti gram (+) lainnya, clostridium, actinomyces, listeria, dan
bacterioid. Kebanyakan dosis yang digunakan adalah dosis sehari (6 gram) dan umumnya
diberikan secara bolus intermittent IV. Penicillin-V diindikasikan pada infeksi ringan
saluran pernafasan dengan dosis harian 1-4 g. Pemberian oral tidak
boleh diberikan terhadap infeksi yang berat.

b. Benzathine Penicillin
Obat ini berbentuk garam yang mempunyai kelarutan dalam airyang sangat rendah
dan menghasilkan kadar rendah tetapi bertahanlama. Kegunaannya adalah diberikan secara
1,2 juta unit IM untuk profilaksi reinfeksi streptokokus selama 3-4 minggu.

c. Ampicillin, Amoxicillin, carbenicillin, Ticarcillin, Piperacillin, mezlocillin, Azlocillin


Obat ini berbeda dengan penicillin-G karena punya akitivitas lebih besar terhadp
bakteri gram (-). Ampicillin dan amoxicillin mempunyai aktivitas sama. Namun amoxicillin
lebih mudah diserap dalam usus. Diberikan secara oral untuk ISK oleh bakteri koliformis
gram (-) dan infeksi bakteri campuran saluran nafas (sinusitis, otitis, bronchitis). Dosis yang
diberikan adalah 250-500 mg 3x sehari. Obat ini kurang efektif terhadap enterobacter,
pseudomonas dan gastroenteritis salmonella noninvasive.
Carbenicillin lebih efektif terhadap pseudomonas dan proteus namun lebih cepat
menjadi resisten. Pemberian dengan dosis 12-30g/hari IV biasanya diberikan berkombinasi
dengan antibiotic golongan lain untuk pengobatan sepsis pseudomonas pada luka baker.
Ticarcillin

menyerupai

carbenicillin

tetapi

dosisnya

lebih

rendah

(200-

300mg/kg/hari). Obat yang lain mempunyai aktivitas yang kebanyakan sama.


d. Penicillin yang resisten terhadap -lactamase
Golongan yang resisten terhadap -lactamase adalah Oxacillin, Cloxacillin,
Dicloxacillin, dan Nafcillin. Indikasi penggunaan hanya digunakan pada infeksi staflokokus
penghasil -lactamase. Dosis yang digunakan adalah 0,25-0,5 g setiap 4-6 jam peroral. Untuk
infeksi yang berat diberikan 8-12 g/hari nafcillin intermittent bolus IV tiap 2-4 jam (1-2 g tiap
pemberian). Methicillin jarang digunakan karena bersifat nefrotoksis.

5. Efek Samping
43

a. Hipersensitivitas
b. Neurotoksis pada dosis tinggi (>20.000 unit intratekal atau >20juta parenteral)
c. Dyspepsia
d. Nefrotoksis (Methycillin)
e. Gangguan pendarahan (Cabenicillin)

44

Anda mungkin juga menyukai