Mekanisme kerja
Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi
sintesis dinding selnya. Pada proses pembentukan dinding sel terjadi reaksi transpeptidasi
yang dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai
peptida-glukan. Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri
tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak
mampu mengkatalisis reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk.
Dinding sel yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk
tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi.
Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri gram negatif
dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein
transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat
mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding
sel maupun mengalami lisis akan mati.
Jenis-jenis
1. Penisilin
Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai
samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin beta laktam. Rantai samping
merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai jenis radikal pada gugus amino
bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin, misalnya penisilin G, radikalnya
adalah gugus benzil. Penisilin G untuk suntikan biasanya tersedia dalam garam N atau K.
Bila atom H pada gugus karboksil diganti dengan prokain, diperoleh penisilin G prokain yang
sukar larut dalam air, sehingga dengan suntikan IM akan didapat absorbsi yang lambat, masa
kerja lambat.
Aktivitas kerja
Penisilin Menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis
dinding mikroba. Terhadap mikroba yabg sensitif, penisilin akan menghasilkan efek
bakterisid.
1
2. Sefalosporin
Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 4 generasi,
Pertama adalah cephalothin dan cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan.
In vitro sefalosporin golongan pertama memperlihatkan spektrum antimikroba yang
terutama aktif terhadap kuman Gram-positif. Keunggulannya dari penisilin ialah
aktifitas terhadap bakteri pengasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap
sebagian besar S. Aureus dan streptococus Pyogenes, S. Viridans dan S. Pneumoniae.
Generasi kedua (antara lain: cefuroxime, cefaclor, cefadroxil, cefoxitin, dll.)
digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya
memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob. Golongan ini kurang aktif terhadap
bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap
kuman gram negatif misalnya H. Influenzae, P. mirabilis, E. Coli dan klebsiella.
Terhadap P. aeuriginosa dan enteroan empedu golongan ini tidak dianjurkan karena
dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi.
Generasi ketiga dari sefalosporin (di antaranya: ceftazidime, cefotetan, latamoxef,
cefotetan, dll.) dibuat untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram
negatif-basil.
Generasi ke empat dari sefalosforin
Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim, dan sefpirom) mempunyai spektrum
aktifitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil pada hidrolisis oleh
betalaktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi infeksi kuman
yang resisten terhadap generasi ketiga.
3. Carbapenem
Hanya terdapat satu agen antibiotik dari golongan carbapenem yang digunakan untuk
perawatan klinis, yaitu imipenem yang memiliki kemampuan antibakterial yang sangat baik
untuk melawan bakteri gram negatif-basil (termasuk P. aeruginosa, Staphylococcus, dan
bacteroides). Penggunaan imipenem harus dikombinasikan dengan inhibitor enzim tertentu
untuk melindunginya dari degragasi enzim dari liver di dalam tubuh.
4. Monobactam
2
Golongan ini memiliki struktur cincin beta-laktam yang tidak terikat ke cincin kedua dalam
molekulnya. Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam yang
aktif melawan berbagai bakteri gram negatif, termasuk P. Aerugino.
Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu
cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi.
Antibiotika golongan makrolida yang pertama ditemukan adalah Pikromisin, diisolasi pada
tahun 1950 .
Mekanisme kerja
Golongan makrolida menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya dengan
jalan berikatan secara reversibel dengan Ribosom subunit 50S,. Sintesis protein terhambat
karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal sehingga
pemanjangan rantai peptide tidak berjalan. Macrolide bisa bersifat sebagai bakteriostatik atau
bakterisida, tergantung antara lain pada kadar obat serta jenis bakteri yang dicurigai. Efek
bakterisida terjadi pada kadar antibiotika yang lebih tinggi, kepadatan bakteri yang relatif
rendah, an pertumbuhan bakteri yang cepat. Aktivitas antibakterinya tergantung pada pH,
meningkat pada keadaan netral atau sedikit alkali. Meskipun mekanisme yang tepat dari
tindakan makrolid tidak jelas, telah dihipotesiskan bahwa aksi mereka makrolid menunjukkan
dengan menghambat sintesis protein pada bakteri dengan cara berikut:
Mencegah Transfer peptidil tRNA dari situs A ke situs P.
3
Farmakokinetika
1. Eritromycin
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut
enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik. Garam
lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik diabsorbsi.
Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan
konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah
basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi.
Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien dengan
anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak dapat
dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam
empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang
telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal.
Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt ini melintasi
sawar plasenta dan mencapai janin. Dosis :
DEWASA
- Dosis lazim th/ = 250 500 mg (tiap 6 jam) ATAU
- 500 1000 mg (tiap 12 jam)
- Dosis max = 4 g/ hari
ANAK
- Dosisi lazim th/ = < 2 thn : 125 mg (tiap 6 jam)
- 2-8 thn : 250 mg (tiap 6 jam)
2. Claritromycin
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh
claritromycin
(6
jam)
yang
lebih
panjang
dibandingkan
dengan
eritromycin
Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini
harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida aluminium dan
magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi
dan dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas
enzim-enzim sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat seperti
yang ditimbulkan oleh eritromycin dan claritmycin. Dosis :
DEWASA: 500 mg 1 x / hari, (selama 3 hari)
ANAK
- > 6 bulan : 10 mg/kgBB, 1x / hari ( u/ 3 hari )
- BB 26 35 kg : 300 mg, 1x / hari ( u/ 3 hari )
- BB 36 45 kg : 400 mg, 1x / hari ( u/ 3 hari )
Pemakaian : 1x / hari
Efek samping
Efek Samping dari makrolida:
Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai
pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas usus.
Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus, kerusakan
fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan meningkatkan
konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral, siklosporin, dan
metilprednisolon.
Meningkatkan
konsentrasi
serum
digoxin
oral
dengan
jalan
meningkatkan bioavailabilitas.
Aktivitas Antimikroba
Sulfonamida mempunyai spektrum antibakteri yang luas, meskipun kurang kuat
dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan
obat ini umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin,
sulfonamida bersifat bakterisid.
Mekanisme Kerja
7
Efek antibakteri sulfonamida dihambat oleh adanya darah, nanah, dan jaringan
nekrotik, karena kebutuhan mikroba akan asam folat berkurang dalam media yang
mengandung basa purin dan timidin. Kombinasi sulfonamida dan penghambat dihidrofolat
reduktase (trimetropim atau pirimetamin) menghasilkan aktivitas sinergistis karena
penghambatan sekuensial terhadap sintesis folat.
Spektrum Antibakteri
Kuman yang sensitif terhadap sulfa secara in vitro ialah S. pyogenes, S. pneumonia,
beberapa galur Bacillus anthracis dan Corynebacterium diphteriae, Vibrio cholera,
Nocardia, Actinomyces, Calymmatobacterium granulomatis, Chlamydia trachomatis, dan
beberapa protozoa. Beberapa bakteri enterik seperti E coli, klebsiella, salmonella, shigella,
dan enterobakter juga turut dihambat. Hal yang menarik adalah bahwa rickettsiae tidak
dihambat oleh sulfonamida, tetapi malah merangsang pertumbuhannya. Aktivitasnya
terhadap bakteri anaerob buruk.
Farmakokinetik
Sulfonamida dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama : (1) oral, dapat diserap;
(2)oral, tidak dapat diserap; dan (3) topikal. Sulfonamida yang dapat diserap terbagi menjadi
kerja singkat, kerja sedng, dan kerja lama menurut paruh waktu obat tersebut.
Obat
Waktu Paruh
Absorpsi Oral
Sulfacytine
Pendek
Sulfisoxazole
Pendek (6 jam)
Segera
Sulfamethiozole
Pendek (9 jam)
Segera
Sulfadiazine
Sulfamethoxazole
Perlahan
Sulfapyridne
Perlahan
Sulfadoxine
sedang
Sulfonamida ini diserap dari lambung dan usus halus serta didistribusikan secara luas
ke jaringan dan cairan tubuh (termasuk sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal), plasenta,
dan janin. Ikatan protein bervariasi dari 20% hingga melebihi 90%. Kadar terapeutiknya
berada dalam kisaran 40-100 mcg/mL dalam darah. Kadarnya dalam darah biasanya
memuncak 2-6 jam setelah pemberian oral.
Sebagian obat yang diabsorpsi terasetilasi atau terglukuronidasi di hati. Sulfonamida
dan metabolit yang tidak aktif kemudian diekskresi dalam urin, terutama melalui filtrasi
glomerulus. Pada gagal ginjal yang bermakna, dosis sulfonamida harus diturunkan.
Penggunaan Klinis
Sulfonamida jarang digunakan sebagai agen tunggal. Banyak galur spesies yang
dulunya rentan termasuk meningokokus, pneumokokus, streptokokus, stafilokokus dan
gonokokus, kini menjadi resisten. Kombinasi tetap trimetropim-sulfametoksazole adalah obat
pilihan untuk infeksi seperti pneumonia oleh Pneumocytis jiroveci (dahulu P. Carinii),
toksoplasmosis, nokardiosis, dan terkadang infeksi bakteri lainnya.
a. Agen Oral yang Dapat di Serap
Sulfisoksazole dan sulfametoksazol adalah agen kerja singkat sehingga kerja-sedang
yang hampir hanya digunakan untuk infeksi saluran kemih. Dosis normal pada orang dewasa
adalah 1 g sulfisoksazole empat kali sehari atau 1 g sulfametoksazole dua hingga tiga kali
sehari. Sediaan sulfisoksazol tersedia dalam bentuk tablet 500 mg untuk pemberian oral.
Sulfadiazine dalam bentuk kombinasi dengan pirimetamin merupakan terapi lini
pertama untuk terapi toksoplasmosis akut. Kombinasi sulfadiazine-pirimetamin, suatu
penghambat kuat dihidrofolat reduktase, bersifat sinergistis karena obat ini menyekat
berbagai tahapan sekuensial dalam blockade jalur sintesis folat. Dosis sulfadizin adalah 1 g
empat kali sehari, dengan pirimetamin yang diberikan dalam dosis inisial sebesar 75 mg
kemudian diikuti dengan dosis 25 mg sekali sehari. Asam folinat, 10 mg oral per hari, juga
harus diberikan untuk mengurangi supresi sumsum tulang.
Sulfadoksin adalah sulfonamide dengan masa kerja panjang. Obat ini digunakan
dalam kombinasi tetap dengan pirimetamin (500 mg sulfadoksin, 25 mg pirimetamin) untuk
pencegahan dan pengobatan malaria akibat P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin.
Namun karena efek samping hebat seperti gejala Stevens-Johnson yang kadang-kadang
sampai menimbulkan kematian, obat hanya digunakan untuk pencegahan bila resiko
resistensi malaria cukup tinggi.
b. Agen Oral yang Tidak Dapat diserap
Sulfasalazin adalah obat yang digunakan untuk pengobatan kolitis ulseratif , enteritis
regional dan rematoid arthritis. Sulfasalazin dalam usus diuraikan menjadi sulfapiridin yang
diabsorpsi dan diekskresi melalui urin, dan 5-aminosalisilat yang mempunyai efek
antiinflamsi. Dosis awal adalah 0,5 g sehari yang ditingkatkan menjadi 2-6 g sehari.
Sulfasalazin tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan bentuk suspense 50 mg/mL.
c. Agen Topikal
Larutan atau salep oftalmik natrium sulfasetamide merupakan terapi efektif untuk
konjungtivitis bakterialis dan sebagai terapi tambahan pada trakoma. Sulfonamida lainnya,
yakni mafenida asetat, digunakan secara topikal dalam bentuk krim (85mg/g) untuk
mengurangi jumlah koloni bakteri dan mencegah infeksi luka bakar oleh mikroba grampositif dan gram- negatif. Obat ini tidak dianjurkan pada luka infeksi yang dalam. Pemebrian
krim 1-2 kali sehari dengan ketebalan 1-2 mmbpada permukaan luka bakar. Sebelum
pemberian obat, luka harus dibersihkan. Pengobatan dilanjutkan sampai dapat dilakukan
pencangkokan kulit.
Reaksi Simpang
Semua sulfonamida, termasuk antimikroba sulfa, diuretic, diakzosid, dan agen
hipoglikemik sulfonylurea, dianggap bersifat alergenik-silang secara parsial. Akan tetapi
bukti mengenai hal ini tidak banyak ditemukan. Efek simpang terseringnya adalah demam,
ruam kulit, dermatitis-eksfoliatif, fotosensitivitas, urtikaria, mual, muntah, diare, dan masalah
saluran kemih. Meskipun jarang (kurang dari 1% rangkaian terapi), sindrom Stevens-johnson
merupakan suatu bentuk erupsi kulit dan membrane mukosa yang sangat berat dan berpotensi
10
mematikan akibat penggunaan sulfonamida. Efek lain yan tidak diinginkan meliputi
stomatitis, konjungtivitis, arthritis, ganguan hematopoetik, hepatitis, dan lebih jarang
poliarteritis nodosa serta psikosis.
a. Gangguan pada saluran kemih
Sulfonamida dapat terpresipitasi dalam urin, khusunya pada pH netral atau asam,
yang menyebabkan kristaluria, hematuria, atau bahkan obstruksi. Masalah ini jarang timbul
pada sulfonamide yang lebih larut. Sulfadiazine dalam dosis besar, khusunya jika asupan
cairan rendah dapat menyebabkan kristaluria. Kristaluria diobati dengan natrium bikarbonat
untuk mengalkalinisasi urin dan cairan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Sulfonamida juga diperkirakan berperan dalam berbagai tipe nefrosis dan nefritis alergik.
b. Gangguan Hematopoetik
Sulfonamida dapat menyebabkan anemia hemolitik atau aplastik, granulositopenia,
trombositopenia, atau reaksi leukemoid. Sulfonamida dapat memicu reaksi hemolitik pada
penderita defisiensi G6PD. Sulfonamida yang digunakan mendekati akhir kehamilan
meningkatkan resiko terjadinya kernikterus pada neonatus.
11
Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor
pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini
secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri,
memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.
Daya antibakteri Flurokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan dengan kelompok kuinolon,
selain itu kelompok obat ini juga diserap dengan baik pada pemberian oral, dan beberapa
derivatnya tersedia juga dalam bentuk perenteral sehingga dapat digunakan untuk
penanggulangan infeksi berat, khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram-Negatif. Daya
antibakterinya terhadap kuman Gram-Positif relatif Lemah. Yang termasuk golongan ini
adalah Siprofloksasin, Ofloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Enoksasin,
Levofloksasin, dan Flerofloksasin.
Flurokuinolon Baru mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman GramPositif, serta kuman atipik penyebab infeksi saluran nafas bagian bawah. Yang termasuk
golongan ini adalah Moksifloksasin, Gatifloksasin, dan Gemifloksasin.
Spektrum Antibakteri
12
Farmakokinetik
Obat
Waktu
Bioavibilitas
Kadar
puncak Dosis
Jalur
paruh
Oral
dalam
serum Oral
Utama
(jam)
Eksresi
(ug/ml)
Ciprofloxacin 3-5
70
2,4
500
Ginjal
Gatifloxacin
98
3,4
400
Ginjal
Gemifloxacin
70
1,6
320
Ginjal
dan
Bukan Ginjal
Levofloxacin
5-7
95
5,7
500
Ginjal
Lomefloxacin 8
95
2,8
400
Ginjal
Moxifloxacin
9-10
>85
3,1
400
Bukan Ginjal
Norfloxacin
3,5-5
80
1,5
400
Ginjal
ofloxacin
5-7
95
2,9
400
Ginjal
Indikasi
1. Asam Nalidiksat hanya digunakan sebagai antiseptik saluran Kemih,
2. Flurokuinolon digunakan untuk indikasi yang jauh lebih luas, antara lain :
13
Flurokuinilon juga Efektif untuk Diare yang disebabkan oleh shingela, Salmonella,
E. Coli, dan Campylobacter, Siploksasin dan ofloksasin mempunyai efektifitas
yang baik terhadap demam Tifoid.
Kontra Indikasi
Efek Samping
Saluran Cerna
Efek samping ini paling sering timbul akibat penggunaan golongan kuinolon, dan
bermanifestasi dalam bentuk mual, dan rasa tidak enak diperut.
Hepatotoksisitas
Efek samping ini jarang terjadi.
14
Kardiotoksisitas
Akumulasi kalium dalam miosit, akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.
Disglikemia
Dapat Menimbulkan hiper atau hipoglikemia. Akibatnya akan memperparah penyakit
diabetes Melitus.
Interaksi Obat
Antasid: Absorpsi kuinolon dan Flurokuinolon dapat berkurang hingga 50% jika diminum
bersamaan dengan Antasid.
Teofilin: Akan Menghambat Metabolisme Teofolin dan meningkatkan kadar teofilin dalam
darah, sehingga dapat terjadi intoksikasi.
Obat Anti Artimia: Akan mengakibatkan terjadinya Akumulasi kalium dalam miosit,
akibatnya terjadi aritmia Ventrikel.
Referensi :
Farmakologi dan Terapi, edisi 5, Departemen Farmakologi Terapeutik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, 2007.
Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 10, Katzung, EGC, 2010.
16
E. GOLONGAN TETRASIKLIN
5. Resistensi
Tetrasiklin mulai resistensi terhadap S. Beta hemolitikus, E. Coli, Pseudomonas
aeruginosa, S. Pneumoniae, N. Gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella dan S. Aureus.
Resistensi ini terjadi akbat dikodenya suatu protein pompa yang akan mengeluarkan
obat dari sel bakteri. Protein ini dikode dalam plasmid dan dipindahkan antar bakteri
melalui proses transduksi atau konjugasi.
6. Farmakokinetik
7. Absorbsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap lewat saluran cerna. Doksisiklin dan
minosiklin diserap > 90%. Absorbsi ini berlangsung di lambung dan usus halus
bagian atas.
Faktor yang dapat menghambat absorbsi adalah adanya makanan dalam
lambung (kecuali minosiklin dan doksisiklin), pH tinggi, pembentukan kelat
(kompleks tetrasiklin dengan zat lain yang sukar diserap seperti kation Ca2+, Mg2+,
Fe2+, Al3+, yang terdapat dalam susu dan antasid). Sebaiknya tetrasiklin diberikan 2
jam setelah makan.
Distribusi
Tetrasiklin berikatan dengan protein plasma. Pemberian oral 250 mg
tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin tiap 6 jam menghasilkan kadar sekitar
2.0-2.5 g/mL. Waktu paruh doksisiklin tidak berubah pada pasien insufisiensi ginjal,
maka doksisiklin boleh diberikan pada gagal ginjal.
Dalam CSF kadar tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Obat ini
ditimbun dalam sistem retikuloendotelial di hati, limpa dan sumsum tulang, serta di
18
dentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar
urin dan terdapat dalam ASI dengan kadar yang relatif tinggi. Daya penetrasi
doksisiklin dan minosiklin ke jaringan lebih baik.
Metabolisme
Doksisiklin dan minosiklin di metabolisme di hati sehingga aman diberikan pada
gagal ginjal.
Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin berdasarkan filtrasi glomerulus.
Golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan sifat farmakokinetiknya.
A. Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorbsinya tidak lengkap dengan
waktu paruh 6-12 jam.
B. Demetilklortetrasiklin. Absorbsinya lebih baik dan waktu paruhnya 16 jam
sehingga cukup diberikan p.o. 150 mg tiap 6 jam.
C. Doksisiklin dan minosiklin. Absorbsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-20
jam. Cukup diberikan 1-2 kali 100 mg/hari.
8. Penggunaan klinik
Riketsiosis, infesi klamidia, psitakosis dengan dosis 2 g/hari selama 7-10 hari atau 1
g/hari selama 21 hari. Konjungtivitis inklusi, trakoma salep mata tetrasiklin
dikombinasikan dengan doksisiklin oral 2x100 mg/hari selama 14 hari. Kolera dengan
dosis tunggal 300 mg. Sifilis dengan dosis 4x500 mg/hari po selama 15 hari. PPOK
diatasi dengan doksisiklin oral 2x100 mg/hari untuk mencegah eksaserbasi akut.
9. Efek samping
Dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu reaksi kepekaan, reaksi toksik dan iritatif dan
reaksi yang timbul akibat perubahan biologik.
a. Reaksi kepekaan seperti erupsi mobiliformis, urtikaria, dan dermatitis eksfoliatif.
b. Reaksi toksik dan iritatif seperti iritasi lambung, tromboflebitis pada pemberian
IV dan nyeri lokal bila diberikan IM tanpa anastetik loka, hepatotoksik terjadi bila
dosis > 2 g/hari dan pemberian parenteral. Tidak diberikan pada wanita hamil.
c. Reaksi akibat perubahan biologi seperti diare akibat perubahan flora normal
tubuh.
Beberapa hal yang perlu diingat sebelum meresepka golongan ini.
1. Tidak diberikan pada wanita hamil
2. Bila tidak ada indikasi kuat, jangan diberikan pada anak-anak
3. Hanya doksisiklin yang dapat diberikan pada pasien gagal ginjal
19
Sediaan
Tetrasiklin
Bubuk obat suntik IM 100- dibagi 2-3 dosis, atau 250200 mg/vial
Parenteral
Salep kulit 3%
mg/kgBB/hari
dosis
IM
dan
15-25
sbg
dosis
IV
20-30
Kapsul 250 mg
Lihat tetrasiklin
Salep kulit 3%
Salep mata 1%
Oksitetrasiklin
Kapsul 250 mg
Salep kulit 3%
Parenteral
Salep mata 1%
mg/kgBB/hari
15-25
IM
dibagi
IV
dibagi
dalam 2 dosis.
Demeklisiklin
mg/hari
20
Sirup 75 mg/5 Ml
Doksisiklin
Sirup 10 mg/mL
Minosiklin
Kapsul 100 mg
Tigesiklin
Interaksi obat
Tetrasiklin + metoksifluran dapat menyebabkan nefrotoksik. Bila dikombinasikan
dengan penisilin maka aktifitas antimikrobanya dihambat.
Karbamazepin, fenitoin, barbiturat dan alkoholisme kronik menginduksi enzim
pemetabolisme doksisiklin sehingga waktu paruhnya jadi 50%.
Pemantauan waktu protrombin diperlukan bila obat ini diberikan bersama dengan
warfarin.
Kategori I obat anti tuberkulosis (OAT) untuk penderita baru tuberkulosis paru dengan hasil
tes bakteri tahan asam (BTA) positif, penderita tuberkulosis paru dengan hasil tes bakteri
tahan asam (BTA) negatif namun hasil foto rontgen positif dan sakit berat,dan penderita
tuberkulosis
ekstraparu
berat.
Kategori II obat anti tuberkulosis (OAT) untuk penderita tuberkulosis paru yang pernah
minum obat anti tuberkulosis (OAT) selama lebih 1 bulan dengan kriteria pada penderita
kambuh (relaps), penderita gagal pengobatan (failure) dengan bakteri tahan asam (BTA)
21
positif,
dan
penderita
dengan
pengobatan
setelah
lalai.
Kategori III obat anti tuberkulosis (OAT) untuk penderita baru tuberkulosis paru dengan hasil
bakteri tahan asam (BTA) negatif tetapi hasil foto rontgen positif dan sakit ringan, dan
penderita
tuberkulosis
ekstra
paru
ringan.
Obat sisipan untuk penderita dengan kategori I & II pada akhir tahap intensif pengobatan
dengan
hasil
tes
bakteri
tahan
asam
(BTA)
masih
positif.
Obat anti tuberkulosis (OAT) diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap
lanjutan. Tahap intensif obat anti tuberkulosis (OAT) diberikan selama 2 bulan.
Jika bakteri tahan asam (BTA) sudah negatif pada akhir tahap intensif maka terapi diteruskan
pada tahap lanjutan. Bila bakteri tahan asam (BTA) masih positif pada akhir tahap intensif
maka lebih dahulu diberikan obat sisipan sebelum terapi diteruskan pada tahap lanjutan.
Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dengan memberikan
isoniazid
(H)
dan
rifampisin
(R)
kali
seminggu
selama
bulan.
Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori II dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), ethambutol (E), dan streptomisin (S) setiap
hari selama 2 bulan kemudian dilanjutkan dengan memberikan isoniazid (H), rifampisin (R),
pirazinamid
(Z),
dan
ethambutol
(E)
setiap
hari
selama
bulan.
Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori II dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R), dan ethambutol (E) 3 kali seminggu selama 5 bulan.
Tahap intensif pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori III dengan memberikan
isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z) setiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjut pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) kategori III dengan memberikan
isoniazid
(H)
dan
rifampisin
(R)
kali
seminggu
selama
bulan.
22
Obat sisipan pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) dengan memberikan isoniazid (H),
rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
Hampir semua obat anti tuberkulosis (OAT) bersifat bakterisid kecuali ethambutol (E).
Ethambutol (E) hanya bersifat bakteriostatik sehingga masih berperan pada resistensi bakteri.
Spesialite :
NO.
NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
SEDIAAN
PABRIK
Cetabutol
Soho
Kalbutol
500 mg / tablet
Kalbe Farma
Etibi
Rocella
Isonex
50 mg / 5 ml syr.
Dumex
INH
50 mg , 100 mg / tablet
Soho
Per tablet :
Phapros
& LATIN
1
2.
Ethambutol
Isoniazid
Isoniazid
+ Pehadoxin
Vitamin B-6
Per tablet :
Dexamedica
+ Intam 6
B-6
+ Meditam
Ethambutol
Per tablet :
Rhone P
MycothambinForte
UAP
3.
4.
Pirazinamida
Rifampicin
Prazina
500 mg / tablet
Ponco
Ciba
Pulmodex
Dexamedica
Rifampin
600 mg / kapsul
Rifamtibi
Sanbe
Rimactane
Biochemie
20 mg / ml syr.
Rifampicin + INH
Rimetazid
Per kapsul :
Biochemie
1. Rifampicin 225 mg
INH 200 mg
2. Rifampicin 450 mg
INH 300 mg
Ramicin-Iso
Per kapsul :
Westmont
Rifampicin 500 mg
INH 150 mg
5.
Streptomisin
Streptomycine
Meiji
Sulphate Injection
24
NAMA GENERIK
1.
Diamino
NAMA DAGANG
Difenil Dapson
SEDIAAN
PABRIK
100 mg / tablet
Indofarma
Novartis
Sulfon (DDS)
2.
Clofazimine
Lamprene
Rifampicin
dan
beberapa
mengalami
sirkulasi
enterohepatik,
sebagian
rifampicin
dapat
menghambat
kerja
dari
steroid,
sehingga
dapat
28
F. GOLONGAN PENISILIN
PENDAHULUAN
Sejak ditemukan penisilin, masalah infeksi mikroba Gram-positif umumnya dapat diatasi
secara baik. Dalam menemukan antimikroba untuk mengatasi kuman Gram-negatif, pada
tahun 1943 berhasil diisolasi suatu turunan Streptomyces griseus yang menghasilkan
streptomisin.
Setelah streptomisin ditemukan pula berbagai antibiotik lain yang memiliki berbagai sifat
mirip dengan streptomisin yaitu kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin,
neomisin.
Aminoglikosida merupakan penanggulangan infeksi berat oleh kuman Gram-negatif.
Aminoglikosida
dihasilkan
oleh
jenis-jenis
fungi streptomyces
micromonospora
29
2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam
amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau
toksik protein
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom nonfungsional
Aminoglikosida bekerja secara sinergis dengan antibiotic -laktam karena kerja -laktam
pada sintesis dinding sel meningkatkan difusi aminoglikosida kedalam bakteri. Semua
aminoglikosida bersifat bakterisid.
Streptomisin digunakan untuk obat tuberculosis, plague, tularemia dan kombinasi dengan
penisilin untuk mengobati endokarditis.
Aktivitas antibakteri gentamisin, tobramisin, kanamisin, dan amikasin terutama tertuju pada
basil Gram negatif yang aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondidi anaerobik rendah sekali. Ini dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan
bahwa untuk transport aminoglikosida membutuhkan oksigen (transport aktif). Aktivitas
terhadap bakteri Gram-positif sangat terbatas. Streptomisin dan gentamisin aktif terhadap
enterokok dan streptokok lain tetapi efektivitas klinis hanya dapat dicapai bila digabung
dengan penisilin.
Spektrum kerja aminoglikosida cukup luas dan meliputi terutama banyak bacilli gramnegatif, antara lain E.coli, H.Influenzae, enterobacter,salmonella, dan shigella. Obat ini juga
aktif terhadap sejumlah kuman Gram-positif yaitu staphyl. aureus/epidermis. Streptomisin,
kanamisin, dan amikasin aktif terhadap kuman tahan asam mycobacterium (TBC dan lepra).
Amikasin dan toramisin berkhasiat kuat terhadap pseudomonas, sedangkan gentamisin lebih
ringan. Amikasin memiliki spektrum kerja yang paling luas, sedangkan aktivitas kerja
gentamisin dan tobramisin sangat mirip, aktivitasnya adalah bakterisida.
3. PENGGOLONGAN AMINOGLIKOSIDA
a. Streptomysin
Streptomysin saat ini digunakan untuk pengobatan infeksi yang tidak lazim, pada umumnya
dalam bentuk kombinasi dengan senyawa antimikroba yang lain.
31
Streptomisin diperoleh dari streptomyces griseus oleh Waksman (1943) dan digunakan untuk
pengobatan tubercolosis. Penggunaan pada terapi TBC sebagai obat pilihan utama sudah
lama terdesak oleh obat lainnya yang berhubungan dengan toksisitasnya. Efek sampingnya
terhadap ginjal dan organ pendengaran.
Dosis streptomysin adalah 15 mg/kg per hari untuk pasien yang memiliki bersihan kreatinin
di atas 80 ml/menit. Biasanya streptomysin diberikan dalam dosis 100 mg 1 kali sehari yang
menghasilkan konsentrasi puncak dalam serum kurang lebih 50 hingga 60 g/mL dan
konsentrasi terendah kurang dari 1g/mL.
Penyakit yang diobati:
Tularemia
Pasien yang menderita tularemia sangat diuntungkan dengan pemberian streptomysin karena
dapat memperoleh kesembuhan total, namun tidak tertutup kemungkinan kronisitas dapat
terjadi. Pada pemberian streptomysin 1 sampai 2 g (15-25 mg/kg) per hari (dalam dosis
terbagi) selama 7 sampai 10 hari.
Penyakit pes
Streptomysin merupakan salah satu senyawa yang paling efektif dalam pengobatan
penyakit pes. Dosis yang diberi 1-4 g per hari yang dibagi dalam 2 atau 4 dosis selama 7-10
hari.
Tuberkulosis
Streptomysin harus diberikan dalam bentuk kombinasi dengan sedikitnya 1 atau 2 obat lain
yang sesuai dengan galur-galur penyebab tersebut. Dosis untuk pasien yang fungsi ginjalnya
normal adalah 15 mg/kg per hari sebagai injeksi IM tunggal selama 2 sampai 3 bulan,
dilanjutkan dengan 2 atau 3 kali seminggu setelahnya.
b. Kanamisin
Penggunaan kanamisin terbatas karena spektrum aktivitasnya yang terbatas dibandingkan
aminoglikosida lainnya dan obat ini termasuk diantara yang paling toksik. Kanamisin atau
32
(KANTREX) tersedia untuk injeksi dan penggunaan oral. Dosis parenteral untuk dewasa
adalah 15 mg/kg perhari (terbagi dalam dua hingga empat dosis yang sama dan berjarak)
Kanamisin hampir merupakan obat kuno yang indikasi penggunaannya sedikit, kanamisin
digunakan untuk mengobati tuberculosis dalam kombinasi dengan obat-obat efektif lainnya.
Karena terapi penyakit ini sangat lama dan melibatkan pemberian dosis obat total yang tinggi
disertai resiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas kanamisin digunakan hanya untuk mengobati
pasien yang terinfeksi mikroorganisme yang telah resisten terhadap obat-obat yang lazim
digunakan.
Kanamisin dapat diberikan secara oral sebagai terapi tambahan pada kasus koma hepatik.
Dosis yang biasa digunakan untuk tujuan ini 4 hingga 6 g per hari untuk 36 hingga 72 jam,
dosis pernah diberikan hingga 12 g perhari (dalam dosis terbagi). Efek terhadap bakteri usus
mungkin tidak dapat dipertahankan bahkan saat dosis kanamisin sebesar itu diberikan.
c. Amikasin
Spektrum aktivitas antimikroba amikasin (AMIKIN) merupakan yang terluas dikelompok ini
dan karena resistensinya yang unik terhadap enzim penginaktivasi aminoglikosida.
antibiotika ini mempunyai peran khusus di rumah sakit tempat menyebarnya resistensi
mikroorganisme terhadap gentamisin dan tobramysin. Amikasin mirip dengan kanamisin
dalam hal dosis dan sifat farmakokinetiknya. Dosis yang dianjurkan untuk amikasin adalah
15 mg/kg per hari sebagai dosis tunggal harian atau dibagi menjadi dua atau tiga bagian yang
sama. Masing-masing dosis atau rentang antar dosis harus diubah untuk pasien gagal ginjal.
Obat ini cepat diabsorpsi setelah injeksi intramuscular dengan konsentrasi puncak dalam
plasma kira-kira 20 g/mL setelah injeksi sebanyak 7,5 mg/kg. pemberian infus intravena
dalam dosis yang sama selama periode 30 menit menghasilkan konsentrasi puncak dalam
plasma hampir 40 g/ml pada akhir sesi infus, yang kemudian turun hingga 20 g/ml 30
menit kemudian. Konsentrasi 12 jam setelah dosis 7,5 mg/kg biasanya antara 5 dan 10 g/ml.
dosis satu kali sehari 15 mg/kg menghasilkan konsentrasi puncak antara 50 dan 60 g/ ml dan
konsentrasi terendah <1g/ml. Amikasin menjadi obat pilihan untuk pengobatan infeksi
basilus gram negatif nesokomial di rumah sakit tempat resistensi terhadap gentamisin dan
tobramysin merupakan persoalan serius. Beberapa rumah sakit membatasi penggunaannya
untuk menghindari galur resisten, walaupun beberapa pihak menganggap kemungkinan itu
33
Peritonitis
Pasien yang mengalami penyakit ini akibat adanya dialisi peritoneal dapat memperoleh
manfaat dari terapi gentamisin. Karena konsentrasi antibiotik intraperitonial di bawah optimal
dapat terjadi setelah pemberian IM atau IV pada pasien yang menjalani dialysis, terapi pasien
tersebut harus dilanjutkan dengan menggunakan cairan yang mengandung sejumlah
gentamisin dalam konsetrasi yang sesuai.
Efek samping paling penting dan berat pada pemakaian gentamisin adalah nefrotoksisitas dan
ototoksisitas irreversible. Pemberian intratekal atau intraventrikular jarang digunakan karena
dapat menyebabkan peradangan lokal serta dapat mengakibatkan radikulitis dan komplikasi
lain
e. Tobramysin
Aktivitas antimikroba dan sifat farmakokinetik tobramysin (NEBSIN) sangat mirip dengan
gentamisin. Tobramysin dapat diberikan secara intramuscular ataupun intravena. Dosis
34
konsentrasi serumserupa dengan gentamisin. Toksisitas paling umum terjadi pada konsentrasi
minimal yang melebihi 2 g/ ml pada periode yang diperpanjang. Pengamatan toksisitas ini
biasanya menunjukkan kerusakan fungsi ginjal sehingga memerlukan pengurangan dosis.
Indikasi penggunaan Tobramysin pada dasarnya identik dengan gentamisin. Aktivitas
tobramysin sangat baik terhadap P. aeroginosa dan bermanfaat untuk pengobatan bakterimia,
osteomelitis dan pneumonia yang disebabkan oleh Pseudomonas. Biasanya tobramysin
digunakan secara bersamaan dengan antibiotik - laktam antipseudomonas. Berlawanan
dengan gentamisin, tobramysin yang dikombinasi dengan penisilin menunjukkan aktivitas
yang buruk terhadap berbagai galur enterokokus.
Spektrum antimikrobanya mirip dengan gentamisin, tetapi kerja anti-pseudomonas in vitronya lebih kuat. Digunakan pada infeksi pseudomonas yang resisten untuk gentamisin
Teobromysin, seperti halnya aminoglikosida lain, menyebabkan nefrotoksisitas dan
otoksisitas. Teobromysin mungkin tidak begitu toksik terhadap sel-sel rambut pada organ
ujung koklea dan organ ujung vestibula serta menyebabkan kerusakan tubulus ginjal yang
lebih sedikit dibandingkan gentamisin.
f. Neomysin
Neomysin merupakan antibiotik berspektrum luas. Mikroorganisme yang rentan biasanya
dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 g/ml atau kurang. Spesies gram negatif yang sangat
peka adalahE.coli, Enterobacter erogenes dan Proteus vulgaris. Mikroorganisme gram positif
yang dapat dihambat meliputi S. aureus dan M. tuberculosis.
Pada saat ini neomysin tersedia dalam berbagai merek krim, salep dan produk lainnya, dalam
sediaan tunggal maupun kombinasi dengan polimiksin, basitrasin, antibiotik lain dan
bermacam-macam kortikosteroid. Tidak ada bukti bahwa sediaan topikal ini mempersingkat
waktu untuk menyembuhkan luka atau bahwa sediaan yang mengandung steroid lebih efektif.
Neomysisn telah digunakan secara luas untuk penggunaan topikal pada berbagai infeksi kulit
dan mebran mukus yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap obat ini.
35
Infeksi ini meliputi infeksi luka bakar dan dermatosis terinfeksi. Namun pengobatan
semacam ini tidak membasmi bakteri dan lesi.
Pemberian oral neomysin (biasanya dengan kombinasi eritromisin basa) terutama digunakan
untuk persiapan usus untuk operasi.
Reaksi hipersensitivitas terutama ruam kulit terjadi 6% hingga 8% pasien jika diberikan
secara topical. Individu yang peka terhadap obat ini mungkin mengalami reaksi silang jika
terpajan aminoglikosida yang lain. Efek toksik neomysin yang paling penting adalah
kerusakan ginjal dan ketulian akibat kerusakan saraf pendengaran. Ini sering terjadi jika
jumlah antibiotik yang relatif besar ini digunakan secara parenteral dan merupakan alasan
tidak digunakannya lagi neomysin dengan cara ini. Toksisitas bahkan pernah muncul pada
pasien dengan fungsi ginjal normal dengan penggunaan topikal atau irigasi luka dengan
larutan neomysin 0,5%.
Efek merugikan yang paling penting akibat pemakaian neomysin adalah malabsorpsi dan
superinfeksi usus. Individu yang diobati 4 hingga 6 g obat ini melalui mulut per hari
terkadang mengalami sindrom mirip sariawan disertai dengan steatorea. Pertumbuhan ragi
yang berlebihan diusus juga dapat terjadi.
g. Netilmisin
Merupakan aminoglikosida yang terbaru dipasarkan. Sifat farmakokinetik dan dosis
penggunaan netimisin sama dengan gentamisin dan tobramysin. Senyawa ini memiliki
aktivitas antibakteri yang luas terhadap bacillus aerob Gram-negatif. Sebagaimana amikasin,
netilmisin tidak dimetabolisme kebanyakan enzim penginaktivasi aminoglikosida, dan aktif
melawan bakteri tertentu yang resisten terhadap gentamisin.
Netilmisin merupakan antibiotik yang bermanfaat untuk pengobatan infeksi serius akibat
enterobacteriaceae yang rentan terhadap bacillus aerob Gram-negatif lainnya. Netilmisin
terbukti efektif melawan patogen-patogen tertentu yang resisten terhadap gentamisin, kecuali
enterokokus.
36
Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat
tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan
bersama diuretik loop(misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (misal
vancomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin
dihindarkan.
6.EFEK AMINOGLIKOSIDA YANG MERUGIKAN
Ototoksisitas
Disfungsi vestibula dan auditori dapat terjadi setelah penggunaan setiap aminogilikosida.
Penelitian terhadap hewan dan manusia mencatat terjadinya akumulasi terhadap obat-obat ini
secara progresif dalam perilimfe dan endolimfe telinga bagian dalam. Akumulasi terjadi
secara dominan bila konsentrasi dalam plasma tinggi. Difusi balik dalam aliran darah terjadi
perlahan; waktu paruh aminoglikosida lima hingga enam kali lebih lama dalam cairan otak
maupun dalam plasma. Difusi balik tergantung pada konsentrasi dan dipermudah pada saat
konsentrasi obat terendah dalam plasma. Kemungkinan terjadinya ototoksisitas lebih besar
pada pasien yang konsentrasi obat dalam plasmanya meningkat terus menerus. Namun
tobramysin dosis tunggal dilaporkan menyebakan disfungsi koklea temporal yang ringan
selama periode konsentrasi dalam plasma mencapai puncaknya. Kaitan hasil pengamatan ini
terhadap hilangnya pendengaran secara permanen belum diketahui.
Sebagian besar ototoksisitas yang bersifat irreversibel terjadi akibat dekstruksi progresif selsel sensorik ventribular atau koklea, yang sangat mudah rusak akibat aminoglikosida.
Penelitian terhadap marmot yang diberi gentamisin dosis tinggi menunjukkan terjadinya
regenerasi sel-sel rambut sensorik tipe I di bagian sentral ampularis Krista (organ vestibula)
dan terjadinya penggabungan rambut-rambut sensorik individual menjadi rambut-rambut
raksasa.
Ototoksisitas aminoglikosida ditingkatkan oleh berbagai faktor antara lain: besarnya dosis,
adanya gangguan faal ginjal usia tua, riwayat penggunaan suatu obat ototoksik, pemberian
bersama asam etakrinat (suatu diuretik kuat), kadar puncak dan kadar lembah yang
meningkat, tetapi berkepanjangan dan demam.
Nefrotoksisitas
38
Sekitar 8 26% pasien yang menerima aminoglikosida selama lebih dari beberapa hari akan
mengalami kerusakan ginjal ringan yang hampir selalu reversibel. Toksisitas terjadi akibat
akumulasi dan resistensi amoniglikosida dalam sel tubulus proksimal. Manifestasi awal
kerusakan bagian ini adalah enzim-enzim pada brush bolder tubulus ginjal. Setelah beberapa
hari terjadi penurunan kemampuan ginjal dalam memekatkan urin, proteinuria ringan dan
munculnya keeping-keping granular, kecepatan filtrasi glomerulus berkurang beberapa hari
kemudian. Fase insufiensi ginjal nonoligiurik telah dipostulasikan sebagai akibat dari efek
aminoglikosida pada bagian distal nefron. Oleh beberapa peneliti hal ini diduga menurunkan
kepekaan epitel duktus pengumpul (collecting duct) terhadap hormone antidiuretik endogen.
Walaupun nekrosis tubular parah jarang terjadi namun paling umum adalah terjadinya sedikit
kenaikan kreatinin dalam plasma (0,5 2,0 mg/dl; 40 175 g/ml). Hipokalemia,
hipokalsemia kadang-kadang terjadi. Kegagalan fungsi ginjal hampir selalu reversibel karena
sel tubulus proksimal memiliki kemampuan untuk berenegerasi.
Beberapa variabel ternyata mempengaruhi nefrotoksisitas akibat aminoglikosida. Toksisitas
berkolerasi dengan jumlah total obat yang diberikan. Akibatnya toksisitas kemungkinan besar
akan ditemukan pada terapi jangka panjang.
7. EFEK SAMPING
Efek samping oleh aminoglikosida dalam garis besarnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :
Alergi
Secara umum potensi aminoglikosida untuk menyebabkan alergi rendah. Demam, stomatitis,
dan syok anafilaksis, pernah dilaporkan
gagal ginjal merupakan pendekatan yang lebih tepat. Dikemukakan bahwa pengukuran kadar
lembah lebih bersifat prediktif untuk mencegah toksisitas, sedangkan kadar puncak prediktif
untuk efek terapi dan toksisitas.
Perubahan biologik
Efek samping ini bermanifestasi dalam dua bentuk, yaitu gangguan pada pola mikroflora
tubuh dengan gangguan absorpsi di usus. Perubahan pola mikroflora tubuh memungkinkan
terjadinya
superinfeksi
Superinfeksi Pseudomonas
oleh
kuman
dapat
timbul
gram-positif,
akibat
gram-negatif,
penggunaan
maupun
kanamisin,
jamur.
sedangkan
40
PENICILLIN
Penicillin yang paling terkenal dan pertama ditemukan adalah penicillin-G yang
ditemukan oleh Flamming pada 1929. Senyawa ini dihasilkan dari pembenihan spesies
Penisillium notatum. Sifat dari penicillin-G adalah kepekaannya terhadap penghacuran cincin
-lactam oleh senyawa -lactamase dan tidak aktif secara relative terhadap kebanyakan
bakteri gram negatif. Pengembangan terhadap Penicillin menghasilkan turunan-turunan
penicillin yang lebih stabil terhadap asam dan aktif terhadap bakteri gram (-) maupun gram
(+).
1. Struktur kimia
Semua Penicillin mempunyai struktur dasar yang sama. Terdapat cincin Beta lactam yang
dikelilingi oleh cincin tiazolodin. Beberapa turunan Penicillin didapatkan dengan
menambahkan senyawa lain pada gugus R. Struktur penicillin dapat dilihat pada gambar.
2. Resistensi
Mekanisme resistensi terhadap Penicillin dapat dibagi dalam beberapa mekanisme :
a. Bakteri-bakteri tertentu seperti Staphylococcus aureus, beberapa Haemophilus
influenzae dan gonokokus menghasilkan senyawa -lactamse yang memecah cincin
-lactam. Kontrol pembentukan -lactamase dikontrol oleh kromosom dan plasmid.
Nafcillin tahan terhadap lactamase karena cincin -lactam dilindungi oleh
rantaisamping R.
b. Beberapa mikroba kurang mempunyai reseptor spesifik dan kurangnya permeabilitas
terhadap -lactam.
c. Organisme yang dormant seperti Mycoplasma L resistant terhadap penicillin karena
tidak mensintetis peptidoglycan.
41
3. Farmakokinetik
Absorpsi peroral berbeda-beda dari masing-masing obat penicillin tergantung dari
kestabilan asam dan ikatan proteinnya. Pemberian minimal harus diberikan 1 jam sebelum
atau sesudah makan untuk mengurangi ikatan pada makanan. Absorpsi parenteral biasanya
cepat. Pemberian IM sering menimbulkan iritasi dan nyeri pada tempat suntikan. Pemberian
IV bolus
intermittent dengan tetesan kontinue cenderung disukai.
Penicillin tidak larut dalam sel dan tidak masuk dalam sel inang. Pemberian 6 gr
perhari dapat menghasilkan kadar 1-6 g/ml dalam darah. Penicillin yang terikat kuat pada
protein (oxacillin, dicloxacillin) menghasilkan kadar obat bebas yang lebih rendah daripada
yang terikat lemah (Ampicillin, Penicillin-G) Kadar penicillin pada jaringan setara dengan
yang ada di serum. Pada mata, protat, dan susunan syaraf pusat kadar ini lebih rendah
daripada di serum. Namun pada cairan serebospinal kadar dapat mencapai 0,2 g/mL jika
diberikan 6 gr parenteral sehingga tidak diperlukan suntika intratekal.
Ekskresi dilakukan kebanyakan oleh ginjal. Sekitar 10% diekskresi di glomerulus dan
90% melalui tubulus dengan kecepatan 2 gr/jm kecuali nafcillin dimana 80% diekskresi di
dalam saluran empedu. Waktu paruh Penicillin-G adalah -1 jam dan pada gagal ginjal dapat
mecapai 10 jam. Ampicillin diekskresi lebih lama.
Sekresi di tubulus dapat dihambat dengan pemberian probensid dan digunakan pada
jika ingin mncapai kadar sistemik dan cairan serebospinal yang tinggi. Pada neonantus
pemberian ini lebih lambat. Ekskresi juga dapat melalui sputum dan air susu dan
dapatmenimbulkan alergi pada bayi yang menyusui.
4. Kegunaan Klinik
Obat ini dikenal karena paling luas kegunaannya. Semua penicillin oral harus
diberikan minimal 1 jam sebelum/sesudah makan.
a. Penicillin-G
42
b. Benzathine Penicillin
Obat ini berbentuk garam yang mempunyai kelarutan dalam airyang sangat rendah
dan menghasilkan kadar rendah tetapi bertahanlama. Kegunaannya adalah diberikan secara
1,2 juta unit IM untuk profilaksi reinfeksi streptokokus selama 3-4 minggu.
menyerupai
carbenicillin
tetapi
dosisnya
lebih
rendah
(200-
5. Efek Samping
43
a. Hipersensitivitas
b. Neurotoksis pada dosis tinggi (>20.000 unit intratekal atau >20juta parenteral)
c. Dyspepsia
d. Nefrotoksis (Methycillin)
e. Gangguan pendarahan (Cabenicillin)
44