PERCOBAAN IV
PEMISAHAN DAN IDENTIFIKASI ANDROGRAFOLID DARI
HERBA SAMBILOTO
OLEH:
KELOMPOK 5
GOLONGAN 2
LUH GD. KARISMA WIDIANTARI (1808551019)
KADEK DINDA SURYADEWI (1808551020)
KADEK SUTRI ARIYANTHINI (1808551021)
IDA AYU PUTU SINTYA DEWI (1808551022)
NI MADE WINDA DWIYANI (1808551023)
Morfologi tanaman ini yaitu herba tegak dengan tinggi sekitar 0,5 - 1 meter, percabangan
monodial, batang yang masih muda bersiku empat sedangkan yang tua berkayu dengan pangkal
membulat berwarna hijau. Daun tunggal, bentuk bulat telur, ujung dan pangkal runcing,
bersilang berhadapan dengan warna daun bagian atas hijau tua sedangkan bagian bawah
berwarna lebih pucat (Sudarsono et al.,1996).
Di Indonesia, tanaman ini sering digunakan sebagai obat dan masuk dalam sistem
pengobatan Ayurvedic dan Unani. Efek farmakologi yang dimiliki tanaman ini sangat luas antara
lain hepatoprotektif, antimikroba, efek antijamur, antioksidan, antiinflamasi, antipiretik,
antikanker, dan antidiare. Disebutkan dalam sistem kedokteran Unani bahwa tanaman ini
bermanfaat dalam pengobatan hepatitis kronis (Bin Nyeem. M.A., et al, 2017).
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Scrophulariales
Suku : Acanthaceae
Marga : Andrographis
Jenis : Andrographis paniculata (Burm.F)
Kandungan utama dalam herba sambiloto yaitu lakton diterpen termasuk andrografolid,
deoksiandrografolid, neoandrografolid, andrografisid, deoksiandrografisid, dan andropanosid (1,
3, 6, 7, 8, 9). Senyawa diterpen termasuk andrografolid, isoandrografolid, 14-
deoksiandrografolid (DA), 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid (DDA), 14-deoksi-11-
oksoandrografolid, neoandrografolid, di-deoksiandrografolid (andro-grafisid), 14-deoksiandro-
grafosid (andropanosid), androgapanin, deoksiandrografolid-19-D-glukosid, 14-deoksi-11,12-
dihidroandrografisid, 6’-asetil-neoandrografolid, bis-andrografolid A, B, C, D. Dari akar
sambiloto diisolasi satu senyawa flavones glukosida, andrografidin A dan 5 flavon glukosida,
andrografidin B, C, D, E, F bersama 5-hidroksi-7, 8, 2’, 3’-tetrametoksiflavon, dan 7,8-
dimetoksi-5-hidroflavon (Depkes RI, 2009).
Bagian daun dan cabang sambiloto mengandung beberapa senyawa kimia seperti
deoksiandrografolid, andrografolid, neoandrograflid, 14-deoksi-11, 12-didehidroandrografolid,
dan homoandrografolid. Akarnya mengandung flavonoid berupa polimetoksiflavon, andrografin,
panikolin, dan apigenin 7,4-dimetil eter, alkena, keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam
kersik, andrografolid 1% kalmegin (Hariana, 2006).
1.1.2 Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi padat cair dengan pelarut yang sesuai dalam rentang
waktu tertentu. Istilah maseration berasal dari bahasa latin macere, yang artiya merendam jadi.
Jadi, maserasi dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus dapat
memungkinkan untuk direndam dalam menstrum sampai meresap dan melunakan susunan sel,
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Proses pengekstrakan simplisia secara maserasi dilakukan dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan menggunakan pelarut ada temperature ruangan (kamar) (Depkes
RI, 2000). Kelarutan isi sel dalam cairan penyari diakibatkan karena adanya perbedaan
konsentrasi larutan dalam sel dan luar sel. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melalui
dinding sel, kemudian akan terjadi proses difusi yakni larutan dengan konsentrasi tinggi di dalam
sel akan terdesak keluar dari dalam sel lalu digantikan dengan konsentrasi cairan penyari yang
lebih rendah. Proses ekstraksi dilakukan dengan merendam simplisia dengan cairan penyari
dalam bejana yang ditutup rapat lalu dikocok berulang – ulang. Hal ini bertujuan agar semua
cairan penyari tersebar homogen dan masuk keseluruh permukaan simplisia (Depkes RI, 1986).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C selama 3 hari sampai bahan-bahan yang
larut, dapat melarut (Ansel, 1989).
Ekstrak adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari direngekstraksi bahan
nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (nonpolar) atau setengah air , misalnya
etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian
(Depkes RI,1995).
1.1.3 Sokhletasi
Sokhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang dibantu dengan alat sokhlet yakni
antara pelarut dan sampel diletakkan secara terpisah. Pelarut yang sering digunakan yaitu pelarut
yang mudah menguap atau mempunyai titik didih rendah. Prinsip kerja ekstraksi dilakukan terus
menerus dengan pelarut yang relative sedikit dan terus diperbaharui dengan jumlah yang sama.
Kemudian pelarut diuapkan hingga diperoleh ekstrak (Leba, 2017).
Peralatan sokhletasi yang digunakan yaitu kondensor, soklet, labu dasar bulat dan
pemanas. Kondensor digunakan sebagai pendingin agar proses pengembunan dapat berlangsung
lebih cepat. Soklet sendiri terdiri atas timbal sebagai wadah sample, pipa F untuk saluran uap
pelarut yang dipanaskan pada labu bulat ke kondensor, sifon berfungsi menghitung siklus
dimana satu siklus berarti larutan sifon penuh dan jatuh ke dalam labu dasar bulat. Labu dasar
pelarut sebagai wadah pelarut dan pemanasan digunakan untuk memanaskan pelarut (Leba,
2017).
1.1.4 Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah teknik yang sering digunakan untuk pemurni suatu senyawa dengan
prinsip perbedaan kelarutan pada keadaan panas atau dingin dalam pelarut yang cocok. Tahap
awal rekristalisasi yaitu melarutkan senyawa dalam keadaan panas atau sampai suhu pendidihan
pada sedikit mungkin pelarut atau campuran pelarut hingga diperoleh larutan jernih. Tahap
selanjutnya yaitu mendinginkan larutan yang nantinya akan terbentuk kristal lalu dipisahkan
melalui penyaringan (Kristanti, et al., 2008).
Syarat pelarut rekritalisasi adalah dengan menggunakan pelarut yang tidak mengadakan
reasksi kimia dengan padatan yang akan direakristalisasi. Pada keadaan dingin kelarutan padatan
harus lebih rendah dan tinggi pada keadaan panas, pengotor anorganik tidak dapat larut dalam
pelarut walaupun dalam keadaan panas, pengotor organik harus larut pada keadaan dingin dalam
pelarut, titik didih pelarut lebih rendah dari titik didih padatan, dan pelarut tidak toksik serta
mudah terbakar. (Kristanti, et al., 2008)
2.1.1 Alat :
Masukkan 1 bagian (10 gram) serbuk kering simplisia ke dalam maserator, tambahkan
10 bagian (100 mL) pelarut etanol 70%. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali
diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara pengendapan,
sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi. Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya 2x dengan jenis
dan jumlah pelarut yang sama.
Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau penguap
tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental. Hitung rendemen yang diperoleh yaitu
persentase bobot (b/b) antara rendemen dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan dengan
penimbangan. Rendemen harus mencapai angka sekurang-kurangnya sebagaimana ditetapkan
pada masing-masing monografi ekstrak.
2) Sokletasi
Hasil yang baik = kloroform (16,6% andrografolid) dan etanol (16,8% andrografolid)
ditambahkan sebanyak 2x sirkulasi, FHI etanol 70%.
Ditimbang 10 gram serbuk sampel, dibungkus dengan kertas saring kemudian dilakukan
sokletasi dengan 100 mL etanol 96%. Proses sokletasi dilakukan kurang lebih sampai rendaman
simplisia tidak berwarna (kurang lebih 4 x sirkulasi). Larutan yang diperoleh disaring dan
diuapkan di atas water bath menggunakan cawan porselin (yang sudah ditimbang sebelum
digunakan) sampai didapat ekstrak kental. Timbang ekstrak kental yang diperoleh.
2.2.2 Rekristalisasi
Ekstrak kental yang diperoleh dicuci secara berturut- turut menggunakan n-heksan, etil
asetat dan air panas hingga pelarut-pelarut tersebut menjadi bening. Ekstrak diuapkan kembali
sampai kental kemudian ditambahkan etanol 70% secukupnya. Ekstrak terpurifikasi kental
dilarutkan dengan metanol sedikit demi sedikit kemudian dipanaskan pada suhu 780C sampai
larut. Larutan disaring panas-panas dan filtrat didinginkan perlahan. Kristal yang terbentuk
dipisahkan dan dicuci dengan n-hexan dan etil asetat hingga bening (Nugroho et al., 2012).
Larutan disaring panas dan filtrat yang terbentuk direkristalisasi hingga diperoleh kristal
andrografolid murni. Kristal yang terbentuk disaring dengan kertas saring (yang sebelumnya
telah ditimbang bobotnya). Kertas saring didiamkan pada suhu kamar di udara terbuka sampai
kering. Timbang bobot kristal yang diperoleh.
KLT Andrografolid
Deteksi : UV 254 nm
Elusi sampai 1 cm dari tepi atas plat KLT. Plat diangin-anginkan selama 10 menit. Amati
di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Tandai spot/noda dan hitung
Rf masing-masing spot. Adanya spot dengan Rf 0,55 diduga sebagai andrografolid.
3.1.1 Maserasi
3.1.2 Sokhletasi
Dicuci ekstrak kental secara berturut-turut menggunakan n-heksan, etil asetat dan air
panas hingga pelarut-pelarut tersebut menjadi bening
Ekstrak diuapkan kembali sampai kental dilarutkan dengan metanol sedikit demi sedikit
kemudian dipanaskan pada suhu 78oC sampai larut.
Larutan disaring panas-panas dan filtrat didinginkan perlahan. Kristal yang terbentuk
dipisahkan dan dicuci dengan n-hexan dan etil asetat hingga bening
Larutan disaring panas dan filtrat yang terbentuk direkristalisasi hingga diperoleh kristal
andrografolid murni. Kristal ini disaring dengan kertas saring yang sebelumnya telah
ditimbang bobotnya.
Kertas saring didiamkan pada suhu kamar di udara terbuka sampai kering, kemudian
bobot kristal yang diperoleh ditimbang.
Totolkan 20 µL pada KLT silica gel GF254 yang telah dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada
suhu 110oC selama 30 menit
Kemudian plat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan fase gerak
Elusi sampai 1 cm dari tepi atas plat KLT. Plat diangin-anginkan selama 10 menit.
Amati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Tandai spot/noda dan
hitung Rf masing-masing spot. Adanya spot dengan Rf 0,55 diduga sebagai andrografolid
IV. DATA HASIL PENGAMATAN
Gambar 1.5 Tutup rapat toples dan bungkus Gambar 1.6 Setelah direndam kurang lebih 1
dengan aluminium foil dan plastik wrap hari, rendaman disaring, dan residu kembali
ditambahkan 100 mL etanol 70%
Gambar 1.7 tutup rapat residu yang Gambar 1.8 Hasil remaserasi kembali
dimaserasi, dan diamkan kembali selama 1 disaring. Filtrat hasil remaserasi diukur 100
hari. Remaserasi dilakukan 3 kali mL dan diletakkan pada cawan porselen
Gambar 2.1 pemasangan alat soklet yang Gambar 2.2 Terjadi proses sokletasi sampel
telah diisi sampel sambiloto sambiloto
Gambar 2.3 Hasil sokletasi yang sudah Gambar 2.4 Hasil sokletasi diukur. Jumlah
mencapai satu sirkulasi yang diperoleh 8 mL cairan
Gambar 3.1 Cawan porselen I yang berisi Gambar 3.2 Cawan porselen II yang berisi
ekstrak kental tanpa dikenai pemanasan ekstrak kental dengan dikenai pemanasan
Gambar 4.1 Proses penjenuhan chamber Gambar 4.2 Dimasukan kertas saring ke
dengan metanol dalam chamber sebagai indikator kejenuhan
chamber
Gambar 4.3 Penotolan plat KLT dengan Gambar 4.4 Plat KLT dimasukkan ke
sampel hasil maserasi 1, maserasi 2, hasil chamber dan dilakukan pengelusian
sokletasi dan larutan pembanding
Gambar 4.5 Hasil pengamatan totolan Gambar 4.6 Hasil pengamatan totolan
dibawah sinar UV 254 dibawah sinar UV 366
V. PERHITUNGAN HASIL
b) Bobot cawan porselen setelah ditambahkan ekstrak dan diuapkan adalah 76,431 gram
c) Maka bobot ekstrak kental adalah 76,431 gram – 75,480 gram adalah 0,951 gram
b) Bobot cawan porselen setelah ditambhakan ekstrak dan diupkan sebesar 72,369 gram.
c) Maka bobot ekstrak kental adalah 72,369 gram – 71,083 gram adalah 0,386 gram.
a. Kloroform= ml
= ml
b. Metanol = ml
= ml
Spot no. 5
Jarak tempuh solute = 6,8 cm
Jarak tempuh solvent = 8 cm
Rf = = 0,85
Spot no. 6
Jarak tempuh solute = 6,65 cm
Jarak tempuh solvent = 8 cm
Rf = = 0,83125
Spot no. 7
Jarak tempuh solute = 6,7 cm
Jarak tempuh solvent = 8 cm
Rf = = 0,8375
Filtrat hasil remaserasi ketiga kemuadian diukur sebanyak 100 mL dan diletakkan di
cawan porselen yang sebelumnya sudah ditimbang untuk selanjutnya panaskan pada hotplate
sampai suhu kurang lebih 78-80oC. Setelah dipanaskan, ekstrak pada cawan porselen ditutup
dengan aluminium foil dan diletakkan pada oven untuk diuapkan sampai ekstrak menjadi kering,
kurang lebih selama tiga hari. Ekstrak yang telah kering dikeluarkan dari oven dan dipindahkan
ke kulkas agar ekstrak tidak bereaksi dengan lingkungan. Setelah tiga hari ekstrak dikeluarkan
dari kulkas, kemudian ekstrak ditimbang dan hitung hasil rendemen dengan mengurangi bobot
akhir dan bobot cawan porselen sebelum diberi filtrat. Praktikan mendapatkan bobot ekstrak
sebesar 0,951 gram dengan warna ekstrak yang hijau pekat.
Dibawah sinar UV366 tampak noda/totolan berpendar namun tidak terlihat adanya
totolan pada sampel andrografolid standar. Hal ini bias disebabkan karena kurangnya kualitas
pada sampel sehingga volume totolan perlu ditambah (Gandjar dan Rohman, 2015). Sedangkan
di bawah sinar UV254, terjadi pemadaman pada noda sehingga totolan tampak gelap, namun, plat
KLT berpendar dengan warna hijau.
Pada pengamatan melalui UV366 diperoleh nilai Rf yang lebih besar daripada
pengamatan UV254. Sampel A (maserasi 1) dengan nilai Rf 0,85 dengan jarak tempuh 6,8 cm,
sampel B (sokletasi) memiliki Rf 0,83125 ~ 0,83 dengan jarak tempuh 6,5 cm, sampel C
(maserasi 2) diperoleh nilai Rf 0,8375 ~ 0,84 dengan jarak tempuh 6,7 cm, sedangkan larutan uji
standar tidak terlihat mungkin karena penotolannya kurang tebal.
Adanya penyimpangan Rf tersebut mungkin diakibatkan karena adanya kesalahan pada
proses dalam pencucian atau penjemuran chamber dan sebagainya. Karena terdapat banyak hal
yang mempengaruhi Rf seperti kualitas dan keseragaman ukuran partikel adsorben, kejenuhan
chamber, dan kualitas dan kemurnian fase gerak.
VII. KESIMPULAN
Dalam praktikum ini, metode pemisahan senyawa andrografolid yang digunakan adalah
maserasi dan sokletasi. Metode maserasi menggunakan 10 mg serbuk herba sambiloto
dilanjutkan dengan remaserasi sebanyak 3 kali menghasilkan bobot ekstrak sebesar 0,951 gram
dengan warna ekstrak yang hijau pekat. Metode sokletasi dilakukan dengan mengekstraksi 10
mg serbuk herba sambiloto menghasilkan 0,386 gram ekstrak kental.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi senyawa andrografolid adalah metode KLT.
Setelah dilakukan proses KLT hasil yang diperoleh, senyawa andrografolid berpendar di bawah
UV366, namun sampel strandar tidak terlihat diduga karena kurangnya totolan. Sedangkan di
bawah UV254 terlihat plat berpendar dengan warna hijau. Dari hasil KLT, sampel yang paling
mendekati pustaka adalah sampel sokletasi dan sampel maserasi 2 yang dilihat di bawah UV 254.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hanan. 1996. Beberapa Catatan Tentang Sambiloto. Warta. Tumbuhan Obat Indonesia. 1
(3): 19.
Ansel, H.C.. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
Arief Hariana. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Bin Nyeem, M.A, et al, Indigenabous King of Bitter (Andrographis paniculata): A review,
Journal of Medicinal Plants Studies, 2017; 5(2): 318 – 324.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan
Obat. Cetakan I. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Gandjar, I. G., Abdul Rohman. 2015. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jones, S.B. dan A.E. Luchsinger. 1987. Plants Systematic, Second Edition. Singapore:McGraw-
Hill.477.
Kardono, L. B. S., et al. 2003. Selected Indonesian Medicinal Plants : Monopraphs and
Descriptions Volume 1. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Kristiani, Alfinda Novi., dkk. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Airlangga University Press.
Leba, M. A.U.. 2017. Buku Ajar Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish.
Stahl, E.. 1985. Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: ITB Press.
Sudarsono, et al. 1996. Tumbuhan Obat. Yogyakarta: Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM.