TINJAUAN PUSTAKA
Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Phylum : Spermatophyta
Subphylum : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Order : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Species : Euphorbia
heterophylla
Gambar 2.1. Katemas (Arafat, 2017)
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik basa nitrogen. Golongan senyawa
ini banyak ditemukan pada tumbuhan, dan sedikit pada mikroorganisme dan
hewan. Alkaloid dikelompokkan berdasarkan sumber asam aminonya, meliputi
turunan asam amino ornitin, lisin, asam nikotinat, tirosin, triptofan, asam
antralinat, histidin, dan alkaloid bukan dari asam amino, melainkan hasil aminasi
turunan asetat, turunan fenil alanin, terpen dan steroid (Sahidin, 2015).
2. Tanin
Tanin merupakan polimer dari flavonoid. Senyawa kelompok tanin
memiliki susunan kerangka karbon (C6-C3-C6). Salah satu contohnya yaitu
flavonolignan merupakan paduan antara falvonoid dan lignan.
3. Saponin
Saponin merupakan turunan dari steroid. Steroid saponin umumnya
memiliki sifat hampir sama triterpenoid saponin sebagai surfaktan dan
menghasilkan busa dalam air.
2.3. Ekstraksi
2. Cara dingin
a. Perkolasi adalah esktraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan /
penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan
seterusnya.
Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia)
dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan esktrak dalam jumlah
banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena
pemanasan (Pratiwi, 2009).
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu
sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut
berdasarkan kaidah ‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut
dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode,
tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan sennyawa yang
diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi,
2009).
Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase
bergeraknya mengalir karena daya kapiler. Lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) ini
terdiri dari bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang
biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam.
Lapisan tipis melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya
kalsium sulfat atau amilum (pati). Lapisan tipis pada kromatografi ini biasanya
berfungsi sebagai permukaan padat yang menyerap (Gritter, et al., 1991). Untuk
dapat menghitung jarak yang ditempuh oleh noda maka harus diketahui lokasi
noda pada plat dengan tepat. Untuk noda yang berwarna dapat dilihat secara
visual, tetapi untuk noda yang tidak berwarna dapat diamati dengan cara
menggunakan sinar lampu UV, uap iodium dan pereaksi penampak noda. Noda
yang telah didapat ditandai denganmenggunakan pensil.
Gunanya adalah untuk mencari harga Rf (retardation factor = faktor
penghambat).
panjang fasa diam pada kolom maka akan semakin baik pemisahannya (Gritter et
al., 1991).
2.7. Bakteri
Sel bakteri tersimpan di dalam dinding sel. Seperti sel tumbuhan air,
dinding sel bakteri memberikan kekuatan yang diperlukan untuk menjaga agar sel
tidak pecah bila berada dalam medium hipotonik. Dinding sel ini bersifat kaku
hal ini lah yang memberikan bentuk yang tetap untuk setiap sel bakteri.
Dinding sel juga memiliki komposisi kimiawi, zat kimiawi inilah yang
menjadikan dinding sel menjadi kaku salah satu nya yaitu peptidoglikan (Pelczar,
2006).
Penentuan penting lain yang diperoleh selama berlangsungnya identifikasi
kimiawi dinding sel bakteri ialah perbedaan komposisi kimiawi dan struktur
dinding sel antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Perbedaan inilah
yang penting untuk dipahami karena kini diyakini bahwa dinding sel itulah yang
menyebakan kedua kelompok bakteri ini memberikan respon sebagaimana yang
kita lihat terhadap berbagai perlakuan dan bahan, seperti pewarnaan gram dan
antibiotik-antibiotik tertentu (Pelczar, 2006).
1. Bakteri Gram positif
Bakteri yang dapat menyerap zat warna utama pada pewarnaan Gram dan
dapat menahan zat warna tersebut dengan kuat setelah proses pencucian, sehingga
tidak dapat diwarnai kembali dengan zat warna berikutnya.
Dinding sel bakteri gram positif cukup tebal sekitar 15-80 nm, dan terdiri
dari 50% peptidoglikan Bakteri Gram negatif
Pada bakteri gram negatif ini akan memberikan pengaruh warna yang
berbeda dengan bakteri gram positif. Bakteri gram negatif adalah bakteri yang
tidak dapat menyerap zat warna utama pada proses pewarnaan Gram, sehingga
pada saat proses pencucian menggunakan alkohol zat warna tersebut akan luntur
dan mudah diwarnai oleh zat warna berikutnya. Setelah dicuci dengan alkohol,
pewarnaan selanjutnya menggunakan basa berwarna merah yang disebut safranin.
Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan sebagai bakteri Gram positif
sedangkan yang berwarna merah digolongkan sebagai bakteri Gram negatif. Hal
ini karena dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis yaitu 10-15 nm dan hanya
terdiri dari 10-20% peptidoglikan yang terikat pada lipoprotein membran luar
(Pratiwi, 2008). Contoh dari bakteri Gram negatif adalah E. coli.
2. Bakteri Gram negatif
Pada bakteri gram negatif ini akan memberikan pengaruh warna yang
berbeda dengan bakteri gram positif. Bakteri gram negatif adalah bakteri yang
tidak dapat menyerap zat warna utama pada proses pewarnaan Gram, sehingga
pada saat proses pencucian menggunakan alkohol zat warna tersebut akan luntur
dan mudah diwarnai oleh zat warna berikutnya. Setelah dicuci dengan alkohol,
pewarnaan selanjutnya menggunakan basa berwarna merah yang disebut safranin.
Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan sebagai bakteri Gram positif
sedangkan yang berwarna merah digolongkan sebagai bakteri Gram negatif. Hal
ini karena dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis yaitu 10-15 nm dan hanya
terdiri dari 10-20% peptidoglikan yang terikat pada lipoprotein membran luar
(Pratiwi, 2008). Contoh dari bakteri Gram negatif adalah E. coli.
Domain : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Gambar 2.3. Bakteri Escherichia coli (Sumber : David, 2006)
E. coli dapat melekat pada usus besar dan dapat bertahan selama beberapa
bulan bahkan beberapa tahun. Perubahan populasi bakteri E. coli terjadi dalam
periode lama, hal ini dapat terjadi setelah infeksi usus atau setelah penggunaan
kemoterapi atau antimikroba yang dapat membunuh flora normal. Beberapa galur
E. coli menjadi penyebab infeksi pada manusia, seperti infeksi saluran kemih,
infeksi meningitis pada neonatis, dan infeksi intestin (gastroenteritis).
Infeksi E. coli sering kali berupa diare yang disertai darah, kejang perut,
demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal. Sebagian besar
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli ditularkan melalui
makanan yang tidak dimasak dan daging yang terkontaminasi. Penularan penyakit
dapat terjadi melalui kontak langsung dan biasanya terjadi di tempat yang
memiliki sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih (Radji, 2010).
Escherichia coli yang diisolasi dari infeksi yang terjadi di masyarakat
biasanya sensitif terhadap obat antimikroba yang efektif terhadap bakteri Gram
negatif meskipun ada beberapa galur yang resisten. Galur yang resisten terutama
dijumpai pada penderita yang memiliki riwayat pengobatan antibiotik. Cairan
infus dan elektrolit perlu diberikan pada penderita diare berat (Radji, 2010).
Domain : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacili
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus Gambar 2.4.Bakteri S. Aureus
(David, 2006)
Bakteri ini merupakan salah satu kuman yang cukup kebal diantara
mikroorganisme lainnya, tahan pada pemanasan 60 oC selama 30 menit. S. aureus
memproduksi enterotoksin yang bersifat stabil terhadap pemanasan dan juga
memproduksi hemolisin, yaitu toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel
darah merah dan dapat menyebabkan infeksi kulit seperti bisul dan miningitis
(Pratiwi, 2008).
2.10. Zat Antibakteri
Antibakteri merupakan zat yang digunakan untuk mengatasi infeksi
bakteri. Zat zat ini dapat diperoleh secara alami, melalui semisintesis, dan melalui
modifikasi molekul biosintetik, yang bekerja membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri (Madigan et al., 2003).
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh interaksi zat tersebut dengan bakteri.
Oleh karena itu,kualitas zat antibakteri dapat ditentukan berdasarkan afinitas obat
dengan reseptor yang terdapat dalam sel bakteri (Hadinegoro, 1999).
Pada teknik ini, silinder gelas diletakkan pada permukaan agar padat yang
telah diiinokulasi bakteri uji. Zat uji dimasukkan ke dalam silinder, kemudian
diinkubasi. Aktivitas antibakteri terlihat sebagai daerah hambat atau zona bening
di sekeliling silinder.
akan terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa inkubasi.
Pada metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu (Dwidjoseputro, 2005) :