Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Daun Katemas ( Euphorbia heterophylla L.)

Dalam taksonomi tumbuhan, pada tanaman daun katemas diklasifikasikan


sebagai berikut:

Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Phylum : Spermatophyta
Subphylum : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Order : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Species : Euphorbia
heterophylla
Gambar 2.1. Katemas (Arafat, 2017)

Pada pengobatan tradisional di Indonesia banyak digunakan obat-obat


herbal untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri
diantaranya adalah Daun Katemas (E. heterophylla L). Secara tradisional di
daerah ternate daun katemas (E. heterophylla L) digunakan untuk mengobati
sembelit, bronkitis dan asma. Berdasarkan penelusuran literature di Afrika Timur,
katemas digunakan sebagai pengobatan kencing nanah dan sebagai penyembuh
luka. Hal ini juga digunakan sebagai obat pencuci perut dan sebagai obat migrain.
Getah dari tanaman ini digunakan sebagai racun ikan, insektisida dan racun.
Katemas merupakan tanaman asli Amerika Tengah dan Amerika Selatan,
yang penyebarannya meluas ke daerah tropis dan subtropik termasuk ke
Indonesia. Studi pendahuluan mengenai fitokimia daun katemas (E. heterophylla
L.) yang diestrak menggunakan etanol dan pelarut lain menunjukkan adanya
senyawa aktif flavonoid, saponin, alkaloid, tannin, diterpen dan ester
(Falodun,2006; James, 2010).

3 Universitas Muhammadiyah Riau


4

Katemas termasuk famili Euphorbiaceaae, merupakan tanaman semak


dengan tinggi 0,5-1 meter. Batang massif, bulat beruas, permukaan halus, warna
hijau. Dan merupakan daun tunggal, tumbuh tersebar, berbentuk lonjong,
ujung runcing, pangkal melengkung, tepi rata, pertulangan menyirip
panjang 5-7 cm, lebar 2-3 cm, warna hijau serta bunga 2 cm.
Secara tradisional katemas (E. heterophylla L) digunakan untuk mengobati
sembelit, bronchitis dan asma (Falodun et al., 2006). Selain itu, menurut beberapa
penelitian seperti Meenakshi et al., (2010), mengatakan bahwa ekstrak etanol
katemas mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri Proteus vulgaris dan
S. aureus. Ekstrak air dan etanol menunjukkan aktivitas penyembuhan luka yang
signifikan ketika ekstrak diberikan pada tikus (James et al., 2010).
Falodun et al., (2006) mengatakan bahwa ekstrak daun katemas (E.
heterophylla L.) juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Selain itu, menurut
Moshi et al., (2007) beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai obat
tradisional di Tanzania dapat digunakan sebagai antimikroba (antifungi), salah
satu tanamannya yaitu katemas (E. heterophylla L).

2.2 Kandungan Kimia Katemas (Euphorbia heterophylla)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Jalyeslml et al., (2010), ditemukan


bahwa di dalam daun katemas terkandug sejumlah zat kimia diantaranya alkaloid,
tanin, dan saponin.

1. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik basa nitrogen. Golongan senyawa
ini banyak ditemukan pada tumbuhan, dan sedikit pada mikroorganisme dan
hewan. Alkaloid dikelompokkan berdasarkan sumber asam aminonya, meliputi
turunan asam amino ornitin, lisin, asam nikotinat, tirosin, triptofan, asam
antralinat, histidin, dan alkaloid bukan dari asam amino, melainkan hasil aminasi
turunan asetat, turunan fenil alanin, terpen dan steroid (Sahidin, 2015).
2. Tanin
Tanin merupakan polimer dari flavonoid. Senyawa kelompok tanin
memiliki susunan kerangka karbon (C6-C3-C6). Salah satu contohnya yaitu
flavonolignan merupakan paduan antara falvonoid dan lignan.

Universitas Muhammadiyah Riau


5

3. Saponin
Saponin merupakan turunan dari steroid. Steroid saponin umumnya
memiliki sifat hampir sama triterpenoid saponin sebagai surfaktan dan
menghasilkan busa dalam air.

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga


terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan minyak atsiri, alkoloid,
flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung
dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang
tepat (Depkes RI, 2000).

Ada beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:


1. Cara panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama watu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
b. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 0C.
c. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000)
d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air 96-
98 0C (bejana infus terselup dengan penangas air mendidih selama 15-20
menit)
e. Sokletasi adalah esktraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin baik.

Universitas Muhammadiyah Riau


6

2. Cara dingin
a. Perkolasi adalah esktraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan /
penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)
yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
b. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan
seterusnya.
Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia)
dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan esktrak dalam jumlah
banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena
pemanasan (Pratiwi, 2009).
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu
sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut
berdasarkan kaidah ‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut
dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode,
tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan sennyawa yang
diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Pratiwi,
2009).

2.4. Metoda kromatografi

2.4.1. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase
bergeraknya mengalir karena daya kapiler. Lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) ini
terdiri dari bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang
biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam.
Lapisan tipis melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya
kalsium sulfat atau amilum (pati). Lapisan tipis pada kromatografi ini biasanya

Universitas Muhammadiyah Riau


7

berfungsi sebagai permukaan padat yang menyerap (Gritter, et al., 1991). Untuk
dapat menghitung jarak yang ditempuh oleh noda maka harus diketahui lokasi
noda pada plat dengan tepat. Untuk noda yang berwarna dapat dilihat secara
visual, tetapi untuk noda yang tidak berwarna dapat diamati dengan cara
menggunakan sinar lampu UV, uap iodium dan pereaksi penampak noda. Noda
yang telah didapat ditandai denganmenggunakan pensil.
Gunanya adalah untuk mencari harga Rf (retardation factor = faktor
penghambat).

2.4.2. Kromatografi vakum cair (KVC)

Kromatografi jenis ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977.


Metoda ini digunakan untuk mengisolasi diterpena sembrenoid dari terumbu
karang lunak Australia. Kromatografi vakum cair menggunakan silika gel 60 (63-
200  m). Tahun 1979 cara ini dimodifikasi oleh Targett agar sistem bekerja pada
kondisi vakum terus-menerus. Akan tetapi cara yang diperkenalkan cukup baik
untuk fraksinasi ekstrak tumbuhan secara kasar. Kromatografi vakum cair ini
menggunakan corong Buchner kaca atau kolom pendek sedangkan menggunakan
kolom yang lebih panjang untuk meningkatkan daya pisah (Hostettmann et al.,
1995).

2.4.3. Kromatografi kolom gravitasi

Salah satu teknik pemisahan dengan kromatografi dalam jumlah yang


besar adalah dengan menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom
merupakan salah satu metoda kromatografi dengan fase gerak cair dan fase diam
padatpada kromatografi jenis ini, campuran yang akan dipisahkan dituangkan
pada bagian atas permukaan (lapisan tipis) kolom penyerap yang berada dalam
tabung kaca berbentuk silinder. Pada bagian bawah kolom ditutup dengan katup
dengan yang bisa berputar-putar, pelarut dibiarkan mengalir melalui kolom. Pita
senyawa bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda-beda tergantung
kepolarannya. Pemisahan akan dipengaruhi oleh fasa diam pada kolom, semakin

Universitas Muhammadiyah Riau


8

panjang fasa diam pada kolom maka akan semakin baik pemisahannya (Gritter et
al., 1991).

2.5. Spektofotometer UV-Vis

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari


spekrum dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (Khopkar, 2003).

Tabel 2.1. Pembagian sinar berdasarkan panjang gelombang


Wilayah Panjang Gelombang (nm)
Ultra Violet Jauh 10-200
Ultra Violet Dekat 200-380
Cahaya Tampak 380-780
Infra Merah Dekat 780-3.000
Infra Merah Tengah 3.000-30.000
Infra Merah Jauh 30.000-300.000
Mikrowave 300.000-1.000.000

Spektrofotometri digunakan untuk mengukur transmitan (%T) atau


absorban (A) suatu cuplikan sebagai fungsi panjang gelombang. Pada metode
spektrofotometri, sampel menyerap radiasi elektromagnetis yang pada panjang
gelombang tertentu dapat terlihat. Dengan metoda ini sampel dengan konsentrasi
yang sudah di ukur absorbansinya sehingga diperoleh kurva standar versus
absorbansi. Kurva ini digunakan untuk mencari konsentrasi sampel yang belum
diketahui (Maulida et al., ., 2010).
Spektrofotometer dibagi menjadi dua jenis, yaitu spektrofotometer
singlebeam dan spektrofotometer double beam. Pada singlebeam, cahaya hanya
melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh hanya nilai absorbansi dari

Universitas Muhammadiyah Riau


9

larutan yang dimasukkan. Sedangkan spektrofotometer doublebeam, nilai blanko


dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali
proses yang sama. Prinsipnya adalah dengan chopper yang akan membagi sinar
menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga referensi beam)
dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis
spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan
lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami
pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko (Mahfudloh et al., ., 2010).
Untuk mengidentifikasi dan menetapkan kadar suatu sediaan obat dapat
menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis. Alat-alat penunjang yang
digunakan pada metode spektrofotometri ini, yaitu seperangkat alat
spektrofometer (PG Instrument T80+ UVVis), evaporator (modifikasi pyrex),
timbangan analitik (Precisa XB 220A), tabung reaksi, corong, labu takar, gelas
piala (pyrex), erlenmeyer, pipet tetes, corong pisah, gelas ukur, hot plate.
Sinar tampak dari 400 sampai 800 nm dan sinar UV yang berbatasan
sekitar 250 sampai 400 nm akan diabsorpsi oleh elektron terliar molekul dan atom
spektroskopi absorbsi dalam bidang ini disebut spektroskopi elektron. Pada
penentuan fotometer nyala logam alkali dan alkali tanah, emisi cahaya juga diukur
dalam daerah sinar tampak dan sinar ultraviolet (Marzuki, 2012).

2.6. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Jumlah energi yang diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan tergantung


pada tegangan ikatan dan massa atom yang terikat. Bilangan gelombang suatu
serapan dapat dihitung menggunakan persamaan yang diturunkan dari Hukum
Hooke.
( ) 1/2
[ ]

Persamaan diatas menghubungkan bilangan gelombang dari vibrasi


regangan (v) terhadap konstanta gaya ikatan (f) dan massa atom (gram) yang
digabungkan oleh ikatan (m1 dan m2). Konstanta gaya merupakan ukuran
tegangan dari suatu ikatan. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa ikatan yang
lebih kuat dan atom yang lebih ringan menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi.
Semakin kuat suatu ikatan, makin besar energi yang dibutuhkan untuk

Universitas Muhammadiyah Riau


10

meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi berbanding terbalik dengan massa


atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat terjadi pada frekuensi yang lebih
rendah (Bruice, 2001).
Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum
elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan daerah gelombang
mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas didaerah antara 4000 cm -1 dan 666
cm-1 (2.5-15.0 μm). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra merah
dekat 14.290-4000 cm-1 (0.7-2.5 μm) dan daerah infra merah jauh 700-200 cm-
1
(14.3-50 μm) (Silverstain, 1967).

Gambar 2.2. Skema Spektroskopi infra merah (Silverstain, 1967)

Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemprosesan data


seperti Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan informasi
dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer dan
polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini
padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui tempat
kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi atau
induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui
infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi
dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroscwitz, 1990).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah.
Pada FTIR digunakan suatu Interferom Eter Michelson sebagai pengganti
monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul
yang berupa interferogram (Bassler, 1986). Interferogram juga memberikan

Universitas Muhammadiyah Riau


11

informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum dari setiap frekuensi.


Informasi yang keluar dari detektor diubah secara digital dalam komputer dan
ditransformasikan sebagai domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari
interferogram yang lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah
menjadi spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk mendeteksi
sinyal lemah, menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah dan analisis getaran
(Silverstain, 1967).

2.7. Bakteri

Bakteri merupakan mikrobia uniseluler yang tidak mempunyai klorofil


dengan fotosintetik dan reproduksi aseksualnya secara pembelahan. Bakteri
tersebar luas di alam, di dalam tanah, di atmosfir, pada endapan-endapan lumpur,
di dalam lumpur laut, dalam air, pada sumber air panas, di daerah antartika, dalam
tubuh hewan, manusia, dan tanaman. Jumlah bakteri tergantung keadaan
sekitar,misalnya jumlah bakteri di dalam tanah tergantung jenis dan tingkat
kesuburan tanah (Hidayat, 2006).

Bakteri adalah salah satu golongan organisme prokariotik (tidak memiliki


selubung inti). Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi genetik
berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus) dan tidak ada
membran inti (Jawetz, 2004).

2.7.1. Karateristik bakteri


Bakteri umumnya berukuran kecil dengan karakteristik dimensi sekitar
1µm. Bentuknya dapat bulat atau cocci, batang atau bacilli. Sel dapat tunggal
ataupun rantai. Beberapa kelompok memeiliki flagella dan dapat bergerak aktif.
Bakteri memiliki berat jenis 1,05 – 1,1 g cm-3 dan berat sekitar 10-12 g sebagai
partikel kering. Ukuran aktual tergantung dari laju pertumbuhan, media tumbuh
dan sebagainya (Hidayat, 2006).
Ada tiga bentuk dasar bakteri, yaitu bentuk bulat atau kokus, batang atau
silindris, lengkung atau vibri.
1. Bentuk bulat

Universitas Muhammadiyah Riau


12

Sebenarnya tidak ada bakteri yang betul-betul bulat, tetapi spheroid.


Bentuk bulat atau kokus dapat dibedakan lagi menjadi:
a. Mikrokokus, bulat satu-satu.
b. Diplokokus, bulat bergandengan dua-dua.
c. Steptokokus, bulat bergandengan seperti rantai sebagai hasil
pembelahan sel ke satu atau dua arah dalam satu garis.
d. Tetrakokus, bulat terdiri dari 4 sel yang tersusun dalam bnetuk bujur
sangkar sebagai hasil pembelahan sel ke dua arah.
e. Sarsina, bulat terdiri dari 8 sel yang tersusun dalam bentuk kubus
sebagai hasil pembelahan sel ke tiga arah.
f. Stafilokokus, bulat tersusun sebagai kelompok buah anggur sebagai
hasil pembelahan sel kesegala arah.
2. Bentuk batang
Bakteri berbentuk batang dapat dibedakan lagi ke dalam bentuk batang
panjang dan batang pendek dengan ujung datar atau lengkung. Bentuk batang
dapat dibedakan lagi atas bentuk batang yang mempunyai garis tengah sama dan
tidak sama diseluruh bagian panjang nya. Bakteri bentuk batang dapat terdiri atas
sel tunggal, bergandengan dua-dua (diplobasilus), dan sebagai rantai
(streptobasilus).
3. Bentuk lengkung
Bakteri berbentuk lengkung pada pokoknya dapat dibagi menjadi bentuk
koma (vibrio), jika lengkungnya kurang dari setengah lingkaran. Jika spiralnya
halus dan lentur disebut spirochaeta dan jika spiralnya tebal dan kaku disebut
spirililium.
Bentuk bakteri dipengaruhi oleh umur dan pertumbuhan bakteri. Pada
bakteri dikenal bentuk yang disebut involusi (Hidayat, 2006). Berdasarkan bentuk
yang tetap, dindingnya yang kuat, dan adanya kemampuan untuk hidup autotrof,
maka bakteri digolongkan pada dunia tumbuhan (Waluyo, 2004). Sifat hidupnya
secara umum adalah aporofilik pada sisa buangan hewan atau tanaman yang
sudah mati tapi banyak juga yang parasitik pada hewan, manusia, dan
tanaman,dengan menyebabkan banyak penyakit dimana bakteri diklasifikasikan
dalam devisi Schizophyta (Suriawiria, 2008).dengan menyebabkan banyak

Universitas Muhammadiyah Riau


13

penyakit dimana bakteri diklasifikasikan dalam devisi Schizophyta (Suriawiria,


2008).

2.7.2. Penggolongan bakteri

Sel bakteri tersimpan di dalam dinding sel. Seperti sel tumbuhan air,
dinding sel bakteri memberikan kekuatan yang diperlukan untuk menjaga agar sel
tidak pecah bila berada dalam medium hipotonik. Dinding sel ini bersifat kaku
hal ini lah yang memberikan bentuk yang tetap untuk setiap sel bakteri.

Dinding sel juga memiliki komposisi kimiawi, zat kimiawi inilah yang
menjadikan dinding sel menjadi kaku salah satu nya yaitu peptidoglikan (Pelczar,
2006).
Penentuan penting lain yang diperoleh selama berlangsungnya identifikasi
kimiawi dinding sel bakteri ialah perbedaan komposisi kimiawi dan struktur
dinding sel antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Perbedaan inilah
yang penting untuk dipahami karena kini diyakini bahwa dinding sel itulah yang
menyebakan kedua kelompok bakteri ini memberikan respon sebagaimana yang
kita lihat terhadap berbagai perlakuan dan bahan, seperti pewarnaan gram dan
antibiotik-antibiotik tertentu (Pelczar, 2006).
1. Bakteri Gram positif
Bakteri yang dapat menyerap zat warna utama pada pewarnaan Gram dan
dapat menahan zat warna tersebut dengan kuat setelah proses pencucian, sehingga
tidak dapat diwarnai kembali dengan zat warna berikutnya.
Dinding sel bakteri gram positif cukup tebal sekitar 15-80 nm, dan terdiri
dari 50% peptidoglikan Bakteri Gram negatif
Pada bakteri gram negatif ini akan memberikan pengaruh warna yang
berbeda dengan bakteri gram positif. Bakteri gram negatif adalah bakteri yang
tidak dapat menyerap zat warna utama pada proses pewarnaan Gram, sehingga
pada saat proses pencucian menggunakan alkohol zat warna tersebut akan luntur
dan mudah diwarnai oleh zat warna berikutnya. Setelah dicuci dengan alkohol,
pewarnaan selanjutnya menggunakan basa berwarna merah yang disebut safranin.
Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan sebagai bakteri Gram positif
sedangkan yang berwarna merah digolongkan sebagai bakteri Gram negatif. Hal

Universitas Muhammadiyah Riau


14

ini karena dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis yaitu 10-15 nm dan hanya
terdiri dari 10-20% peptidoglikan yang terikat pada lipoprotein membran luar
(Pratiwi, 2008). Contoh dari bakteri Gram negatif adalah E. coli.
2. Bakteri Gram negatif
Pada bakteri gram negatif ini akan memberikan pengaruh warna yang
berbeda dengan bakteri gram positif. Bakteri gram negatif adalah bakteri yang
tidak dapat menyerap zat warna utama pada proses pewarnaan Gram, sehingga
pada saat proses pencucian menggunakan alkohol zat warna tersebut akan luntur
dan mudah diwarnai oleh zat warna berikutnya. Setelah dicuci dengan alkohol,
pewarnaan selanjutnya menggunakan basa berwarna merah yang disebut safranin.
Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan sebagai bakteri Gram positif
sedangkan yang berwarna merah digolongkan sebagai bakteri Gram negatif. Hal
ini karena dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis yaitu 10-15 nm dan hanya
terdiri dari 10-20% peptidoglikan yang terikat pada lipoprotein membran luar
(Pratiwi, 2008). Contoh dari bakteri Gram negatif adalah E. coli.

2.8. Eschericia coli

E. coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus


besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan
infeksi primer pada usus misalnya diare pada anak dan traveler diarrhea, seperti
juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain diluar usus
(Syahrurachman, 1994).

Domain : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Gambar 2.3. Bakteri Escherichia coli (Sumber : David, 2006)

Universitas Muhammadiyah Riau


15

E. coli adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, berderet


seperti rantai. E. coli dapat tumbuh baik pada media Mc. Conkey dan dapat
memecah laktosa dengan cepat, juga dapat tumbuh pada media agar darah. Bentuk
sel E. coli dapat kita lihat pada Gambar 2.3.
Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, fakultatif anaerob, tumbuh baik
pada media sederhana. E. coli dapat melakukan fermentasi laktosa dan fermentasi
glukosa, serta menghasilkan gas (Entjang, 2013).
E. coli biasanya ditemukan dalam jumlah kecil sebagai bagian dari flora
normal dari sistem pernafasan dan sistem alat kelamin. Bakteri ini biasanya tidak
menimbulkan penyakit dan di dalam usus E. coli dapat memberikan fungsi normal
dan nutrisi. E. coli akan menjadi patogen bila bakteri ini berada di luar usus atau
diluar flora normalnya.
Kebanyakan tempat yang sering mengalami infeksi adalah pada saluran
kemih, sistem biliary, dan tempat lain dalam rongga perut tetapi beberapa tempat
anatomi seperti (bakterimia, kelenjar prostat, paru-paru, tulang, dan meningen)
dapat menjadi tempat penyakit (Jawetz, 2005). E. coli juga merupakan jasad
indikator dalam substrat air dan bahan makanan yang mampu memfermentasikan
laktosa dan glukosa pada temperatur 37°C dengan membentuk asam dan gas
(Entjang, 2013).
E. coli banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora
normal, tetapi apabila kesehatan menurun, bakteri ini dapat bersifat patogen
terutama akibat toksin yang dihasilkan. Bakteri ini umumnya tidak menyebabkan
penyakit bila masih berada dalam usus, tetapi dapat menyebabkan penyakit pada
saluran kencing, paru-paru, saluran empedu, saluran otak. Penyakit yang
ditimbulkan antara lain diare, infeksi saluran kemih, pneunomia, meningitis pada
bayi yang baru lahir, dan infeksi luka.
E. coli termasuk dalam family enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan
bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek (kokobasil), mempunyai flagel,
berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm, dan mempunyai simpai. E. coli tumbuh dengan
baik di hampir semua media pembenihan, dapat meragi laktosa, dan bersifat
mikroaerofilik (Radji, 2010).

Universitas Muhammadiyah Riau


16

E. coli dapat melekat pada usus besar dan dapat bertahan selama beberapa
bulan bahkan beberapa tahun. Perubahan populasi bakteri E. coli terjadi dalam
periode lama, hal ini dapat terjadi setelah infeksi usus atau setelah penggunaan
kemoterapi atau antimikroba yang dapat membunuh flora normal. Beberapa galur
E. coli menjadi penyebab infeksi pada manusia, seperti infeksi saluran kemih,
infeksi meningitis pada neonatis, dan infeksi intestin (gastroenteritis).
Infeksi E. coli sering kali berupa diare yang disertai darah, kejang perut,
demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal. Sebagian besar
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli ditularkan melalui
makanan yang tidak dimasak dan daging yang terkontaminasi. Penularan penyakit
dapat terjadi melalui kontak langsung dan biasanya terjadi di tempat yang
memiliki sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih (Radji, 2010).
Escherichia coli yang diisolasi dari infeksi yang terjadi di masyarakat
biasanya sensitif terhadap obat antimikroba yang efektif terhadap bakteri Gram
negatif meskipun ada beberapa galur yang resisten. Galur yang resisten terutama
dijumpai pada penderita yang memiliki riwayat pengobatan antibiotik. Cairan
infus dan elektrolit perlu diberikan pada penderita diare berat (Radji, 2010).

2.9. Staphylococcus aureus

Bakteri Staphyloccus aureus (s.aureus) merupakan bakteri patogen gram


positif yang bersifat invasif dan merupakan flora normal pada kulit, mulu dan
saluran pernafasan bagian atas. S. aureus menyebabkan pneumonia, meningitis,
endokartisis, dan infeksi kulit (jawetz et al., , 2005).
S. aureus merupakan bakteri Gram positif, tidak bergerak, tidak memiliki
spora, berbentuk kokus, dan tersusun seperti anggur. Tumbuh dengan sangat baik
pada berbagai media bakteriologi pada suasana aerob pada temperatur 37 oC namun
pembentukan pigmen terbaik adalah pada suhu kamar (20-35oC). Bentuk sel S.
aureus dapat kita lihat pada Gambar 2.4

Universitas Muhammadiyah Riau


17

Domain : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacili
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus Gambar 2.4.Bakteri S. Aureus
(David, 2006)

Bakteri ini merupakan salah satu kuman yang cukup kebal diantara
mikroorganisme lainnya, tahan pada pemanasan 60 oC selama 30 menit. S. aureus
memproduksi enterotoksin yang bersifat stabil terhadap pemanasan dan juga
memproduksi hemolisin, yaitu toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel
darah merah dan dapat menyebabkan infeksi kulit seperti bisul dan miningitis
(Pratiwi, 2008).
2.10. Zat Antibakteri
Antibakteri merupakan zat yang digunakan untuk mengatasi infeksi
bakteri. Zat zat ini dapat diperoleh secara alami, melalui semisintesis, dan melalui
modifikasi molekul biosintetik, yang bekerja membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri (Madigan et al., 2003).
Aktivitas antibakteri ditentukan oleh interaksi zat tersebut dengan bakteri.
Oleh karena itu,kualitas zat antibakteri dapat ditentukan berdasarkan afinitas obat
dengan reseptor yang terdapat dalam sel bakteri (Hadinegoro, 1999).

2.10.1. Penggolongan Zat Antibakteri


Zat antibakteri dapat dibedakan menjadi dua kelompok, berdasarkan efek
yang dihasilkan terhadap pertumbuhan bakteri (Madigan et al., 2003) yaitu:
1. Bakteriostatik
Bakteriostatik merupakan efek yang menghambat pertumbuhan bakteri,
tetapi tidak menyebabkan kematian seluruh bakteri. Mekanisme bakteriostatik
biasanya terjadi pada ribosom yang menyebabkan penghambatan sintesis protein.
2. Bakterisidal

Universitas Muhammadiyah Riau


18

Zat yang bersifat bakterisidal dapat membunuh bakteri, tetapi tidak


menyebabkan lisis atau pecahnya sel bakteri.

2.10.2. Mekanisme Kerja Zat Antibakteri


Zat antibakteri dapat melakukan aktivitasnya melalui beberapa mekanisme
(Tjay & Rahardja, 2002) yaitu:
1. Mengganggu Sintesis Dinding Sel
Sintesis dinding sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri, sehingga
dinding sel yang terbentuk menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap
tekanan osmosis, sehingga menyebabkan pecahnya sel.
2. Mengganggu Sintesis Membran Sel
Sintesis molekul lipoprotein membran sel bakteri dapat diganggu zat
antibakteri, sehingga membran menjadi lebih permeabel yang menyebabkan
keluarnya zat-zat penting dari sel.
3. Mengganggu Sintesis Protein Sel
Zat antibakteri dapat berikatan dengan sub unit ribosom bakteri, sehingga
menghambat sintesis asam-asam amino dan menghasilkan protein yang inaktif.
Hidup suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan
asam-asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu antibakteri dapat mengubah
keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat sehingga
merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Salah satu antibakteri yang bekerja
dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membrane sel adalah fenolat dan
persenyawaan fenolat.
4. Mengganggu Sintesis Asam Nukleat
DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada
pembentukan atau pada fungsi zat-zat te rsebut dapat mengakibatkan kerusakan
total pada sel.
5. Antagonisme Saingan
Zat antibakteri dapat bersaing dengan zat-zat yang diperlukan untuk proses
metabolisme, sehingga proses tersebut terhenti.

Universitas Muhammadiyah Riau


19

2.11. Uji Aktivitas Antibakteri


Uji aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri
dari suatu zat uji. Pengujian dapat dilakukan melalui metode difusi agar atau
melalui turbidimetri . Metode difusi agar dapat dilakukan melalui beberapa teknik
(Madigan et al., 2003) yaitu :

2.11.1 Teknik Difusi Agar Cakram


Medium agar dalam cawan petri diinokulasi dengan bakteri uji. Sejumlah
zat uji ditambahkan pada cakram kertas, lalu cakram-cakram tersebut diletakkan
pada permukaan agar. Setelah diinkubasi beberapa lama, zat uji berdifusi dari
cakram kertas ke dalam agar. Semakin jauh jarak difusi dari kertas saring,
semakin kecil pula konsentrasi zat uji tersebut. Jika terdapat aktivitas antibakteri
pada zat uji, maka pada media agar tersebut akan terlihat zona inhibisi di
sekeliling kertas cakram diameter zona inhibisi ini sebanding dengan konsentrasi,
kelarutan, koefisien difusi dan efektivitas antibakteri dari zat uji.

2.11.2 Teknik Silinder

Pada teknik ini, silinder gelas diletakkan pada permukaan agar padat yang
telah diiinokulasi bakteri uji. Zat uji dimasukkan ke dalam silinder, kemudian
diinkubasi. Aktivitas antibakteri terlihat sebagai daerah hambat atau zona bening
di sekeliling silinder.

2.11.3. Teknik Perforasi

Pada teknik perforasi, perforator digunakan untuk membuat lubang-lubang


pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji, lalu zat uji dimasukkan
ke dalam lubang-lubang tersebut. Aktivitas antibakteri dapat terlihat sebagai
daerah hambat atau zona bening yang terbentuk di sekeliling lubang.

2.11.4. Teknik Difusi

Pada metode ini, penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi


dari zat antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasi dengan mikroba
uji. Pengamatan yang akan diperoleh adalah ada atau tidaknya zona hambat
(daerah bening yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri) yang

Universitas Muhammadiyah Riau


20

akan terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa inkubasi.
Pada metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu (Dwidjoseputro, 2005) :

a. Cara Parit (ditch)


Suatu lempeng agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat
sebidang parit. Parit tersebut diisi dengan zat antimikroba, kemudian diinkubasi
pada waktu dan suhu optimum yang sesuai untuk mikroba uji. Hasil pengamatan
yang diperoleh adalah ada atau tidaknya zona hambat yang terbentuk di sekitar
parit. Analog dengan cara cakram, besarnya zona hambat dari zat antimikroba
yang diujikan.
b. Cara Lubang (hole/cup)
Pada lempengan agar yang telah diinokulasi dengan bakteri uji dibuat
suatu lubang yang selanjutnya diisi dengan zat antimikroba uji. Cara ini dapat
diganti dengan meletakkan cawan porselin kecil yang biasa disebut fish spines
diatas medium agar. Kemudiian cawan-cawan tersebut diisi dengan zat uji.
Setelah diinkubasi pada suhu dan waktu optimum yang sesuai untuk mikroba uji
dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona hambat disekeliling
lubang atau cawan.
c. Cara Cakram (disc)
Cara ini adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan
kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini digunakan
suatu cakram kertas saring (paper disc) yang berfungsi sebagai tempat
menampung zat antimikroba. Kertas saring yang mengandung zat antimikroba
tersebut diletakkan pada lempengan agar yang telah diinokulasi dengan mikroba
uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu sesuai dengan
kondisi optimum dari mikroba uji. Biasanya, hasil dibaca setelah inkubasi selama
18-24 jam dengan suhu 37 oC. Hasil pengamatan yang akan diperoleh adalah ada
atau tidaknya daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram yang
menunjukkan zona hambat pertumbuhan bakteri. Hambatan akan terlihat sebagai
daerah yang tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan kuman disekitar cakram.
Semakin besar zona hambatan yang ditunjukkan, semakin besar pula kemampuan
aktivitas zat antimikroba, dan lebar daerah hambatan ini juga tergantung kepada
daya resap obat kedalam agar.

Universitas Muhammadiyah Riau


21

2.11.5. Metode Dilusi


Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat antimikroba dan media
agar, yang kemudian diinokulasi dengan mikroba uji. Hasil pengamatan yang
akan diperoleh adalah tumbuh atau tidaknya mikroba di dalam media.
Aktivitas zat antimikroba ditentukan dengan melihat Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM), yang merupakan konsentrasi terkecil dari zat
antimikroba uji yang masih memberi efek penghambatan terhadap pertumbuhan
mikroba uji. Pada metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
(Dwidjoseputro, 2005)
a. Cara penipisan lempeng agar.
Dengan cara ini, zat antimikroba yang akan diuji aktivitasnya diencerkan
sehingga diperoleh suatu larutan stock yang mengandung 100 µg/ml zat uji.
Kemudian dari larutan stock tersebut dibuat suatu larutan seri uji dengan metode
pengenceran kelipatan dua dalam media agar yang masih cair (45 oC - 50 oC),
kemudian dituang kedalam cawan petri. Bakteri uji diinokulasi setelah campuran
media agar dan zat uji membeku dan kering, dan diinkubasi pada kondisi
optimum (waktu dan suhu) dari bakteri uji. Aktivitas zat uji ditentukan sebagai
konsentrasi hambatan minimum (KHM), yaitu konsentrasi terkecil dari zat
antimikroba uji yang masih dapat memberi efek penghambatan terhadap
pertumbuhan mikroba uji.
b. Cara pengenceran tabung
Prinsip dari cara ini adalah penghambatan mikroba dalam pertumbuhan
mikroba dalam pembenihan cair oleh suatu zat antimikroba yang dicampur
kedalam pembenihan.
Dibuat suatu seri larutan zat uji dengan konsentrasi tertentu dengan cara
pengenceran kelipatan dua dalam media cair, kemudian diinokulasi dengan
mikroba uji dan diinkubasi (waktu dan suhu) sesuai kondisi optimum dari
mikroba uji. Aktivitas zat antimikroba ditentukan sebagai konsentrasi hambatan
minimum (KHM), yang merupakan pengenceran tertinggi dari seri zat
antimikroba uji yang tidak menunjukkan adanya pertumbuhan mikroba.

Universitas Muhammadiyah Riau

Anda mungkin juga menyukai