Anda di halaman 1dari 40

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mimba atau Daun Mimba atau Azadirachta indica A. Juss. merupakan daun-
daun yang tergolong dalam tanaman perdu dari India yang datang ke Indonesia
diperkirakan sejak tahun 1.500 di Pulau Jawa. Tanaman ini mampu tumbuh pada
ketinggian sampai dengan 300 m dpl, tumbuh di tempat kering berkala, dan sering
ditemukan di tepi jalan atau di hutan terang. Mimba mengandung lebih dari 300
unsur kimia seperti azadirachtin, meliacin, gedunin, salanin, nimbin, valassin dan
banyak turunan lainnya dari prinsip-prinsip ini.
Pelarut adalah zat yang dapat melarutkan zat terlarut dan menghasilkan suatu
larutan. Pelarut biasanya berupa cairan tetapi juga bisa menjadi padat atau gas.
Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder daun mimba pada praktikum kali
ini, maka digunakan 3 pelarut yang bertujuan untuk mengetahui kandungan
senyawa dimasing-masing pelarut. Mengetahui senyawa yang terkandung dalam
daun mimba dengan 3 pelarut sangat bermanfaat untuk mengetahui manfaat apa
saja yang potensial dapat dilakukan oleh daun mimba. Berdasarkan pada kebutuhan
inilah digunakan 3 pelarut untuk uji fitokimia.
Praktikum kali ini dilakukan uji fitokimia terhadap kandungan senyawa
dalam daun mimba. Uji fitokimia ini dilakukan dengan metode BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test) sebagai bentuk uji terhadap senyawa antikanker. Metode
yang juga diganakan dalam praktikum kali ini tercantum LC50 dengan
menggunakan Artenia salina sebagai pengganti larva udang. Praktikum ini penting
dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa potensial dalam daun mimba,
serta memahami metode uji fitokimia oleh praktikan.
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Teknik Maserasi & Ekstraksi
1. Memahami cara melakukan ekstraksi maserasi menggunakan pelarut
organik.

1
2

2. Melakukan kegiatan pemekatan sampel menggunakan Rotary


Evaporator.

1.2.2 Uji Toksisitas Dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
1. Mahasiswa memahami uji toksisitas dengan metode BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test).
2. Mahasiswa mampu menentukan tingkat toksisitas dengan menghitung
nilai LC50.
1.2.3 Uji Fitokimia
1. Mengetahui golongan kelompok senyawa kiia yang terkandung dalam
sampel.
2. Memahami teknik-teknik dasar uji fitokimia.
1.3 Manfaat Praktikum
1. Mengetahui metode ekstraksi yang dapat digunakan untuk ekstrak bahan
hayati laut
2. Mengetahui jenis – jenis pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi
bahan hayati laut
3. Mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung
dalam bahan hayati laut
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Azadirachta indica


Menurut Ayini et al. (2014), Azadirachta indica atau sering dikenal sebagai
tanaman mimba merupakan tanaman yang banyak tumbuh di dataran rendah yang
beriklim tropis maupun sub tropis. Tanaman mimba merupakan tanaman yang
multifungsi karena memiliki banyak khasiat dan sering disebut sebagai Wonderful
tree. Biji dan daun mimba sering dijadikan obat tradisional dan insektisida. Mimba
juga berpontensi sebagai bakterisida yang terbukti ampuh menahan pertumbuhan
bakteri Salmonella thiposa dan Staphylococcus aureus. Klasifikasi mimba sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Class : Dikotiledonae
Sub class : Angiospermae
Ordo : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Azadirachta
Spesies : Azadirachta indica
Daun mimba banyak mengandung bahan aktif diantaranya adalah
meliantriol, salanin, nimbin, nimbidin dan azadirachtin (C35H44O16). Senyawa
azadirachtin banyak terdapat di bagian daun dan diketahui mampu berfungsi
sebagai zat anti feedant (penurun nafsu makan) , zat anti fertilitas, racun sistemik,
racun kontak, penghambat pertumbuhan dan penolak (reppelent). Mimba juga
mengandung senyawa nimbin dan nimbidin yang merupakan bagian dalam
senyawa alkaloid. Senyawa alkoloid merupakan senyawa yang memiliki
kemampuan sebagai anti bakteri dengan cara mengganggu komponen penyusun
petidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding bakteri tidak tumbuh normal
dan menyebabkan bakteri mati (Chatterjee et al., 2011).

2.2. Holothuria atra


4

Holothuria atra atau sering disebut dengan teripang darah merupakan


hewan invertebrata laut yang termasuk dalam filum Echinodermata. Teripang darah
perlu memiliki pertahanan diri karena pergerakan yang lambat dengan cara
menghasilkan metabolit sekunder. Ekstraksi dari teripang darah mengandung
berbagai senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan saponin.
Kandungan metabolit tersebut berperan sebagai obat malaria dengan cara
menghambat pertumbuhan Plasmodium falciparum. Untuk mendapatkan senyawa
alkaloid, saponin, steroid dan triterpenoid pada teripang darah dapat dilakukan
dengan cara melakukan uji fitokimia (Septiadi et al., 2013)

2.3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi juga dapat diartikan
sebagai proses pemisahan suatu bahan dari campurannya dan dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan
komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju ekstraksi meliputi tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi,
kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut (cho et al., 2011).
2.3.1. Jenis – jenis Ekstraksi
Ekstraksi memiliki 2 jenis, yaitu ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara
panas. Metode ekstraksi maserasi dan metode ekstraksi perkolasi merupakan
contoh dari ekstraksi secara dingin. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi
sederhana dengan cara merendam sampel salam cairan selama beberapa hari pada
temperature kamar dan terlindung dari cahaya. Ekstraksi secara panas dicontohkan
dengan metode refluks dan metode destilasi uap (Walia et al., 2011).
2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Maserasi
Maserasi merupakan jenis metoda ekstraksi secara dingin sehingga tidak
ada pemanasan. Senyawa yang digunakan pada metode maserasi adalah senyawa
yang tidak tahan panas ataupun tahan panas. Maserasi merupakan cara penyarian
5

yang sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari . Jadi,
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara merendam
serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa pemanasan hingga
akan mengalami perubahan wujud (Walia et al., 2011).
Kelebihan dari metode maserasi yaitu alatnya yang dipakai sederhana dan
biaya operasionalnya relatif rendah. Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa
pemasanasan menjadikan metode ini paling sering digunakan. Kelemahan dari
ekstraksi dengan metode maserasi adalah proses penyariannya tidak sempurna
karena hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja dan juga prosesnya lama hingga
beberapa hari (Putra et al., 2014)

2.4. Pelarut
Pelarut adalah cairan yang mampu dijadikan bahan melarutkan zat lain yang
tanpa mengalami perubahan kimia. Suatu zat terdiri dari molekul – molekul yang
tiap molekulnya saling terikat akibat adanya gaya tarik menarik antar molekul, gaya
tarik menarik tersebut akan mempengaruhi pembentukan larutan. Apabila terdapat
zat terlarut dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut tersebut akan menyebar
ke seluruh pelarut. Hal ini menyebabkan bentuk zat terlarut menyesuaikan dengan
bentuk pelarutnya (Doukyu dan Ogino, 2010).
2.4.1. N-Heksana
Heksana merupakan sebuah senyawa yang termasuk dalam hidrokarbon
alkana. Awalan heks– merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana
dan akhiran –ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang
menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Heksana juga umum terdapat pada
bensin dan lem sepatu, kulit dan tekstil. Dalam keadaan standar senyawa ini
merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air. N Heksana merupakan
jenis pelarut non polar. N-Heksana menguap dengan sangat mudah ke udara di
mana ia terurai dalam beberapa hari. Sebagian besar n-heksana yang tumpah di air
mengapung di permukaan tempat ia menguap ke udara. Jika n-heksana tumpah di
tanah, sebagian besar menguap sebelum dapat meresap ke dalam tanah. n-Hexane
6

tidak terkonsentrasi oleh tanaman, ikan, atau hewan. Beberapa spesies jamur telah
dilaporkan nematofag dan antiprotozoan. Penelitian ini melaporkan sifat
antiplasmodial dan sitotoksik dari ekstrak n-heksan dari jamur yang dapat dimakan
Pleurotus ostreatus dan isolasi sterol dari ekstrak (Savitri et al., 2013).
2.4.2. Etil Asetat
Etil Asetat diartikan sebagai senyawa organik yang memiliki rumus molekul
CH3COOCH2CH3. Etil asetat adalah zat sintesis dari ethanol dan asam asetat
dengan katalis asam sulfat melalui proses esterifikasi. Etil asetat atau juga sering
disebut sebagai EtOAc mempunyai massa molar 88,12g/mol. Senyawa ini
berwujud cairan tidak berwarna dan memiliki aroma yang khas. Sifat etil asetat
adalah pelarut volatil, biasanya sebagai pelarut organik, pelarut dalam makanan dan
ekstraksi produk farmasi. Dalam industri, etil asetat digunakan sebagai pelarut
untuk memproduksi resin, tinta dll (Nielsen et al., 2012).
2.4.3. Methanol
Metanol merupakan pelarut yang universal karena dapat
memisahkansenyawa yang bersifat polar sampai non polar, metanol merupakan
pelarutyang dapat menarik komponen-komponen yang terkandung dalam
simplisia,selain itu metanol bersifat mudah menguap sehingga akan
mudahdipisahkan dari filtrat. Metanol adalah senyawa Alkohol dengan 1 rantai
karbon. Rumus Kimia CH3OH, dengan berat molekul 32. Titik didih 640 -650 C
(tergantung kemurnian), dan berat jenis 0,7920-0,7930 (juga tergantung
kemurnian). Secara fisik metanol merupakan cairan bening, berbau seperti alkohol,
dapat bercampur dengan air, etanol, chloroform dalam perbandingan berapapun,
hygroskopis, mudah menguap dan mudah terbakar dengan api yang berwarna biru
yang terang (Zhao et al., 2014).

2.5. Brine Shrimp Lethality Test


Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan metode uji yang
berguna untuk pengujian sitotoksik dalam isolasi senyawa dari bahan alam yang
berefek dengan menggunakan bahan LC50 dari senyawa aktif. Metode ini sering
7

digunakan untuk pengujian toksisitas. Toksisitas yakni efek farmakologi yang harus
diujikan agar tingkat dosis yang digunakan tidak bersifat beracun. Tingkat toksisitas
dari ekstrak dapat ditentukan dengan melihat harga LC50. Nilai LC50 dihitung
dengan analisis probit. Dari presentase data kematian larva artemia dikonversikan
ke nilai probit untuk menghitung harga LC50. Apabila harga LC50 < 1000
mikron/ml maka dapat dilanjutkan dengan pengujian antikanker mengguanakan
biakan sel kanker. Cara ini dapat menghemat waktu dan biaya penelitian. Parameter
yang digunakan untuk menunjukan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada
artemia adalah kematian (Apu et al., 2010).

2.6. Lethal Concentration 50 (LC50)


Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu
perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. Makna
LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50% dari
organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shrimp). Penentuan LC 50
biasanya banyak digunakan dalam uji toksisitas pada farmakologi. Perhitungan LC
50 yang sederhana belum banyak, Perhitungan LC 50 pada Uji BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) ekstrak Bakteri asal Spons (Rath et al., 2011).

2.7. Uji Fitokimia


Fitokimia berasal dari kata phytochemical . Phyto berarti tumbuhan atau
tanaman dan chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat pada
tanaman. Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan. Fitokimia mempelajari tentang struktur
kimia, biosintetis, perubahan dan metabolisme, serta penyebaran secara alami dan
fungsi biologis dari senyawa organik. Awalnya uji fitokimia hanya untuk
tumbuhan, karena itulah nama metodenya adalah fitokimia. Sekarang uji fitokimia
bisa diterapkan pada hewan (Madziga et al., 2010).

2.8. Golongan Senyawa Metabolit Sekunder


8

Menurut Keswani et al (2013), metabolisme sekunder adalah senyawa


metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam
bentuk yang unik atau berbeda- beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap
organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda,
bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu
spesies dalam suatu kingdom. Senyawa ini juga tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya
pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu.Fungsi metabolit sekunder
adalah untuk mempertahankan diri darikondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan. Berdasarkan sifat strukturnya, metabolit sekunder dibagi menjadi
6 golongan, yaitu 1) poliketida dan asam lemak, 2) terpenoid dan steroid, 3)
fenilpropanoid, 4) alkaloid, 5) asam amino khusus dan peptida, dan 6) karbohidrat
khusus. Berdasarkan asal-usul biosintesisnya, metabolit sekunder dibagi menjadi
empat kelompok, yaitu 1) alkaloid, 2) fenilpropanoid, 3) poliketida, dan
4)terpenoid.
2.8.1. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang ditemukan pada seluruh tanaman
dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh
varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak
diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan
waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Kemungkinan lain adalah
sebagai pelindung terhadap serangan serangga. Sifat-sifat Saponin adalah: 1)
Mempunyai rasa pahit 2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil 3)
Menghemolisa eritrosit 4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi 5)
Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya 6) Sulit
untuk dimurnikan dan diidentifikasi 7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis
hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati. Toksisitasnya mungkin
karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa
lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan
saccharic acid). Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua
kelompok: 1) Steroids dengan 27 C atom. 2) Triterpenoids, dengan 30 C atom.
9

Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada


aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu
dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan dan berbeda antara satu
dan lainnya (Yanuartono et al., 2017).

Gambar 1. Struktur Saponin


Sumber Yanuartono et al., 2017
2.8.2. Flavonoid
Menurut Agati et al (2012), senyawa flavonoida adalah suatu kelompok
senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan dialam. Senyawa-senyawa ini
merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang
ditemuykan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoida mempunyai kerangka dasar
karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat
pada suatu rantai propana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6 – C3 – C6.
Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoida. Contoh
senyawa flavonoida, diantaranya isoflavonoida. Flavonoid sering ditemukan di
jaringan tumbuhan.

Gambar 2. Struktur Flavonoid


Sumber Agati et al., 2012
2.8.3. Tanin
10

Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa


tanaman. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat
resisten terhadap degradasi oleh enzim protease di dalam silo ataupun rumen. Tanin
selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari degradasi enzim
mikroba maupun enzim protease pada tanaman, sehingga tanin sangat bermanfaat
dalam menjaga kualitas silase. Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong
dalam senyawa polifenol. Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein,
karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan
molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan
komplek yaitu protein tanin. Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin
alami larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi
dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin
memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Savithramma et al., 2011).

Gambar 3. Struktur Tanin


Sumber Savithramma et al., 2011
2.8.4. Steroid
Menurut Savithramma et al (2011), steroid terdiri atas beberapa kelompok
senyawa dan penegelompokan ini didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan
oleh masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok itu adalah sterol, asam- asam
empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak dan sapogenin.
Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan antara berbagai kelompok steroid ini
ditentukan oleh jenis substituen R1, R2, R3 yang terikat pada kerangka dasar
karbon. sedangkan perbedaan antara senyawa yang satu dengan yang lain pada
suatu kelompok tertentu ditentukan oleh panjang rantai karbon R1, gugus fungsi
yang terdapat pada substituen R1, R2, R3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen
11

dan ikatan rangkap dan konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar
karbon tersebut. Percobaan-percobaan biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang
terdapat dialam berasal dari triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam jaringan
hewan beasal dari triterpenoid lanosterol sedangkan yang terdapat dalam jaringan
tumbuhan berasal dari triterpenoid sikloartenol setelah triterpenoid ini mengalami
serentetan perubahan tertentu. tahap- tahap awal dari biosintesa steroid adalah sama
bagi semua steroid alam yaitu pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan
skualen (suatu triterpenoid) menjadi lanosterol dan sikloartenol.

Gambar 4. Struktur Steroid


SumberSavithramma et al (2011)
III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi Praktikum


Praktikum Bahan Hayati Laut dilakukan sebanyak 4 kali pertemuan.
Pertemuan 1 dan 2 dilakukan pada tanggal 9 dan 25 April 2019 dan bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi Laut Gedung E Lantai 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Diponegoro Semarang. Pertemuan 3 berlangsung pada
tanggal 2 Mei 2019 di Laboratorium Kimia Dasar Gedung E Lantai 1 Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang. Pengolahan data
dilakukan di Ruang E206 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro Semarang. Materi yang digunakan adalah ekstrak daun Azadirachta
indica yang dilarutkan dalam 3 pelarut berbeda dan dilanjutkan uji BSLT untuk
potensi dan uji Fitokimia untuk mengtahui kandungan senyawa bioaktif. Praktikum
12

mata kuliah Bahan Hayati Laut (BHL) yang terdiri atas 3 materi praktikum yaitu
Ekstraksi (Maserasi), Uji BSLT dan Uji Fitokimia

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat Praktikum
Tabel 1. Alat Praktikum
No. Nama Alat Fungsi
1. Gelas Beaker Mengukur volume pelarut

2. Botol Vial Wadah hasil ekstraksi

3. Neraca Analitik Menimbang berat sampel

4. Gunting Memotong sampel daun Rhizopora mucronata

5. Corong Kaca Memasukkan cairan agar tidak tumpah

6. Kamera Dokumentasi Praktikum

7. Jerigen Wadah larutan

8. Alat Tulis Mencatat hasil

9. Rotary Evaporator Memekatkan hasil ekstraksi

Membantu memindahkan Artemia salina dan


10. Pipet Tetes
ekstrak

11. Gelas Ukur Mengukur jumlah larutan yang digunakan

12. Mikropipet Memindahkan larutan dalam jumlah kecil

13. Mikrotip Tempat larutan sementara

14. Modul Pedomaan praktikum

15. Botol reagen Wadah pelarut

16. Masker dan Lateks Melindungi tangan dan saluran pernafasam

3.2.2. Bahan Praktikum


13

Tabel 2. Bahan Praktikum


No. Nama Bahan Fungsi
1. Plastic wrap Menutup gelas beaker

2. Kertas Label Memberi identitas pada botol vial

3. Kertas Saring Menyaring ekstrak

4. Etil Asetat Larutan pengekstrak dan pelarut

5. Daun Rhizopora Sampel yang diuji


mucronata

6. Karet Mengikat plastic wrap

7. Artemia salina Organisme yang diuji terhadap ekstrak

8. Larutan Stok Ekstrak bahan uji yang telah dilarutkan


pelarut

9. Air Laut Tempat hidup Artemia salina

10. DMSO Membantu melarutkan

11. Ekstrak Rhizopora Ekstrak yang diuji


mucronata

12. Kloroform 2 ml Pelarut Uji 1

13. Etanol Pelarut Uji 2

14. H2SO4 Pelarut Uji 3

15. Air Penetral dan pembersih alat

3.3. Metode
3.3.1. Skema Alur
14

Gambar 5. Skema Alur


15

3.3.2. Teknik Maserasi:


a. Maserasi
1. 150 gram sampel daun mimba ditimbang
2. Sampel daun digunting hingga ukuran kecil dengan gunting
3. Sampel dimasukkan ke dalam beaker dan direndam larutan n-heksan
1:4 dan dapat ditambahkan bila sampel belum terendam
4. Maserasi dilakukan 1x24 jam
5. Hasil rendaman disaring dengan kertas saring hingga menghasilkan
filtrat
6. Filtrat dimasukkan ke dalam vial yang telah dilabeli
7. Pemekatan filtrat dilakukan dengan menaruh vial dalam waterbath pada
suhu tertentu sesuai pelarut yang digunakan
b. Penyaringan
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Corong gelas dilapisi dengan kertas saring yang telah dilipat
3. Sampel disaring dengan cara sampel dituangkan dengan bantuan gelas
corong yang telah dilapisi kertas saring kedalam gelas beaker baru
4. Hasil disaringan dimasukkan kedalam botol penyimpanan ditandai
dengan nama kelompok dan pelarut yang digunnakan
5. Sampel rumput laut dibuang dan peralatan yang telah digunakan
dibersihkan
3.3.3. Evaporasi Sampel Hasil Maserasi
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Rendemen sampel dimasukan kedalam evaporator flask
3. Selang vacuump pump dan freezer disambungkan ke rotary evaporation
4. Suhu waterbath diatur pada kenop pengatur suhu sebesar setengah dari
titik didih pelarut. Freezer dinyalakan
5. Vacuum pump dinyalakan
6. Rotary flask diturunkan sampai air dalam waterbath merendam seluruh
ekstrak
16

7. Rotary flask diputar dengan kecepatan 80 rpm


8. Pelarut dari ekstrak diuapkan dan masuk ke kondensor untuk
didinginkan
9. Pelarut hasil penguapan masuk ke dalam receiving flask menyisakan
hasil pemekatan sampel di rotary flask
3.3.4. Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
a. Metode BSLT
1. Sampel ekstrak daun mimba dilarutkan dengan air laut yang
ditambakpan DMSO sehingga diperoleh larutan stok dengan
konsentrasi sebesar 1000 ppm
2. Pada botol vial dimasukkan 10 ekor Artemia salina menggunakan pipet
tetes
3. Botol vial berisikan Artemia salina ditambahkan dengan larutan stok
sebanyak 2.5 ml lalu ditambahkan dengan Etil Asetat dan air laut
masing-masing sebanyak 2.5 ml
4. Proses Uji BSLT botol vial yang berisi Artemia salina duketakkan di
tempat bercahaya agar Artemia salina dapat aktif bergerak
5. Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan interval 6 jam sekali dan
dilakukan pengamatan terhadap tingkat kematian Artemia salina
1. Pengolahan Data
1. Ms. Excel dibuka
17

2. Data total dimasukkan

3. Data yang mati dimasukkan

4. Nilai log10con dimasukkan dengan rumus =log10(konsentrasi)

5. Nilai log10con konsentrasi selanjutnya di drag kebawah


18

6. Nilai mortalitas dimasukkan dengan rumus = jumlah yang mati dibagi


total

7. Nilai data mortalitas selanjutnya di drag kebawah

8. Nilai persen mortalitas dihitung dengan rumus = mortalitas*100


19

9. Nilai persen mortalitas selanjutnya dapat di drag kebawah

10. Nilai corrected dihitung dengan rumus =(E9-E$9)/(1-E$9)*100

11. Nilai corrected selanjutnya dapat di drag kebawah


20

12. Nilai probit dapat dimasukkan dengan melihat pada tabel

13. Nilai probit yang dimasukkan probit corrected

14. Nilai Lc50 dicari dengan menginput di data data analysis


21

15. Pilih regresion

16. Input Y range yaitunya probit

17. Input X range yaitunya log 10 con


22

18. Maka akan muncul tampilan seperti dibawah ini

19. Intercept dan X variabel di copy pada sheet yang berisi tabel
sebelumnya

20. Nilai x dicari dengan rumus x= (y-b)/a atau x=(5-B16)/B17


23

21. Lc50 dihitung dengan rumus lc50= 10^x

3.3.5. Uji Fitokimia


3.3.5.1. Uji Saponin
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel ekstrak Rhizopora mucronata diambil dengan pipet tetes sebanyak
1 ml (20 tetes) dan dimasukkan ke dalam botol vial
3. Air panas sebanyak 1 ml dimasukan kedalam botol vial menggunakan
pipet tetes
4. Botol vial berisi ekstrak ditambahkan HCL 2 N sebanyak 1 ml kemudian
dikocok stabil selama 10 menit
5. Diamatai perubahan yang terjadi ada atau tidaknya buih
3.3.5.2. Uji Flavonoid
1. Alat dan bahan disiapkan
24

2. Sampel ekstrak yang sudah siap ditambahkan dengan pelarut methanol


agar ekstrak lebih encer (apabila ekstrak berbentuk pasta)
3. Larutan sampel dituang kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan HCL
sebanyak 2 ml, kemudian dihomogenkan
4. Kemudian sampel dipanaskan dalam air selama 15 menit atau sampai
terjadi perubahan warna
5. Sampel diangkat dan diamatai perubahan warna mejadi merah kecoklatan
yang menandakan terkandungnya senyawa flavonoid
3.3.5.3. Uji Tanin
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel ekstrak Rhizopora mucronata diambil dengan pipet tetes sebanyak
1 ml (20 tetes) dan dimasukkan ke dalam botol vial
3. Hasil sampel sebanyak 1 ml ditambahkan kloroform sebanyak 2 ml (40
tetes) kemudian etanol sebanyak 2 ml dan H2SO4 sebanyak 3 ml (60 tetes)
4. Hasil campuran pelarut dan ekstrak dihomogenkan
5. Hasil diamati selama 10 menit, apabila terjadi perubahan warna menjadi
warna merah bata maka positif mengandung senyawa bioaktif triterpenoid
3.3.5.4. Uji Steroid
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Sampel ekstrak Avicennia marina diambil dengan pipet tetes sebanyak 1
ml (20 tetes) dan dimasukkan ke dalam botol vial
3. Larutan sampel ditambahkan kloroform sebanyak 2 ml, kemudian
ditambahkan H2SO4 5M sebanyak 5 tetes
4. Hasil campuran pelarut dan ekstrak dihomogenkan
5. Hasil diamati selama 10 menit, apabila terjadi perubahan warna menjadi
warna cokelat terang dari cokelat tua maka positif mengandung senyawa
bioaktif steroid
25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
4.1.1. Ekstraksi

Gambar 6. Hasil ekstrak daun mimba dengan pelarut n-Heksana

Gambar 7. Hasil ekstrak daun mimba dengan pelarut Etil asetat


26

Gambar 8. Hasil ekstrak daun mimba dengan pelarut Metanol


4.1.2. Rotary Evaporator

Gambar 9. Rotary Evaporator


Keterangan :
1. Hot plate : berfungsi untuk mengatur suhu pada waterbath dengan
temperatur yang diinginkan (tergantung titik didih dari pelarut)
27

2. Waterbath : sebagai wadah air yang dipanaskan oleh hot plate untuk labu
alas yang berisi larutan
3. Ujung rotor Penampung : berfungsi sebagai tempat labu alas bulat sampel
bergantung.
4. Lubang kondensor : berfungsi pintu masuk bagi air kedalam kondensor
yang airnya disedot oleh pompa vakum.
5. Kondensor : serfungsi sebagai pendingin yang mempercepat proses
perubahan fasa, dari fasa gas ke fasa cair.
6. Lubang kondensor : berfungsi pintu keluar bagi air dari dalam kondensor.
7. Labu alas bulat penampung : berfungsi sebagai wadah bagi penampung
pelarut.
8. Ujung rotor Penampung : berfungsi sebagai tempat labu alas bulat
penampung bergantung.

4.1.3. Hasil Uji BSLT


a. Hasil Pengamatan BSLT Sampel Ekstrak Metanol Azadirachta indica
Tabel 3. Hasil Pengamatan BSLT Sampel Ekstrak Metanol Azadirachta indica
Waktu Metanol (ppm) Etil Asetat (ppm) N-Heksana (ppm)
Pengamatan
100 200 500 1000 100 200 500 1000 100 200 500 1000

1 x 6 jam 0 0 0 0 2 0 4 0 0 0 1 2

2 x 6 jam 1 0 2 1 1 1 1 6 2 0 1 1

3 x 6 jam 1 0 0 1 0 0 1 4 1 0 1 2

4 x 6 jam 1 0 0 2 0 0 0 0 0 1 1 1

Total 3 0 2 4 3 1 6 10 3 1 4 6
28

b. Hasil Pengamatan BSLT Sampel Ekstrak Metanol Teripang (H. atra)


Tabel 4. hasil pengamatan H. atra
Waktu Metanol (ppm)
Pengamatan
100 200 500 1000

1 x 6 jam 1 6 4 1

2 x 6 jam 1 1 0 2

3 x 6 jam 1 0 2 4

4 x 6 jam 1 0 2 1

Total 4 7 8 8

4.1.4. Perhitungan LC50 (Masing-masing pelarut sesuai sampel kalian jadi ada 4
perhitungan LC50)
Ekstrak Metanol Sampel Ekstrak Etil Asetat Sampel

Y = ax + b y = ax + b

Y =-1,8468X + (-4,99042) y = 1,879563 x + 0,379767

5 - (-4,99042)=2,875167X 5 = 1,879563 x + 0,379767

=(-9,99042)/- 2,875167 x = (5-0,379767) / 1,879563

Antilog = 10 3,474726 Antilog = 10 2.458142

= 2983,5 = 287,172

Ekstrak N-Heksan Sampel Ekstrak Metanol Teripang

Y = ax + b Y = ax + b
29

Y = -1,72658x + 9,276461 y=1,050920908x+2,86019773

5-9,276461=-1,72658 5-2,86019773=1,050920908x

=-4,27646/-1,72658 x=2,13980227/1,050920908

Antilog = 10 2.476838606 Antilog = 10 2,036121133

= 299,8048166 = 108,6728691

4.1.5. Hasil LC50 BSLT


Tabel 5. Hasil LC50 BSLT Sampel Ekstrak Azadirachta indica
No Sampel Nilai LC50 Kategori
Toksisitas

1. Metanol Sampel 2983,5 Tidak Toksik

2. Etil Asetat Sampel 287,172 Toksik

3. N Heksana Sampel 300,587536 Toksik

4. Metanol Teripang 108,6728691 Toksik

4.1.6. Hasil Uji Fitokimia (+/-)


Tabel 6. Hasil Uji Fitokimia Sampel Ekstrak Azadirachta indica
Golongan Senyawa Metabolit Sekunder
No Sampel
Flavonoid Saponin Triterpenoid Steroid

1. Metanol
- - + +
Sampel
2. Etil Asetat
+ - + +
Sampel
3. N Heksana
+ - + +
Sampel
30

4. Metanol
- + + +
Teripang
Keterangan: (+) Ada, (-) Tidak Ada
31

4.1.7. Grafik BSLT

4 4

3 3

2 2 2 2

0 0 0 0 0
P. 1 P. 2 P.3 P.4 Total

100 200 500 1000

Grafik 1. Hasil LC50 Azadirachta indica dengan pelarut metanol

10 10 10

6 6 6 6
5
4
3 3 3 3
2
1 1 1 1
0
P. 1 P. 2 P.3 P.4 Total

100 200 500 1000

Grafik 2. Hasil LC50 Azadirachta indica dengan pelarut etil asetat


32

6 6

4 4

3 3 3 3

2 2

1 1 1

0 0 0
P. 1 P. 2 P.3 P.4 Total

100 200 500 1000

Grafik 3. Hasil LC50 Azadirachta indica dengan pelarut n-heksana

4.2. Pembahasan
4.2.1. Ekstraksi: Maserasi
Maserasi dapat diartikan sebagai salah satu metode ekstraksi dengan cara
melakukan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada
temperatur ruangan. Keunggulan ekstraksi maserasi selain mudah dilakukan juga
tingkat kerusakan sel sampel yang menjadi target ekstraksi rendah. Rendahnya
resiko kerusakan ekstraksi maserasi dikarenakan penggunaan suhu ruang saat
proses ekstraksi, sehingga proses ekstraksi tidak berdampak pada sel atau senyawa
yang rentan terhadap perubahan suhu drastis atau temperatur tinggi. Penggunaan
metode maserasi pada praktikum kali ini karena hemat biaya dan mudah.
Setelah direndam dalam larutan. Sampel akan dipisahkan dengan larutannay
dengan menggunakan rotary evaporator. Hasil dari pemisahan ini adalah ekstrak
sampel yang sangat pekat akibat dipisahkan dengan larutan pelarutnya.
4.2.2. BSLT
Uji BSLT dapat diartikan sebagai salah satu metode yang bertujuan untuk
mengetahui potensi senyawa toksik antikanker yang ada di dalam senyawa sampel.
Dengan mencampurkan sampel dengan larutan larutan pendukung dan diuji coba
33

pada udang artemia. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kelompok 2 IK D


diperoleh senyawa potensial sebagai antikanker. Hasil dari kelompok 2 merupakan
yang paling toksik dengan konsentrasi 1000 ppm, hal ini ditandai dengan jumlah
artemia yang mati paling banyak dan kenaikan yang sangat signifikan. Berbeda
dengan hasil kelompok lain. Konsentrasi 100 ppm terlihat menunjukkan jumlah
kematian lebih banyak dari konsentrasi 200 ppm, hal ini diduga karena kadar
tosiknya yang rendah dengan tingkat keenceran larutannya yang rendah juga
sehingga dapat memudahkan larutan senyawa mimba untuk masuk dalam tubuh
artemia sehingga membunuh artemianya secara perlahan. Hasil dari kelompok 3 D
setelah pengamatan tiap 6 jam selama 24 jam menunjukan grafik yang terlihat stabil
dengan kematian udang artemia terbanyak ada pada konstentrasi 1000 ppm dan
semakin kecil konsentrasinya maka kematian udang artemia semakin menurun.
Berdasarkan hasil dari uji BSLT terhadap daun mimba oleh ke tiga pelarut
menunjukan hasil yang berbeda-beda. Hasil dengan potensi toksisitas tertinggi
diperoleh dari pelarut etil asetat sedangkan terrendah diperoleh oleh pelarut
metanol. Berdasarkan analisis terhadap jenis pelarut, seharusnya metanol
merupakan yang paling toksik dikarenakan dapat menangkap lebih banyak
senyawa, akan tetapi jika melihat dari segi kemampuan masing-masing senyawa
dan jika berikatan atau terpengaruh oleh senyawa lain maka akan terjadi suatu
reaksi yang bisa saja menjadi sangat toksik atau justru sebaliknya. Dalam kasus ini
hasil dari metanol justru menjadi tidak toksik dan etil asetat yang paling toksik.
Perbedaan ini berhubungan dengan sifat senyawa yang saling terkoneksi sehingga
diperlukan analisis lebih lanjut senyawa mana saja yang berpengaruh terhadap
potensi antikanker.
4.2.3. Fitokimia

Pelarut digolongkan berdasarkan tingkat kepolarannya, sehingga dari


tingkat kepolarannya dapat ditujukan untuk mengikat senyawa tertentu. Pelarut
polar biasanya memiliki kemampuan untuk mengikat senyawa lebih tinggi,
sehingga hasil senyawa yang diperoleh juga lebih banyak. Pelarut dengan kepolaran
lebih rendah akan berlaku sebaliknya dan pada pelarut non polar maka hanya akan
34

mengikat senyawa yang bersifat non polar. Berdasarkan hasil uji fitokimia dapat
dilihat bahwa tidak semua senyawa dapat ditemukan di semua pelarut, hal ini dapat
diartikan masing-masing senyawa memiliki kepolaran ynag berbeda-beda, akan
tetapi ada senyawa yang berada pada semua pelarut. Contoh dari senyawa yang
dapat ditemukan di semua pelarut yaitu triterpenoid dan steroid, sedangkan
flavonoid hanya ditemukan di pelarut etil asetat dan n-heksan yang dapat
disimpulkan bahwa senyawa flavonoid yang terkandung dalam sampel memiliki
jenis kepolaran non-polar, karena etil asetat yang bersifat semi-polar dan n-heksan
yang bersifat non-polar. Berbeda dengan saponin, pada ketiga pelarut dengan
sampel yang sama tidak menunjukan adanya tanda keberadaan saponin, hal ini ada
kemungkinan saponin memang tidak terkandung di dalam sampel daun mimba atau
misalkan ada hanya berjumlah sedikit sehingga sulit untuk diidentifikasi. Hasil dari
sampel teripang dengan pelarut metanol menunjukan keberadaan saponin, sehingga
dari terikatnya saponin oleh metanol ada kemungkinan bahwa saponin memiliki
polaritas tinggi atau termasuk dalam golongan polar.
35

V. PENUTUP

5.1Kesimpulan
5.1.1. Teknik Maserasi dan Ekstraksi
1. Ekstraksi maserasi menggunakan pelarut organik dilakukan dengan
merendam sampel selama 1x24 jam menggunakan pelarut masing-masing
kelompok yang sudah ditentukan (kelompok 1 menggunakan metanol)
dengan perbandingan sampel dan pelarut sebanyak 1:4 (150 gram sampel
: 600 mL pelarut)
2. Kegiatan pemekatan sampel menggunakan Rotary Evaporator dilakukan
sampai sampel ekstrak yang sudah disaring dari hasil maserasi sedikit
berubah menjadi pasta dan terpisah dari pelarutnya
5.1.2. Uji Toksisitas dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test)
1. Uji toksisitas dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) yang
dilakukan oleh kelompok 2 menghasilkan kematian Artemia salina
sebanyak 10 ekor
2. Tingkat toksisitas ekstrak sampel setelah menghitung nilai LC50
didapatkan hasil pada kelompok 1 sampel bersifat toksik dengan nilai
LC50 sebesar 287,172
5.1.3. Uji Fitokimia
1. Golongan kelompok senyawa kimia yang terkandung dalam seluruh
ekstrak sampel Rhizophora mucronata dengan berbagai pelarut
diantaranya adalah flavonoid, saponin, triterpenoid dan steroid
2. Teknik-teknik dasar uji fitokimia yang dilakukan untuk mencari golongan
senyawa, khususnya triterpenoid yang telah dipraktikan oleh kelompok 1
dilakukan dengan cara menambahkan larutan kloroform, etanol dan
H2SO4 ke dalam ekstrak sampel Rhizophora mucronata sampai terjadi
perubahan warna. Bila warna ekstrak sampel berubah menjadi merah bata,
maka positif mengandung golongan senyawa triterpenoid
36

5.2. Saran
1. Praktikan sebaiknya yang melakukan proses evaporasi dengan didampingi
asisten agar lebih paham mengenai proses evaporasi tersebut
2. Praktikan sebaiknya selalu mematuhi aturan yang sudah ditentukan saat
asistensi praktikum
37

LAMPIRAN
38

DAFTAR PUSTAKA

Agati, G., Azzarello, E., Pollastri, S., dan Tattini, M. 2012. Flavonoid as
antioxidants in plants : Location dan functional significance. Plant Science.
196 : 67 – 76
Apu, A. S., Muhit, M. A., Tareq. S. M., Pathan, A. H., Jamaluddin, A. T. M., dan
Ahmed, M. 2010. Antimicrobial Activity and Brine Shrimp Lethality
Bioassay of the Leaves Extract of Dillenia indica Linn. Journal of Young
Pharmacists. 2(1) : 50 – 53.
Ayini, U., Harnina, S. B., dan Dewi, T. C. 2014. Efek Antibakteri Ekstrak Daun
Mimba (Azadirachta indica A.Juss) terhadap Bakteri Vibrio algynoliticus
Secara In Vitro. Jurnal of Biology & Biology Education. 6(1) : 67 – 75
Chatterjee, A., Saluja, M., Sigh N., dan Kandwal, A. 2011. To evaluate the
antigingivitis and antipalque effect of an Azadirachta indica (neem)
mouthrinse on plaque induced gingivitis : A double-blind, randomized,
controlled trial. Journal of Indian Society of Periodonlogy. 15(4) : 398 –
401.
Cho M., Lee, H. S., Kang, I. J., Won, M. H., dan You, S.G. 2011. Antioxidant
properties of extract and fractions from Enteromorpha prolidera a type of
green seaweed. Food Chemistery.127(3) : 999-1006.
Doukyu, N., dan Ogino, H. 2010. Organic solvent-tolerant enzymes. Biochemical
Engineering Journal. 48(3) : 270 – 282.
Keswani, C., Mishra, S., Sarma, B. K., Singh, S. P., dan Singh, H. B. 2013.
Unraveling of the efficient applications of secondary metabolites of various
Trichoderma spp. Applied Microbiology and Biotechnology. 98(2) : 533 –
544.
Madziga, H. A., Sanni, S., dan Sandabe, U. K. 2010. Phytochemical and Elemental
Analysis of Acalypha wilkesiana Leaf. Journal of America Science. 6(11) :
510 – 514.
39

Nielsen M., Junge, H., Kammer, A., dan Beller, M. 2012. Towards a Green Process
for Bulk-Scale Synthesis of Ethyl Acetate : Efficient Acceptorless
Dehydrogenation of Ethanol. Angewandte Chemie International Edition.
51(23) : 5711 – 5713.
Putra, A. A. B., Bogoriani, N. W., Diantariani, N.P., dan Sumadewi, N.L.U. 2014.
Ekstraksi Zat Warna Alam Dari Bonggol Tanaman Pisang (Musa
paradiasciaca L.) Dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi. Jurnal
Kimia. 8(1) : 113 – 119.
Rath, S., Sahu, M. C., Dubey, D., Debata, N. K., dan Padhy, R. N. 2011. Which
value should be used as the lethal concentration 50 (LC50) with bacteria?.
Interdisciplinary Sciences : Computational Life Sciences. 3(2) : 138 – 143.
Savithramma, N., Rao, M. L., dan Suhrulatha, D. 2011. Screening of Medicinal
Plants for Secondary Metabolites. Middle-East Journal of Scientific
Research. 8(3) : 579 – 584.
Savitri, L. P. V. A, Ariantari, N. P., dan Dwija, I. B. N. P. 2013. Potensi
Antituberkulosis Ekstrak n-Heksana Daun Kedondong Hutan (Spondias
pinnata). Jurnal Farmasi Udanaya. 2(3) : 105 - 109
Septiadi, T., Pringgenies, D., dan Radjasa, O.K. 2013. Uji Fitokimia dan Aktivitas
Antijamur Ekstrak Teripang Keling (Holoturia atra) dari Pantai Bandegan
Jepara Terhadap Jamur Candida albicans. Journal Of Marine Research.
2(2) : 76-84
Walia, H., Kumar S., dan Arora, S. 2011. Comparative antioxidant analysis of
hexane extracts of Terminalia chebula Retz. Prepared by maceration and
sequential extraction method. Journal of Medicinal Plants Research.5(13)
:2608 – 2616.
Yanuartono, H. Purnamaningsih, A. Nururrozi, dan S. Indarjulianto. 2017. Saponin
: Impact on Livestock (A Review). Jurnal Peternakan Sriwijay. 6:2
Zhao, J., Song, P., Cui, Y., Liu, X., Sun, S., Hou, S., dan Ma, F. 2014. Effect of
Hydrogen Bond on 2- aminopyridine and its derivatives complexes in
40

methanol solvent. Molecular and Biomolecular Spectroscopy. 131 : 282 –


287.

Anda mungkin juga menyukai