Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.I Latar Belakang
Pada tahun-tahun terakhir ini fitokimia telah berkembang menjadi suatu disiplin
ilmu tersendiri yang perhatiannya ialah aneka ragam senyawa organik yang
dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah,
dan fungsi biologisnya. Pada semua pekerjaan tersebut diperlukan metode
pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan
yang sifatnya berbeda-beda dan yang jumlahnya banyak itu.
Sekitar 25% dari 422.000 spesies tumbuhan diketahui sebagai tumbuhan obat
dan mengandung sumber molekul bioaktif namun tidak semua tumbuhan obat
tersebut diketahui senyawa penandanya. Setiap tumbuhan mempunyai kandungan
senyawa kimia dari hasil metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai
spesifikasi tanaman tersebut. Senyawa yang dijadikan spesifikasi tersebut
dinamakan senyawa penanda. Senyawa penanda dapat digunakan untuk
menentukan kebenaran jenis tumbuhan. Senyawa penanda yang baik adalah
senyawa yang mudah didapat, bersifat stabil dan mudah untuk dilakukan analisis.

2.1 Rumusan Masalah


1. Apa itu senyawa penanda?
2. Senyawa penanda yang terdapat pada suatu tanaman Spigelia anthelmia
3. Bagaimana cara mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa penanda?

3.I Tujuan
1) Untuk mengetahui apa itu senyawa penanda
2) Untuk mengetahui cara mengiolasi dan mengidentifikasi seenyawa penanda
3) Untuk mengetahui senyawa penanda yang terdapat pada suatu tanaman
Spigelia anthelmia
BAB II
ISI
1.II Senyawa Penanda
Senyawa penanda adalah suatu senyawa yang terdapat dalam bahan alam dan
diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi atau
standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat ditetapkan sebagai
penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia yang jelas, dapat
diukur kadarnya dengan metode analisis yang biasa digunakan, bersifat stabil,
tersedia dan dapat diisolasi (Purnomo, 2008).
Senyawa penanda dapat digolongkan menjadi empat yang didasarkan pada
bioaktifitasnya. Empat golongan ini meliputi:
a) senyawa aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas secara klinik.
b) penanda aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas farmakologi dan
khasiatnya, tetapi khasiatnya belum dibuktikan secara klinis.
c) penanda analitik adalah senyawa yang dipilih untuk determinasi secara
kuantitatif. Senyawa ini dimungkinkan atau tidak aktifitas biologisnya dan
dapat membantu identifikasi positif dari bahan tanaman atau ekstrak tanaman
atau digunakan untuk tujuan standardisasi.
d) Penanda negatif adalah senyawa yang memiliki sifat alergi atau toksik atau
mengganggu bioavailabilitasnya (Patterson, 2006).
Menurut Wahyuono dkk.(2006), idealnya senyawa penanda merupakan
senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap efek farmakologi yang
ditimbulkan oleh penggunaan herba yang bersangkutan. Namun demikian,
senyawa khas yang bukan senyawa aktif dapat pula ditetapkan sebagai penanda.
Senyawa penanda merupakan konstituen kimia dari herba yang telah ditetapkan
strukturnya yang digunakan untuk tujuan control kualitas. Senyawa penanda
digunakan manakala konstituen kimia yang bertanggung jawab terhadap efek
terapetik dari tanaman yang bersangkutan belum diketahui.
2.II Spigelia anthelmia L.
Spigelia anthelmia atau sering disebut Guinea pink root adalah tumbuhan
yang berasal dari Amerika tropis, bagian terna tumbuhan ini mengandung
Spigelin yang bersifat racun dan dipakai sebagai insektisida (Anonim, 1986). Di
Indonesia tumbuhan ini dikenal dengan nama jukut puntir (bahasa sunda),
platikan (bahasa jawa) dan bisa tumbuh hingga panjang 90cm (Lemmens dan
Bunyapraphatsara, 2003). Spigelia anthelmia mempunyai lima helai bunga
berwarna merah muda seperti mahkota, memiliki dua lekukan dan memiliki biji
berbentuk bulat yang satu bagian dengan bunga. Tumbuhan ini termasuk
tumbuhan monokotil dan dikelompokkan kedalam family Loganiaceae (Nelson
dkk., 2007). Ketika masih segar tumbuhan tersebut beracun, berbau busuk dan
bisa mempunyai efek narkotik. Tumbuhan ini mempunyai rasa yang membuat
mual dan bertahan lama di lidah (Gibson dkk., 1973). Berikut ini adalah
klasifikasi tumbuhan Spigelia anthelmia L.:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Gentianales
Suku : Loganiaceae
Marga : Spigelia
Jenis : Spigelia anthelmia L.
(Tjitrosoepomo, 1996)

Di Asia Tenggara Spigelia anthelmia tumbuh di pantai berpasir, tepi sungai,


taman, pinggir jalan dan tempat sampah, dari ketinggian hingga 600 mdpl.
Terkadang tumbuhan ini langka di tempat tertentu (Lemmens dan
Bunyapraphatsara, 2003). Beberapa fraksi dari ekstrak etanol terna S. anthelmia
telah diuji dalam tes skrining umum dengan beberapa model hewan. Telah
didapat LD50 intraperitonial terhadap mencit yaitu sebesar 222 mg/kg yang
mempunyai efek hipotensif dan efek bradikardi (Lemmens dan
Bunyapraphatsara, 2003). Wagner dkk.(1986) menulis artikel tentang senyawa
alkaloid isoquinoline dan iridoid dari isolat Spigelia anthelmia yang mempunyai
efek kardiotonik. Dalam penelitiannya, Assis dkk.(2003) berhasil meneliti
aktifitas in vitro larvacidal dan ovicidal Haemonchus contortus dari ekstrak
methanol dan etil asetat Spigelia anthelmia. Kemudian penelitian lanjutan
dilakukan oleh Ademola dkk.(2007) yang didapat hasil bahwa ekstrak tumbuhan
ini mempunyai aktifitas antihelmintik terhadap nematoda gastrointestinal
kambing.

3.II Identifikasi Senyawa


1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah metode pemisahan campuran berbagai senyawa
dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan masing-masing senyawa pada
suatu pelarut (Watson, 1999; Kealey & Haines, 2002). Proses ekstraksi yang
biasa digunakan yaitu maserasi dan perkolasi. Ekstraksi bertujuan untuk
mengambil senyawa yang terkandung didalam sampel menggunakan pelarut
yang sesuai. Berbagai macam senyawa yang ada dalam sampel dapat ditarik
tergantung dengan sifat pelarut yang dipakai. Untuk tumbuhan yang belum
diketahui kandungan kimianya biasanya menggunakan metode maserasi
ataupun perkolasi. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yaitu
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari pada
temperature kamar. Simplisia yang sudah diserbukkan ditempatkan dalam
kontainer tertutup bersama pelarut dan umumnya didiamkan selama 3 x 24
jam dengan pengadukan berkala, dimana setiap 24 jam cairan penyari disaring
atau senyawa dalam sampel terekstraksi sempurna. Metode maserasi
digunakan untuk menyari senyawa dari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari (Singh, 2014).
2. Fraksinasi
Fraksinasi adalah metode pemisahan senyawa terlarut menggunakan
pelarut yang sesuai. Fraksinasi dapat berupa ekstraksi padat-cair yaitu
menarik senyawa terlarut dari substansi padat dan ekstraksi cair-cair yaitu
menarik senyawa terlarut dari substansi berbentuk cair menggunakan pelarut
yang sesuai. Fraksinasi padat-cair umumnya menggunakan tabung reaksi,
gelas beker ataupun cawan porselen, sedangkan fraksinasi cair-cair umumnya
menggunakan corong pisah. Fraksinasi senyawa bahan alam didasarkan pada
kelarutannya terhadap pelarut dengan kepolaran yang berbeda. Pelarut non
polar akan melarutkan senyawa non polar yang menghasilkan sisa fraksinasi
yang mengandung senyawa yang lebih polar.
3. Isolasi
Isolasi senyawa kimia dari sampel dapat ditentukan berdasarkan profil
kromatogrrafi lapis tipis dari ekstrak maupun fraksi. Beberapa metode isolasi
yang sering digunakan adalah dengan metodekromatografi yaitu kromatografi
lapis tipis preparatif (KLTP), kromatografi cair vakum (KCV). Isolasi
senyawa kimia dari sampel umumnya dapat dilihat melalui profil hasil
kromatografi lapis tipis(kromatogram sebelumnya). Dari kromatogram dapat
ditentukan senyawa target yang akan diisolasi.
4. Kromatografi
Kromatografi digunakan untuk memisahkan senyawa berdasarkan
polaritasnya. Sifat utama yang terlibat dalam pemisahan kromatografi ialah
kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan),
kecenderungan molekul untuk terikat pada permukaan fase diam (adsorpsi),
dan kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(Gritter dkk., 1991). Komponen dalam campuran senyawa akan terbawa oleh
pelarut pada fase gerak yang memiliki tingkat polaritas yang sama (Gibbons
dan Gray, 1998).
a) Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pada KLT, fase diam berupa lapisan
tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dipaliskan diatas
permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat
pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat diatas
permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau
amilum (Gritter dkk., 1991). Sampel yang digunakan berbentuk cairan,
yang biasanya ditotolkan menggunakan pipa kaca kapiler tetapi dapat pula
menggunakan alat otomatis. Totolan berupa bercak (garis tengah 15 mm)
pada lapisan dekat salah satu ujung (kira-kira 2 cm dari ujung). Pelarut
dibiarkan menguap atau dihilangkan dengan bantuan aliran udara kering
atau nitrogen. Lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi
fase gerak atau pengembang yang dalamnya sekitar 1 cm (Gritter dkk.,
1991).KLT digunakan untuk pemisahan senyawa yang amat berbeda
seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks
anorganik- organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam
beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal (Gritter
dkk., 1991). Kelebihan KLT ialah :
1) pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan
penotolan cuplikan berganda (saling membandingkan langsung
cuplikan praktis), dan tersedianya berbagai metode (seperti KCP,
KCC, dan kromatografi eksklusi) (Gritter dkk., 1991). Data diberikan
dalam bentuk harga Rf
2) senyawa dalam system pelarut tertentu. Angka ini diperoleh dengan
membagi jarak yang ditempuh oleh bercak sampel dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut. Harga dari 0 sampai 1 (Gritter dkk., 1991).
3) Harga Rf beragam mulai KLT dapat dipakai dengan dua tujuan.
Pertama , dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kuantitatif,
kualitatif, atau preparatif. Kedua, untuk menentukan fase gerak dan
fase diam yang sesuai yang akan dipakai dalam kromatografi kolom
(Gritter dkk., 1991).
4) KLT juga digunakan untuk menentukan kemurnian isolat yang
didapat. Yaitu dengan cara mengelusi isolat pada tiga sistem fase
gerak yang berbeda polaritasnya. Apabila terdapat satu bercak pada
KLT maka dapat dikategorikan murni secara KLT (Baxter dkk.,1998).

4.II Identifikasi Struktur


Identifikasi struktur isolat dilakukan dengan beberapa alat instrumentasi. Alat
yang dapat digunakan untuk menganalisis struktur senyawa yaitu
spektrofotometri UV, spektroskopi massa, spektroskopi IR dan spektrometri
NMR.
a. Spektrofotometri UV.
Spektrofotometri ultraviolet (UV) adalah pengukuran absorpsi radiasi
elektromagnetik suatu senyawa di daerah 200-400 nm. Spektrofotometer yang
sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum tersebut terdiri dari suatu sistem
optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik dengan alat
yang sesuai untuk menetapkan serapan (Anonim, 1995).

Gugusan atom yang mengabsorpsi sinar ultraviolet adalah gugus


kromofor yang mempunyai ikatan kovalen tak jenuh atau terkonjugasi. Kata
kromofor digunakan untuk mendeskripsikan suatu sistem yang mengandung
elektron yang bertanggung jawab dalam absorbsi. Senyawa yang tidak
terkonjugasi untuk bisa mengabsorbsi harus diberikan energy yang tinggi
yang menggunakan panjang gelombang yang pendek, sedangkan energy yang
diabsorsi sangat sedikit (Williams dkk., 1980).

Dalam sistem kromofor atau sistem terkonjugasi terdapat auksokrom.


Auksokrom adalah suatu substituent dalam kromofor yang mempengaruhi
efek bathokromik. Efek bathokromik yaitu perpindahan absorbsi maksimum
menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (Williams dkk., 1980).
Absorbsi molekuler dalam spektra ultraviolet (UV) dan daerah visible
tergantung pada struktur elektronik dari suatu molekul (Silverstein dkk.,
2005).

Sumber radiasi dalam absorbsi spektrofotometri mempunyai dua


syarat utama. Pertama, harus memberikan cukup energi radiasi yang melebihi
wilayah panjang gelombang yangakan diabsorbsi. Kedua, dapat
mempertahankan intensitas konstan selama selang waktu saat pengukuran
dilakukan ( Willard dkk., 1986).

Spektra UV-Vis merupakan korelassi antara absorbansi dan panjang


gelombang yang berupa pita spektrum. Proses terbentuknya pita spektrum
disebabkan karena terjadi eksitasi elektronik yang lebih dari satu macam pada
gugus molekul yang sangat kompleks. Jika suatu molekul yang sederhana
dipancarkan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap
radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Terjadinya interaksi antar
molekul dengan radiasi elektromagnetik akan meningkatkan energi potensial
elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul ini hanya
terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat dalam
molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis
spektrum (Gandjar dan Rohman, 2007).

Intensitas serapan biasanya dinyatakan dalam absorbtivitas molar pada


panjang gelombang maksimum. Semakin besar nilai absorbtivitas molar maka
semakin besar intensitasnya. Informasi yang sangat bermanfaat dari
spektroskopi UV-Vis untuk keperluan penentuan struktur adalah panjang
gelombang maksimum dan e. Data ini dapat digunakan untuk memprediksi
kemungkinan adanya kromofor yang diperoleh pada saat perekaman spektrum
UV-Vis (Gandjar,1989).
b.) SpektroskopiInfrared (IR).

Spektroskopi IR merupakan suatu metode analisis untuk mengamati


interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik. Bilangan gelombang IR
dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah serapan dekat pada bilangan
gelombang 20.000-4.000 cmsedang pada bilangan gelombang 4.000-400 cm,
daerah serapan , dan serapan jauh 400-10 cmUtnuk identifikasi struktur kimia,
IR dapat digunakan untuk mengetahui gugus fungsi pada suatu senyawa
organik berdasarkan ikatan dari tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi
yang spesifik, data yang diperoleh berupa panjang gelombang (µm) atau
bilangan gelombang (cm-1). Sama dengan tipe absorbsi energy lainnya,
molekul akan berada pada tingkat energy yang lebih tinggi ketika mereka
mengabsorbsi radiasi inframerah. Pada inframerah, suatu molekul hanya
mengabsorbsi pada frekuensi tertentu dari radiasi inframerah. Absorbsi dari
radisasi inframerah menghasilkan perubahan energy hingga 40kJ/mol
(Harborne,1987; Giwangkara, 2007; Pavia dkk., 2008).

Ada dua tipe getaran molekuler yaitu getaran ulur dan getaran tekuk.

Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama disepanjang sumbu ikatan


sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat
terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah
atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa
gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan (Silverstein dkk., 2005).

c.) Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Spektroskopi

NMR merupakan instrumen penting dalam penentuan struktur


senyawa organik yaitu berkaitan tentang sifat-sifat magnetic suatu inti
tertentu. NMR 1 dimensi terdiri dari 11H-NMR dan13C-NMR. H-NMR
memberikan informasi mengenai jumlah, jenis dan lingkungan hidrogen yang
berbeda dalam satu molekul, dan banyaknya atom hidrogen pada atom karbon
tetangga. Struktur kimia dari senyawa organik yang dianalisis dapat
ditentukan berdasarkan karakteristik spektrum, yaitu dengan pergeseran
kimiawi (chemical shift) yang dapat mengetahui jenis lingkungan kimia dari
suatu proton, dengan integrasi dapat diketahui jumlah relatif proton yang ada,
dengan spin coupling untuk mengetahui hubungan posisi antara proton-proton
yang saling berinteraksi. Tetapan kopling dilambangkan dengan J yang
tergantung pada jumlah serta jenis ikatan yang ada dalam lingkungan proton
tersebut (Silverstein dkk., 2005).

Spektrum13C-NMR memberikan informasi mengenai lingkungan


daninteraksi antar karbon dalam suatu senyawa organik. Selain itu dapat
memberikan informasi mengenai jumlah proton yang diikat oleh suatu atom
karbon. Lingkungan suatu atom karbon dapat diketahui berdasarkan
pergeseran kimiawinya seperti halnya dengan 1H-NMR. Dengan
menggabungkan hasil interpretasi dari data spektrum kedua jenis NMR
tersebut, dapat ditentukan posisi suatu gugus metil (CH(Silverstein dkk.,
2005).

Spektroskopi Massa. Spektroskopi massa (MS) merupakan suatu


teknik analisis yang menghasilkan data berat molekul (BM) dari suatu
senyawa organik. Dalam pengertian yang simple, spektrometri massa dibuat
untuk tiga macam fungsi : untuk menguapkan komponen yang mempunyai
volatilitas yang berbeda, untuk menghasilkan ion dari hasil molekul fase gas,
dan untuk mendeteksi ion berdasarkan massa-to-charge rasionya (m/z) yang
kemudian dicatat oleh detektor (Williams dkk., 1980).
Langkah pertama dalam analisis menggunakan spektrometri massa
dari komponen organic adalah membuat ion fase gas dari komponen tersebut,
sebagai contoh : M + e- M + + 2 e- (De Hoffmann dkk., 1996)

Hasil fragmentasi diatas akan menghasilkan ion-ion molekuler, ion-ion


pecahan dan ion-ion radikal. Selanjutnya hasil fragmentasi ini melalui jalur
pembelokan yang memiliki medan magnet. Medan magnet ini berperan dalam
pemisahan ketiga macam hasil fragmentasi tadi yang kemudian dilanjutkan ke
detektor (Montaudo dan Lattimer, 2001).

Ada beberapa cara ionisasi untuk menjadikan suatu molekul ion agar
dapat dideteksi oleh spectrometer massa, salah satunya adalah metode
Electrospray Ionization (ESI). ESI adalah salah satu metode untuk
mendapatkan berat molekul yang digunakan dalam LC-MS, jika pada metode
biasanya menggunakan fragmentasi (pemecahan molekul), maka pada metode
ESI menggunakan spray (penyemprotan). Akibatnya tidak akan ditemukan
fragmen-fragmen dari molekul tersebut. Sampel dalam bentuk larutan
(biasanya bersifat polar, pelarut mudah menguap) dimasukkan ke dalam
sumber ion menggunakan pipa kapiler stainless steel, analit dan solven
kemudian disemprotkan melalui taylor cone yang akan terbentuk droplet –
droplet yang akan mengalami tahap evaporasi solven. Apabila terjadi
evaporasi secara terus menerus maka solven yang meliputi analyte terkepung
dalam muatan positif yang berlebih atau disebut “reyleigh”, maka akan terjadi
pemecahan droplet tadi. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada
droplet-droplet tersebut : K+, NH

a) Analit akan tertambahi satu muatan positif


b) Analit akan tertambahi beberapa muatan positif
c) Analit akan tertambahi satu muatan positif dan satu molekul solven
d) Analit akan tertambahi satu muatan positif dan beberapa molekul solven
e) Analit akan tertambahi beberapa muatan positif dan beberapa molekul
solven.
(De Hoffmann dkk., 2007)

Anda mungkin juga menyukai