Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Tanaman Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.)


Sambung nyawa merupakan tanaman obat yang telah dikenal oleh

masyarakat luas. Nama tanaman ini sering disalah artikan dengan tanaman lain
yang masih satu famili, yaitu daun dewa (Winarto, 2003).
Sambung nyawa merupakan tanaman dengan tinggi sekitar 20-60 cm.
Berbatang lunak dengan penampang bulat dan berwarna ungu kehijauan. Berdaun
tunggal, berbentuk bulat telur, berwarna hijau, tepi daun rata atau agak
bergelombang, serta panjangnya bisa mencapai 15 cm dan lebar 7 cm. Daun
bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung

dan pangkal meruncing, serta

pertulangan menyirip. Sambung nyawa berakar serabut dan tidak berbunga


(Suharmiati dan Herti, 2003).Tanaman sambung nyawa dapat dilihat pada
Gambar II.1

Gambar II.1 Tanaman Sambung Nyawa (Suharmiati dan Herti, 2003)

Tanaman sambung nyawa memiliki banyak manfaat sebagai obat


tradisional. Hal ini disebabkan tanaman sambung nyawa mengandung banyak
senyawa kimia (metabolit skunder).Beberapa khasiat yang dimiliki tanaman
sambung nyawa yaitu untuk penyakit ginjal, migrain, sembelit, hipertensi,
diabetes mellitus dan kanker (Perry, 1980).

II.1.1. Taksonomi Sambung Nyawa


Dilihat dari Taksonomi tanaman sambung nyawa dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Suharmiati dan Herti, 2003) :
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tanaman)

Divisi

: Spermatophyta (tanaman berbiji)

Sub Divisi

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas

: Dicotyledoneae (berkeping dua)

Ordo

: Gynurales

Famili

: Asteraceae(Compositae)

Genus

: Gynura

Spesies

: Gynura procumbens (Lour.) Merr.

II.1.2. Kandungan Kimia


Kandungan kimia tanaman sambung nyawa sejauh ini yang telah
dilaporkan yaitu jenis minyak atsiri, steroid / triterpen, flavonoid, dan alkaloid
(Iskander, 2002). Bagian tanaman yang banyak digunakan adalah daunnya.
Ekstrak etanol daun sambung nyawa mengandung senyawa alkaloid, minyat atsiri

(Kaewseejan, N., et al, 2012) flavonoid glikosida, saponin, tanin dan terpenoid
(Akowuah, et al, 2002 dan Rinayanti, A., et al, 2013).
Kemotaksonomi merupakan kegiatan mengklasifikasikan, mencirikan
serta memberi nama organisme berdasarkan kandungan kimia yang dimiliki
dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar organisme
berdasarkan senyawa kimianya. Menurut ilmu kemotaksonomi, hubungan
kekerabatan yang dekat antara tanaman sambung nyawa dengan tanaman daun
dewa (Gynura pseudochina (Lour.) Dc.) yang berfamili Asteraceae dari genus
Gynura memungkinkan memiliki kandungan kimia dan aktivitas yang sama. Pada
penelitian yang dilakukan Windono dkk (2012) telah dilaporkan adanya alkaloid
dalam ekstrak methanol daun dewa. Alkaloid yang ditemukan adalah alkaloid
golongan pyrrolizidine yaitu senesionin dan senkirikin.
Menurut penelitian Enhard dkk (1996) mendapatkan senyawa alkaloid dari
daun Gynura divaricata golongan pirolizidin. Beberapa senyawa yang ditemukan
yaitu intergerrimin dan usaramin yang dianalisis menggunakan IR dan NMR.
Menurut penelitian Windono dkk (2012) senyawa alkaloid yang didapat dari daun
Gynura pseudochina merupakan golongan pirolizidin. Senyawa yang ditemukan
yaitu senesionin dan senkirkin yang dianalisis menggunakan IR dan NMR. Pada
penellitian Helmut (1982) didapatkan alkaloid jenis pirolizidin pada daun Gynura
scandens. Senyawa yang ditemukan yaitu gynuramin dan acetylgynuramin yang
telah dianalisis menggunakan IR dan NMR. Menurut Lawrence dan Gunasekaran
(2014) senyawa jenis pirolizidin mempunyai panjang gelombang 221 nm, 246 nm
dan 262 nm.

II.2.

Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi

awal golongan senyawa sehingga memudahkan proses isolasi. Selain itu juga
bertujuan untuk mengetahui apakah suatu jenis tanaman tersebut potensial untuk
dimanfaatkan. Penapisan fitokimia meliputi uji alkaloid, uji flavonoid, uji
saponin, uji tanin, uji kuinon, uji triterpenoid dan steroid (Harborne, 1987).
II.3.

Alkaloid
Alkaloid merupakan kelompok terbesar dari metabolit sekunder yang

memiliki atom nitrogen. Sebagian besar atom nitrogen merupakan bagian dari
cincin

heterosiklik. Alkaloid pada umumnya bersifat basa. Sebagian besar

alkaloid mempunyai aktivitas biologis tertentu. Beberapa alkaloid dilaporkan


memiliki sifat beracun, tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan
(Lenny, 2006). Definisi lain tentang alkaloid yaitu senyawa heterosiklik yang
mengandung satu atau dua atom nitrogen yang bersifat basa (Wink, 2008).
Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber pada tanam-tanaman, namun
demikian alkaloid juga dapat ditemui pada bakteri. Alkaloid dapat ditemui pada
berbagai bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan biji (Wink, 2008).
Kebanyakan alkaloid diisolasi berupa padatan kristal dan larut dalam pelarut
organik namun ada beberapa yang larut dalam air seperti garam alkaloid dan
alkaloid quartener (Sastrohamidjojo, 1996).
Berikut adalah senyawa alkaloid yang telah teridentifikasi pada genus
Gynura, yang dapat dilihat pada Gambar II.2.

Senkirkine

Senecyphiline

Integremmine

Senecionine

Usaramine

Acetylgynuramine

Gambar II.2 Struktur senyawa alkaloid yang ditemukan pada genus Gynura
(Windono dkk, 2012, Enhard dkk, 1996 dan Helmut dkk, 1982)

II.4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik.Dalam proses ekstraksi, hal utama yang harus
diperhatikan adalah pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam proses
ekstraksi. Prinsip yang mendasari pemilihan pelarut pada proses ekstraksi adalah
kaidah like dissolve like, yang artinya kepolaran suatu senyawa harus sama
dengan kepolaran pelarutnya. Umumnya ekstraksi dilakukan untuk pemisahan
dalam laboratorium, misalnya pemisahan senyawa-senyawa organik (fase
organik) dari larutan berair (fase air) dengan menggunakan pelarut yang tidak
dapat bercampur (Harvey, 2000).
Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan
pelarut non-polar (heksana atau Benzenaa) lalu dengan pelarut yang semi polar
(etil asetat atau dietil eter), kemudian dengan pelarut polar (metanol atau etanol).
Dengan demikian akan diperoleh ekstrak kasar yang mengandung berturut-turut
senyawa non-polar, semi polar dan senyawa polar (Hostetmann dkk., 1997).
Ekstraksi dengan pelarut non-polar biasanya diperlukan untuk penghilangan
lemak sebelum diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Dengan demikian, ekstrak
yang diperoleh bersifat bebas lemak (Harborne, 1987).
Salah satu jenis ekstraksi yang sering digunakan adalah maserasi.
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk bahan dalam cairan pencari atau disebut sebagai pelarut
pada jangka waktu tertentu, sehingga interaksi antara senyawa yang ingin

diekstrak dan pelarutnya dapat berlangsung maksimal. Pelarut tersebut akan


menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif. Keuntungan cara pencarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana, dapat dilakukan pada suhu kamar, mudah
dilakukan, senyawa yang tidak tahan panas tidak akan rusak, dan hasilnya cukup
baik (Cahyono, 1991).
Metode maserasi biasanya digunakan untuk mengekstrak jaringan tanaman
yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak
tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Kekurangan
dari metode ini adalah diperlukan waktu yang relatif lama dan membutuhkan
banyak pelarut (Harborne, 1998).
II.5. Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua
fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Metode
pemisahan dengan teknik kromatografi yang biasa digunakan adalah kromatografi
lapis tipis dan kromatografi kolom (Day dan Underwood, 2001).
II.5.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah metode analisis yang didasarkan pada perbedaan distribusi
senyawa pada fase gerak dan fase diam. KLT merupakan suatu bentuk dari
kromatografi cairpadat dengan menggunakan lapis tipis adsorben (plat) sebagai
fase diam (Harbone, 1987). Analisis KLT memiliki kelebihan yaitu waktu yang

10

dibutuhkan relatif cepat dan memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap
maupun cuplikan (Gritter dkk,1991).
Pemilihan eluen pada KLT didasarkan pada senyawa yang akan
dipisahkan dan sesuai dengan sifat kepolarannya (Harbone, 1987). Fase diam
yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 m. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja
KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Fase gerak dapat berupa larutan tunggal
maupun campuran tergantung pada kepolaran sampel yang dianalisis serta fase
diam yang digunakan. Salah satu parameter KLT yaitu harga Rf (Retardation
factor) yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh zat terlarut dengan jarak
yang ditempuh fase gerak (Sastrohamidjojo, 2002).
Rf =

Faktor yang mempengaruhi bercak dan harga Rf dari KLT antara lain
struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari fase diam, tebal dan
kerataan dari fase diam, derajat kemurnian dari fase gerak, serta derajat kejenuhan
dalam bejana pengembangan yang digunakan (Sastrohamidjojo, 2002).
II.5.2 KLT Preparatif
KLT preparatif merupakan salah satu metode

pemisahan dengan

menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penjerap yang

sering dipakai

adalah 0,5 - 2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan


ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang

11

dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum digunakan
adalah silika gel (Hostettmann dkk, 1997).
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit
pelarut. Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena
pemisahan tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet
tetapi lebih baik dengan penotol otomatis. Pelarut yang baik untuk melarutkan
cuplikan adalah pelarut yang atsiri. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan
dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap
jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan
berdiri di sekeliling permukaan bagian dalam bejana (Hostettmann dkk, 1997).
Kebanyakan Penjerap KLT preparatif mengandung indikator fluorosensi
yang membantu mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap
sinar ultraviolet (Hostettmann dkk, 1997). Setelah pita ditampakkan dengan sinar
UV maka senyawa dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk memisahkan
campuran beberapa senyawa sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter, dkk,
1991).
II.6. Uji Antibakteri
Aktivitas antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu aktivitas bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri) dan aktivitas bakterisidal (dapat membunuh
bakteri dalam kisaran luas) (Kee dan Evelyne,1996). Uji aktivitas antibakteri
dapat dilakukan dengan metode difusi cakram. Metode difusi cakram dilakukan
dengan

mengukur

diameter

zona

bening

menunjukkan

adanya

respon

12

penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak


(Brooks dkk, 2005)
Terdapat empat mekanisme kerja antibakterial yang menghambat
pertumbuhan atau penghancuran mikroorganisme, yaitu penghambatan sintesis
dinding sel bakteri, pengubahan permeabilitas kapiler, penghambatan sintesis
protein dan mengganggu metabolisme sel (Kee dan Evelyne,1996).
II.7.

Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer serapan ultraviolet dan serapan tampak dapat digunakan

untuk mengidentifikasi struktur dari suatu molekul. Serapan cahaya oleh molekul
dalam daerah spektrum ultraviolet dan tampak tergantung pada struktur elektronik
dari molekul (Markham, 1988).
Spektrofotometer UV-Vis umumnya digunakan untuk mendeteksi adanya
ikatan rangkap terkonjugasi, molekul tanpa ikatan rangkap atau dengan satu
ikatan rangkap tidak menyerap pada panjang gelombang sinar UV-VIS (200
sampai 800). Semakin banyak ikatan rangkap terkonjugasi, maka semakin besar
panjang gelombang maksimumnya (Day dan Underwood, 2001).

II.8.

Spektrofotometer FTIR
Spektrum FTIR suatu senyawa memberikan gambaran mengenai berbagai

gugus fungsional dalam molekul organik berdasarkan bilangan gelombang,


misalnya O-H, C-H dan N-H menyerap di daerah 3.800 - 2700 cm-1, C=O, C=C,
C=N dan N=O menyerap pada daerah 1.900 - 1.500 cm-1 dan C-C, C-O dan C-N
menyerap pada daerah 1300-800 cm-1. Daerah antara 4000 - 1.300 cm-1

13

merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus fungsional.


Daerah ini menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran. Daerah
antara 1.300-900 cm-1adalah daerah sidik jari, sering kali sangat rumit karena
menunjukkan absorbsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran dan tekukan. Daerah
sidik jari merupakan daerah frekuensi spesifik untuk pengenalan suatu senyawa.
Karena pada daerah ini, perbedaan yang sedikit saja dalam struktur suatu molekul
dalam senyawa akan memberikan perubahan yang jelas pada distribusi puncak
serapannya (Sudjadi, 1996).
II.9.

LC-MS (Liquid Chromatograph-Mass Spectrometry)


Liquid Chromatograph-Mass Spectrometry merupakan metode pemisahan

senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa, yaitu LC


(Liquid Chromatograph) dan MS (Mass Spectrometry). Liquid Chromatograph
digunakan untuk memisahkan komponen berdasarkan perbedaan sifat dari fase
gerak dan fasa diam dan dihubungkan dengan detektor berupa MS (Mass
Spectrometry). Penggunaan LC-MS untuk penelitian bio-analisis dimulai pada
akhir tahun 1980an (Bowers, L.D., 1989).
Keuntungan menggunakan LC-MS adalah mudah, cepat, dan digunakan
untuk menganalisis senyawa-senyawa dengan titik lebur yang tinggi dan berat
molekul yang besar. Pelarut yang biasa digunakan adalah air, asetonitril, metanol,
asam asetat, atau asam format dengan konsentrasi 0,1-1%, sedangkan buffer yang
biasa digunakan adalah garam volatile yaitu ammonium asetat dengan konsentrasi
kurang dari 0,1% (Lebrutto dan Kazakevich, 2007).

14

Spektroskopi massa memberikan informasi berdasarkan perbandingan massa per


muatannya (m/z). Sampel senyawa kimia yang dianalisis dalam jumlah relatif
sangat kecil, yakni mikrogram (g) dan biasanya mencapai 5 g. (Lebrutto dan
Kazakevich,2007). Berbeda dengan MS tradisional, puncak massa tertinggi dalam
spektrum ESI tidak selalu ion H+. Ion pseudo molekuler atau ion kompleks non
kovalen juga diamati. Ion pseudo molekuler terbentuk karena analit yang
berinteraksi dan bercampur dari larutan yang diawetkan sebagai hasil dari ionisasi
proses ESI. Ion ini juga terbentuk karena analit yang bertabrakan dengan fase gas
di ruang semprot (Chen dkk, 2007). Pengikatan Na+, NH4+ dan ion lainnya pada
suatu analit dalam analisis ESI-MS dapat dilihat pada tabel II.2.
Tabel II.2 : Ion pseudo molekuler secara umum (Chen dkk, 2007)
Ion Pseudo Molekuler
Massa (m/z)
[M + Na]+
[M + K]+
[M + Li]+
[M + Na + K - H]+
[M + H + NH3]+
[M + H + ACN]+
[M + H + MeOH]+
[M + Na + ACN]+
[M + K + ACN]+
[M + H + CH3CH2NH2]+
[M + Cl][M + CH3COO][M + CF3COO]-

M + 23
M + 39
M+7
M + 61
M + 18
M + 42
M + 33
M + 64
M + 80
M + 46
M + 35
M + 59
M + 113

Anda mungkin juga menyukai