TINJAUAN PUSTAKA
pohon inang untuk mendukung cendana dalam memasok beberapa jenis unsur
sedikit yang mengarah vertikal. Letak perakaran cendana pada umumnya dangkal,
meski berada pada daerah gembur maupun batu-batu. Akar cendana mampu
sampai 35 meter. Kulit batang tanaman cendana berwarna putih keabu-abuan dan
setelah dewasa kulitnya akan berubah warna menjadi cokelat. Pada akar, batang
dan dahan cendana dewasa berumur sekitar 30 sampai 40 tahun sudah memiliki
Bunga cendana tumbuh pada ujung ranting dan pada ketiak daun. Bunga
cendana merupakan bunga majemuk yang berbentuk malai dan memiliki panjang
tangkai malai yaitu sekitar 4 sampai 6 cm. Saat muda bunga cendana berwarna
6
7
Kingdom : Plantae
Divisi : spermatophyte
Kelas : Dicotykedonae
Ordo : Santales
Famili : Santalaceae
Genus : Santalum
Gambar 2.1
Tanaman Cendana (Rahayu et al., 2002)
8
ini mampu tumbuh dengan optimal didaerah yang memiliki tanah yang panas dan
kering terutama pada tanah yang banyak mengandung kapur pada ketinggian
sampai 1.200 m dengan curah hujan yang sangat rendah antara 600-1.600
mm/tahun. Cendana yang tumbuh pada daerah yang memiliki curah hujan yang
tinggi tidak akan memperoleh kayu yang kualitasnya bagus meskipun secara
bagus apabila memiliki aroma yang sangat wangi dan akan menghasilkan minyak
minyak cendana berupa minyak atsiri. Minyak cendana juga kerap digunakan
buang air kecil, terapi untuk penderita hipertensi, menghilangkan bau badan yang
tidak sedap. Selain minyak dari kayu cendana, daun cendana juga memiliki
manfaat bagi kesehatan yaitu digunakan sebagai obat demam dan obat asma
2.2 Flavonoid
cincin benzene (diberi tanda A dan B) dan dihubungkan oleh tiga atom karbon
yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (di beri tanda C) seperti
Gambar 2.2
Struktur dasar senyawa flavonoid (Sudjadi, 1983)
oksigen dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola-pola tertentu dan sistem
penomoran untuk turunan flavonoid dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Sudjadi,
1983).
Gambar 2.3
Sistem penomoran turunan flavonoid (Sudjadi, 1983)
dan katekin yang struktur dasarnya tampak pada Gambar 2.4 (Harbone and
Marby, 1992).
Gambar 2.4
Struktur dasar beberapa golongan flavonoid (Harbone and Marby, 1992)
Senyawa flavonoid pada tanaman berada dalam bentuk aglikon dan
glikosida ini lebih mudah larut dalam air atau campuran pelarut polar seperti
11
metanol, etanol, dengan air. Sebaliknya aglikon flavonoid yang bersifat kurang
polar lebih mudah larut dalam pelarut eter dan kloroform. Senyawa flavonoid
merupakan kandungan khas tanaman hijau yang terdapat pada semua bagian
tanaman termasuk akar, kulit batang, daun, bunga, buah, dan biji. Penyebaran
tanaman yang merupakan pedoman untuk mengetahui flavonoid apa saja yang
Tabel 2.1
bioaktivitas beberapa senyawa golongan flavonoid
Flavonoid Bioaktivitas
Pinostrobin Antikanker dan Antioksidan
Pinocembrin Antikanker dan Antioksidan
6,8 Diisoprenilaromadendrin Antikanker dan Antioksidan
marcareruvatin A Antikanker dan Antioksidan
marcareruvatin B Antikanker dan Antioksidan
(Sukardiman et al., 2006; Tanjung dan Tjahjandari, 2014; Parwata et al., 2016)
2.3.1 Ekstraksi
analisis fitokimia sangatlah penting sebab sejak tahap awal hingga akhir
ekstraksi yang digunakan tergantung pada jenis, sifat fisik, dan sifat kimia
tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstraksi, mulai dari pelarut yang
bersifat non polar hingga polar. Pelarut yang digunakan dimulai dengan
dengan etanol, metanol, dan air. Dalam melakukan ekstraksi terhadap simplisia
Keterbatasan yang dimaksud yaitu kerja enzim yang terdapat dalam simplisia
segar akan dihambat pada proses ekstraksi. Pengeringan dilakukan setelah kerja
larut di dalam pelarut non-polar dan senyawa-senyawa polar akan larut kedalam
digunakan pelarut polar seperti etanol, metanol, dan air untuk menarik senyawa-
senyawa polar. Teknik yang paling umum untuk metode pastisi yaitu
menggunakan corong pisah dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling
dari suatu campuran yang mana pemisahan terjadi karena adanya perbedaan
afinitas masing-masing komponen terhadap fase diam dan fase gerak. Jenis
interaksi yang terjadi pada pemisahan dengan kromatografi lapis tipis adalah
Fase diam yang digunakan pada KLT adalah adsorben yang dilapiskan
dengan plat kaca, atau aluminium. Adsorben yang umumnya digunakan antara
lain silika gel, alumina, kalium hidroksida, selulosa dan poliamida (Sudjadi,
1992). Fase gerak dalam kromatografi lapis tipis adalah pelarut-pelarut organik
baik berupa pelarut tunggal maupun campuran pelarut. Pemilihan fase gerak
dipengaruhi oleh jenis dan polaritas zat yang dipisahkan. Kombinasi pelarut
didapatkannya sistem pelarut yang cocok. Substansi yang terlarut dalam fase
14
gerak bila melewati fase diam akan teradsorpsi dengan afinitas yang berbeda
Deteksi senyawa pada plat KLT umumnya dilakukan dengan lampu UV,
uap iodium, dan penyemprotan dengan pereaksi penampak noda yang sesuai.
dengan cara mereaksikannya dengan pereaksi warna, atau dengan mengukur nilai
Tabel 2.2
Penafsiran warna bercak senyawa flavonoid dengan sinar ultraviolet
Lanjutan Tabel 2.2 Penafsiran warna bercak senyawa flavonoid dengan sinar ultraviolet
Biru Muda 5-OH kalkon
Merah atau Jingga Kalkon yang mengandung 2- atau 4-OH
bebas
Flourosensi biru Flourosensi hijau- a. Flavon dan flavonon yang tak
muda kuning, atau hijau- mengandung –OH
bitu b. Flavonol tanpa 5-OH bebas tetapi
tersulih pada 3-OH
Perubahan sedikit Isoflavon yang tak mengandung 5-OH
atau tanpa bebas
perubahan warna
Flourosensi biru Isoflavon yang tak mengandung 5-OH
muda bebas
Tak tampak Flourosensi biru Isoflavon tanpa 5-OH bebas
muda
Kuning Redup Perubahan sedikit Flavonol yang mengandung 3-OH bebas
dan kuning atau atau tanpa dan mempunyai 5-OH bebas,
flourosensi perubahan warna dihidroflavonol
jingga
Flourosensi Jingga atau merah Auron yang mengandung 4’-OH bebas
kuning dan 2- atau 4-OH kalkon
Hijau- Perubahan sedikit a. Auron yang tak mengandung 4’-OH
kuning,atau hijau atau tanpa bebas dan flavanon tanpa 5-OH bebas
perubahan warna b. Flavonol yang mengandung 3-OH
bebas dan disertai atau tanpa 5-OH
bebas
Merah jingga Biru Antosianin 3-glikosida
redup
Merah jambu Biru Antosianin 3,5-glikosida
atau flourosensi
kuning
(Markham, 1988)
kromatografi elusi karena senyawa yang terpisah akan terelusi dari kolom.
Kromatografi ini memerlukan penyerap (fase diam) dalam jumlah relatif besar.
Tujuan dari kromatografi ini yaitu untuk memisahkan komponen senyawa yang
organik karena adanya perbedaan serapan masing-masing komponen zat pada fase
diam. Sebagai fase diam biasanya digunakan silika atau alumina. Pada proses
pemisahan ini, kolom diletakkan pada posisi vertikal dan dimasukkan glasswool
gerak terbaik yang diperoleh dari hasil KLT. Fase gerak dicampur dengan silika
gel, diaduk sampai homogen dan menyerupai bubur. Bubur silika gel ini
Zat yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom dengan pipet tetes
melalui bagian atas kolom, kemudian dialiri fase gerak yang akan membawa
Komponen yang diserap lemah oleh fase diam akan keluar lebih cepat bersama
fase gerak, begitu pula sebaliknya komponen yang diserap kuat oleh fase diam
akan keluar lebih lambat. Idealnya zat yang terpisah membentuk pita-pita yang
kecil, komponen dianalisis dengan KLT. Komponen yang memiliki pola noda
dengan Rf yang sama dapat digabungkan dalam satu fraksi (Sudjadi, 1992).
dengan cara fisika-kimia. Pengujian fisika meliputi pengujian titik didih pada
cairan dan pengukuran titik leleh pada padatan. Cara kimia dapat dilakukan
17
Fitokimia adalah salah satu disiplin ilmu kimia yang mempelajari tentang
Untuk mengetahui golongan senyawa dari komponen aktif yang diperoleh maka
Perubahan warna yang terjadi diamati dengan seksama karena sifatnya spesifik
Pereaksi willstatter dibuat dengan mereaksikan HCl pekat dengan logam Mg,
dipanaskan. Reaksi positif terjadi perubahan warna seperti terlihat pada Tabel 2.3
(Harbone, 1987).
18
Tabel 2.3
Perubahan warna larutan sampel dalam tes willstatter dan NaOH 10%
dengan panjang gelombang (ƛ) 190-380 nm dan sinar tampak pada panjang
dengan cincin aromatik sehingga dapat menyerap sinar pada panjang gelombang
tertentu pada daerah ultraviolet, tampak maupun inframerah. Oleh karena itu,
Senyawa flavonoid umumnya memberikan dua pita serapan pada daerah violet
dan tampak. Serapan ini dihasilkan karena senyawa flavonoid dapat mengalami
serapan pita II yang ditunjukan pada Gambar 2.6. Adapun spektrum ultraviolet
dari beberapa golongan senyawa flavonoid dipaparkan pada Tabel 2.4 (Mulja,
1995).
20
Gambar 2.5
Resonansi senyawa flavonoid (Harbone and Marby, 1992)
Gambar 2.6
Sistem aromatik terkonjugasi dari flavonoid (Markham, 1988)
terkonjugasi seperti tampak pada Gambar 2.6 dan dapat menunjukkan pita serapan
kuat pada daerah serapan Spektra UV-Vis. Gambar 2.7 dan Tabel 2.4 memberikan
Gambar 2.7
Spektra serapan UV-Vis flavonoid (Markham, 1988)
Tabel 2.4
Rentang serapan Spektra UV-Vis flavonoid
pergeseran puncak serapan yang terjadi dapat diamati. Pereaksi geser yang umum
borat (H3BO3), alumunium klorida (AlCl3), dan asam kolrida (HCl) (Markham,
1988).
Pereaksi geser natrium metoksida atau hidroksida adalah basa kuat dan
mengionisasi beberapa gugus hidroksi pada inti flavonoid. Karena itu agak sulit
hidroksi pada cincin A. Sebaliknya pereaksi geser natrium asetat adalah basa
yang lebih asam seperti gugus 3,7 dan 4’-hidroksi. Ionisasi dari gugus 7-hidroksi
terutama berpengaruh pada pita II, sedangkan ionisasi dari gugus 3,7 dan 4’-
pereaksi geser ini akan mengkelat dengan semua gugus orto-dihidroksi kecuali,
gugus hidroksi pada atom C-5 dan C-6 seperti tampak pada Gambar 2.8
(Markham, 1988).
23
Gambar 2.8
Reaksi flavonoid dengan pereaksi geser natrium astetat-asam borat (Markham,
1988)
terhadap asam dengan gugus keto dan gugus hidroksi pada atom C-3 dan atau C-
5, serta membentuk komplek yang tidak stabil terhadap asam dengan gugus orto-
Gambar 2.9
Reaksi flavonoid dengan pereaksi geser alunium klorida dan asam klorida
(Markham, 1988)
24
adanya gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-5, sedangkan untuk mendeteksi
berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metil pada salah satu gugus
dapat dilihat pada Tabel 2.5 untuk spektrum NaOMe, Tabel 2.6 untuk spektrum
NaOAc, Tabel 2.7 untuk spektrum NaOAc + H3BO3, serta Tabel 2.8 untuk
Tabel 2.5
Penafsiran Spekstrum NaOMe
Tabel 2.7
Penafsiran Spektrum NaOAc + H3BO3
Tabel 2.8
Penafsiran Spektrum AlCl3 dan AlCl3 + HCl
adanya vibrasi regang O-H. Serapan lemah pada bilangan 3010-3040 cm-1
menunjukkan adanya regang C-H pada inti aromatik, serapan sedang di daerah
bilangan gelombang 1625 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap pada inti
(dalam kloroform atau karbon tetraklorida 1-5%), bentuk gugusan pada minyak
nujol atau bentuk padat yang dicampur dengan kalium bromida. Spektrum
dimana energi dalam daerah ini dibutuhkan untuk transisi elektronik, maka radiasi
28
inframerah hanya sebatas pada perubahan energi tingkat molekul. Untuk tingkat
memiliki perubahan dipol sebagai akibat dari vibrasi. Berarti radiasi dari medan
beberapa gugus fungsi pada spektra inframerah dapat dilihat pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9
Serapan Khas Beberapa Gugus Fungsi
2.5 Kanker
Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang
dapat bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem
29
faktor resiko yang dapat memicu munculnya kanker, salah satunya adalah radikal
bebas (Oemiati et al., 2011). Radikal bebas adalah oksidan yang sangat reaktif
karena memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya.
reaktif dalam mencari pasangan dengan merebut proton dari molekul lain
elektronnya, radikal bebas yang elektronnya tidak berpasangan secara cepat akan
protein, asam nukleat, dan asam deoksiribonukleat (DNA). Jika radikal bebas
menyerang RNA dan DNA maka dapat menimbulkan penyakit kanker yang
ditandai dengan meningkatnya supresor tumor gen p53 (Sukadirman et al., 2006).
Radikal bebas dapat dapat diredam salah satunya dengan senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan.
Bibit kanker akan tumbuh apabila terdapat bahan-bahan dan keadaan yang
virus tertentu, sinar peng-ion (mis: sinar X, ledakan bom), hormon tertentu, dan
stress yang dapat menurunkan ketahanan tubuh. Jenis penyakit kanker ini sangat
banyak, diantaranya kanker paru, kanker payudara, kanker leher rahim, kanker
kulit, kanker darah, dan lain-lain. Salah satu penyakit kanker yang sering terjadi
30
pada wanita adalah kanker leher rahim yang merupakan penyebab kematian kedua
Metode awal yang digunakan untuk menguji antikanker antara lain adalah
uji toksisitas dengan menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test),
karena merupakan salah satu metode untuk skrining awal atau penapisan aktivitas
farmakologis pada tanaman obat dan mendeteksi toksisitas ekstrak suatu tanaman
sedangkan uji lanjutannya adalah uji in vitro dan in vivo. Uji toksisitas dengan
metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test), sering dikaitkan dengan potensi
Leach sebagai hewan uji dan secara teknis metode BSLT ini pelaksanaannya
relatif cepat, mudah, murah, tidak membutuhkan kondisi yang aseptis, reagen
yang dibutuhkan sedikit, dan dapat dipercaya (Meyer et al., 1982). Artemia salina
untuk pembentukan protein dan protein merupakan komponen utama semua sel
maka ketika RNA polimerase dihambat maka DNA tidak dapat mensintesisi RNA
dan RNA tidak dapat terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Protein
merupakan komponen utama sel yang berfungsi sebagai unsur struktural, hormon,
imunoglobulin, dan berperan dalam transport oksigen. Jika protein tidak terbentuk
maka metabolisme sel terganggu dan pada akirnya dapat menyebabkan kematian
sel. Apabila suatu senyawa mengganggu kerja sistem pada Artemia salina Leach
dan menyebabkan kematian, maka senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat
31
mematikan sel mamalia. Artemia salina Leach memiliki respon stres yang sama
dengan manusia yaitu respon prilaku dan fisiologis terhadap stresor lingkungan.
Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode
skrining untuk mengetahui toksisitas suatu ekstrak ataupun senyawa bahan alam
(Sukardiman, 2006). Uji toksisitas ini dapat diketahui dari jumlah kematian larva
Artemia salina Leach karena pengaruh perubahan ekstrak atau senyawa bahan
alam pada konsentrasi tertentu (McLaughlin et al., 1998; Silva et al., 2007).
dilakukan pada tahun 1956. Penggunaan larva digunakan sebagai skrining umum
untuk substansi bioaktif yang terdapat pada ekstrak tanaman (Meyer et al., 1982).
yang menunjukkan toksisitas yang tinggi dalam BSLT sering dikaitkan dengan
sebenarnya tidak spesifik untuk antitumor atau aksi fisiologis tertentu, namun
demikian jumlah yang signifikan dari sampel yang bersifat toksik terhadap
al.,1982).
yang paling efektif dan sederhana karena ketersediaan telur-telur larva yang
pada kondisi laboratorium. Pengembangan metode ini didasarkan pada sifat khas
dari larva udang yang dapat menerima segala jenis zat dan bahan tanpa seleksi
relatif sedikit. Metode ini dapat digunakan sebagai metode awal untuk
Uji ini menggunakan larva Artemia salina Leach yang telah berumur 48
jam yang diuji pada konsentrasi ekstrak 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm selama
menyebabkan kematian 50% larva). Menurut Meyer et al. (1982) apabila LC50
kurang dari 1000 ppm, maka dikatakan mempunyai potensi bioaktivitas sebagai
agen antikanker karena dari 9 (+ BSLT), 8 (+) dapat menghambat sel line kanker .
2.7 Antioksidan
radikal bebas dalam tubuh, sehingga tubuh dapat terlindungi dari beberapa
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan maka tubuh akan mengalami
stres oksidatif yang menimbulkan beberapa penyakit. Oleh karena itu pemberian
antioksidan dari luar sangat dibutuhkan untuk mengatasi stres osidatif, sehingga
dapat mencegah penyakit yang berhubungan dengan radikal bebas seperti kanker,
oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif,
sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Senyawa ini mempunyai berat molekul
tumor dan kanker, penyempitan pembuluh darah, dan penuaan dini. Antioksidan
juga menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Reaksi
oksidasi dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam nukleat,
sehingga jika terdapat jumlah radikal bebas yang berlebih, maka tubuh akan
pengujian terhadap bahan tersebut. Salah satu metode yang paling umum
34
yang sederhana, cepat, dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti halnya
antioksidan sampel secara umum, tidak berdasarkan jenis radikal yang dihambat
Pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang akan
bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi 1,1-
menjadi warna merah muda atau kuning pucat dan dapat juga diukur dengan
tua akan terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 515-517 nm.
larutan substrat atau sampel yang mampu mereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%.
Semakin kecil nilai IC50 berarti makin tinggi aktivitas antioksidan (Molyneux,
2004).Struktur DPPH radikal bebas dan DPPH yang telah bereaksi dengan
a b
Gambar 2.10
Struktur DPPH (a) radikal bebas dan (b) radikal bebas yang telah
bereaksi dengan antioksidan (Molyneux, 2004).
menyebabkan terjadinya peluruhan warna larutan DPPH dari ungu tua menjadi
Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi inhibisi larutan uji yang mampu
menangkal radikal bebas atau menurunkan 50% absorbansi radikal bebas DPPH.