Anda di halaman 1dari 5

669

Jurnal Produksi Tanaman


Vol. 8 No. 7, Juli 2020: 669-673
ISSN: 2527-8452

Peningkatan Jumlah Biji Semangka Tetraploid (Citrullus vulgaris)


Dengan Manipulasi Waktu Dan Frekuensi Polinasi

Increasing the Number of Tetraploid Watermelon Seeds (Citrullus vulgaris)


By Manipulation of Time and Frequency of Pollination
Ghesa Riandoni*), Arifin Noor Sugiharto dan Darmawan Saptadi

Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya


Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur
*) Email:ghesariandoni@gmail.com

ABSTRAK Forming non-seed watermelons requires the


tetraploid watermelons as female parents.
Buah semangka non-biji (seedless) memiliki The low produced of number seeds at
nilai jual tinggi dan sangat diminati oleh tetraploid watermelons is a problem at the
masyarakat. Pembentukan semangka non- seed producer. Efforts to increase the
biji membutuhkan peran semangka number of tetraploid watermelon seeds by
tetraploid sebagai tetua betina. Rendahnya knowing the time and frequency of the best
jumlah biji yang dihasilkan semangka pollination that produces tetraploid
tetraploid menjadi permasalahan di tingkat watermelon seeds. The study was
produsen benih. Upaya untuk meningkatkan conducted in July - October 2019 at an
jumlah biji semangka tetraploid dengan cara altitude of 610 m dpl. The material used is
mengetahui waktu dan frekuensi polinasi Tetra Putih genotype with tetraploid ploidy.
terbaik yang menghasilkan biji semangka Tetraploid watermelons were planted based
tetraploid. Penelitian dilaksanakan Bulan on randomized groups with 10 replications
Juli – Oktober 2019 pada ketinggian tempat and 5 treatments. The treatments were one-
610 m dpl. Bahan yang digunakan genotipe time pollination at 05.30-06.00 WIB (P1),
Tetra Putih dengan ploidi tetraploid. one-time pollination at 07.00-07.30 WIB
Semangka tetraploid ditanam berdasarkan (P2), one-time pollination at 08.30-09.00
acak kelompok dengan 10 ulangan dan 5 WIB (P3), twice-pollination at 05.30- 06.00
perlakuan. Perlakuan yang diuji ialah WIB and 07.00-07.30 WIB (P4) and twice-
polinasi frekuensi satu kali pukul 05.30- pollination at 05.30-06.00 WIB and 08.30-
06.00 WIB (P1), polinasi frekuensi satu kali 09.00 WIB (P5). The results showed that
pukul 07.00-07.30 WIB (P2), polinasi pollination in P2 produced the highest
frekuensi satu kali pukul 08.30-09.00 WIB number of seeds.
(P3), polinasi frekuensi dua kali pukul
05.30-06.00 WIB dan 07.00-07.30 WIB (P4) Keyword: Frequency, Pollination, Seeds,
dan polinasi frekuensi dua kali pukul 05.30- Time, Watermelon.
06.00 WIB dan 08.30-09.00 WIB (P5). Hasil
penelitian menunjukkan polinasi pada P2 PENDAHULUAN
menghasilkan jumlah biji terbanyak. Tanaman semangka (Citrullus
vulgaris) ialah tanaman dalam keluarga
Kata Kunci: Biji, Frekuensi, Polinasi, Cucurbitaceae yang berasal dari Afrika
Semangka, Waktu. Tropis. Buah semangka sangat popular
terutama pada musim kemarau. Buah
ABSTRACT semangka memiliki nilai jual tinggi
Non-seed watermelon has a high selling khususnya pada semangka non-biji.
value and is very popular in society. Pembentukan semangka non-biji
670

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 8, Nomor 7 Juli 2020, hlm. 669-673

membutuhkan biji semangka tetraploid


sebagai tetua betina untuk persilangan BAHAN DAN METODE PENELITIAN
(Ihsan et al., 2008). Pentingnya peran biji
Penelitian dilaksanakan pada bulan
semangka tetraploid sebagai tetua betina
Juli sampai Oktober 2019 yang berlokasi di
dalam pengembangan semangka non-biji,
Desa Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Batu
maka perlu dilakukan peningkatan jumlah
terletak pada ketinggian ±610 mdpl dengan
biji semangka tetraploid. Jumlah biji yang
suhu udara rata-rata 18-300C. Bahan tanam
dihasilkan pada buah semangka merupakan
yang digunakan ialah genotype TP dengan
faktor utama penentu keberhasilan dalam
ploidi tetraploid. Penelitian dilakukan
produksi benih semangka di tingkat
dengan menggunakan Rancangan Acak
produsen benih. Permasalahan yang
Kelompok (RAK) dengan faktor waktu dan
menjadi keluhan produsen benih ialah pada
frekuensi polinasi dengan lima perlakuan
produksi benih semangka tetraploid
yaitu polinasi dengan frekuensi satu kali
menghasilkan jumlah biji yang lebih sedikit
pada pukul 05.30-06.00 WIB (P1), polinasi
daripada diploid. Menurut Wehner (2008)
dengan frekuensi satu kali pada pukul
hasil biji pada generasi awal dari galur
07.00-07.30 WIB (P2), polinasi dengan
tetraploid ialah 0-5 hingga 50-100 biji per
frekuensi satu kali pukul 08.30-09.00 WIB
buah jauh lebih rendah jika dibandingkan
(P3), polinasi frekuensi dua kali pada pukul
dengan jumlah biji diploid sebanyak 200-
05.30-06.00 WIB dan 07.00-07.30 WIB (P4)
800 biji per buah.
dan polinasi frekuensi dua kali pada pukul
Rendahnya jumlah biji yang
05.30-06.00 WIB dan 08.30-09.00 WIB
dihasilkan pada semangka tetraploid bisa
(P5). Terdapat 5 perlakuan dengan 10 kali
disebabkan oleh dua faktor yaitu
ulangan. Setiap perlakuan terdiri dari 3
inkompatibilitas genetis dan fertilisasi yang
bunga, sehingga terdapat 150 bunga yang
tidak efektif (Rahajeng dan Rahayuningsih,
dipolinasi. Parameter yang diamati ialah
2013). Pada penelitian ini akan terfokus
persentase keberhasilan polinasi (%), bobot
pada faktor fertilisasi yang tidak efektif.
buah (g), diameter buah (cm), jumlah biji
Alternatif yang perlu dilakukan untuk
per buah, bobot biji per tanaman (g) dan
mengatasi jumlah biji rendah yang
brix buah (0brix). Data yang didapatkan
disebabkan fertilisasi tidak efektif ialah
selanjutnya dianalisis menggunakan
dengan memilih waktu polinasi dan
analisis ragam (ANOVA). Jika perhitungan
frekuensi polinasi yang tepat. Waktu
analisis ragam menunjukkan berbeda nyata
polinasi berkaitan erat dengan reseptivitas
maka dilanjutkan dengan uji BNT dengan
putik pada bunga. Kegiatan polinasi pada
taraf 5%.
saat reseptivitas putik kurang maksimum
dapat mengurangi hasil jumlah biji. Menurut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bomfim et al. (2015) waktu polinasi
berkaitan dengan beberapa faktor
Berdasarkan hasil dari analisis ragam
lingkungan seperti suhu udara (°C) dan
bahwa perlakuan perbedaan waktu dan
kelembaban udara (%).
frekuensi polinasi menunjukkan adanya
Frekuensi polinasi pada penelitian ini
pengaruh nyata terhadap beberapa
artinya kegiatan jumlah polinasi dilakukan
parameter pengamatan, kecuali brix buah
satu kali atau dua kali pada setiap bunga.
(0brix).
Menurut Kwak dan Jennersten (1986)
penyerbukan bunga dapat dilakukan lebih
Keberhasilan polinasi
dari satu kali selama bunga betina masih
Hasil analisis ragam (Tabel 1)
berada pada masa reseptive. Diperlukan
menunjukkan bahwa perlakuan yang
penelitian tersebut untuk memperoleh
diberikan berpengaruh nyata terhadap
informasi ada tidaknya pengaruh frekuensi
parameter keberhasilan polinasi. Perlakuan
polinasi pada tanaman semangka dengan
terbaik terjadi pada waktu 07.00-07.30 WIB.
memperoleh fertilisasi yang efektif dengan
cara memilih waktu polinasi yang tepat dan
melakukan frekuensi polinasi yang tepat.
671

Riandoni, dkk, Pengaruh Waktu…

Tabel 1. Rerata parameter semangka dari pengaruh waktu dan frekuensi penyerbukan tanaman
semangka.
Perlakua Keberhasilan Diameter Bobot Jumlah Bobot Brix
n Polinasi (%) buah (cm) Buah (g) Biji Biji (g) Buah
(ºbrix)
P1 43,2 a 14,8 a 485,1 a 47,4 a 3,33 a 8,92 a
P2 66,8 b 17,8 b 1168,7 c 92,4 cd 6,80 c 9,25 a
P3 56,6 a 15,3 a 735,9 b 68,2 b 4,77 b 8,75 a
P4 43,2 a 17,3 b 1112,1 c 98,6 d 6,23 c 9,42 a
P5 39,8 a 15,5 a 834,5 b 82,0 c 5,30 b 9,58 a
10,21 1,37 193,69 12,67 0,89 -
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan
uji BNT pada taraf 5%.

P1 P2 P3 P4 P5

Gambar 1. Perbandingan ukuran buah semangka berdasarkan beberapa perlakuan.

dengan frekuensi polinasi satu kali dengan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai.
nilai keberhasilan 66,8%. Hal tersebut Menurut Maynard (2007) menyatakan
diduga karena pada pukul 07.00 – 07.30 bahwa jika kondisi lingkungan tidak cocok
WIB memiliki kondisi suhu yang mendukung untuk pertumbuhan tabung sari, hanya
untuk penyerbukan dan kondisi stigma ovule yang paling dekat dengan permukaan
bunga yang sedang reseptif maksimum, hal bunga yang berhasil dibuahi. Ovule tersebut
ini sesuai dengan pernyataan Hasanuddin berkembang menjadi biji merangsang untuk
(2009) pagi hari memiliki suhu rendah yang pengembangan buah, akan tetapi
dapat memberikan kesehatan kepala putik menghasilkan buah yang kecil.
dan polen sehingga sesuai untuk
perkecambahan polen. Jumlah biji
jumlah biji terbanyak didapatkan pada
Bobot buah dan Diameter buah perlakuan P2 yaitu penyerbukan frekuensi
Hasil analisis ragam bobot buah dan satu kali pada pukul 07.00 – 07.30 WIB dan
diameter buah menunjukkan bahwa perlakuan P4 yaitu frekuensi dua kali pada
penyerbukan frekuensi satu kali pada pukul pukul 05.30 – 06.00 WIB dan 07.00 – 07.30
07.00 – 07.30 WIB dan penyerbukan WIB. Penyerbukan dua kali menghasilkan
frekuensi dua kali pada pukul 05.30 – 06.00 jumlah biji yang tidak berbeda dengan
WIB dan 07.00 – 07.30 WIB memberikan penyerbukan satu kali, hal tersebut diduga
hasil bobot buah dan diameter buah karena penyerbukan yang pertama pada
tertinggi. Hal tersebut diduga karena pada pukul 05.30 – 06.00 WIB memiliki kondisi
pukul 07.00 – 07.30 WIB memiliki suhu dan suhu yang tidak mendukung untuk
kelembaban yang sesuai untuk pembuahan, sehingga polinasi kedua pada
pengembangan tabung polen dalam pukul 07.00 – 07.30 WIB memberikan
membentuk biji dimana menurut pernyataan pengaruh pembentukan set benih yang
Yanik et al. (2017) bahwa semakin banyak dominan. Dengan demikian polinasi satu
jumlah biji yang mengalami pembuahan kali dan polinasi dua kali memberikan
maka produksi bobot buah semakin jumlah biji yang sama banyak. Dari hasil
meningkat. Diameter buah dan bobot buah penelitian penyerbukan pukul 07.00 – 07.30
terendah didapatkan pada pukul 05.30– WIB diduga memiliki kondisi suhu dan
06.00 WIB. Hal ini kemungkinan disebabkan kelembaban yang cocok untuk
672

Jurnal Produksi Tanaman, Volume 8, Nomor 7 Juli 2020, hlm. 669-673

pembentukan biji. Sedangkan menurut dilakukan satu kali penyerbukan pada pukul
Setyawan et al. (2019) respon jumlah benih 07.00 – 07.30 WIB.
akan meningkat jika dilakukan penyerbukan
pagi hari pada pukul 06.00 – 07.00 WIB. Hal DAFTAR PUSTAKA
tersebut berbeda karena memiliki ketinggian
Bomfim, I. G. A., Bezerra, A. D. D. M.,
lokasi penelitian yang berbeda, yaitu di
Nunes, A. C., Freitas, B. M., dan
Jember dengan ketinggian 200 m dpl
Aragao, F. A. S. D. 2015. Pollination
dengan suhu rata-rata harian 19 – 32 0C
Requirements of Seeded And
sedangkan penelitian ini dilakukan di Batu
Seedless Mini Watermelon Varietes
dengan ketinggian lokasi 610 m dpl dengan
Cultived Under Protected
suhu rata-rata harian 16 – 29 0C. Dengan
Environment. Pesquisa Agropecuaria
demikian perbedaan ketinggian tempat juga
Brasileira. 50(1): 44-53.
dapat mempengaruhi waktu polinasi yang
Hasanuddin, H. 2009. Penentuan Viabilitas
sesuai dalam meningatkan jumlah biji.
Polen Dan Reseptif Stigma Pada
Jumlah biji rendah kemungkinan
Melon (Cucumis melo L.) Serta
disebabkan oleh jumlah tabung serbuk sari
Hubungannya Dengan Penyerbukan
yang terbentuk sedikit, tabung serbuk sari
Dan Produksi Buah. Jurnal Biologi
yang tidak dapat menembus ovule dan
Edukasi. 1(2): 22-28.
tabung serbuk sari abnormal yang
Ihsan, F., A. Wahyudi, dan Sukirman.
membuahi ovule juga tidak dapat
2008. Teknik Pembentukan
menghasilkan biji. Tabung serbuk sari
Semangka Tetraploid Untuk Perakitan
menjadi abnormal karena kondisi
Varietas Semangka Tanpa Biji.
lingkungan yang tidak sesuai (Susin dan
Buletin Teknik Pertanian. 13(2): 75-
Avarez., 1997). Menurut Sobari et al. (2019)
78.
faktor pendukung pembentukan jumlah biji
Kwak, M. M., dan Jennersten, O. 1986.
yaitu suhu lingkungan dan kelembaban
The Significance of Pollination Time
udara. Suhu terlalu rendah dapat
and Frequency and of Purity of Pollen
mengganggu pertumbuhan tabung polen
Loads For Seed Set in Rhinanthus
sedangkan suhu terlalu tinggi dapat
angustifolius (Scrophulariaceae) and
mengalami perubahan seperti pengeringan
Viscaria vulgaris (Caryophyllaceae).
stigma sehingga serbuk sari tidak dapat
Oecologia 70(4): 502-507.
menempel pada stigma (Susin dan Avarez.,
Maintang, N. M. 2013. Pengaruh Waktu
1997).
Penyerbukan Terhadap Keberhasilan
Pembuahan Jagung pada Populasi
Bobot biji
SATP-2 (S2) C6. Agrilan Jurnal
Berdasarkan penelitian yang
Agribisnis Kepulauan. 2(2): 95-107.
dilakukan, hasil rata-rata bobot biji tertinggi
Maynard, L. 2007. Cucurbit Crop Growth
didapatkan pada perlakuan P2 yaitu
and Development. HortScience.
penyerbukan pukul 07.00 – 07.30 WIB, hal
27(1): 831-833.
ini menunjukkan bahwa waktu tersebut
Rahajeng, W., dan Rahayuningsih, S. A.
mempengaruhi kesiapan ovul untuk
2013. Kemampuan Pembentukan
diserbuki, sehingga menghasilkan bobot biji
Buah Dan Biji Pada Persilangan
yang tinggi. Menurut Maintang (2013)
UbiJalar. Prosiding Seminar Hasil
semakin tinggi bobot biji kering maka
Penelitian Tanaman Aneka Kacang
semakin tinggi laju akumulasi bahan kering
Dan Umbi. Hal. 629-634.
yang disalurkan selama proses pengisisan
Setyawan, K. F., Adiredjo, A. L., dan
biji.
Ashari, S. 2019. Penyerbukan Pada
Bunga Semangka (Citrullus vulgaris)
KESIMPULAN
Sebagai Upaya Pembentukan Benih
Dari hasil penelitian dapat Unggul. Jurnal Produksi Tanaman.
disimpulkan bahwa penyerbukan terbaik 6(7): 1427-1432.
673

Riandoni, dkk, Pengaruh Waktu…

Sobari, E., Hasibuan, A. A., dan Subandi,


M. 2019. Pengaruh Perbedaan
Ukuran Polen Pada Penyerbukan
Buatan Terhadap Potensi Jumlah
Buah Pada Tanaman Kelapa Sawit
(Elaeis guinaensis Jacq.)). Jurnal
Kultivasi 18(1): 805-810.
Susin, I., and Alvarez, J. M. 1997. Fertility
and Pollen Tube Growth in Polyploid
Melons (Cucumis melo. L). Euphytica.
93(3): 369-373.
Wehner, T. C. 2008. Watermelon. In
Vegetables. Springer New York. pp.
381-418.
Yanik., Sugiharto, A. N., dan Respatijarti.
2017. Pengaruh Waktu Polinasi Dan
Umur Polen Terhadap Hasil Benih
Terong Hijau (Solanum melongena L.)
Hibrida. Jurnal Produksi Tanaman
5(2): 265-272.

Anda mungkin juga menyukai