Anda di halaman 1dari 8

JKPTB

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 208

Identifikasi Kualitas Benih Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.)


Varietas Lokal Tuban Menggunakan Uji Tetrazolium dan Uji Daya
Berkecambah

Ayu Oshin Yap Sinaga1, Mimi Lindayanti2, Sintia Li Aunila1, David Septian Sumanto Marpaung3
1
Program Studi Biologi, Jurusan Sains, Institut Teknologi Sumatera
2
Laboratorium Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung
3
Program Studi Teknik Biosistem, Jurusan Teknologi Produksi dan Industri, Institut Teknologi Sumatera

email: oshin.yap@bi.itera.ac.id

RIWAYAT ARTIKEL
Disubmit 15 November 2021 ABSTRAK
Diterima 20 November 2021 Kacang tanah (Arachis hypogea L.) merupakan komoditas kacang-kacangan utama di
Diterbitkan 10 Desember 2021 Indonesia karena memiliki sumber protein nabati dan nilai gizi yang tinggi. Salah satu
faktor yang menghambat upaya peningkatan produksi kacang tanah yaitu minimnya
benih yang bermutu tinggi yang dapat dipengaruhi oleh lama penyimpanan benih.
KATA KUNCI Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi rendahnya mutu suatu
Benih; kacang tanah; benih yaitu melakukan pengujian dini mutu benih. Penelitian ini bertujuan untuk
tetrazolium; viabilitas mengetahui viabilitas benih kacang tanah varietas tuban dengan menggunakan uji
tetrazolium dan daya berkecambah pada penyimpanan benih yang lama. Pengujian
ini dilakukan dengan 2 metode yaitu uji tetrazolium dan uji daya berkecambah.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan 4 kali
ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan viabilitas benih
kacang tanah yang disimpan selama 1 tahun, dari 86% turun mencapai 34%, dengan
kondisi kadar air meningkat dari 6.8% menjadi 7.4%. Selain itu, hasil uji daya
berkecambah benih kacang tanah ditemukan sebanyak 34% normal, 45% kecambah
abnormal dan 21% kecambah mati. Berdasarkan uji tetrazolium, ditemukan bahwa
benih yang viabel sebesar 79% dan benih non viabel sebesar 21%. Hasil ini
menunjukkan bahwa perlu adanya upaya peningkatan viabilitas dan daya
berkecambah benih kacang tanah varietas tuban. Identifikasi awal kualitas benih
merupakan hal yang penting bagi para pelaku usaha tani agar terhindar dari
kegagalan panen.
doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02

1. Pendahuluan
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan komoditas kacang-kacangan yang paling banyak digunakan
di Indonesia setelah kacang kedelai. Kacang tanah termasuk ke dalam tanaman pangan yang banyak diminati
karena dapat diolah menjadi bahan baku industri makanan seperti pada pembuatan margarine dan minyak
goreng serta sebagai kebutuhan rumah tangga yang dapat diolah langsung [1]. Selain itu, kacang tanah juga
menjadi sumber protein nabati dan memiliki nilai gizi yang tinggi, yaitu mengandung lemak 40%-50%, protein
27%, karbohidrat, serta vitamin (A, B, C, D, E, dan K). Kacang tanah juga mengandung bahan-bahan mineral

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 209

seperti Ca, Cl, Fe, Mg, P, K, dan S [2]. Berdasarkan hal tersebut, kacang tanah merupakan salah satu produk hasil
pertanian yang berpotensi memiliki nilai ekonomi yang baik.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhan gizi, maka masyarakat Indonesia
membutuhkan ketersediaan kacang tanah yang cukup baik secara kualitas maupun kuantitas. Data Badan Pusat
Statistik Provinsi Lampung menunjukkan bahwa produksi kacang tanah di Lampung mengalami penurunan
produksi. Pada tahun 2017 produksi kacang tanah mencapai 4 401 ton, sedangkan ditahun 2016 mencapai 4
842 ton. Salah satu faktor yang menghambat upaya peningkatan produksi kacang tanah adalah minimnya benih
bermutu tinggi. Berdasarkan hal tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mendapatkan
informasi mutu suatu benih lebih awal melalui proses pengujian mutu benih.
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan adalah waktu penyimpanan. Lama
penyimpanan kacang tanah dapat mempengaruhi kualitas vigor dan viabilitas benih [3]. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Arief [4] pada komoditas jagung, pertumbuhan jagung yang lambat dan hasil yang rendah
disebabkan oleh benih yang mengalami penurunan mutu. Penurunan mutu tersebut dapat disebabkan oleh
lamanya penyimpanan. Semakin lama benih disimpan maka kemungkinan penurunan mutunya akan semakin
besar. Untuk mengetahui mutu benih selama penyimpanan, perlu suatu metode yang tepat, akurat dan sesuai
dengan kebutuhan pengguna. Oleh karenanya, perlu diketahui metode pengujian yang tepat pada kasus
penyimpanan benih kacang tanah varietas lokal Tuban.
Beberapa metode pengujian kualitas benih telah banyak dikembangkan untuk mendukung upaya deteksi
dini kualitas benih. Salah satu uji viabilitas benih yang digunakan untuk mendeteksi kualitas suatu benih
berbasis respirasi dengan bantuan enzim dehidrogenase adalah uji tetrazolium [5]. Ion H+ yang dilepaskan
melalui aktivitas enzim dehidrogenase akan bereaksi dengan larutan tetrazolium sehingga membentuk zat
trifenil formazan yang berwarna merah, stabil dan tidak larut air [5]. Pengujian tetrazolium pada benih kacang
tanah varietas tuban dapat membantu petani ataupun pelaku usaha mengetahui lebih dini kualitas benih
tersebut sebelum ditanam kembali. Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan terdiri dari pengujian
standar mutu benih dan pengujian khusus mutu benih. Salah satu pengujian standar yang dapat dilakukan yaitu
dengan uji daya berkecambah dan pengujian khusus dengan uji tetrazolium [6]. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui viabilitas benih kacang tanah varietas tuban dengan menggunakan uji tetrazolium dan daya
berkecambah pada waktu penyimpanan benih yang lama.

2. Metode Penelitian
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium di UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) di Dinas
Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Lampung pada tanggal 12 Juli - 30 Agustus 2021.

2.2. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan selama penelitian, yaitu gelas beaker, gelas ukur, pinset, aluminum foil, plastik ,
inkubator, oven, timbangan analitik, pH meter, kertas lakmus, scalpel, kertas CD, batang pengaduk, germinator,
kamera, dan alat tulis. Bahan – bahan yang digunakan yaitu benih kacang tanah varietas lokal tuban berumur
satu tahun, aquades, larutan 2,3,5-Trifenil Tetrazolium Klorida/Bromida dengan pH 6.5- 7.5 digunakan untuk uji
vigor benih, larutan KH2PO4 dan Na2HPO4 digunakan untuk larutan buffer.

2.3. Uji Tetrazolium


Prosedur pengujian tetrazolium mengacu pada ketentuan International Seed Testing Assocation (ISTA) dan
Kepmentan Nomor: 993/HK.150/C/05/2018 yang di terapkan di Laboratorium UPTD BPSB Provinsi Lampung.
Benih yang digunakan dalam pengujian adalah benih murni sebanyak 400 butir yang terbagi dalam 4 ulangan

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 210

masing-masing 100 butir. Sebanyak 4.537 gram KH2PO4 di dalam 500 ml akuades (larutan 1). Lalu, 4.736 gram
Na2HPO4.2H2O dilarutkan dalam 500 ml akuades (larutan 2). Larutan 1 dan 2 dalam perbandingan 2:3,
selanjutnya dicampurkan. Untuk membuat larutan tetrazolium 1%, maka dapat dilakukan dengan cara
melarutkan 1 gram garam 2,3,5-triphenyl tetrazolium pada 100 mL campuran larutan 1 dan 2. Benih kacang
tanah yang akan diuji terlebih dahulu diberikan perlakuan imbibisi dengan cara merendam benih di dalam air
selama 18 jam pada suhu 18°C, sampai benih berimbibisi sempurna. Setelah itu, benih kacang tanah dipisahkan
dari kulitnya. Benih kacang tanah yang telah dilembabkan, kemudian direndam dalam larutan tetrazolium
selama 18 jam pada suhu 40°C, dalam kondisi gelap dengan ditutup menggunakan alumunium foil. Benih yang
telah direndam pada larutan tetrazolium, kemudian dilakukan evaluasi pola pewarnaan tetrazolium pada
bagian-bagian benih meliputi bagian embrio dan kedua kotiledon benih kacang tanah. Kotiledon benih kacang
tanah dibuka dan dilakukan pengamatan baik bagian permukaan luar maupun bagian sisi dalam kotiledon.
Benih dikategorikan viabel apabila benih terwarnai sempurna benih dengan sedikit kerusakan dan benih
dikategorikan non viabel apabila benih tidak terwarnai seluruhnya dan benih dengan kerusakan berat.
Perhitungan persentase benih kacang tanah viabel (benih hidup) dan benih non viabel (benih mati)
menggunakan Persamaan 1 dan 2, sebagai berikut:

∑ Jumlah Viabel Benih


%Benih Viabel = ∑ Jumlah Benih Uji
x100% (1)

∑ Jumlah NonViabel Benih


%Benih NonViabel = ∑ Jumlah Benih Uji
x100% (2)

Dimana :
Benih viabel : Benih terwarnai sempurna benih dengan sedikit kerusakan
Benih non viabel : Benih tidak terwarnai seluruhnya dan benih dengan kerusakan berat

2.4. Pengujian Daya Berkecambah


Prosedur pengujian daya berkecambah mengacu pada ketentuan International Seed Testing Assocation
(ISTA) dan Kepmentan Nomor: 993/HK.150/C/05/2018 yang di terapkan di Laboratorium UPTD BPSB provinsi
Lampung. Sebanyak 100 benih kacang tanah ditabur diatas kertas CD. Jumlah kertas yang dibutuhkan untuk
menabur benih kedelai adalah sebanyak 3 lembar. Kertas direndam air hingga basah seluruhnya, kemudian
ditirisan sehingga kertas menjadi lembab. Benih kacang tanah ditabur pada setengah bagian kertas dan
setengah bagian lain digunakan untuk menutupi benih. Setelah itu, kertas digulung kemudian dimasukkan
kedalam kantong plastik dengan posisi berdiri (Metode Uji Antar Kertas Digulung / AKG). Benih yang telah
ditabur diinkubasi selama 10 hari. Pada hari ke 5 dan ke 10 dilakukan pengamatan terhadap benih normal,
abnormal dan mati. Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan 4 kali ulangan. Data hasil yang telah
teramati dihitung menggunakan rumus persentase daya berkecambah pada Persamaan 3, yaitu:

∑ Benih Normal Berkecambah


%Daya Berkecambah = ∑ Benih yang Dikecambahkan
x100% (3)

2.5. Pengujian Kadar Air


Prosedur pengujian kadar air kacang tanah mengacu pada ketentuan International Seed Testing Assocation
(ISTA) dan Kepmentan Nomor: 993/HK.150/C/05/2018 yang di terapkan di Laboratorium UPTD BPSB provinsi
Lampung. Cawan ditutup dalam keadaan kosong ditimbang kemudian dicatat sebagai nilai M1. Lalu benih
diletakkan di cawan (cawan berdiameter 5 ≤ diameter ≤ 8 diisi benih seberat 4.5 ± 0.5 gr). Benih yang telah
diletakkan dicawan kemudian dipotong menjadi bagian-bagian kecil. Pemotongan harus dilakukan secara cepat,
digabungkan dan dicampur menggunakan sendok. Kemudian benih yang sudah dipotong ditimbang dengan

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 211

berat 5 gram perulangan. Setelah itu, cawan yang telah ditutup dan diisi sampel ditimbang dan dicatat sebagai
nilai M2. Selanjutnya cawan yang berisi benih dengan kondisi tutup yang dibuka dimasukan kedalam oven yang
bersuhu konstan 130oC selama 1 jam. Setelah 1 jam cawan dikeluarkan dari oven dan cawan kembali ditutup
lalu diletakkan di desikator selama 45 menit. Kemudian cawan ditimbang kembali dalam kondisi tutup yang
dipasang kembali dan hasil nya sebagai nilai M3. Nilai kadar air benih dihitung dengan rumus pada Persamaan
4:

M2−M3
%Kadar Air Benih = M2−M1
x100% (4)

Dimana :
M1 : Berat cawan (g)
M2 : Berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g)
M3 : Berat cawan dan sampel sesudah dikeringkan (g)

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Penurunan Viabilitas Benih Selama Masa Penyimpanan
Waktu penyimpanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih selama penyimpanan.
Penyimpanan benih yang tepat dapat menghindarkan dari penurunan mutu benih [14]. Lama penyimpanan
kacang tanah dapat mempengaruhi kualitas benih. Persentase viabilitas benih kacang tanah varietas tuban
selama 365 hari masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Viabilitas Benih Kacang Tanah Varietas Tuban Selama Masa Penyimpanan 365 Hari

Viabilitas benih kacang tanah yang semula mencapai 86% turun mencapai 34%. Penurunan viabilitas benih
kacang tanah biasanya diikuti penurunan kandungan bahan makanan cadangan di dalamnya seperti
karbohidrat, protein, lemak, dan mineral sebagai energi bagi embrio pada saat perkecambahan [7]. Selain itu,
penurunan ini juga menyebabkan terjadinya perubahan kualitas pada benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi
benih [8]. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan viabilitas benih adalah kadar air
benih. Kadar air mempengaruhi kualitas produk pertanian selama penyimpanan [10]. Pada hasil pengujian
kadar air sebelum dan setelah masa simpan menunjukan peningkatan kadar air, yaitu dari 6.8% menjadi 7.4% .
Benih kacang tanah yang memiliki kadar air tinggi cenderung memiliki viabilitas yang rendah karena aktif
melakukan respirasi. Selain itu, benih kacang tanah dengan kadar air yang tinggi berpotensi untuk terjadinya
kontaminasi oleh cendawan [9]. Dalam studi ini, penurunan viabilitas benih sangat memungkinkan karena
meningkatnya kadar air benih.

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 212

3.2 Daya Berkecambah Benih


Daya berkecambah merupakan salah satu pengujian mutu benih yang dilakukan untuk memperkirakan
kualitas atau mutu benih sebelum siap tanam. Pengujian ini dilakukan menggunakan media kertas CD karena
dapat menyerap air dengan baik, mempertahankan air, dan kecepatan penyerapan air yang baik. Pengamatan
pertama atau hitungan pertama untuk benih kacang tanah dilakukan pada hari ke-5 dan pengamatan kedua
atau hitungan kedua dilakukan pada hari ke-10. Pada gambar Gambar 2 terlihat tampilan fisik benih setelah
kecambah. Terdapat beberapa benih yang normal, abnormal dan mati. Hasil uji daya berkecambah benih
kacang tanah ditemukan sebanyak 34% normal, 45% kecambah abnormal dan 21% kecambah mati (Gambar 3).
Menurut Aruan [11], kecambah normal merupakan kecambah yang dapat berkembang dengan baik diikuti
dengan munculnya akar semi primer dan semi sekunder, serta memiliki kemampuan berkembang terus hingga
menjadi tanaman normal. Kecambah abnormal dicirikan dengan kecambah yang satu atau lebih struktur
esensialnya tidak ditemukan atau rusak bahkan busuk, serta pertumbuhan lemah dan mengalami gangguan
fisiologis. Sementara benih mati, diartikan sebagai benih yang hingga akhir pengujian/analisis tidak keras, tidak
segar atau tidak menunjukkan sedikitpun pertumbuhan. Persentase hasil pengujian yang rendah kemungkinan
disebabkan karena beberapa faktor. Salah satu penyebab yang terlihat yaitu adanya benih terserang jamur dan
menyebabkan benih lain ikut terkontaminasi saat benih dikecambahkan. Timbulnya banyak jamur kemungkinan
diakibatkan beberapa kemungkinan, diantaranya adanya mikroorganisme terbawa benih yang ditemukan pada
substrat perkecambahan, media kertas yang terlalu lembab, dan kontaminasi pada alat pengecambah benih.
Jenis abnormalitas pada kecambah kacang tanah ini antara lain akar kerdil, akar yang membusuk, tidak adanya
akar dan tunas pendek menebal (Gambar 2). Kecambah abnormal yang terdapat pada setiap ulangan masih
berpotensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal namun keterlambatan imbibisi mengakibatkan lambatnya
pertumbuhan kecambah sehingga pada akhir pengamatan masih belum dapat di kategorikan kecambah normal.

a b c

Gambar 2. Tampilan Fisik Kecambah Kacang Tanah (a) Kecambah Normal; (b) Kecambah Abnormal;
(c) Benih Mati

Gambar 3. Persentase Daya Berkecambah Kacang Tanah Varietas Tuban

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 213

3.3 Viabilitas Benih


Uji Tetrazolium merupakan uji aktivitas enzim dehidrogenase pada jaringan benih, sehingga ditemukan
jaringan tersebut dalam kondisi hidup atau mati pada embrio. Dalam studi ini, viabilitas benih kacang tanah
varietas tuban diketahui dengan uji tetrazolium. Nilai viabilitas benih kacang tanah varietas tuban dapat dilihat
pada Gambar 4. Hasil tersebut menunjukan bahwa benih yang viabel ditemukan sebesar 79% dan benih non
viabel sebesar 21%. Benih viabel menunjukkan potensi untuk menghasilkan kecambah normal yang ditandai
dengan bagian kotiledon dan radikula berwarna merah pada seluruh jaringan benih (Gambar 5). Hal ini
didukung oleh Leist [12], yang menyatakan bahwa benih dikotil bervigor tinggi berciri-ciri seluruh bagian
kotiledon terwarnai dengan warna merah yang cerah dan merata. Larutan tetrazolium terimbibisi oleh jaringan
meristematik pada embrio dan direduksi oleh H+ yang dilepaskan dari proses respirasi. Akan terbentuk endapan
dari formazan yang berwarna merah, stabil, dan tidak difus pada reaksi ini melalui bantuan katalisator enzim
dehidrogenase, sehingga endapan tersebut akan menandakan benih itu viabel atau hidup [8]. Benih non viabel
ditandai dengan ditemukannya bagian embrio dan radikula yang berwarna merah muda atau tidak tewarnai
(Gambar 5). Hal tersebut didukung oleh penelitian Rahmayani [13] yang dilakukan pada kacang koro pedang,
yang mengatakan bahwa benih yang memiliki ciri-ciri sebagian radikula dan kotiledon berdekatan dengan poros
embrio tidak berwarna, kemungkinan berkecambah abrnormal atau termasuk kedalam benih mati. Hal tersebut
menandakan defisiensi dan keabnormalan dari sifat alami yang menghambat perkembangannya menjadi
kecambah normal atau bisa dikatakan benih tersebut benih mati. Tidak terjadi reaksi oksidasi-reduksi pada
jaringan yang sudah mati, sehingga pada suatu jaringan yang sudah mati tidak akan terwarnai larutan
tetrazolium.

a b

Gambar 4. Tampilan Fisik Vigor Benih Kacang Tanah; (a) Benih Viabel; (b) Benih Non Viable

Gambar 5. Persentase Viabilitas Kacang Tanah Varietas Tuban

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 214

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa benih kacang tanah varietas tuban dapat diuji
viabilitasnya dengan menggunakan tetrazolium dan daya berkecambahnya. Pada pengujian tetrazolium, benih
viabel menunjukan hasil persentase yang lebih tinggi daripada benih non viabel. Sementara pada pengujian
daya berkecambah, hasil persentase yang di dapat yaitu kecambah normal 34%, kecambah abnormal 45%, dan
benih mati 21%. Penurunan daya berkecambah kacang tanah setelah masa simpan 1 tahun mencapai lebih dari
50% dari daya berkecambah awal. Untuk kadar air awal mengalami kenaikan dari 6.8% menjadi 7.4% setelah
disimpan 1 tahun. Berdasarkan hal tersebut, untuk mencegah terjadinya penurunan daya kecambah,
direkomendasikan untuk penyimpanan benih kacang tanah dilakukan kurang dari 1 tahun. Penelitian lebih
lanjut tetang pengaruh waktu simpan terhadap mutu benih, akan sangat membantu dalam memahami waktu
yang tepat untuk penyimpanan kacang tanah lokal tuban

Ucapan Terima Kasih


Kami mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung atas fasilitas penelitian.

Daftar Pustaka
[1] N. Safira, S. Sumadi, and D. S. Sobarna, “Peningkatan komponen hasil dan mutu benih kacang tanah
(Arachis hypogaea L.) melalui pemupukan bokashi dan p,” Jurnal Agroteknologi, Vol. 11 No. 1, pp. 55-60,
Oct. 2017, doi: 10.19184/j-agt.v11i1.5447.
[2] Suprapto, Bertanam Kacang Tanah. Jakarta, ID: Penebar Swadaya, 2006.
[3] S. Piotojo, Benih Kacang Tanah. Yogyakarta, ID: Kanisius, 2005.
[4] R. Arief and S. Saenong, “Pengaruh ukuran biji dan periode simpan benih terhadap pertumbuhan dan
hasil jagung,” Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol. 25 No. 1, pp. 52-56, 2006.
[5] L. O. Copeland and M. B. McDonald, Principles of Seed Science and Technology 4th Edition. London, US:
Kluwer Academic Publishers, 2001.
[6] ISTA, “InternasionaI Seed Testing Association & International Rules for Seed Testing, The International
Seed Testing Association Switzerland,” 2014.
[7] R. Rosmaiti and I. Iswahyudi, “Pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis Hypogeae, L) pada berbagai
ukuran benih dan kedalaman olah tanah”, Jurnal Penelitian Agrosamudra, Vol. 4 No. 2, pp. 46-57, Oct.
2017.
[8] K. Hasrawati, Mustaril and A. Dachlan, “Pengujian viabilitas benih kacang tanah (Arachis hypogaea L) pada
berbagai lama penyimpanan dengan menggunakan uji tetrazolium”, J. Agrotan, Vol. 1 No. 2, pp. 94-107,
2015.
[9] A. Rahmianna, A. Taufiq and E. Yusnawan, “Effect of harvest timing and postharvest storage conditions
on aflatoxin contamination in groundnuts harvested from the Wonogiri regency in Indonesia,” ICRISAT,
Vol. 5, No. 1, Dec. 2007.
[10] D. S. S. Marpaung, A. Indryani, and A. O. Y. Sinaga, “Determination of equilibrium moisture content in
trade distribution,” Journal of Agriculture and Applied Biology, Vol. 1 No. 1, pp. 25–29, Jul. 2020. Doi:
10.11594/jaab.01.01.04
[11] R. B. Aruan, I. D. Nyana, I. K. Siadi and I. G. Raka, “Toleransi penundaan prosesing terhadap mutu fisik dan
mutu fisiologis benih kedelai (Glycine max L. Merril),” E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol. 7 No. 2, pp.
264–2749, Mei 2018.
[12] N. Leist, Seed vigour determination by means of the topographical tetrazolium test. In: ISTA Seed Quality
International Seed Testing Association, Bassersdorf, Switzerland, 2004.
[13] S. F. Rahmayani, T. K. Suharsi, and M. Surahman, “Pengujian Tetrazolium dan Respirasi Benih Koro Pedang
(Canavalia ensiformis),” Buletin Agrohorti, Vol. 3 No. 1, pp. 95-104, Jan. 2015. Doi:
10.29244/agrob.v3i1.14832.

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(3) 2021 215

[14] D. S. S. Marpaung, R. Fil’aini, A. C. Fahrani, D. Cahyani, and A. O. Y. Sinaga, “Physical changes of andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC.) in packaging during low-temperature storage,” AGROINTEK, Vol. 13,
No. 2, pp. 177–182, Aug. 2019. Doi: 10.21107/agrointek.v13i2.5543.

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.03.02

Anda mungkin juga menyukai