Anda di halaman 1dari 108

Jurnal Agroteknologi / Agronomi

PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea L) PADA


BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN DENGAN MENGGUNAKAN UJI
TETRAZOLIUM

Hasrawati1), Kahar Mustari2), Amirullah Dachlan2)

1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea 90245 Tlp. (0411)587064

Dosen Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
2)

Universitas Hasanuddin. Makassar.

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Benih Jurusan Agronomi


Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.
Penelitian ini berlangsung pada bulan November 2014 sampai Februari 2015.. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dua faktor. Faktor pertama yaitu
lama penyimpanan yang terdiri atas 4 taraf yaitu : penyimpanan 0 bulan, penyimpanan 1
bulan, penyimpanan 2 bulan, dan penyimpanan 3 bulan. Faktor kedua adalah konsentrasi
tetrazolium yang terdiri atas 3 taraf yaitu konsentrasi 0,25 %, konsentrasi 0,5 %,
dan konsentrasi 0,75%. Parameter pengamatan meliputi potensi tumbuh maksimum, daya
kecambah, kecepatan tumbuh, vigor kecambah, tingkat kecerahan warna dan tingkat
pewarnaan tetrazolium. Penelitian menunjukkan bahwa Interaksi perlakuan lama
penyimpanan 0 bulan dan konsentrasi tetrazolium 0.25 % memberikan hasil terbaik dengan
tingkat kecerahan warna 2.84 dan pewarnaan 98.33 % pada embrio dan kotiledon yang
mengindikasikan persentase daya kecambah 100 %, dan vigor benih 92 %. Semakin besar
persentase tingkat pewarnaan dan kecerahan warna makin tinggi daya kecambah dan vigor
benih. Benih yang belum disimpan (penyimpanan 0 bulan) memberikan persentase daya
kecambah dan vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang telah disimpan
selama 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Namun penyimpanan 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, dan 3
bulan memberikan daya kecambah dan vigor yang tidak berbeda nyata antara satu dengan
lainnya. Penggunaan konsentrasi tetrazolium 0.25 % memberikan tingkat pewarnaan (98.33
%) dan kecerahan warna (2.84) yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 0.50 % dan
konsentrasi 0.75 %

Kata kunci: penyimpanan, tetrazolium, benih, kacang tanah

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 1


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

LATAR BELAKANG langsung. Indikasi yang diperoleh dari


Kacang tanah merupakan bahan pengujian tetrazolium bukan berupa
pangan kacang-kacangan utama di perwujudan kecambah, melainkan pola-
Indonesia setelah kedelei. Kebutuhan pola pewarnaan pada embrio, sehingga
kacang tanah dari tahun ke tahun terus waktu yang diperlukan untuk pengujian
meningkat sejalan dengan bertambahnya tetrazolium tidak sepanjang waktu yang
jumlah penduduk dan kebutuhan gizi diperlukan untuk pengujian yang
masyarakat (Adisarwanto, 2000) indikasinya berupa kecambah.
Sedangkan produktifitas kacang tanah Menurtu Sutopo (2002) konsentrasi
hingga kini masih jauh dari potensi larutan yang dipakai dapat bervariasi
produksi kacang tanah. Salah satu antara 0.1 % - 1,0 %. Konsentrasi
penyebab kesenjangan produksi tersebut tetrazolium yang umum dipakai adalah
adalah belum banyak tersedia dan 1,0%, tetapi biasanya 0,5 % sudah cukup
dimanfaatkannnya benih unggul kacang memuaskan.
tanah bermutu tinggi (Pitojo, 2005). Hasil penelitiam Grabe (1970) juga
Sehingga petani menggunakan benih dari menunjukkan bahwa penggunaan
pertanaman sebelumnya yang disimpan tetrazolium dengan konsentrasi 0.5 %
dan dirawat agar tidak busuk sehingga bisa sudah cukup memuaskan dan karena
digunakan untuk masa tanam berikutnya. garam tetrazolium mahal, maka makin
Sementara benih yang diharapkan adalah lemah larutan yang digunakan, makin
benih yang memiliki viabilitas benih dan berkurang biaya uji tersebut.
vigor yang tinggi. Hal ini disebabkan Pada penelitian Muchlis (1999) juga
karena viabilitas dan vigor benih menggunakan satu konsentrasi tetrazolium
merupakan salah satu parameter yang yaitu 0.50 % yang dilakukan dalam dua
perlu dipertimbangkan sebelum benih tahap, yaitu tahap pembuatan pola dan
disimpan, didistribusi dan ditanam. pengujian pola. Pada tahap pembuatan
Uji viabilitas benih memberikan pola, digunakan lot benih kacang tanah
informasi kemampuan berkecambah suatu yang mempunyai viabilitas berbeda.
benih pada suatu kondisi tertentu. Menurut Intensitas dan pola pewarnaan yang terjadi
Sutopo (2002) cara yang dapat digunakan pada embrio diamati dengan menggunakan
untuk menduga viabilitas benih adalah uji kaca pembesar dan pola pewarna yang
viabilitas secara langsung dan dengan terbentuk dipotret.
penggunaaan pola pewarna garam Tujuan utama penyimpanan benih
tetrazolium (uji tetrazolium). Pada uji adalah untuk memperoleh viabilitas benih
perkecambahan secara langsung dalam periode simpan yang sepanjang
diperlukan kondisi kelembaban, mungkin. Yang dipertahankan adalah
temperature dan aerasi yang sesuai serta viabilitas maksimum benih yang tercapai
dalam beberapa hal cahaya, sehingga pada saat benih masak fisiologis.
menguntungkan bagi proses Kemasakan fisiologis diartikan sebagai
perkecambahan. Walaupun semua kondisi suatu keadaan yang harus dicapai oleh
diatur sedemikian rupa, umumnya benih sebelum keadaan optimum untuk
pelaksanaan uji perkecambahan panen dapat dimulai (Sutopo, 2002).
berlangsung selama beberapa hari atau Penyimpanan kacang tanah dapat berupa
minggu. Sehingga uji perkecambahan polong atau biji. Penyimpana polong
secara langsung tidak dapat segera kacang tanah biasanya dilakukan untuk
diketahui. Sedangkan uji tetrazolium menunggu waktu penjualan yang tepat.
disebut uji cepat viabilitas karena dapat Polong kacang tanah yang sudah cukup
memberikan keterangan lebih cepat 1-2 kering dengan kadar air < 9 %, dapat
hari daripada uji perkecambahan secara dimasukkan ke dalam karung goni dan

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 2


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

disimpan dalam ruang yang sejuk dan


kering mengindikasikan persentase daya
Berdasarkan uraian tersebut di atas kecambah dan vigor pada benih.
maka dapat diketahui bahwa pada
METODOLOGI
penelitian yang dilakukan sebelumnya
masih memiliki kekurangan seperti pada Penelitian ini dilaksanakan pada
pengamatan intensitas dan pola pewarnaan bulan November 2014 sampai Februari
yang terjadi pada embrio diamati hanya 2015 di Laboratorium Pemuliaan dan
dengan menggunakan kaca pembesar dan Benih Tanaman Jurusan Agronomi
pola pewarna yang terbentuk dipotret serta Fakultas Pertanian Universitas
hanya menggunakan satu konsentrasi Hasanuddin, Kecamatan Tamalanrea, Kota
tetrazolium saja. Sementara dalam Makassar.
penelitian ini, pada pengamatan tingkat
Alat-alat yang digunakan pada
pewarnaan dan kecerahan warna
penelitian ini meliputi talang, mikroskop,
digunakan perbesaran mikroskop dan
pinset, gelas piala, gelas ukur, pengaduk,
menggunakan konsentrasi yang bervariasi
cawan dan kertas label. Sedangkan
yaitu 0.25 %, 0.50%, dan 0.75 %. Dengan
bahan- bahan yang digunakan adalah
demikian penelitian ini pelu dilakukan
benih kacang tanah varietas kelinci,
untuk mengetahui viabilitas benih kacang
garam terazolium, aquades, dan kertas.
tanah dalam berbagai lama penyimpanan Penelitian ini didesain dalam
dengan menggunakan uji tetrazolium pada bentuk rancangan faktorial dua faktor yang
konsentrasi berbeda. disusun dalam Rancangan Acak
Tujuan dari penelitian ini adalah Kelompok (RAK). Faktor pertama yaitu
untuk mempelajari hubungan antara lama lama penyimpanan (p) yang terdiri atas
penyimpanan dengan konsentrasi empat taraf yaitu : penyimpanan 0 bulan
tetrazolium terhadap tingkat pewarnaan (p0), penyimpanan 1 bulan (p1),
pada struktur biji (embrio, plumula, penyimpanan 2 bulan (p2), dan
radikula, kotiledon) dan hubungannya penyimpanan 3 bulan (p3). Faktor kedua
dengan vigor dan daya kecambah benih adalah konsentrasi tetrazolium (k) yang
kacang tanah (Arachis hypogaea L) dan terdiri atas tiga taraf yaitu : 0,25 % (k1),
dapat digunakan untuk mengetahui daya 0,5 % (k2), dan 0,75% (k3). Dari faktor
kecambah dan vigor dalam waktu yang tersebut terdapat 3 (4 × 3 ) kombinasi
singkat. perlakuan. Masing-masing kombinasi
Adapun hipotesis pada penelitian perlakuan diulang tiga kali sehingga
ini adalah terdapat interaksi perlakuan terdapat 36 unit percobaan.
lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium tertentu yang dapat Sumber Benih
memberikan tingkat pewarnaan dan Benih kacang tanah yang
kecerahan warna pada embrio dan digunakan adalah varietas kelinci yang
kotiledon yang terbaik yang dapat berasal dari Kabupaten Kepulauan Selayar.
mengindikasikan persentase daya Benih ini dipanen tanggal 22 Oktober
kecambah dan vigor pada benih. Terdapat 2014 dan dikeringkan selama 5 hari
lama penyimpanan yang memberikan kemudian disimpan dalam satu wadah
persentase daya kecambah dan vigor yang untuk semua lama penyimpanan pada suhu
lebih tinggi pada benih kacang tanah. kamar dan penyimpanan ini dilakukan
Terdapat konsentrasi tetrazolium yang dalam bentuk polong yang dimasukkan
memberikan tingkat pewarnaan dan dalam karung.
kecerahan warna pada embrio dan
kotiledon yang lebih baik yang dapat Persiapan Benih
Benih yang digunakan adalah

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 3


benih kacang tanah berbiji dua karena

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 4


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

memiliki bentuk biji yang sempurna


dibandingkan dengan kacang tanah berbiji konsentrasi dengan sedikit membuka biji
satu dan berbiji tiga. Benih yang akan kacang tanah untuk memudahkan semua
digunakan untuk uji tetrazolium terlebih bagian biji terendam larutan tetrazolium.
dahulu dibuka polongnya dan direndam Tahap perendaman ini dilakukan selama 1
dalam air selama 1 jam untuk x 24 jam pada temperatur kamar (Sutopo,
memudahkan dalam membuka kulit yang 2002).
membungkus biji. Biji yang sudah
terkelupas kulitya diagin-anginka di atas Tahap pengamatan
kertas. Sedangkan untuk benih yang Pengamatan dilakukan dengan
digunakan untuk uji kecambah setelah di menggunakan mikroskop pada perbesaran
buka kulit luarnya langsung 2 : 1 untuk melihat pewarnaan di setiap
dikecambahkan di talang. biji kacang tanah setelah perendaman di
dalam larutan tetrazolium. Pada
Persiapan uji perkecambahan secara pengamatan ini, setiap biji kacang tanah
langsung dibelah untuk memudahkan dalam
Uji perkecambahan secara langsung mengamati bagian-bagian penting dari
ini digunakan sebagai pembanding dari uji setiap biji kacang tanah seperti bagian
tetrazolium. Pada uji perkecambahan embrio, radikula, plumula dan kotiledon.
secara langsung ini, terlebih dahulu Pada pengamatan pewarnaan tetrazolium
dilakuakn perendaman kertas berukuran 20 yang dijadikan sebagai standar (uji dasar)
x 30 cm, 3-4 lembar di dalam air selama tingkat kecerahan warna dan tingkat
beberapa menit sampai basah dan pewarnaan adalah pada pengujian awal
menghilangkan air yang berlebihan. yaitu lama penyimpanan 0 bulan yang
Kemudian menanam benih sebanyak 50 akan dibandingkan dengan tingkat
biji di atas kertas tersebut. Untuk benih kecerahan warna dan tingkat pewarnaan
kacang tanah, substat kertas dilapisi plastic pada pengujian berikutnya.
di luarnya karena benih ini termasuk Parameter pengamatan yang
berukuran besar. Pengujian ini tidak diamati pada penelitian ini meliputi:
terdapat ulangan karena benih yang potensi tumbuh maksimum, daya
tersedia tidak mencukupi untuk itu, pada kecambah, kecepatan tumbuh, vigor
pengujian ini hanya dilakukan pengamatan kecambah, tingkat kecerahan warna dan
selama tujuh hari setelah tanam. tingkat pewarnaan tetrazolium
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan larutan tetrazolium
Persentase potensi tunbuh maksimum
Pada pembuatan larutan ini terlebih (%), daya kecambah (%), kecepatan
dahulu dilakukan penimbangan garam tumbuh (% per etmal) dan vigor
tetrazolium konsentrasi 0,25% (2.5 g/L), kecambah (%) pada berbagai lama
konsentrasi 0,50 % (5.0 g/L) dan untuk penyimpanan
konsentrasi 0,75 % (7.5 g/L). Setiap
konsentrasi ini dilarutkan dalam aquades Hasil pengujian menunjukkan
25 ml di dalam gelas piala. Masing-masing bahwa perlakuan lama penyimpanan
konsentrasi ini digunakan pada setiap kali berpengaruh terhadap potensi tumbuh
pengujian maksimum, daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, dan vigor kecambah. Pada
Perlakuan perendaman benih dalam pengujian potensi tumbuh maksimum,
larutan tetrazolium daya kecambah, kecepatan tumbuh, dan
Benih yang sudah terkelupas vigor kecambah menunjukkan bahwa
kulitnya direndam dalam larutan perlakuan lama penyimpanan 0 bulan atau
tetrazolium sebanyak 25 biji pada setiap kontrol (p0) adalah perlakuan yang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 5
Jurnal Agroteknologi / Agronomi

terbaik. Adapun potensi tumbuh


maksimum pada perlakuan p0 yaitu 100.00 pengeringan. Sedangkan viabilitas benih
%, daya kecambah 96.00%, kecepatan yang disimpan 1 bulan, 2 bulan dan 3
tumbuh 48.00 % per etmal dan vigor bulan kemungkinan mengalami
kecambah 92.00 %. Penyebab tingginya kemunduran fisiologis benih yang akan
viabilitas benih kacang tanah sebelum menimbulkan perubahan menyeluruh pada
penyimpanan diduga karena benih kacang benih/biji baik fisik, fisiologis maupun
tanah yang belum disimpan masih biokimia yang menyebabkan menurunnya
memiliki mutu yang tinggi setelah proses viabilitas benih karena benih kacang tanah
hanya disimpan pada suhu kamar.

Tabel 1. Persentase potensi tunbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecepatan tumbuh
(% per etmal) dan vigor kecambah (%) pada berbagai lama penyimpanan

Lama penyimpanan
Parametrer Pengamatana 0 Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan
(p0) (p1) (p2) (p3)
Potensi Tumbuh Maksimum (%) 100.00 88.00 84.00 76.00
Daya Kecambah (%) 96.00 86.00 80.00 72.00
Vigor Kecambah (%) 92.00 82.00 76.00 66.00
Kecepatan Tumbuh (% per etmal) 48.00 43.00 40.00 36.00
Keterangan: Etmal = pertambahan kecambah normal setiap hari (24 jam)

Lama penyimpanan dan konsentrasi yang disimpan dalam waktu singkat


tetrazolium
Pada parameter tingkat kecerahan
warna embrio perlakuan lama
penyimpanan dan perlakuan konsentrasi
garam tetrazolium berpengaruh sangat
nyata terhadap tingkat kecerahan warna
embrio. Adapun rata-rata perlakuan
konsentrasi tetrazolium tertinggi secara
berturut-turut yaitu perlakuan konsentrasi
0.25 % (k1) 2.68 namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan konsentrasi 0.50
% (k2) 2.45 dan perlakuan konsentrasi,
0.75% (k3) 2.28. Sedangkan untuk
perlakuan lama penyimpanan rata-rata
tertinggi secara berturut-turut yaitu
perlakuan lama penyimpanan 0 bulan (p0)
2.67 namun tidak berbeda nyata dengan
perlakuan lama penyimpanan 1 bulan (p1)
2.49, perlakuan lama penyimpanan 2 bulan
(p2) 2.43, dan perlakuan lama
penyimpanan 3 bulan (p3) 2.22. Benih

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 6


diduga masih memiliki mutu yang tinggi
sehingga pewarnaan tetrazolium yang
terbentuk berwarna merah. Warna merah
yang terbentuk pada biji menandakan
bahwa jaringan dalam benih tersebut
masih hidup. Sedangkan jika tidak
menimbulkan warna menunjukkan
bahwa benih sudah mati.
Pada pegujian daya kecambah,
potensi tumbuh maksimum, kecepatan
tumbuh, dan vigor juga dapat dilihat
bahwa persentase daya kecambah,
potensi tumbuh maksimum, kecepatan
tumbuh, dan vigor pada penyimpanan 0
bulan (p0) memberikan persentase lebih
tinggi dibandingkan persentase
lama penyimpanan
1 bulan, lama penyimpanan
2 bulan, dan 3 bulan namun viabilitas
benih pada penyimpanan 1 bulan, 2
bulan,
3 bulan masih tetap tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa benih kacang tanah
setelah penyimpanan 1 bulan , 2 bulan,
dan
3 bulan masih memiliki viabilitas tinggi

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2015 Halaman 7


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

disebabkan karena benih yang digunakan


disimpan dalam bentuk polong. Hal ini Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
sesuai dengan pendapat Sumarnon (2003) antara lama penyimpanan dengan tingkat
yang mengatakan bahwa benih kacang kecerahan warna yang terbentuk pada
tanah yang disimpan dalam bentuk biji setiap penggunaan konsentrasi garam
dapat bertahan 2-3 bulan yang disimpan tetrazolium yang mengindikasikan
dalam kaleng-kaleng yang tertutup rapat. persentase daya kecambah dan vigor.
Sedangkan benih kacang tanah dalam
polong dapat disimpan dengan daya
tumbuh tetap baik selama 8 bulan. Bila
ruangan penyimpanan bersuhu rendah (10-
18 oC) dapat bertahan hingga 12 bulan.

Tabel 2. Tingkat kecerahan warna pada setiap struktur benih

Tingkat
Kecerahan Warna
Kotiledon Kotiledon
Bagian Bagian
Perlakuan Embrio Radikula Plumula Kotiledon Pinggir Tengah
p0k1 2.91 2.63aw 2.71aw 2.84aw 2.53aw 2.55aw
p0k2 2.56 2.67aw 2.40aw 2.53aw 2.56aw 2.60aw
p0k3 2.55 2.55aw 2.35aw 2.53aw 2.53aw 2.53aw
p1k1 2.71 2.71aw 2.63aw 2.53aw 2.45aw 2.48aw
p1k2 2.25 2.61aw 2.32aw 2.45aw 2.36aw 2.51aw
p1k3 2.52 2.52aw 2.32aw 2.36aw 2.44aw 2.44aw
p2k1 2.59 2.59aw 2.29aw 2.44aw 2.28aw 2.31aw
p2k2 2.36 2.40aw 1.93aw 2.28aw 2.19aw 2.20aw
p2k3 2.33 2.33aw 2.15aw 2.19aw 2.27aw 2.31aw
p3k1 2.52 2.52aw 1.69aw 2.27aw 2.49aw 2.49aw
p3k2 2.42 2.45aw 1.63aw 2.49aw 1.92aw 2.00aw
p3k3 1.72 1.60aw 1.53aw 1.92aw 2.08aw 2.15aw

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a) dan pada kolom
(w) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ dan angka-angka yang tidak diikuti
oleh huruf pada kolom dan baris menunjukkan tidak adanya interaksi perlakuan.

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

Tabel 3.Persentase tingkat pewarnaan pada setiap struktur benih

Tingkat
Pewarnaan
Kotiledon Kotiledon
Bagian Bagian
Perlakuan Embrio Radikula Plumula Kotiledon Pinggir Tengah
p0k1 98.33 aw 80.09abw 84.00aw 98.33aw 86.33 aw 75.75aw

p0k2 88.33 awx 65.63aw 65.63aw 89.00awx 68.71 ax 68.71aw

p0k3 80.00 ax 61.04aw 61.04aw 80.33ax 60.92 ax 60.92aw

p1k1 97.00 aw 86.07aw 78.29aw 96.67aw 76.92 abw 76.92aw

p1k2 86.67 aw 71.32awx 65.00aw 85.33ax 65.63 awx 65.63aw

p1k3 73.33 ax 56.40abx 56.40aw 78.67ax 59.33 ax 59.33abw

p2k1 96.33 aw 82.76abw 78.32aw 95.00aw 75.88 abw 75.88aw

p2k2 80.67 ab x 68.25awx 63.73aw 75.67bx 55.43 abx 55.43abx

p2k3 61.00 b y 49.01bx 49.01aw 63.33by 43.92 bx 43.92bx

p3k1 85.33 aw 73.32bw 73.32aw 84.67bw 67.48 bw 67.48aw

p3k2 74.33 b w 63.61aw 63.61aw 74.33bw 48.21 bx 48.21bx

p3k3 46.67 cx 36.79cx 9.88bx 55.33cx 18.69 cy 36.64bcx

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris (a,b,c) dan pada
kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ

Interaksi lama penyimpanan dengan tengah kotiledon namun tidak berpengaruh


konsentrasi tetrazolium
Hasil analisis statistik interaksi
perlakuan lama penyimpanan dan
konsentrasi garam tetrazolium
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat
kecerahan warna radikula, tingkat
kecerahan warna plumula, tingkat
kecerahan warna kotiledon, tingkat
kecerahan warna bagian pinggir kotiledon,
tingkat kecerahan warna bagian tengah
kotiledon, tingkat pewarnaan embrio,
tingkat pewarnaan radikula, tingkat
pewarnaan plumula, tingkat pewarnaan
kotiledon, dan tingkat pewarnaan bagian

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


nyata terhadap tingkat kecerahan warna
embrio .
Pada parameter tingkat kecerahan
warna embrio interaksi perlakuan lama
penyimpanan dan konsentrasi garam
tetrazolium tidak berpengaruh nyata
dengan tingkat kecerahan warna embrio.
Adapun rata-rata perlakuan konsentrasi
tetrazolium tertinggi secara berturut-turut
yaitu perlakuan konsentrasi 0.25 % (k1)
2.68, perlakuan konsentrasi 0.50 %
(k2)
2.45, dan perlakuan konsentrasi 0.75 %
(k3) 2.28. Sedangkan untuk perlakuan
lama penyimpanan rata-rata
tertinggi

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

secara berturut-turut yaitu perlakuan


sebelum disimpan (p0) 2.67 , perlakuan Diantara bagian-bagian benih yang
lama penyimpanan 1 bulan (p1) 2.49, diamati pada parameter tingkat kecerahan
perlakuan lama penyimpanan 2 bulan (p2) warna uji tetrazolium seperti kotiledon,
2.43, dan perlakuan lama penyimpanan 3 radikula, dan plumula, hanya pada tingkat
bulan (p3) 2.22. kecerahan warna embrio yang
Pada parameter tingkat kecerahan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
warna plumula, tingkat kecerahan warna lama penyimpanan dan konsentrasi
kotiledon, tingkat pewarnaan embrio, tetrazolium tidak berpengaruh. Tidak
tingkat pewarnaan plumula, tingkat adanya pengaruh interaksi perlakuan pada
pewarnaan kotiledon, dan tingkat embrio diduga karena rata-rata warna yang
pewarnaan bagian pinggir kotiledon terbentuk pada bagian embrio yaitu warna
menunjukkan bahwa interaksi perlakuan merah tua yang menandakan bahwa
sebelum penyimpanan dengan konsentrasi jaringan embrio telah rusak. Rusaknya
tetrazolium 0.25% (p0k1) adalah interaksi jaringan pada embrio kemungkinan
perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat disebabkan oleh penekanan/mekanis dan
kecerahan warna plumula tertinggi pada pengaruh kelembaban pada saat panen.
interaksi perlakuan p0k1 yaitu 2.71 , Manurut Sutopo (2002) benih
tingkat kecerahan warna kotiledon 2.84 yang memperlihatkan bagian-bagian
tingkat kecerahan warna, tingkat berwarna merah tua yang lebih lunak
pewarnaan embrio 98.33 %, tingkat daripada jaringan sekitarnya,
pewarnaan plumula 84.00, tingkat kemungkinan besar disebabkan oleh
pewarnaan kotiledon 98.33 %, dan tingkat kerusakan akibat penekanan/mekanis.
pewarnaan bagian pinggir kotiledon 86.33 Noda yang tidak seragam menunjukkan
% tingjat kecerahan warna. kerusakan yang disebabkan oleh
Pada parameter tingkat kecerahan pengaruh kelembaban pada saat panen.
warna radikula, tingkat pewarnaan Tanda-tanda tersebut terutama penting
radikula, tingkat pewarnaan bagian tengah untuk benih Leguminosase dan
kotiledon menunjukkan bahwa interaksi merupakan petunjuk viabilitas yang
perlakuan lama penyimpanan 1 bulan Adanya perbedaan interaksi
dengan konsentrai 0.25 % (p1k1) adalah perlakuan yang terbaik dimungkinkan
interaksi perlakuan yang terbaik. Adapun karena adanya proses respirasi yang
tingkat kecerahan warna radikula pada berbeda-beda pada benih kacamg tanah
interaksi perlakuan p1k1 yaitu 2.71 tingkat untuk setiap konsentrasi dan lama
kecerahan warna , untuk parameter tingkat penyimpanan. Proses respirasi ini
pewarnaan radikula yaitu 86.07% dan dipengaruhi oleh penyerapan air oleh
untuk tingkat pewarnaan bagian tengah benih (imbibisi) sehingga kandungan air
kotiledon yaitu 76.92 % . dalam benih meningkat yang
Pada parameter tingkat kecerahan menyebabkan enzim-enzim dalam benih
warna bagian pinggir kotiledon dan tingkat menjadi aktif yang mengakibatkan proses
kecerahan warna bagian tengah kotiledon respirasi berjalan lancar. Hidrogen yang
menunjukkan bahwa interaksi perlakuan dilepaskan pada proses respirasi ini dapat
lama penyimpanan 0 bulan dengan mereduksi garam tetrazolium yang tidak
konsentrai 0.50 % (p0k2) adalah interaksi berwarna menjadi endapan formazan yang
perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat berwana merah. Enzim yang mendorong
kecerahan warna bagian pinggir kotiledon terjadinya proses ini adalah enzim
tertinggi pada interaksi perlakuan p0k2 dehidrogenase.
yaitu 2.56 dan untuk parameter tingkat Menurut Copeland dan Mcdonald
kecerahan warna bagian tengah kotiledon (1976) mengemukakan bahwa larutan
tertinggi yaitu 2.60 kecerahan warna. tetrazolium akan diimbibisi oleh jaringan

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


meristematik dalam embrio dan
direduksi

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

oleh H+ yang dilepaskan oleh proses terbaik karena konsentrasi garam


respirasi. Hasil dari reaksi ini adalah tetrazolium 0.25% tidak terlalu rendah dan
endapan formazan yang berwarna merah tidak terlalu pekat sehingga memberikan
dan asam klorida. Reaksi oksidasi dan hasil pewarnaan uji tetrazolium yang
reduksi ini berlangsung ini berlangsung terbaik pada benih kacang tanah dan lebih
dengan katalisator enzim dehidrogenase. murah. Sedangkan konsentrasi garam
Melalui intensitas dan pola pewarnaan tetrazolium 0.75 % diduga terlalu tinggi
endapan formazan yang terbentuk pada atau terlalu pekat untuk benih kacang
jaringan embrio dapat diketahui suatu tanah sehingga pewarnaan yang terjadi
jaringan itu hidup atau mati. Pada hampir sama pada seluruh daerah pada
jarinngan mati tidak terjadi reaksi benih yang tentunya akan mempersulit
oksidasi-reduksi, sehingga tidak berwarna. pengamatan. Sementara untuk konsentrasi
Selain dipengaruhi oleh proses garam tetrazolium 0.50% juga masih
imbibisi, respirasi pada suatu benih juga memberikan pewarnaan yang hampir sama
dipengaruhi oleh kulit benih, kadar air pada seluruh daerah benih kacang tanah
benih, temperature, konsentrasi CO2 dan sehingga masih ditemukan kesulitan
O2, keadaan embrio, umur benih, dalam evaluasi. Hal ini sesuai dengan
dormansi, pengaruh cendawan dan bakteri pendapat Johston (1974) yang mengatakan
serta komposisi kimia benih (Coker dan bahwa bila konsentrasi tetrazolium terlalu
Barton, 1957). rendah akan menyebabkan pewarnaan
Interaksi perlakuan sebelum yang terjadi tidak sempurna dan bila
penyimpanan dengan konsentrasi 0.25% konsentrasi terlalu pekat maka pewarnaan
(p0k1) lebih banyak memberikan tingkat yang terjadi hampir sama pada seluruh
kecerahan warna dan tingkat pewarnaan daerah embrio.
tertinggi pada beberapa paramameter Pada pegujian potensi tumbuh
seperti parameter tingkat kecerahan warna maksimum, daya kecambah, vigor, dan
plumula, tingkat kecerahan warna kecepatan tumbuh dapat diketahui bahwa
kotiledon, parameter tingkat pewarnaan persentase daya kecambah, potensi
embrio, tingkat pewarnaan plumula, tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh,
tingkat pewarnaan kotiledon, dan tingkat dan vigor pada penyimpanan 0 bulan (p0)
pewarnaan bagian pinggir kotiledon juga memberikan persentase lebih tinggi
dibandingkan dengan interaksi perlakuan dibandingkan lama penyimpanan 1 bulan
sebelum penyimpanan dengan konsentrasi (p1), 2 bulan (p2) dan 3 bulan (p3).
0.50% (p0k2) yang memberikan tingkat Adapun persentase potensi tumbuh
pewarnaan dan kecerahan tertinggi hanya maksimum tertinggi secara berturut-turut
pada dua parameter yaitu parameter yaitu p0 100 %, p1 88 %, p2 84 % dan p3
tingkat kecerahan warna bagian pinggir 76 %. Sedangkan persentase daya
embrio dan tingkat kecerahan warna kecambah tertinggi secara berturut-turut
bagian tengah kotiledon, serta untuk yaitu p0 96 %, p1 86 %, p2 80 %, p3 72
interaksi perlakuan lama penyimpanan 1 %, dan persentase vigor tertinggi secara
bulan dengan konsentrasi 0.25% (p1k1) berturut-turut yaitu p0 92 %, p1 82 %, p2
yang memberikan tingkat pewarnaan dan 76 %, dan p3 66 % serta persentase
kecarahan tertinggi pada tiga parameter kecepatan tumbuh tertinggi secara
yaitu tingkat kecerahan warna radikula, berturut-turut yaitu p0 48 % per etmal, p1
tingkat pewarnaan radikula dan tingkat 43 % per etmal , p2 40 % per etmal, p3 36
pewarnaan bagian tengah kotiledon. % per etmal. Artinya viabilitas benih pada
Interaksi perlakuan sebelum penyimpanan 0 bulan (p0) lebih tinggi
penyimpanan dengan konsentrasi namun tidak berberda nyata dengan benih
tetrazolium 0.25 % (p0k1) diduga yang disimpan 1 bulan (p1), penyimpanan
merupakan interaksi perlakuan yang

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


2 bulan (p2) dan penyimpanan 3 bulan

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halaman


Jurnal Agroteknologi / Agronomi

(p3). Hal ini menunjukkan bahwa adanya


interaksi antara lama penyimpanan dengan yang terbentuk pada struktur benih yaitu
tingkat pewarnaan dan kecerahan warna berwarna merah yang menandakan
yang terbentuk pada setiap penggunaan jaringan dalam benih tersebut masih hidup
konsentrasi garam tetrazolium yang yang ditunjukkan dengan daya kecambah
mengindikasikan persentase daya dan vigor benih yang tinggi.
kecambah dan vigor. Semakin singkat
waktu penyimpanan benih diduga semakin .
tinggi viabilitas benih sehingga pewarnaan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang doperoleh pada
percobaan ini, maka dapat ditarik persentase daya kecambah dan vigor yang
kesimpulan sebagai berikut : lebih tinggi dibandingkan dengan benih
Interaksi perlakuan lama yang telah disimpan selama 1 bulan, 2
penyimpanan 0 bulan dan konsentrasi bulan, dan 3 bulan. Namun penyimpanan
tetrazolium 0.25 % memberikan hasil 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan
terbaik dengan tingkat kecerahan warna memberikan daya kecambah dan vigor
2.84 dan pewarnaan 98.33 % pada yang tidak berbeda nyata antara satu
embrio dan kotiledon yang dengan lainnya.
mengindikasikan persentase daya Penggunaan konsentrasi tetrazolium
kecambah 100 %, dan vigor benih 92 %. 0.25 % memberikan tingkat pewarnaan
Semakin besar persentase tingkat dan kecerahan warna yang lebih baik
pewarnaan dan kecerahan warna makin dibandingkan konsentrasi 0.50 % dan
tinggi daya kecambah dan vigor benih konsentrasi 0.75 %
Benih yang belum disimpan
(penyimpanan 0 bulan) memberikan
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. H. Kahar
Mustari, MS dan Dr.Ir. Amirullah Dachlan, M.P yang telah membimbing penulis selama
penelitian dan penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2000. Kacang Tanah di Crocker, W. and L. V. Barton. PhysiologyofSeeds.


1957.
Lahan Sawah dan Lahan The USA.
Kering. Jakarta : Penerba Chronica Botanica Co. 267p.
Swadaya.
Jonston, M. E. H. 1974. The tetrazolium
Copeland, L. O. and M. B. McDonald. test, hal 219-226 dalam
1976. Principles of Seed Proceedings Kursus Singkat
Science and Technology. Pengujian Benih Institut
Burgess Publishing Company. Pertanian Bogor. Bogor. 284
Minneapolis, Minnesota. 321 p hal.

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halam


2015 15
Jurnal Agroteknologi / Agronomi

Muchlis, Ahmad. 1999. Studi Pola


Pewarnaan Uji Tetrazolium Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih.
pada Benih Kacang Tanah Jakarta : PT Raja Grafindo
(Arachis hypogaea L.) Sebagai Persada.
Tolok Ukur Viabilitas. Institut
Pertanian. Bogor 2004. Teknologi Benih. Jakarta
PT Raja Grafindo Persada.
Pitojo, Setijo. 2005. Benih Kacang Tanah. Hal 21-39
Yogyakarta : Kanisius.
1995. Teknologi Benih Jakarta :
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada PT Raja Grafindo Persada.
Benih. Jakarta: PT Gramedia.

Sumarno. 2003. Teknik Budidaya Kacang


Tanah. Bandung: Sinar Baru
Algesindo

UNIVERSITAS HASANUDDIN Halam


2015 16
BIODATA

a. Nama Lengkap : Hasrawati


b. Stambuk : G111 10 905
c. Email : khadijahacca@yahoo.co.id
d. Alamat :Jl. Politeknik UNHAS
e. No. Hp 082393893147
f. Jurusan/Program Studi : Budidaya Pertanian/Agroteknologi
g. Judul Penelitian :Pengujian Viabilitas Benih Kacang (Arachis
hypogaea L) pada Berbagai Lama
Penyimpanan dengan Menggunakan Uji
Tetrazolium
h. Nama Pembimbing 1 : Prof.Dr.Ir. H. Kahar Mustari, MS
i. Nama Pembimbing 2 : Dr.Ir. Amirullah Dachlan, M.P
j. Tahun Penelitian 2015
k. Masa Studi : 5 Tahun

1
PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea L)
PADA BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN DENGAN MENGGUNAKAN
UJI TETRAZOLIUM

HASRAWATI
G 111 10 905

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

1
PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea L)
PADA BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN DENGAN MENGGUNAKAN
UJI TETRAZOLIUM

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi Agroteknologi


Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin

HASRAWATI
G 111 10 905

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

1
2
16
ABSTRAK

ENI ANGGRAENI WAHYU (G11110381) Pertumbuhan tiga varietas tanaman


krisan (Chrysanthemum sp.) pada berbagai konsentrasi monosodium glutamate
(dibimbing oleh ELKAWAKIB SYAM’UN dan NOVATY ENY DUNGGA).

Penelitian ini dilaksanakan di dalam Screen house Kebun Strawberry Malino milik
Bapak Budiman, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten
Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, berlangsung dari bulan Agustus hingga Desember
2014. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk membandingkan
pertumbuhan vegetatif dan generatif dari tiga jenis bunga krisan dengan pemberian
monosodium glutamate dan melihat sejauh mana pengaruhnya.
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah. Faktor pertama sebagai petak
utama adalah varietas krisan yaitu: stalkon, sena, dan salju. Faktor kedua sebagai
anak petak adalah dosis monosodium glutamate yang terdiri dari kontrol (air), 5 mg L-
1
, 10 mg L-1, dan 15 mg L-1. Hasil penelitian menunjukkan varietas Sena
menunjukkan pertumbuhan terbaik pada jumlah bunga yang mekar dan diameter
bunga sedangkan varietas Stalkon menunjukkan pertumbuhan terbaik terhadap
jumlah anakan krisan, pemberian monosodium glutamate dengan konsentrasi 10 mg
L-1 memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan tinggi tanaman dan interaksi antara
varietas Stalkon dan pemberian monosodium glutamate dengan konsentrasi 15 mg L-1
memberikan hasil terbaik pada pertambahan jumlah daun.

Kata kunci : Monosodium glutamate, Stalkon, Sena dan Salju

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan


kehadirat Allah SWT, kepada-Nya segala pujian dan doa dihaturkan. Hanya dengan
berkah dan rahmat-Nyalah penulis dapat merampungkan penulisan tugas akhir ini.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan dan tauladan kita,
Baginda Rasulullah SAW.
Penulisan tugas akhir ini penulis rampungkan untuk memenuhi salah satu
syarat kelulusan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin dan sebagai sumbangan pikiran yang tidak lebih dari setitik ilmu dari
kesempurnaan pengetahuan-Nya.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi
ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Elkawakib Syam’un, MP selaku pembimbing I, ketua jurusan
sekaligus penasehat akademik dan Dr. Ir. Novaty Eny Dungga selaku
pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya
dari pelaksanaan penelitian sampai skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Kedua orang tua penulis, bapak Tunggal Hayaskoro dan ibu Asmiati Ali serta
kakak dan adik-adik ku yang tercinta, terkasih, dan akan selalu menjadi yang
terhebat, setulus hati dan teristimewa penulis persembahkan semua ini. Terima
kasih telah membuat hidupku menjadi berarti dan penuh dengan rasa syukur.
3. Bapak Budiman sekeluarga yang telah bersedia memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menggunakan lahannya sebagai tempat penelitian,
menyumbangkan tenaga serta memberikan kami tempat untuk tinggal selama
menjalankan penelitian ini.

1
4. Ibu Yani dan Ibu Rahma sekeluarga yang telah memberikan bekal ilmu dan
bimbingan mengenai budidaya krisan kepada penulis sehingga penelitian
berjalan lancar.
5. Sahabat - sahabatku terkhusus buat Nurhardina, Faradillah Alimuddin, Akhwiyah
Ekawati, Siti Fatimah S, Ratnawati, Nur Fatimah S, Tonado Hutapea, Amira
Meyansari, Rismala Dewi, Taufik Gaffar, Rusdi, & Zaenal Palaguna terima kasih
atas dukungannya, saran dan bantuannya, serta tidak lupa kepada teman-teman
seangkatan Hybrid 010, Rejuvinasi 08, Klimakterik 09, Aktivator 011 dan
saudara seperjuangan penulis selama mengemban ilmu di kampus merah ini,
canda tawa bersama kalian akan selalu teringat.
6. Seluruh staf administrasi kampus Universitas Hasanuddin yang telah banyak
membantu demi kelancaran perkuliahan.
7. Keluarga besar saudari Amira Meyansari dan Siti Rahma yang telah memberikan
kami tempat untuk tinggal serta meminjamkan fasilitas lainnya demi
penyelesaian skripsi ini.
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan rahmat dan
ridho-Nya atas budi baik serta ketulusan yang mereka berikan kepada penulis
selama ini. Harapan penulis semoga skripsi dapat bermanfaat bagi pembaca
dalam upaya pengembangan pertanian. Amin.

Makassar, Mei 2015

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL...................................................................................i

HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iii

PENGESAHAN............................................................................................. iv

ABSTRAK...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR..................................................................................vi

DAFTAR ISI............................................................................................... viii

DAFTAR TABEL.......................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xii

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang..........................................................................1
1.2. Hipotesis..................................................................................5
1.3. Tujuan dan kegunaan...............................................................6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tanaman Kacang Tanah..........................................................7
2.2. Viabilitas Benih.......................................................................9
2.3. Penyimpanan Benih...............................................................12
2.4. Uji Tetrazolium......................................................................14

BAB III. BAHAN DAN METODE


3.1. Tempat dan Waktu.................................................................22
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................22
3.3. Metode Penelitian..................................................................22
3.4. Pelaksanaan Penelitian...........................................................23
3.5. Parameter Pengamatan...........................................................25

2
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil.......................................................................................29
4.2. Pembahasan............................................................................43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan............................................................................52
5.2. Saran......................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................53

LAMPIRAN................................................................................................. 55

2
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Potensi tunbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecepatan tumbuh


(% per etmal), dan vigor kecambah (%)..................................................30

1. Rata-rata tingkat kecerahan warna embrio.............................................31

2. Tingkat kecerahan warna radikula.........................................................32

3. Tingkat kecerahan warna plumula.........................................................33

4. Tingkat kecerahan warna kotiledon.......................................................34

5. Tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiedon................................35

6. Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon................................36

7. Tingkat pewarnaan embrio (%)..............................................................37

8. Tingkat pewarnaan radikula (%)............................................................38

9. Tingkat pewarnaan plumula (%)............................................................39

10. Tingkat pewarnaan kotiledon (%)..........................................................40

11. Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%)..................................41

12. Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%)...................................42

Lampiran

Tabel 1a. Data benih yang berkecambah pada 5 HST...................................55

Tabel 1b. Data benih yang berkecambah normal..........................................55

Tabel 1c. Data benih yang berkecambah normal kuat pada 7 HST..............55

Tabel 2a. Tingkat kecerahan warna embrio...................................................56

Tabel 2b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna embrio...............................56

2
Tabel 3a. Tingkat kecerahan warna radikula.................................................57

Tabel 3b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna radikula..............................57

Tabel 4a. Tingkat kecerahan warna plumula.................................................58

Tabel 4b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna plumula..............................58

Tabel 5a. Tingkat kecerahan warna kotiledon...............................................59

Tabel 5b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna kotiledon............................59

Tabel 6a. Tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon.......................60

Tabel 6b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon...60

Tabel 7a. Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon........................61

Tabel 7b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon....61

Tabel 8a. Tingkat pewarnaan embrio (%)......................................................62

Tabel 8b. Sidik ragam tingkat pewarnaan embrio.........................................62

Tabel 9a. Tingkat pewarnaan radikula (%)....................................................63

Tabel 9b. Sidik ragam tingkat pewarnaan radikula........................................63

Tabel 10a. Tingkat pewarnaan plumula (%)..................................................64

Tabel 10b. Sidik ragam tingkat pewarnaan plumula......................................64

Tabel 11a. Tingkat pewarnaan kotiledon (%)................................................65

Tabel 11b. Sidik ragam tingkat pewarnaan kotiledon....................................65

Tabel 12a. Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%)........................66

Tabel 12b. Sidik ragam tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon...........66

Tabel 13a. Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%).........................67

Tabel 13b. Sidik ragam tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon............67

2
DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Lampiran

2. Perkecambahan benih setiap hari ............................................................... 68

3. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p0k1 69

4. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p0k2 69

5. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p0k3 69

6. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p1k1 70

7. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p1k2 70

8. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p1k3 70

9. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p2k1 71

10. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p2k2 71

11. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p2k3 71

12. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p3k1 72

13. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p3k2 72

14. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p3k3 72

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kacang tanah merupakan bahan pangan kacang-kacangan utama di Indonesia

setelah kedelai. Di Indonesia kacang tanah terutama ditujukan untuk tujuan konsumsi,

disamping juga digunakan untuk pakan dan bahan baku industri. Sebagai bahan

pangan kacang tanah kaya akan kandungan protein dan lemak nabati sehingga dapat

digunakan sebagai alternatif pengganti protein dan lemak hewani. Kebutuhan kacang

tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah

penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat (Adisarwanto, 2000).

Permintaan terhadap hasil olahan kacang tanah tetap tinggi setiap tahunnya.

Peningkatan kebutuhan kacang tanah nasional berkaitan erat dengan meningkatnya

industri pangan dan pakan. Kebutuhan akan kacang tanah meningkat rata-rata setiap

tahun ± 900.000 ton dengan produksi rata-rata setiap tahun 783.110 ton atau sekitar

87,01%. Pada saat ini kebutuhan nasional kacang tanah masih harus dipenuhi dari

impor sekitar 200.000 ton per tahun Rata – rata produksi kacang tanah per satuan luas

di Indonesia masih rendah. Pada tahun 2011 produksi rata – rata sekitar 1,281 ha-1.

Sementara produksi rata – rata kacang tanah di Indonesia dari tahun 2006 – 2011

terus mengalami penurunan sebesar 147.150 ton (Junaedi, 2011).

Usaha tani kacang tanah adalah salah satu alternatif peluang agribisnis yang

mampu memberikan lapangan kerja di pedesaan. Walaupun demikian, usaha tani

kacang tanah tidak terlepas dari berbagai hambatan, salah satu diantaranya adalah

2
ketersediaan benih. Fakta menunjukkan bahwa produktifitas kacang tanah tiap hektar

yang diperoleh petani hingga kini masih jauh dari potensi produksi kacang tanah hasil

penelitian. Salah satu penyebab kesenjangan produksi tersebut adalah belum banyak

tersedia dan dimanfaatkannnya benih unggul kacang tanah bermutu tinggi oleh para

petani atau pengusaha kacang tanah. Hingga kini, kondisi perbenihan palawija,

termasuk perbenihan kacang tanah, masih ketinggalan dibanding dengan perbenihan

padi yang relatif telah mantap (Pitojo, 2005)

Dari segi budidaya tanaman kacang tanah petani biasanya menggunakan benih

dari pertanaman sebelumnya yang disimpan dan dirawat agar tidak busuk sehingga

bisa digunakan untuk masa tanam berikutnya. Sementara benih yang diharapkan

petani adalah benih yang memiliki viabilitas benih dan vigor yang tinggi. Hal itu

disebabkan karena viabilitas dan vigor benih merupakan salah satu parameter yang

perlu dipertimbangkan sebelum benih disimpan, didistribusikan dan ditanam.

Informasi mutu benih yang cepat dan akurat sangat diperlukan bagi industry

perbenihan dan petani/konsumen pemakai benih. Informasi tersebut bagi industri

perbenihan berguna untuk segera menentukan kelayakan benih di pasar dan target

produksi benih berikutnya. Bagi petani, informasi tersebut berguna dalam menyusun

perencanaan yang matang sedini ungkin, guna mengantisipasi kerugian modal,

tenaga, dan waktu. Hal ini dapat memberikan peluang keberhasilan yang cukup besar

bagi petani (Muchlis, 1999)

Uji viabilitas benih memberikan informasi kemampuan berkecambah suatu benih

pada suatu kondisi tertentu. Uji viabilitas dapat dilakukan dengan pengecambahan

2
benih dan diamati daya kecambah dan kekuatan kecambahnya. Menurut Sutopo

(2002) cara yang dapat digunakan untuk menduga viabilitas benih adalah uji

viabilitas secara langsung dan dengan penggunaaan pola pewarna garam tetrazolium

(uji tetrazolium). Pada uji perkecambahan secara langsung diperlukan kondisi

kelembaban, temperature dan aerasi yang sesuai serta dalam beberapa hal cahaya,

sehingga menguntungkan bagi proses perkecambahan. Walaupun semua kondisi

diatur sedemikian rupa, umumnya pelaksanaan uji perkecambahan berlangsung

selama beberapa hari atau minggu. Sehingga uji perkecambahan secara langsung

tidak dapat segera diketahui. Sedangkan uji tetrazolium disebut uji cepat viabilitas

karena dapat memberikan keterangan lebih cepat 1-2 hari daripada uji

perkecambahan secara langsung. Indikasi yang diperoleh dari pengujian tetrazolium

bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola pewarnaan pada embrio,

sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu

yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya berupa kecambah.

Uji tetrazolium (TZ) banyak digunakan untuk pengujian viabilitas benih karena

waktu yang diperlukan lebih cepat (dalam hitungan jam) dibandingkan pengujian

daya berkecambah (dalam hitungan hari). Dalam uji tatrazolium digunakan larutan

2,3,5-trifenil tetrazolium klorida yang tidak berwarna. Senyawa tersebut diimbibisi

oleh benih dan di dalam jaringan benih yang hidup akan bereaksi dengan proses

reduksi dalam respirasi. Aktivitas enzim dehidrogenase akan melepaskan ion H+ dan

bereaksi dengan larutan tetrazolium membentuk endapan formazan yang berwarna

merah, stabil dan tidak larut air. Letak dan ukuran daerah yang terwarnai serta

2
intensitas pewarnaan (disebut pola topografi) menentukan klasifikasi benih viable

atau nonviable (ISTA, 2004). Pengamatan pola topografi dilakukan pada struktur

esensial embrio yaitu plumula, radikula dan kotiledon. Di Indonesia data hasil uji

tetrazolium belum umum digunakan sebagai data yang tercantum pada label benih,

tetapi dalam sertifikat benih Internasional yang dikeluarkan oleh ISTA (International

Seed Testing Association), hasil uji tetrazolium dapat digunakan.

Metode pengujian yang ideal adalah metode uji yang mudah, murah, cepat, dapat

diulang dan berkorelasi dengan pertumbuhan benih di lapangan. Uji tetrazolium

merupakan uji vigor tidak langsung yang dapat digunaka untuk mengidentifikasi

viabilitas benih ( baik benih dorman maupun benih keras). Hasil pengujian dengan

tetrazolium dapat diketahui lebih cepat bila dibandingkan dengan uji daya

berkecambah. Hal ini menyebabkan informasi mutu benih lebih cepat diperoleh serta

mempermudah industri benih dan peteni/konsumen untuk mengambil keputusan

terhadap suatu lot benih (Muchlis, 1999).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap komoditas kacang tanah

dengan menggunakan uji tetrazolium yang membedakan hanya sumber benih, alat

yang dipakai untuk mengamati intensitas warna yang terbentuk pada biji kacang

tanah dan konsentrasi garam tetrazolium yang digunakan. Menurtu Sutopo (2002)

konsentrasi larutan yang dipakai dapat bervariasi antara 0.1%-1,0%. Konsentrasi

yang umum dipakai adalah 1,0%, tetapi biasanya 0,5 % sudah cukup memuaskan.

Berdasarkan hasil penelitiam Grabe (1970) menunjukkan bahwa penggunaan

tetrazolium dengan konsentrasi 0.5 % sudah cukup memuaskan dan karena garam

2
tetrazolium mahal, maka makin lemah larutan yang digunakan, makin berkurang

biaya uji tersebut. Pada penelitian Muchlis (1999) juga menggunakan satu

konsentrasi tetrazolium yaitu 0.50 %. Pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap,

yaitu tahap pembuatan pola dan pengujian pola. Pada tahap pembuatan pola,

digunakan lot benih kacang tanah yang mempunyai viabilitas berbeda. Intensitas dan

pola pewarnaan yang terjadi pada embrio diamati dengan menggunakan kaca

pembesar dan pola pewarna yang terbentuk dipotret. Selanjutnya dibuat standar pola

pewarnaan yang membedakan antara benih yang berpotensi untuk tumbuh menjadi

kecambah normal kuat, normal kurang kuat, abnormal dan mati sebanyak enam pola.

Sementara pegujian viabilitas benih dengan indikasi langsung digunakan sebagai

pembanding pada tahap pengujian pola.

Pada penelitian Dina (2007) yang menggunakan pewarna tetrazolium dengan

konsentrasi 1 % sebagai tolok ukur viabilitas dan vigor benih kedelai untuk

pendugaan pertumbuhan tanaman di lapangan. Diperoleh sepuluh pola topografi pada

uji TZ. Salah satu diantara sepuluh pola tersebut yaitu pola 1 dengan topografi pada

poros embrio dan kotiledon berwarna merah cerah, pola 2 dengan topografi pada

poros embrio berwarna merah dengan ujung merah tuan dan topografi pada kotiledon

berwarna merah, pola 3 yang menunjukkan topografi pada poros embrio berwarna

merah cerah dengan ujung merah tua dan topografi pada kotiledon berwarna merah

cerah, dan untuk pola 4 menunjukkan topografi pada poros embrio dengan warna

merah cerah dan topografi pada kotiedon dengan warna gradasi merah sampai merah

muda. Pola 1,2,3,4 dan pola 1,2,3 pada pengujian TZ mempunyai korelasi yang tinggi

2
dengan pertumbuhan tanaman dan hasil produksi. Pola 1,2,3,4 yaitu seluruh bagian

benih berwarna merah atau bergradasi merah muda-merah dengan ujung poros

embrio merah atau merah tua, menunjukkan benih viable, sedangkan pola yang lebih

spesifik yaitu 1,2,3 dimana pewarnaan pada kotiledon terbentuk merata dan poros

embrio berwarna merah dengan atau tanpa merah tua di ujung radikula dikategorikan

sebagai pola vigor. Pola 1,2,3,4 dan pola 1,2,3 dapat digunakan untuk mengestimasi

pertumbuhan tanaman, tetapi pola 1,2,3 sebagai pola vigor dapat mengestimasi

dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa pada

beberapa penelitian yang dilkaukan sebelumnya masih memiliki kekurangan seperti

pada pengamatan intensitas dan pola pewarnaan yang terjadi pada embrio diamati

hanya dengan menggunakan kaca pembesar dan pola pewarna yang terbentuk dipotret

serta hanya menggunakan satu konsentrasi tetrazolium saja. Sementara dalam

penelitian ini, pada pengamatan tingkat pewarnaan dan kecerahan warna digunakan

perbesaran mikroskop dan menggunakan konsentrasi yang bervariasi yaitu 0.25 %,

0.50%, dan 0.75 %. Dengan demikian penelitian ini pelu dilakukan untuk mengetahui

viabilitas benih kacang tanah dalam berbagai lama penyimpanan dengan

menggunakan uji tetrazolium pada konsentrasi berbeda.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara lama

penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium terhadap tingkat pewarnaan pada

3
struktur biji (embrio, plumula, radikula, kotiledon) dan hubungannya dengan vigor

dan daya kecambah benih kacang tanah (Arachis hypogaea L).

Adapun kegunaan dari penelitian ini ialah dapat mengetahui bahwa pengujian

daya kecambah dan vigor dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.

1.3 Hipotesis

1. Terdapat interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi

tetrazolium tertentu yang dapat memberikan tingkat pewarnaan dan

kecerahan warna pada embrio dan kotiledon yang terbaik yang dapat

mengindikasikan persentase daya kecambah dan vigor pada benih.

2. Terdapat lama penyimpanan yang memberikan persentase daya kecambah dan

vigor yang lebih tinggi pada benih kacang tanah.

3. Terdapat konsentrasi tetrazolium yang memberikan tingkat pewarnaan dan

kecerahan warna pada embrio dan kotiledon yang lebih baik yang dapat

mengindikasikan persentase daya kecambah dan vigor pada benih.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kacang Tanah

Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang

berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan).

Awalnya kacang tanah dibawa dan disebarkan ke benua Eropa, kemudian menyebar

ke benua Asia sampai ke Indonesia (Purwono dan Purnamawati, Heni, 2007).

Kacang tanah yang ada di Indonesia semula berasal dari Benua Amerika.

Pertama kali kacang tanah masuk ke Indonesia dibawah oleh pedagang Spanyol

sewaktu melakukan pelayaran dari Meksiko ke Maluku setelah tahun 1597. Pada

tahun 1863, Holle memasukkan kacang tanah dari Inggris dan pada tahun 1864

Scheffer memasukkan pula kacang tanah dari Mesir (Rukmana, 1998).

Jenis tanaman yang ada di Indonesia ada 2 tipe, yaitu tipe tegak dan tipe

menjalar. Tipe tegak adalah jenis kacang yang tumbuh lurus atau sedikit miring ke

atas, buanhya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, umumnya pendek (genjah), dan

kemasakan buahnya serempak. Sementara itu kacang tanah tipe menjalar adalah jenis

yang tumbuh kea rah samping, batang utama berukuran panjang, buah terdapat pada

ruas-ruas yang berdekatan dengan tanah, dan umumnya berumur pajang (Purwono

dan Purnamawati, Heni, 2007).

Biji kacang tanah merupakan bagian dari buah (polong) yang digunakan

sebagai bahan makanan dan terdiri dari dua keping lembaga . Perakaran kacang tanah

dalam dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah

3
beranak empat helai daun. Setelah terjadi penyerbukan, ginofor akan tumbuh dari

dasar bunga. Ginofor ini akan terus tumbuh secara geotropism (menuju tanah).

Setelah menembus tanah dan mencapai kedalaman 2-7 cm, ginofor tumbuh mendatar,

membengkak, dan membentuk polong. Panjang ginofor tergantung pada letak/jarak

bunga dengan permukaan tanah. Biasanya jika panjangya lebih 15 cm, ginofor akan

berhenti tumbuh (Purwono dan Purnamawati, Heni, 2007).

Tanaman kacang tanah dapat tumbuh pada daerah tropik, subtropik, serta

daerah temperate pada 40o LU- 40o LS. Persyaratan mengenai tanah yang cocok bagi

tumbuhnya kacang tanah tidaklah terlalu khusus. Syarat yang terpenting adalah

bahwa keadaan tanah tidak telalu kurus dan padat. Kondisi tanah yang mutlak

diperlukan adalah tanah yang gembur. Kondisi tanah yang gembur akan memberikan

kemudahan bagi tanaman kacang tanah terutama dalam hal perkecambahan biji,

kuncup buah, dan pembentukan polong yang baik. Tanaman kacang tanah

menghendaki keadaan pH tanah sekitar 6-6.5 (Aak, 1993).

Menurut Maesen dan Somaatmadja (1992) kacang tanah menghendaki

keadaan iklim yang panas tetapi sedikit lembab, yaitu rata-rata 65-75% dan curah

hujan tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 800-1300 mm/tahun. Pada waktu berbunga

tanaman kacang tanah menghendaki keadaan yang cukup lembab dan cukup udara,

sehingga kuncup buah dapat menembus tanah dengan baik dan pembentukan polong

dapat berjalan secara leluasa, sedangkan pada saat buah kacang tanah menjelang tua,

tanah harus diupayakan menjadi kering. Apabila tanah terlalu basah, sebagian buah

kacang tanah akan tumbuh di lahan penanaman, bahkan sebagian buah kacang akan

3
membusuk dan kualitasnya bisa menjadi kurang baik. Daerah yang paling cocok

untuk tanaman kacang tanah adalah daerah dataran dengan ketinggian 0-500 meter di

atas permukaan laut. Disamping itu, tanaman kacang tanah menghendaki sinar

matahari yang cukup. Suhu optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 30 oC

dan pertumbuhan akan terhambat pada suhu 15 oC.

2.2 Viabilitas Benih

Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukan melalui gejala

metabolisme dan gejala pertumbuhan. Selain itu daya kecambah juga merupakan

tolak ukur parameter viabilitas potensial benih. Pada umumnya viabilitas benih

diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain

untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, presentase kecambah benih atau

daya tumbuh benih. Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan

viabilitas benih dan jumlah benih merupakan indeks dari viabilitas benih. Viabilitas

benih juga meliputi viabilitas potensi dan vigor. Yang dimaksud dengan viabilitas

potensial adalah viabilitas benih pada kondisi optimum ang secara potensial mampu

menghasilkan tanaman normal yang berproduksi normal, sedangkan vigor adalah

kemampuan benih tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam

keadaan suboptimum, dan di atas normal dalam keaadaan yang optimum, serta

mampu disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan tahan disimpan lama

dalam kondisi optimum (Sadjad, 1993)

Berdasarkan pengertian viabilitas benih tersebut, maka pengujian viabilitas

benih harus mencakup pengujian daya berkecambah (viabilitas potensial) dan

3
pengujian vigor. Pengujian daya berkecambah sering tidak mencerminka kemampuan

benih untuk tumbuh di lapangan, karena pengujian daya berkecambah dilakukan pada

kondisi serba optimum (Delouchhe dan Baskin, 1973). Hal ini menunjukkan bahwa

selain pengujian daya berkecambah , pengujian vigor perlu dilakukan.

Umumnya parameter untuk viabilitas benih yang digunakan adalah presentase

perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat dalam hal ini

mencerminkan kekuatan tumbuh yang dinyatakan sebagai laju perkecambahan.

Penilaian dilakukan dengan membandingkan kecambah satu dengan yang lainnya

sesuai kriteria kecambah normal, abnormal dan mati (Sutopo, 2002).

Viabilitas benih dapat diketahui melalui: 1) pendekatan fisiologis, yaitu

dengan mengamati proses pertumbuhan di laboratorium atau pertumbuhan bibit di

lapangan; 2) pendekatan biokimiawi, yaitu mengamati reaksi kimia yang terjadi,

mengamati adanya indicator tertentu yang dapat membedakan antara sel hidup atau

sel mati, mengamati gejala peningkatan suatu metabolit dalam benih, ataupu analisis

kimia yang lainnya; 3) pendekatan anatomi, misalnya dengan cara pengamata sitologi

benih; 4) pendekatan matematika benih apabila suatu viabilitas ditentukan pada

dimensi waktu atau periode viabilitas benih menujukkan kecenderungan garis

viabilitas yang ditentuka melalui suatu fugsi atau persamaan diferensial. Kemudian

informasi yang didapatkan dari berbagai metode uji ini, baik pendekatannya secara

fisiologi, biokimiawi, anatomi maupun matematika benih haruslah bersifat

parametrik. Parameter yang digunakan harus obyektif, sehingga penilaian yang

berdasarkan suatu standar selalu diusahakan (Sutopo, 2002).

3
Cara yang dapat digunakan untuk menduga viabilitas benih adalah uji

viabilitas secara langsung dan dengan penggunaaan pola pewarna garam tetrazolium

(uji tetrazolium). Pada uji perkecambahan secara langsung diperlukan kondisi

kelembaban, temperature dan aerasi yang sesuai serta dalam beberapa hal cahaya,

sehingga menguntungkan bagi proses perkecambahan. Walaupun semua kondisi

diatur sedemikian rupa, umumnya pelaksanaan uji perkecambahan berlangsung

selama beberapa hari atau minggu. Sehingga kesimpulan dari suatu uji

perkecambahan secara langsung tidak dapat segera diketahui. Sedangkan uji

tetrazolium disebut uji cepat viabilitas karena dapat memberikan keterangan lebih

cepat 1-2 hari daripada uji perkecambahan secara langsung. Indikasi yang diperoleh

dari pengujian tetrazolium bukan berupa perwujudan kecambah, melainkan pola-pola

pewarnaan pada embrio, sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian

tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya

berupa kecambah (Sutopo, 2002)

Untuk benih-benih yang sangat dorman dan lambat berkecambah lebih

menguntungkan bila digunakan uji tetrazolium karena suatu kelompok benih gagal

berkecambah atau berkecambah lebih lambat dari biasanya disebabkan oleh tipe

dormansi “after ripening”. Untuk menentukan viabilitas benih tersebut secara cepat

dapat dilaksanakan uji tetrazolium. Hal ini akan memungkinkan seorang analis akan

mengadakan pengujian kebali untuk perkecambahan dengan menggunakan metode

pemecahan dormansi terlebih dahulu. Tetapi jika uji tetrazolium digunakan langsung

pada benih dorman, maka akan diperoleh hasil lengkap tentang viabilitas benih

3
tersebut tanpa mengetahui adanya pengaruh dormansi. Selain itu, uji tetrazolium

memerlukan lebih banyak kecakapan dan keputusan daripada yang diperlukan dalam

uji perkecambahan secara langsung. Seringkali diperlukan beberapa kali pembesaran

untuk dapat mempelajari dengan seksama pola noda dan lokasi daerah nekrotik yang

tidak ternoda dan uji tetrazolium tidak selalu memberikan keterangan tentang

kerusakan pada benih yang diakibatkan oleh proses pengeringan (Sutopo, 2004).

2.3 Penyimpanan Benih

Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk memperoleh viabilitas benih

dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Yang dipertahankan adalah viabilitas

maksimum benih yang tercapai pada saat benih masak fisiologis. Kemasakan

fisiologis diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dicapai oleh benih sebelum

keadaan optimum untuk panen dapat dimulai (Sutopo, 2002).

Penyimpanan kacang tanah dapat berupa polong atau biji. Penyimpana polong

kacang tanah biasanya dilakukan untuk menunggu waktu penjualan yang tepat.

Polong kacang tanah yang sudah cukup kering dengan kadar air < 9 %, dapat

dimasukkan ke dalam karung goni dan disimpan dalam ruang yang sejuk dan kering

dengan suhu 27 oC, kelembaban nisbi 70 % (Lisdiana Fachruddin, 2000). Diusahakan

agar tidak terjadi kontak langsung dengan dinding dan lantai. Kadar air dalam biji

kacang menunjukkan banyaknya air yang terkandung dalam biji. Kadar air kacang

tanah dapat dipengaruhi oleh kelembaban ruangan tempat menyimpan biji kacang

tersebut. Penyimpanan dalam bentuk biji lebih awet kering dibandingkan dalam

bentuk polong. Umumnya kelembaban udara gudang di Indonesia adalah antara 80-

3
90%, sehingga kadar air biji kacang akan berkisar antara 10-15%, atau sekitar 15-

21% bila disimpan dalam bentuk polong. Kerugian menyimpan dalam bentuk biji

adalah mudah diserang hama gudang. (Sumarno, 2003).

Dalam skala besar penyimpanan dapat dilakukan dengan sistem curah atau

menggunakan bak. Cara lain yang lebih efektif adalah dengan pemberian 15% gas

CO2 ke dalam drum tertutup yang berisi biji kacang tanah yang berkadar air 6,7-

9,6%. Dengan cara penyimpana tersebut, biji kacang tanah dapat bertahan selama 6

bulan (Lisdiana Fachruddin, 2000). Benih kacang tanah lebih baik disimpan dalam

bentuk polong, agar daya tumbuh tidak cepat menurun. Kadar air yang aman untuk

penyimpanan benih dalam bentuk polong yaitu 10-11% (Wirana dan Wahyuni, 2002).

Menurut Sutopo (1995), selain faktor benihnya sendiri, factor luar benih yang

sangat berpengaruh dalam penyimpanan benih adalah suhu dan kelembaban. Suhu

yang terlalu tinggi saat penyimpanan dapat membahayakan dan mengakibatkan

kerusakan pada benih. Sebaliknya suhu rendah lebih efektif untuk menyimpan benih.

Pada suhu rendah aktivitas respirasi dapat ditekan kelembaban udara ruang simpan

antara 50-60% dan suhu simpan 0-10% C adalah cukup baik untuk mempertahankan

viabilitas benih.

Polong dengan biji yang telah kering dimasukkan dalam karung, dan disimpan

dalam ruang yang kering. Karung berisi benih jangan ditumpuk langsung di atas

lantai, melainkan diberi alas papan. Penyimpanan benih untuk 2-3 bulan dapat

dilakukan dalam bentuk biji kering yang disimpan dalam kaleng-kaleng yang tertutup

rapat. Benih kacang tanah dalam polong dapat disimpan dengan daya tumbuh tetap

3
baik selama 8 bulan. Bila ruangan penyimpanan bersuhu rendah (10-18 oC) dapat

bertahan hingga 12 bulan. (Sumarno, 2003).

2.4 Uji Tetrazolium

Pada uji daya hidup secara langsung diperlukan kondisi kelembaban,

temperature dan aerasi yang sesuai, serta dalam beberapa hal cahaya, sehingga

menguntungkan bagi proses perkecambahan. Penting juga untuk menentukan apakah

yang dihasilkan normal atau tidak. Kepastian apakah suatu kecambah itu normal atau

tidak tergantung pada pengamtan yang teliti terhadap system akar dan tunas.

Walaupun semua kondisi diatur sedemikian rupa, umumnya pelaksanaan uji

perkecambahan berlangsung selama beberapa hari atau minggu. Bahkan untuk

beberapa jenis rumput-rumputan dan pohon - pohonan dapat memakan waktu yang

lebih lama lagi. Sehingga kesimpulan dari uji perkecambahan secara langsung tidak

dapat segera diketahui (Sutopo, 2002).

Semua kekurangan – kekurangan tersebut dapat diatasi apabila viabilita benih

dapat diukur dengan suatu penduga biokimia dari aktivitas metabolisme benih sala

satu bahan kimia pertama yang dipergunakan untuk maksud ini adalah Tellurium.

Hanya reaksi pewarnaan yang dihasilkan pada sel kurang memuaskan. Penggunaan

garam Selenium (NaHSeO3) ternyata cukup sukses, bahan ini menghasilkan

pewarnaan pada sel dari tidak berwarna sampai merah tua, sehingga memudahkan

analisa. Keberatannya dalah bahan ini terlalu beracun. Kemudian oleh Lakon (1949)

ditemukan garam tetrazolium yang dapat menghasilkan pewarnaan yang jelas pada

sel serta tidak beracun. Cara kerja yang dikembangkannya itu dinamkan “ Metode

3
Pewarnan Topografis”. Pada kongres ISTA di Dublin than 1953 ditetapkan bahwa uji

tetrazolium sebagai stau-satunya cara menentukan viabilitas dari jenis benih pohon-

pohonan tertentu yang dorman dan sangat lambat perkecambahannya (Sutopo, 2002)

Uji Tetrazolium merupakan cara pengujian viabilitas benih secara cepat dan

bersifat tidak langsung (Quick Test). Zat kimia yang digunakan adalah 2,3,5

Triphenyl Tetrazolium Kloride (garam tetrazolium), zat ini dapat diserap oleh benih.

Dalam jaringan benih hidup, garam tetrazolium akan mengalami reduksi secara

enzimatik sehingga timbul senyawa formazan yang berwarna merah cerah. Reaksi

tetrazolium akan sangat baik apabila berada pada suhu udara sekitar 40 derajat celcius

dan dalam larutan dengan pH 7 (Chapman & Lark, 2005).

Dasar dari pertimbangan uji tetrazolium adalah keterbatasan waktu, benih

bersifat dorman dan kepentingan riset. Kriteria pewarnaan untuk uji tetrazolim

meliputi : jika warna merah cerah maka jaringan masih hidup, warna merah jambu

maka jaringan sudah lemah, jika warna merah tua maka jaringan rusak, dan jika tidak

berwarna maka jaringan sudah mati. Prinsip kerja uji tetrazolium adalah berdasarkan

perbedaan warna dari benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium. Jika jaringan

dalam benih itu hidup akan menghasilkan suatu reaksi pada benih dengan

menimbulkan kriteria pewarnaan : merah cerah (jaringan masih hidup), merah jambu

(jaringan sudah lemah), merah tua (jaringan rusak), tak berwarna (jaringan sudah

mati) (Balai teknologi pembenihan, 2005).

Menurut Sutopo (2002), di dalam suatu uji biokimia tanda terjadinya proses

reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh reduksi oleh suatu indikator. Garam

4
tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel

hidup zat ini ikut serta dalam proses reduksi. Dengan proses hidrogenasi dari 2,3,5

triphenyl tetrazolium chloride atau bromide, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah

triphenyl formazan yang berwarna merah dari bagian sel mati yang tidak berwarna.

Uji tetrazolium hanya pada keadaan tertentu saja dapat dipandang sebagai

pengganti dari uji perkecambahan secara langsung untuk mengukur viabilitas benih.

Jika diperlukan keterangan segera tentang viabilitas suatu kelompok benih tertentu,

maka uji tetrazolium akan dapat memberi keterangan lebih cepat 1-2 hari daripada uji

perkecambahan secara langsung. Apabila suatu kelompok benih gagal berkecambah

atau berkecambah lebih lambat dari biasanya disebabkan oleh tipe dormansi “after

ripening”. Untuk menentukan viabilitas benih tersebut secara cepat dapat

dilaksanakan uji tetrazolium. Hal ini akan memungkinkan seorang analis mengadakan

pengujian kembali untuk perkecambahan dengan menggunakan metode pemecahan

dormansi terlebih dahulu. Tetapi uji tetrazolium digunakan langsung pada benih

dorman, maka diperoleh hasil lengkap tentang viabilitas benih tersebut tanpa

mengetahui adanya pengaruh dormansi. Uji tetrazolium memerlukan lebih banyak

kecakapan dan keputusan daripada yang diperlukan dalam uji perkecambahan secara

langsung. Seringkali diperlukan beberapa kali pembesaran untuk mempelajari dengan

seksama pola noda dan lokasi daerah nekrotik yang tidak ternoda (Sutopo, 2002).

Di Indonesia data hasil uji tetrazolium belum umum digunakan sebagai data

yang tercantum pada label benih, tetapi dalam sertifikat benih Internasional yang

dikeluarkan oleh ISTA (International Seed Testing Association), hasil uji tetrazolium

4
dapat digunakan. Bradford (2004) menyatakan bahwa pengujian TZ dapat digunakan

untuk uji vigor dengan penambahan kriteria dalam penilaian uji viabilitas. Suatu

kriteria dapat tidak penting pada viabilitas tetapi menjadi penting dalam vigor. Uji TZ

dapat mendeteksi kerusakan paling dini pada embrio dan menunjukkan deteriorasi

benih yang merupakan indikator vigor. Menurut survei tahun 1976, 1982 dan 1990,

uji tetrazolium akan menjadi metode yang banyak digunakan untuk uji vigor (Leist

2004). Sebagai uji vigor, uji tetrazolium harus berkorelasi dengan pertumbuhan

tanaman.

2.4.1 Prinsip Uji Tetrazolium

Prinsip uji tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah

oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan

formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang

mendorong terjadinya proses ini adalah dehidrogenase yang berkaitan dengan

respirasi. Kelebihan uji tetrazolium meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat

tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang

mengalami pemasakan lanjutan (after ripening), tingkat ketelitian tinggi, sedangkan

kelemahannya memerlukan keahlian dan pelatihan yang intensif, bersifat laboratoris,

tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikroba lainnya dan bersifat

merusak (Sutopo, 2002).

Menurut Chapman & Lark (2005) prinsip kerja uji tetrazolium adalah

berdasarkan perbedaan warna dari benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium.

Jaringan dalam benih itu hidup akan menghasilkan suatu reaksi pada benih dengan

4
menimbulkan warna merah. Sedangkan jika tidak menimbulkan warna menunjukan

bahwa benih sudah mati

2.4.2 Pelaksanaan Uji Tetrazolium

Menurut Sutopo (2002), pada dasarnya uji tetrazolium dilaksanakan dalam

tiga tahap yaitu tahap 1 adalah pengaktifan enzim dan reaksi reaksi dehidrogenasi

dengan penyerapan air. Pada tahap ini biasanya diperlukan waktuhampir 16 jam.

Benih-benih yang kecil dibiarkan mengambang di permukaan air, sedangkan benih-

benih yang lebih besar dibiarkan berimbibsi di antara lembaran-lembaran kertas yang

lembab. Benih perlu dibiarkan sampai mencapai tahap dimana radikel muncul, karena

akan lebih sulit untuk menentukan kondisi dari radikel.jika benih-benih tertentu

berkecambah lebih cepat pada temperature optimum, maka perlu meletakkan benih

tersebut pada temperature yang lebih rendah selama 16 jam. Biasanya benih

diletakkan kontak dengan air sekitar pukul 4 sore hari selama 16 jam dan dilanjutkan

ke tahap 2 pada sekitar pukul 8 pagi hari selama 8 jam berikutnya.

Ada berbagai metode dimana tahap 2 dapat dilaksanakan, dengan maksud

untuk membuka daerah embrionik terhadap larutan tetrazolium. Pada benih-benih

Gramineae yang lebih besar benih dapat dibelah dua memanjang melalui embrio dan

scutellum bersama sebagian kecil dari endosperm dan diletakkan dalam larutan

tetrazolium. Pada jenis-jenis benih lainnya seperti benih dari Cucurbitaceae dan

Malvaceae, baik kulit biji dan perisperm harus disingkirkan untuk membiarkan

larutan tetrazolium mencapai embrio. Setelah kulit biji disingkirkan, perlu untuk

meletakkan benih kembali ke dalam air selama beberapa waktu perisperm dapat

4
dengan mudah diambil, sebelum benih diletakkan dalam larutan tetrazolium. Bagi

benih-benih dari Leguminosae dapat diletakkan langsung dalam larutan tetrazoliu

setelah tahap 1, tanpa perlakuan lebih lanjut (Sutopo, 2002).

Kecepatan reaksi dari reduksi larutan tetrazolium yang tak berwarna menjadi

formazan yang stabil dan tidak difusi tergantung pada temperature dan jenis benih.

Makin tinggi temperatur hingga lebih dari 40oC, makin cepat waktu reaksi.

Temperature yang dipakai tergantung pada waktu yang tersedia untuk melaksanakan

uji tersebut. Pada temperatur 40oC, waktu reaksi antara 1-4 jam, tetapi jika tidak hati-

hati maka intensitas warna akan menjadi sedemikian besar hingga menyulitkan

evaluasi uji secara tepat. Sehingga lebih aman untuk membiarkan reaksi berjalan

lebih lambat pada temperature yang lebih rendah. Konsentrasi larutan yang dipakai

dapat bervariasi antara 0.1%-1,0%. Konsentrasi yang umum dipakai adalah 1,0%,

tetapi biasanya 0,5 % sudah cukup memuaskan. Dan karena garam tetrazolium adalah

mahal maka makin lemah larutan yang digunakan makin berkurang biaya uji tersebut

(Sutopo, 2002).

Tahap 3 merupakan bagian yang tersulit dari uji tetrazolium. Diperlukan

pengetahuan yang baik tentang morfologi benih dan jaringan embronik untuk

memungkinkan menentukan bagian-bagian apa saja yang penting dari embrio yang

harus berwarna untuk menunjukkan bahwa benih yang dianalisa adalah viable. Dan

jika dikecambahkan akan menghasilkan suatu kecambah normal. Tipe noda,

kedalaman warna dan kondisi dari jaringan yang ternoda dapat dipertimbangkan

untuk menunjukkan status viabilitas dari benh (Sutopo, 2002).

4
Benih yang memperlihatkan bagian-bagian berwarna merah tua yang lebih

lunak daripada jaringan sekitarnya, kemungkinan besar disebabkan oleh kerusakan

akibat penekanan/mekanis. Noda yang tidak seragam menunjukkan kerusakan yang

disebabkan oleh pengaruh kelembaban pada saat panen. Tanda tersebut terutama

penting untuk benih Leguminosae seperti kedele dan kacang hijau, dan merupakan

petunjuk viabilitas yang rendah. Noda ringan yang seringkali tampak dipermukaan

endosperm pada benih padi-padian dan rumput-rumputan disebabkan oleh reduksi

garam tetrazolium pada sel-sel lapisan aleuron dari benih. Terlihatnya pewarna ini

dipandang sebagai petunjuk bahwa benih tersebut vigorous (Sutopo, 2002)

2.4.3 Kategori Benih Viabel dan Non Viabel dalam Uji Tetrazolium

Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam uji tetrazolium adalah

evaluasi pola topografi perwarnaan untuk menentukan benih viable dan non-viable.

Paradigma ini diterima karena definisi viable (hidup) diartikan hanya sebagai

kemampuan benih tersebut untuk berkecambah, dan tidak menjadi soal apakah

berkecambah secara normal atau abnormal. Dengan paradigma demikian, maka hasil

uji tetrazolium tidak diperkenankan menjadi data yang dicantumkan di label benih

karena akan memberikan kesalahan positif (yaitu persentase benih viable yang lebih

tinggi dibandingkan persentase daya berkecambah). Akan tetapi, apabila ditelusuri

dari berbagai literatur internasional, maka akan diperoleh suatu kesimpulan bahwa

paradigma tersebut di atas kurang tepat. ISTA sebagai organisasi pengujian benih

internasional yang diakui kredibilitas dan metodenya digunakan di seluruh dunia

mendefinisikan benih viable benih yang memperlihatkan potensi untuk menjadi

4
kecambah normal, sedangkan benih non-viable adalah terdiri dari benih yang

berkembang secara abnormal baik pada embrio maupun pada struktur penting lainnya

dan menunjukkan jaringan yang mati (Sutopo, 2002).

Beberapa pola pewarnaan benih dikategorikan viable bila terwarnai

seluruhnya, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada kotiledon, tetapi bukan pada

bagian penghubung antara kotiledon dan radikula dan bukan pada daerah satu sisi

dengan hilum, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada radikula, tetapi bukan pada

bagian ujung atau pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. Bagian

dalam kotiledon berwarna merah atau bergradasi secara teratur dari merah di bagian

tepi dan memudar di bagian tengah (suatu kondisi yang wajar akibat berkurangnya

penetrasi larutan tetrazolium di bagian dalam). Benih dikategorikan non viable bila

tidak terwarnai seluruhnya, sebagian besar kotiledon tidak terwarnai, sebagian besar

radikula tidak terwarnai, kerusakan lain (spot busuk), bagian luar berwarna merah,

tetapi bagian dalam kotiledon terlihat adanya batas yang nyata daerah yang tidak

terwarnai (spot putih) (Dina 2006).

4
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Februari 2015

di Laboratorium Pemuliaan dan Benih Tanaman Jurusan Agronomi Fakultas

Pertanian Universitas Hasanuddin, Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunkan pada penelitian ini adalah talang, mikroskop, pinset,

gelas piala, gelas ukur, pengaduk, cawan dan kertas label. Sedangkan bahan-bahan

yang digunakan adalah benih kacang tanah varietas kelinci, garam terazolium,

aquades, dan kertas.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini didesain dalam bentuk rancangan faktorial dua faktor yang

disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama yaitu lama

penyimpanan (p) yang terdiri atas empat taraf yaitu : penyimpanan 0 bulan (p0),

penyimpanan 1 bulan (p1), penyimpanan 2 bulan (p2), dan penyimpanan 3 bulan

(p3). Faktor kedua adalah konsentrasi tetrazolium (k) yang terdiri atas tiga taraf

yaitu : 0,25 % (k1), 0,5 % (k2), dan 0,75% (k3).

Faktor pertama adalah lama penyimpanan yang terdiri dari :

p0 : penyimpanan 0 bulan setelah panen

p1 : penyimpanan 1 bulan setelah panen

p2 : penyimpanan 2 bulan setelah panen

4
p3 : penyimpanan 3 bulan setelah panen

Faktor kedua adalah konsentrasi tetrazolium yang terdiri dari :

k1 : 0,25 %

k2 : 0,50 %

k3 : 0,75%

Kombinasi perlakuan terdiri dari :

p0k1 p1k1 p2k1 p3k1

p0k2 p1k2 p2k2 p3k2

p0k3 p1k3 p2k3 p3k3

Dari faktor tersebut terdapat 3 (4 × 3 ) kombinasi perlakuan. Masing-masing

kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 36 unit percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini yaitu:

1. Sumber Benih

Benih kacang tanah yang digunakan adalah varietas kelinci yang berasal dari

Kabupaten Kepulauan Selayar. Benih ini dipanen tanggal 22 Oktober 2014 dan

dikeringkan selama 5 hari kemudian disimpan dalam satu wadah untuk semua lama

penyimpanan pada suhu kamar dan penyimpanan ini dilakukan dalam bentuk polong

yang dimasukkan dalam karung.

2. Persiapan Benih

Benih yang digunakan adalah benih kacang tanah berbiji dua karena memiliki

bentuk biji yang sempurna dibandingkan dengan kacang tanah berbiji satu dan berbiji

4
tiga. Benih yang akan digunakan untuk uji tetrazolium terlebih dahulu dibuka

polongnya dan direndam dalam air selama 1 jam untuk memudahkan dalam

membuka kulit yang membungkus biji. Biji yang sudah terkelupas kulitya diagin-

anginka di atas kertas. Sedangkan untuk benih yang digunakan untuk uji kecambah

setelah di buka kulit luarnya langsung dikecambahkan di talang.

3. Persiapan uji perkecambahan secara langsung

Uji perkecambahan secara langsung ini digunakan sebagai pembanding dari

uji tetrazolium. Pada uji perkecambahan secara langsung ini, terlebih dahulu

dilakuakn perendaman kertas berukuran 20 x 30 cm, 3-4 lembar di dalam air selama

beberapa menit sampai basah dan menghilangkan air yang berlebihan. Kemudian

menanam benih sebanyak 50 biji di atas kertas tersebut. Untuk benih kacang tanah,

substat kertas dilapisi plastic di luarnya karena benih ini termasuk berukuran besar.

Pengujian ini tidak terdapat ulangan karena benih yang tersedia tidak mencukupi

untuk itu, pada pengujian ini hanya dilakukan pengamatan selama tujuh hari setelah

tanam.

4. Pembuatan larutan tetrazolium

Pada pembuatan larutan ini terlebih dahulu dilakukan penimbangan garam

tetrazolium konsentrasi 0,25% (2.5 g/L), konsentrasi 0,50% (5.0 g/L) dan untuk

konsentrasi 0,75% (7.5 g/L). Setiap konsentrasi ini dilarutkan dalam aquades 25 ml di

dalam gelas piala. Masing-masing konsentrasi ini digunakan pada setiap kali

pengujian

4
5. Perlakuan perendaman benih dalam larutan tetrazolium

Benih yang sudah terkelupas kulitnya direndam dalam larutan tetrazolium

sebanyak 25 biji pada setiap konsentrasi dengan sedikit membuka biji kacang tanah

untuk memudahkan semua bagian biji terendam larutan tetrazolium. Tahap

perendaman ini dilakukan selama 1 x 24 jam pada temperatur kamar (Sutopo, 2002).

6. Tahap pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 2 : 1

untuk melihat pewarnaan di setiap biji kacang tanah setelah perendaman di dalam

larutan tetrazolium. Pada pengamatan ini, setiap biji kacang tanah dibelah untuk

memudahkan dalam mengamati bagian-bagian penting dari setiap biji kacang tanah

seperti bagian embrio, radikula, plumula dan kotiledon. Pada pengamatan pewarnaan

tetrazolium yang dijadikan sebagai standar (uji dasar) tingkat kecerahan warna dan

tingkat pewarnaan adalah pada pengujian awal yaitu lama penyimpanan 0 bulan yang

akan dibandingkan dengan tingkat kecerahan warna dan tingkat pewarnaan pada

pengujian berikutnya.

3.5 Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan pada uji perkecambahan secara langsung adalah

1. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) adalah potensi tumbuh benih untuk

tumbuh baik dalam keadaan normal maupun abnormal dengan batas minimal

yaitu dengan keluarnya radikal atau akar dari benih. Pengamatan dilakukan

pada hari terakhir yaitu hari kelima.

5
Rumus : PTM (%) = Jumlah benih yang berkecambah
× 100 %
Jumlah benih yang dikecambahkan

2. Daya berkecambah (DB)

Daya Berkecambah (DB) adalah total kecambah normal yang mampu hidup

pada kondisi optimal.

Rumus : Jumlah benih berkecambah normal


× 100 %
Jumlah benih yang dikecambahkan

3. Kecepatan Tumbuh (KCT)

Kecepatan tumbuh diukur dengan menghitung kecambah normal. Jumlah

kecambah normal dibagi etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif dihitung mulai

benih ditanam sampai pengamatan terakhir. Perhitungan KCT berdasarkan

rumus Thronebery & Smith (Sadjad et al, 1999).

Rumus : KCT (%/etmal) = N1/D1 + N2/D2 + … + Nn/Dn

Keterangan :

N1 – Nn = jumlah kecambah normal pada hari 1,2, …n (%)

D1 – Dn = jumlah hari setelah tanam (etmal)

Etmal = pertambahan kecambah normal setiap hari (24 jam)

4. Vigor Kecambah

Rumus : VK (%) = Jumlah kecambah yang kuat


× 100 %
Jumlah benih yang ditanam

5
Parameter uji tetrazolium yang digunakan yaitu :

1. Tingkat kecerahan warna pada bagian embrio, plumula, radikula, kotiledon,

bagian pinggir kotiledon, dan bagian tengah kotiledon.

a. Warna merah cerah (jaringan masih hidup) : 3

b. Warna merah muda (jaringan sudah lemah) : 2

c. Warna merah tua (jaringan rusak) : 1

d. Warna putih (tidak berwarna ) : 0

2. Tingkat pewarnaan pada bagian embrio plumula, radikula, kotiledon, bagian

pinggir kotiledon, dan bagian tengah kotiledon.

a. 100 % : 76 - 100

b. 75 % : 51 - 75

c. 50 % : 26 - 50

d. 25 % : 1 – 25

Keterangan:

a. Normal kuat : Benih yang 100% kotiledonnya terwarnai penuh baik merah

tua saja, campuran merah tua dan muda, serta merah muda.

b. Normal kurang kuat

- Benih yang kotiledonnya berwarna sebagian merah tua sebagian putih,

serta sebagian merah tua, merah muda dan putih.

- Benih yang kotiledonya berwarna merah muda 100 % dab tiga struktur

penting selain kotiledon sepertiga sampai dua pertiga bagian berwarna

putih.

5
c. Abnormal

- Benih yang kotiledonnya berwarna sebagian merah muda sebagian

putih

- Benih yang kotiledonnya berwarna sebagian merah tua, merah muda

dan putih serta tiga struktur penting selain kotiledon sepertiga bagian

berwarna merah tua

d. Mati

- Benih yang kotiledonnya sebagian besar atau seluruhnya putih

- Benih yang kotiledonnya berwarna sebagian merah muda sebagian

putih dan tiga struktur penting selain kotiledon tidak ada yang

berwarna merah tua.

5
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Potensi tunbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecepatan tumbuh (% per
etmal), dan vigor kecambah (%) pada berbagai lama penyimpanan

Lama penyimpanan
Parametrer Pengamatana 0 Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan
(p0) (p1) (p2) (p3)
Potensi Tumbuh Maksimum (%) 100.00 88.00 84.00 76.00
Daya Kecambah (%) 96.00 86.00 80.00 72.00
Vigor Kecambah (%) 92.00 82.00 76.00 66.00
Kecepatan Tumbuh (% per etmal) 18.18 16.26 14.76 13.41
Keterangan: Etmal = pertambahan kecambah normal setiap hari (24 jam)

Hasil pengamatan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase potensi

tumbuh maksimum, daya kecambah, vigor kecambah, dan kecepatan tumbuh

tertinggi terdapat pada lama penyimpanan 0 bulan atau kontrol (p0) yaitu untuk

potensi tumbuh maksimum 100 %, daya kecambah 96 %, vigor kecambah 92 %, dan

kecepatan tumbuh 18.18 % per etmal. Sedangkan persentase potensi tumbuh

maksimum, daya kecambah, vigor kecambah, dan kecepatan tumbuh terendah

terdapat pada lama penyimpanan 3 bulan (p3) yaitu untuk potensi tumbuh maksimum

76 %, daya kecambah 72 %, vigor kecambah 66 %, dan kecepatan tumbuh 13.41 %

per atmal.

5
4.1.2 Tingkat kecerahan warna embrio

Tingkat kecerahan embrio benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan

pada Tabel Lampiran 2a dan 2b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama

penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium berpengaruh sangat nyata

sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan

embrio benih kacang tanah.

Tabel 2. Rata-rata tingkat kecerahan warna embrio pada perlakuan lama penyimpanan
dan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3 Rata-rata BNJ 0.01
Tetrazolium (0bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3bulan)
k1 (0.25 %) 2.91 2.71 2.59 2.52 2.68w
k2 (0.50 %) 2.56 2.25 2.36 2.42 2.45w 0.84
k3 (0.75 %) 2.55 2.52 2.33 1.72 2.28w
Rata-rata 2.67a 2.49a 2.43a 2.22a
BNJ 0.01 1.08
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris
(a) dan kolom (w) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α =
0.01

Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan k1 tidak berbeda nyata dengan

perlakuan k2 dan k3. Rata-rata tingkat kecerahan warna embrio tertinggi terdapat

pada perlakuan konsentrasi tetrazolium 0.25 % (k1) yaitu 2.68, sedangkan rata-rata

tingkat kecerahan warna embrio terendah ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi

0.75 % (k0) yaitu 2.28. Pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perlakuan p0 tidak

berbeda nyata dengan perlakuan p1, p2 dan p3. Rata-rata tingkat kecerahan warna

embrio tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol (p0) yaitu 2.67 sedangkan rata-

5
rata tingkat kecerahan warna embrio terendah pada perlakuan lama penyimpanan 3

bulan (p3) yaitu 2.22.

4.1.3 Tingkat kecerahan warna radikula

Tingkat kecerahan warna radikula benih kacang tanah dan sidik ragamnya

disajikan pada Tabel Lampiran 3a dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan lama penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta

intraksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan warna pada

radikula benih kacang tanah

Tabel 3. Tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3 BNJ 0.01
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan)
k1 (0.25 %) 2.63aw 2.71aw 2.59aw 2.52aw
k2 (0.50 %) 2.67aw 2.61aw 2.40aw 2.45ax 0.48
k3 (0.75 %) 2.55aw 2.52aw 2.33aw 1.60bx
BNJ 0.01 0.61
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b) dan kolom (w,x) berarti berbeda nyata pada uji BNJ α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

kontrol dengan konsentrasi tetrazolium 0.25 % (p1k1) tidak berbeda nyata dengan

p0k1, p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, dan p1k3. Sedangkan interaksi

perlakuan p1k1 berbeda nyata dengan p3k2 dan p3k3. Tingkat kecerahan warna

5
radikula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p1k1 yaitu 2.71, sedangkan

tingkat kecerahan warna radikula terendah pada interaksi perlakuan p3k3 yaitu 1.60.

4.1.4 Tingkat kecerahan warna plumula

Tingkat kecerahan warna plumula benih kacang tanah dan sidik ragamnya

disajikan pada Tabel Lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan lama penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium

berpengaruh sangat nyata sedangkan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap

tingkat kecerahan warna plumula benih kacang tanah.

Tabel 4. Tingkat kecerahan warna plumula pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 2.71aw 2.63aw 2.29abw 1.69bw
k2 (0.50 %) 2.40a 2.32a 1.93abw 1.63bw 0.68
k3 (0.75 %) w w 2.15abw 1.53bw
2.35a 2.32a
w w
BNJ 0.01 0.87
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b) berarti berbeda nyata dan huruf yang sama pada kolom (w)
berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJα=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan 0

bulan dengan konsentrasi tetrazolium 0.25% (p0k1) tidak berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan p1k1, p2k1, p0k2, p1k2, p2k2, p0k3, p1k3, dan p2k3. Sedangkan

5
interaksi perlakuan p0k1 berbeda nyata dengan p3k1, p3k2, dan p3k3. Tingkat

kecerahan warna plumula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1 yaitu

5
2.71, sedangkan tingkat kecerahan warna radikula terendah pada interaksi perlakuan

p3k3 yaitu 1.53 %.

4.1.5 Tingkat kecerahan warna kotiledon

Tingkat kecerahan warna kotiledon benih kacang tanah dan sidik ragamnya

disajikan pada Tabel Lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan lama penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta

inetraksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan warna

kotiledon benih kacang tanah.

Tabel 5. Tingkat kecerahan warna bagian kotiledon pada perlakuan lama


penyimpanan dan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 2.84aw 2.53abw 2.44bw 2.27bw
k2 (0.50 %) 2.53aw 2.45aw 2.28aw 2.49aw 0.39
k3 (0.75 %) 2.53aw 2.36aw 2.19abw 1.92bwx
BNJ 0.01 0.50
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris (a,b) dan
pada kolom (w,x) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan 0

bulan dengan konsentrasi tetrazolium 0.25% (p0k1) tidak berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan p1k1, p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3,

dan p3k3. Sedangkan interaksi perlakuan p0k1 berbeda nyata dengan interaksi

perlakuan p2k1, p3k1, dan p3k3. Tingkat kecerahan warna kotiledon tertinggi

5
ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1 yaitu 2.84, sedangkan tingkat kecerahan

warna kotiledon terendah pada interaksi perlakuan p3k3 yaitu 1.92.

4.1.6 Tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon

Tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon benih kacang tanah dan

sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 6a dan 6b. Sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan lama penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium

serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan warna

bagian pinggir kotiledon benih kacang tanah.

Tabel 6. Tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon pada interaksi


perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 2.53aw 2.45aw 2.28aw 2.49aw
k2 (0.50 %) 2.56aw 2.36aw 2.19abw 1.92bw 0.44
k3 (0.75 %) 2.53aw 2.44aw 2.27abw 2.08bw

BNJ 0.01 0.56


Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b) berarti berbeda nyata dan huruf yang sama pada kolom (w)
berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJα=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

kontrol dengan konsentrasi tetrazolium 0.50% (p0k2) tidak berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan p0k1, p1k1, p2k1, p3k1, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, dan p1k3.

Sedangkan interaksi perlakuan p0k2 berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p3k2

dan p3k3. Tingkat kecerahan warna tertinggi bagian pinggir kotiledon ditunjukkan

6
oleh interaksi perlakuan p0k2 yaitu 2.56, sedangkan tingkat kecerahan warna

bagian pinggir kotiledon terendah pada interaksi perlakuan p3k2 yaitu 1.92.

4.1.7 Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon

Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon benih kacang tanah dan

sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 7a dan 7b. Sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan lama penyimpanan berbeda sangat nyata dan perlakuan konsentrasi

garam tetrazolium berpengaruh nyata serta interaksi keduanya berpengaruh sangat

nyata terhadap tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon benih kacang tanah.

Tabel 7. Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon pada interaksi


perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 2.55aw 2.48aw 2.31aw 2.49aw
k2 (0.50 %) 2.60aw 2.51aw 2.20abw 2.00bwx 0.37
k3 (0.75 %) 2.53aw 2.44abw 2.31abw 2.15bx
BNJ 0.01 0.47
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b) dan pada kolom (w,x) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 7 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

kontrol dengan konsentrasi 0.50 % (p0k2) tidak berbeda nyata dengan interaksi

perlakuan p0k1, p1k1, p2k1, p3k1, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, dan p1k3. Sedangkan

interaksi perlakuan p0k2 berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p2k3 dan p3k3.

Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon yang tertinggi ditunjukkan oleh

6
interaksi perlakuan p0k2 yaitu 2.60, sedangkan tingkat kecerahan warna bagian

tengah kotiledon yang terendah terdapat pada interaksi perlakuan p3k2 yaitu 2.00.

4.1.8 Tingkat pewarnaan embrio (%)

Tingkat pewarnaan embrio benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan

pada Tabel Lampiran 8a dan 8b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama

penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta interaksi keduanya

berpengaruh sangat nyata terhadap tingat pewarnaan embrio pada benih kacang tanah.

Tabel 8. Tingkat pewarnaan embrio (%) pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 98.33 aw 97.00 aw 96.33 aw 85.33 bw
k2 (0.50 %) 88.33 ax 86.67 abx 80.67 bx 74.33 cx 6.23
k3 (0.75 %) 80.00 ay 73.33 by 61.00 cy 46.67 dy
BNJ 0.01 7.94
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c,d) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 8 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

sebelum penyimpanan dengan konsentrasi 0.25% (p0k1) berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3.

Sedangkan interaksi perlakuan p0k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan

p1k1 dan p2k1. Tingkat pewarnaan embrio yang tertinggi ditunjukkan oleh interaksi

6
perlakuan p0k1 yaitu 98.33 %, sedangkan tingkat pewarnaan embrio yang terendah

terdapat pada interaksi perlakuan p3k3 yaitu 46.67 %.

4.1.9 Tingkat pewarnaan radikula (%)

Tingkat pewarnaan radikula benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan

pada Tabel Lampiran 9a dan 9b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama

penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta interaksi keduanya

berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan radikula benih kacang tanah.

Table 9. Tingkat pewarnaan radikula (%) pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 80.09aw 86.07aw 82.76aw 73.32bw
k2 (0.50 %) 65.63abw 71.32awx 68.25abw 63.61bw 6.60
x

k3 (0.75 %) 61.04ax 56.40ax 49.01bx 36.79cx


BNJ 0.01 16.81
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c) dan pada kolom (w,x) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi 0.25% (p1k1) berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan p3k1, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Sedangkan interaksi

perlakuan p1k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p0k1, p2k1, p0k2,

p1k2, dan p2k2. Tingkat pewarnaan radikula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi

6
perlakuan p1k1 yaitu 86.07 %, sedangkan tingkat pewarnaan radikula terendah

terdapat pada interaksi perlakuan p3k3 yaitu 36.79 %.

4.1.10 Tingkat pewarnaan plumula (%)

Tingkat pewarnaan plumula benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan

pada Tabel Lampiran 10a dan 10b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama

penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta interaksi keduanya

berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan plumula benih kacang tanah.

Tabel 10. Tingkat pewarnaan plumula (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 84.00aw 78.29aw 78.32aw 73.32aw
k2 (0.50 %) 65.63ax 65.00awx 63.73awx 63.61aw 14.40
k3 (0.75 %) 61.04ax 56.40ax 49.01ax 9.88bx
BNJ 0.01 18.36
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris (a,b) dan
kolom (w,x) berarti berbeda nyata pada uji BNJ α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan 0

bulan dengan konsentrasi 0.25 % (p0k1) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan

p0k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Sedangkan interaksi perlakuan p0k2 tidak berbeda

nyata dengan interaksi perlakuan p1k1, p2k1, p3k1, p1k2, p2k2, dan p3k2. Tingkat

pewarnaan plumula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1 yaitu 84.00

6
%, sedangkan tingkat pewarnaan plumula yang terendah terdapat pada interaksi

perlakuan p3k3 yaitu 9.88 %.

4.1.11 Tingkat pewarnaan kotiledon (%)

Tingkat pewarnaan kotiledon benih kacang tanah dan sidik ragamnya

disajikan pada Tabel Lampiran 11a dan 11b. Sidik ragam menunjukkan bahwa

perlakuan lama penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta

interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan kotiledon

benih kacang tanah.

Tabel 11. Tingkat pewarnaan kotiledon (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
BNJ 0.01
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan)
k1 (0.25 %) 98.33aw 96.67abw 95.00bw 84.67cw
k2 (0.50 %) 89.00ax 85.33bx 75.67cx 74.33cx 3.08
k3 (0.75 %) 80.33ay 78.67ax 63.33by 55.33cy
BNJ 0.01 7.86
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

kontrol dengan konsentrasi 0.25% (p0k1) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan

p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Sedangkan

interaksi perlakuan p0k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p1k1.

Tingkat pewarnaan kotiledon tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1

6
yaitu 98.33 %, sedangkan tingkat pewarnaan kotiledon terendah terdapat pada

interaksi perlakuan p3k3 yaitu 55.33 %.

4.1.12 Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%)

Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon benih kacang tanah dan sidik

ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 12a dan 12b. Sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan lama dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta interaksi

keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan bagian pinggir

kotiledon benih kacang tanah.

Tabel 12. Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%) pada interaksi perlakuan
antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 86.33aw 76.92bw 75.88bw 67.48cw
k2 (0.50 %) 68.71ax 65.63ax 55.43bx 48.20bx 8.27
k3 (0.75 %) 60.92ax 59.33ax 43.92by 18.69cy
BNJ 0.01 10.54
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 12 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

kontrol dengan konsentrasi 0.25 % (p0k1) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan

p1k1, p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Tingkat

pewarnaan bagian pinggir kotiledon tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan

6
p0k1 yaitu 86.33 %, sedangkan tingkat pewarnaan pada bagian pinggir kotiledon

terendah terdapat pada interaksi perlakuan p3k3 yaitu 18.69 %

4.1.13 Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%)

Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon pada benih kacang tanah dan

sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 13a dan 13b. Sidik ragam menunjukkan

bahwa perlakuan lama penyimpanan dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium

serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan

bagian tengah kotiledon benih kacang tanah.

Tabel 13. Tingkat pewarnaan pada bagian tengah kotiledon (%) pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 75.75aw 76.92abw 75.88abw 67.48bw
k2 (0.50 %) 68.71awx 65.63awx 55.43bx 48.21bx 8.93
k3 (0.75 %) 60.92ax 59.33ax 43.92by 36.64by
BNJ 0.01 11.39
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01

Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 13 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi 0.25 % (p1k1) berbeda nyata dengan

interaksi perlakuan p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3 dan p3k3. Sedangkan interaksi

perlakuan p1k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p0k1, p2k1, p3k1,

p0k2, dan p1k2. Tingkat pewarnaan pada bagian tengah kotiledon tertinggi

6
ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p1k1 yaitu 76.92 %, sedangkan tingkat

pewarnaan bagian tengah kotiledon terendah terdapat pada interaksi perlakuan

p3k3 yaitu 36.63 %.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengujian potensi tumbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecapatan
tumbuh (% per etmal), dan vigor kecambah (%)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan

berpengaruh terhadap potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, kecepatan

tumbuh, dan vigor kecambah. Pada pengujian potensi tumbuh maksimum, daya

kecambah, kecepatan tumbuh, dan vigor kecambah menunjukkan bahwa perlakuan

lama penyimpanan 0 bulan atau kontrol (p0) adalah perlakuan yang terbaik. Adapun

potensi tumbuh maksimum pada perlakuan p0 yaitu 100.00 %, daya kecambah 96.00

%, kecepatan tumbuh 18.18 % per etmal dan vigor kecambah 92.00 %. Penyebab

tingginya viabilitas benih kacang tanah sebelum penyimpanan diduga karena benih

kacang tanah yang belum disimpan masih memiliki mutu yang tinggi setelah proses

pengeringan. Sedangkan viabilitas benih yang disimpan 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan

kemungkinan mengalami kemunduran fisiologis benih yang akan menimbulkan

perubahan menyeluruh pada benih/biji baik fisik, fisiologis maupun biokimia yang

menyebabkan menurunnya viabilitas benih karena benih kacang tanah hanya

disimpan pada suhu kamar.

6
Menurut Sutopo (1995), suhu yang terlalu tinggi saat penyimpanan dapat

membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Sebaliknya suhu rendah

lebih efektif untuk menyimpan benih. Pada suhu rendah aktivitas respirasi dapat

ditekan. Kelembaban udara ruang simpan antara 50-60% dan suhu simpan 0-10 0C

adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih selama 1 tahun. Selain

factor eksternal seperti suhu ruang simpan, kelembaban, wadah simpan, oksigen,

mikroorganisme, viabilitas benih selama penyimpanan juga di pengaruhi oleh factor

internal benih meliputi kadar air, sifat genetic, dan viabilitas awal benih.

4.2.2 Lama penyimpanan dan konsentrasi tetrazolium

Pada parameter tingkat kecerahan warna embrio perlakuan lama penyimpanan

dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium berpengaruh sangat nyata terhadap

tingkat kecerahan warna embrio. Adapun rata-rata perlakuan konsentrasi tetrazolium

tertinggi secara berturut-turut yaitu perlakuan konsentrasi 0.25 % (k1) 2.68 namun

tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 0.50 % (k2) 2.45 dan perlakuan

konsentrasi, 0.75 % (k3) 2.28. Sedangkan untuk perlakuan lama penyimpanan rata-

rata tertinggi secara berturut-turut yaitu perlakuan lama penyimpanan 0 bulan (p0)

2.67 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 1 bulan (p1)

2.49, perlakuan lama penyimpanan 2 bulan (p2) 2.43, dan perlakuan lama

penyimpanan 3 bulan (p3) 2.22. Benih yang disimpan dalam waktu singkat diduga

masih memiliki mutu yang tinggi sehingga pewarnaan tetrazolium yang terbentuk

berwarna merah. Warna merah yang terbentuk pada biji menandakan bahwa jaringan

6
dalam benih tersebut masih hidup. Sedangkan jika tidak menimbulkan warna

menunjukkan bahwa benih sudah mati.

Hal ini sesuai dengan pendapat Chapman dan Lark (2005) yang menyatakan

bahwa prinsip kerja uji tetrazolium adalah berdasarkan pada perbedaan warna dari

benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium. Dalam jaringan benih hidup,

garam tetrazolium akan mengalami reduksi secara enzimatik sehingga timbul

senyawa formazan yang berwarna merah cerah. Sedangkan jika tidak menimbulkan

warna menunjukan bahwa benih sudah mati.

Menurut Sutopo (2002), di dalam suatu uji biokimia tanda terjadinya proses

reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh suatu indikator. Garam tetrazolium

merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini

ikut serta dalam proses reduksi. Dengan proses hidrogenasi dari 2,3,5 triphenyl

tetrazolium chloride atau bromide, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah triphenyl

formazan yang berwarna merah dari bagian sel mati yang tidak berwarna.

Pada pegujian daya kecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan

tumbuh, dan vigor juga dapat dilihat bahwa persentase daya kecambah, potensi

tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan vigor pada penyimpanan 0 bulan (p0)

memberikan persentase lebih tinggi dibandingkan persentase lama penyimpanan 1

bulan, lama penyimpanan 2 bulan, dan 3 bulan namun viabilitas benih pada

penyimpanan 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan masih tetap tinggi. Hal ini menunjukkan

bahwa benih kacang tanah setelah penyimpanan 1 bulan , 2 bulan, dan 3 bulan masih

memiliki viabilitas tinggi disebabkan karena benih yang digunakan disimpan dalam

7
bentuk polong. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarnon (2003) yang mengatakan

bahwa benih kacang tanah yang disimpan dalam bentuk biji dapat bertahan 2-3 bulan

yang disimpan dalam kaleng-kaleng yang tertutup rapat. Sedangkan benih kacang

tanah dalam polong dapat disimpan dengan daya tumbuh tetap baik selama 8 bulan.

Bila ruangan penyimpanan bersuhu rendah (10-18 oC) dapat bertahan hingga 12

bulan. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama penyimpanan dengan

tingkat kecerahan warna yang terbentuk pada setiap penggunaan konsentrasi garam

tetrazolium yang mengindikasikan persentase daya kecambah dan vigor.

4.2.3 Interaksi lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Hasil analisis statistik interaksi perlakuan lama penyimpanan dan konsentrasi

garam tetrazolium berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan warna

radikula, tingkat kecerahan warna plumula, tingkat kecerahan warna kotiledon,

tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon, tingkat kecerahan warna bagian

tengah kotiledon, tingkat pewarnaan embrio, tingkat pewarnaan radikula, tingkat

pewarnaan plumula, tingkat pewarnaan kotiledon, dan tingkat pewarnaan bagian

tengah kotiledon namun tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan warna

embrio .

Pada parameter tingkat kecerahan warna embrio interaksi perlakuan lama

penyimpanan dan konsentrasi garam tetrazolium tidak berpengaruh nyata dengan

tingkat kecerahan warna embrio. Adapun rata-rata perlakuan konsentrasi tetrazolium

tertinggi secara berturut-turut yaitu perlakuan konsentrasi 0.25 % (k1) 2.68, perlakuan

konsentrasi 0.50 % (k2) 2.45, dan perlakuan konsentrasi 0.75 % (k3) 2.28. Sedangkan

7
untuk perlakuan lama penyimpanan rata-rata tertinggi secara berturut-turut yaitu

perlakuan sebelum disimpan (p0) 2.67 , perlakuan lama penyimpanan 1 bulan (p1)

2.49, perlakuan lama penyimpanan 2 bulan (p2) 2.43, dan perlakuan lama

penyimpanan 3 bulan (p3) 2.22.

Pada parameter tingkat kecerahan warna plumula, tingkat kecerahan warna

kotiledon, tingkat pewarnaan embrio, tingkat pewarnaan plumula, tingkat pewarnaan

kotiledon, dan tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon menunjukkan bahwa

interaksi perlakuan sebelum penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium 0.25%

(p0k1) adalah interaksi perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat kecerahan warna

plumula tertinggi pada interaksi perlakuan p0k1 yaitu 2.71 , tingkat kecerahan warna

kotiledon 2.84 tingkat kecerahan warna, tingkat pewarnaan embrio 98.33 %, tingkat

pewarnaan plumula 84.00, tingkat pewarnaan kotiledon 98.33 %, dan tingkat

pewarnaan bagian pinggir kotiledon 86.33 % tingjat kecerahan warna.

Pada parameter tingkat kecerahan warna radikula, tingkat pewarnaan radikula,

tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrai 0.25 % (p1k1) adalah interaksi

perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi

perlakuan p1k1 yaitu 2.71 tingkat kecerahan warna , untuk parameter tingkat

pewarnaan radikula yaitu 86.07 % dan untuk tingkat pewarnaan bagian tengah

kotiledon yaitu 76.92 % .

Pada parameter tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon dan tingkat

kecerahan warna bagian tengah kotiledon menunjukkan bahwa interaksi perlakuan

7
lama penyimpanan 0 bulan dengan konsentrai 0.50 % (p0k2) adalah interaksi

perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon

tertinggi pada interaksi perlakuan p0k2 yaitu 2.56 dan untuk parameter tingkat

kecerahan warna bagian tengah kotiledon tertinggi yaitu 2.60 kecerahan warna.

Diantara bagian-bagian benih yang diamati pada parameter tingkat kecerahan

warna uji tetrazolium seperti kotiledon, radikula, dan plumula, hanya pada tingkat

kecerahan warna embrio yang menunjukkan bahwa interaksi perlakuan lama

penyimpanan dan konsentrasi tetrazolium tidak berpengaruh. Tidak adanya pengaruh

interaksi perlakuan pada embrio diduga karena rata-rata warna yang terbentuk pada

bagian embrio yaitu warna merah tua yang menandakan bahwa jaringan embrio telah

rusak. Rusaknya jaringan pada embrio kemungkinan disebabkan oleh

penekanan/mekanis dan pengaruh kelembaban pada saat panen.

Manurut Sutopo (2002) benih yang memperlihatkan bagian-bagian berwarna

merah tua yang lebih lunak daripada jaringan sekitarnya, kemungkinan besar

disebabkan oleh kerusakan akibat penekanan/mekanis. Noda yang tidak seragam

menunjukkan kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh kelembaban pada saat

panen. Tanda-tanda tersebut terutama penting untuk benih Leguminosase dan

merupakan petunjuk viabilitas yang rendah.

Adanya perbedaan interaksi perlakuan yang terbaik dimungkinkan karena

adanya proses respirasi yang berbeda-beda pada benih kacamg tanah untuk setiap

konsentrasi dan lama penyimpanan. Proses respirasi ini dipengaruhi oleh penyerapan

air oleh benih (imbibisi) sehingga kandungan air dalam benih meningkat yang

7
menyebabkan enzim-enzim dalam benih menjadi aktif yang mengakibatkan proses

respirasi berjalan lancar. Hidrogen yang dilepaskan pada proses respirasi ini dapat

mereduksi garam tetrazolium yang tidak berwarna menjadi endapan formazan yang

berwana merah. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah enzim

dehidrogenase.

Menurut Copeland dan Mcdonald (1976) mengemukakan bahwa larutan

tetrazolium akan diimbibisi oleh jaringan meristematik dalam embrio dan direduksi

oleh H+ yang dilepaskan oleh proses respirasi. Hasil dari reaksi ini adalah endapan

formazan yang berwarna merah dan asam klorida. Reaksi oksidasi dan reduksi ini

berlangsung ini berlangsung dengan katalisator enzim dehidrogenase. Melalui

intensitas dan pola pewarnaan endapan formazan yang terbentuk pada jaringan

embrio dapat diketahui suatu jaringan itu hidup atau mati. Pada jarinngan mati tidak

terjadi reaksi oksidasi-reduksi, sehingga tidak berwarna.

Selain dipengaruhi oleh proses imbibisi, respirasi pada suatu benih juga

dipengaruhi oleh kulit benih, kadar air benih, temperature, konsentrasi CO 2 dan O2,

keadaan embrio, umur benih, dormansi, pengaruh cendawan dan bakteri serta

komposisi kimia benih (Coker dan Barton, 1957).

Interaksi perlakuan sebelum penyimpanan dengan konsentrasi 0.25% (p0k1)

lebih banyak memberikan tingkat kecerahan warna dan tingkat pewarnaan tertinggi

pada beberapa paramameter seperti parameter tingkat kecerahan warna plumula,

tingkat kecerahan warna kotiledon, parameter tingkat pewarnaan embrio, tingkat

pewarnaan plumula, tingkat pewarnaan kotiledon, dan tingkat pewarnaan bagian

7
pinggir kotiledon dibandingkan dengan interaksi perlakuan sebelum penyimpanan

dengan konsentrasi 0.50 % (p0k2) yang memberikan tingkat pewarnaan dan

kecerahan tertinggi hanya pada dua parameter yaitu parameter tingkat kecerahan

warna bagian pinggir embrio dan tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon,

serta untuk interaksi perlakuan lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi 0.25 %

(p1k1) yang memberikan tingkat pewarnaan dan kecarahan tertinggi pada tiga

parameter yaitu tingkat kecerahan warna radikula, tingkat pewarnaan radikula dan

tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon.

Interaksi perlakuan sebelum penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

0.25 % (p0k1) diduga merupakan interaksi perlakuan yang terbaik karena konsentrasi

garam tetrazolium 0.25 % tidak terlalu rendah dan tidak terlalu pekat sehingga

memberikan hasil pewarnaan uji tetrazolium yang terbaik pada benih kacang tanah

dan lebih murah. Sedangkan konsentrasi garam tetrazolium 0.75 % diduga terlalu

tinggi atau terlalu pekat untuk benih kacang tanah sehingga pewarnaan yang terjadi

hampir sama pada seluruh daerah pada benih yang tentunya akan mempersulit

pengamatan. Sementara untuk konsentrasi garam tetrazolium 0.50 % juga masih

memberikan pewarnaan yang hampir sama pada seluruh daerah benih kacang tanah

sehingga masih ditemukan kesulitan dalam evaluasi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Johston (1974) yang mengatakan bahwa bila konsentrasi tetrazolium terlalu rendah

akan menyebabkan pewarnaan yang terjadi tidak sempurna dan bila konsentrasi

terlalu pekat maka pewarnaan yang terjadi hampir sama pada seluruh daerah embrio.

7
Pada pegujian potensi tumbuh maksimum, daya kecambah, vigor, dan

kecepatan tumbuh dapat diketahui bahwa persentase daya kecambah, potensi tumbuh

maksimum, kecepatan tumbuh, dan vigor pada penyimpanan 0 bulan (p0) juga

memberikan persentase lebih tinggi dibandingkan lama penyimpanan 1 bulan (p1), 2

bulan (p2) dan 3 bulan (p3). Adapun persentase potensi tumbuh maksimum tertinggi

secara berturut-turut yaitu p0 100 %, p1 88 %, p2 84 % dan p3 76 %. Sedangkan

persentase daya kecambah tertinggi secara berturut-turut yaitu p0 96 %, p1 86 %, p2

80 %, p3 72 %, dan persentase vigor tertinggi secara berturut-turut yaitu p0 92 %, p1

82 %, p2 76 %, dan p3 66 % serta persentase kecepatan tumbuh tertinggi secara

berturut-turut yaitu p0 18.18 % per etmal, p1 16.26 % per etmal , p2 14.76 % per

etmal, p3 13.41 % per etmal. Artinya viabilitas benih pada penyimpanan 0 bulan (p0)

lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan 1 bulan (p1), penyimpanan 2

bulan (p2) dan penyimpanan 3 bulan (p3). Hal ini menunjukkan bahwa adanya

interaksi antara lama penyimpanan dengan tingkat pewarnaan dan kecerahan warna

yang terbentuk pada setiap penggunaan konsentrasi garam tetrazolium yang

mengindikasikan persentase daya kecambah dan vigor. Semakin singkat waktu

penyimpanan benih diduga semakin tinggi viabilitas benih sehingga pewarnaan yang

terbentuk pada struktur benih yaitu berwarna merah yang menandakan jaringan dalam

benih tersebut masih hidup yang ditunjukkan dengan daya kecambah dan vigor benih

yang tinggi.

7
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Interaksi perlakuan lama penyimpanan 0 bulan dan konsentrasi tetrazolium

0.25 % memberikan hasil terbaik dengan tingkat kecerahan warna 2.84 dan

pewarnaan 98.33 % pada embrio dan kotiledon yang mengindikasikan

persentase daya kecambah 100 %, dan vigor benih 92 %. Semakin besar

persentase tingkat pewarnaan dan kecerahan warna makin tinggi daya

kecambah dan vigor benih

2. Benih yang belum disimpan (penyimpanan 0 bulan) memberikan persentase

daya kecambah dan vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih

yang telah disimpan selama 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Namun 1 bulan, 2

bulan, dan 3 bulan memberikan daya kecambah dan vigor yang tidak berbeda

nyata antara satu dengan lainnya.

3. Penggunaan konsentrasi tetrazolium 0.25 % memberikan tingkat pewarnaan

dan kecerahan warna yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 0.50 % dan

konsentrasi 0.75 %

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian yang

sama dengan menggunakan lot benih yang lebih banyak pada berbagai benih

tanaman.

7
DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1993. Kacang Tanah. Yogyakarta : Kanisius.

Adisarwanto, T. 2000. Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta:
Penerba Swadaya.

Balai teknologi pembenihan 2005. Pedoman Standardisasi Pengujian Mutu Fisik dan
Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Jakarta: BSN Gine LO.

Bradford Institute for Health Research. (2010). Commission For Rural Communities:
Service Needs And Delivery Following Stroke: Evidenced Based
Review. Diakses pada tanggal 22 April 2015 dari
http://www.ruralcommunities.gov.uk
Cahyono, Bambang. 2007. Budidaya Kacang Tanah. Semarang : Aneka Ilmu.

Chapman SR, Lark PC. 2005. Crop Production Principle and Practis. New York:
WH Freeman Co. SF.

Copeland, L. O. and M. B. McDonald. 1976. Principles of Seed Science and


Technology. Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota. 321 p.

Crocker, W. and L. V. Barton. 1957. Physiology of Seeds. The Chronica Botanica


Co. USA. 267p.

Dina. 2006. Uji tetrazolium secara kualitatif dan kuantitatif sebagai tolok ukur vigor
benih kedelai (Glycine max L. Merr) serta hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman dai lapang [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.

2007. Pola Topografi Pewarnaan Tetrazolium sebagai Tolok Ukur


Viabilitas dan Vigor Benih Kedelai (Glycine max L. Merr.) untuk
Pendugaan Pertumbuhan Tanaman di Lapangan. Bogor : Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Fachruddin, Lisdiana. 2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Yogyakarta : Kanisius.

Gomez, K.A dan A.R Gomez., 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian
(terjemahan). Universitas Indonesia. Jakarta.

7
Grabe, D. (1970). Tetrazolium Testing Handbook for Agricultural Seeds. The
Tetrazolium Testing Committee of The Association of Official Seed
Analyst. 62p.

Jonston, M. E. H. 1974. The tetrazolium test, hal 219-226 dalam Proceedings Kursus
Singkat Pengujian Benih Institut Pertanian Bogor. Bogor. 284 hal.

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Pandang : Angkasa Raya.

Leist. 2003. Seed Testing and The Effect of Insecticidal Active Ingredients on The
Germination and Emergence of Hybrid Maize Seed. Pflanzenschutz-
Nachrichen-Bayer 56:173-207

Maesen, V. and S.Somaatmadja. 1992. Plant Resources of South East Asia No.1
Pulses. Prosea Foundation. Bogor.

Muchlis, Ahmad. 1999. Studi Pola Pewarnaan Uji Tetrazolium pada Benih Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.) Sebagai Tolok Ukur Viabilitas. Institut
Pertanian. Bogor

Pitojo, Setijo. 2005. Benih Kacang Tanah. Yogyakarta : Kanisius.

Purwono dan Purnamawati, Heni. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta : Penebar Swadaya.

Rukmana, rahmat. 1998. Kacang Tanah. Yogyakarta : Kanisius.

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: PT Gramedia.

Sumarno. 2003. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

2004. Teknologi Benih. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Hal 21-39

1995. Teknologi Benih Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Wirana, Baran dan Wahyuni. 2002. Meprokduksi Benih Bersertifikat. Jakarta :


Penebar Swadaya.

7
LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1a. Data benih yang berkecambah pada 5 HST

Lama Penyimpanan Total


p0 (0 bulan) 50.00
p1 (1 bulan) 44.00
p2 (2 bulan) 42.00
p3 (3 bulan) 38.00
Total 174.00

Tabel Lampiran 1b. Data benih yang berkecambah normal pada berbagai lama
penyimpanan

Lama Hari
Penyimpanan Pengamatan Total
III IV V VI VII
p0 (0 bulan) 3.00 6.00 12.00 14.00 13.00 48.00
p1 (1 bulan) 3.00 5.00 10.00 13.00 12.00 43.00
p2 (2 bulan) 2.00 4.00 10.00 12.00 12.00 40.00
p3 (3 bulan) 2.00 4.00 9.00 10.00 11.00 36.00
Total 10.00 19.00 41.00 49.00 48.00 167.00

Tabel Lampiran 1c. Data benih yang berkecambah normal kuat pada 7 HST

Lama Penyimpanan Total


p0 (0 bulan) 46.00
p1 (1 bulan) 41.00
p2 (2 bulan) 38.00
p3 (3 bulan) 33.00
Total 158.00

8
Tabel Lampiran 2a.Tingkat kecerahan warna embrio pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III

p0k1 2.72 3.00 3.00 8.72 2.91


p0k2 2.40 2.64 2.64 7.68 2.56
p0k3 2.56 2.56 2.52 7.64 2.55
p1k1 2.84 2.64 2.64 8.12 2.71
p1k2 2.64 2.60 1.50 6.74 2.25
p1k3 2.56 2.56 2.44 7.56 2.52
p2k1 2.64 2.56 2.56 7.76 2.59
p2k2 2.56 2.32 2.20 7.08 2.36
p2k3 2.44 2.28 2.28 7.00 2.33
p3k1 2.80 2.60 2.16 7.56 2.52
p3k2 2.48 2.48 2.30 7.26 2.42
p3k3 2.00 2.00 1.16 5.16 1.72
Total 30.64 30.24 27.40 88.28 29.43

Tabel Lampiran 2b.Sidik ragam tingkat kecerahan warna embrio pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

SK DB JK KT F.HITUNG F Tabel
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.52 0.26 4.61 * 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 2.76 0.25 4.46 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.94) 0.31 5.54 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (1.02) 0.51 9.01 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.81) 0.14 2.40 tn 2.55 3.76
GALAT 22 1.24 0.06
TOTAL 35 4.52
KK= 9.68 %

8
Keterangan : ** = Sangat nyata, * : Nyata, tn : Tidak nyata

8
Tabel Lampiran 3a. Tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Perlakuan Kelompok Total Rata-Rata


I II III

p0k1 2.68 2.60 2.60 7.88 2.63


p0k2 2.72 2.64 2.64 8.00 2.67
p0k3 2.56 2.56 2.52 7.64 2.55
p1k1 2.84 2.64 2.64 8.12 2.71
p1k2 2.64 2.60 2.60 7.84 2.61
p1k3 2.56 2.56 2.44 7.56 2.52
p2k1 2.64 2.56 2.56 7.76 2.59
p2k2 2.56 2.32 2.32 7.20 2.40
p2k3 2.44 2.28 2.28 7.00 2.33
p3k1 2.80 2.60 2.16 7.56 2.52
p3k2 2.48 2.48 2.40 7.36 2.45
p3k3 2.00 1.64 1.16 4.80 1.60
Total 30.92 29.48 28.32 88.72 29.57

Tabel Lampiran 3b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.28 0.14 7.82 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 2.83 0.26 14.25 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (1.08) 0.36 19.85 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.86) 0.43 23.87 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.89) 0.15 8.24 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.40 0.02
TOTAL 35 3.51
KK= 5.46 %

Keterangan : ** = Sangat nyata

8
Tabel Lampiran 4a. Tingkat kecerahan warna plumula interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III

p0k1 2.68 2.76 2.68 8.12 2.71


p0k2 2.32 2.56 2.32 7.20 2.40
p0k3 2.52 2.52 2.00 7.04 2.35
p1k1 2.68 2.64 2.56 7.88 2.63
p1k2 2.56 2.00 2.40 6.96 2.32
p1k3 2.52 2.20 2.24 6.96 2.32
p2k1 2.52 2.36 2.00 6.88 2.29
p2k2 1.96 2.00 1.84 5.80 1.93
p2k3 2.52 1.92 2.00 6.44 2.15
p3k1 2.00 1.52 1.56 5.08 1.69
p3k2 1.40 2.00 1.48 4.88 1.63
p3k3 1.88 1.56 1.16 4.60 1.53
Total 27.56 26.04 24.24 77.84 25.95

Tabel Lampiran 4b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna plumula pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.35 0.17 4.73 * 3.32 5.39
PERLAKUAN 15 46.95 3.13 85.77 ** 2.01 2.70
(FAK A) (3) (3.17) 1.06 28.93 ** 2.92 4.51
(FAK.B) (3) (42.59) 14.20 389.00 ** 2.92 4.51
(INTERAKSI) (9) (1.20) 0.13 3.65 ** 2.21 3.07
GALAT 30 1.09 0.04
TOTAL 47 48.39
KK= 11.78 %

Keterangan : ** = Sangat nyata, * = Nyata

8
Tabel Lampiran 5a. Tingkat kecerahan warna kotiledon pada interaksi perlakuan
antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
p0k1 3.00 2.76 2.76 8.52 2.84
p0k2 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53
p0k3 2.64 2.52 2.43 7.59 2.53
p1k1 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53
p1k2 2.52 2.52 2.32 7.36 2.45
p1k3 2.48 2.48 2.12 7.08 2.36
p2k1 2.56 2.52 2.24 7.32 2.44
p2k2 2.52 2.24 2.08 6.84 2.28
p2k3 2.44 2.12 2.00 6.56 2.19
p3k1 2.40 2.20 2.20 6.80 2.27
p3k2 2.52 2.48 2.48 7.48 2.49
p3k3 2.20 2.00 1.56 5.76 1.92
Total 30.40 28.88 27.23 86.51 28.84

Tabel Lampiran 5b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna kotiledon pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan

SK DB JK KT F.HITUNG F Tabel
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.42 0.21 17.56 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 1.71 0.16 13.00 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.87) 0.29 24.37 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.46) 0.23 19.47 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.37) 0.06 5.16 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.26 0.01
TOTAL 35 2.39
KK= 4.55 %

Keterangan : ** = Sangat nyata

8
Tabel Lampiran 6a. Tingkat kecerahan warna bagian pinggir Kotiledon pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III

p0k1 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53


p0k2 2.64 2.52 2.52 7.68 2.56
p0k3 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53
p1k1 2.52 2.52 2.32 7.36 2.45
p1k2 2.48 2.48 2.12 7.08 2.36
p1k3 2.56 2.52 2.24 7.32 2.44
p2k1 2.52 2.24 2.08 6.84 2.28
p2k2 2.44 2.12 2.00 6.56 2.19
p2k3 2.40 2.20 2.20 6.80 2.27
p3k1 2.52 2.48 2.48 7.48 2.49
p3k2 2.20 2.00 1.56 5.76 1.92
p3k3 2.16 1.92 2.16 6.24 2.08
Total 29.56 28.04 26.72 84.32 28.11

Tabel Lampiran 6b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon
pada interaksi perlakuan antara lama penyimpanan dengan
konsentrasi tetrazolium
SK DB JK KT F.HITUNG F Tabel
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.34 0.17 11.15 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 1.34 0.12 8.06 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.78) 0.26 17.26 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.20) 0.10 6.77 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.35) 0.06 3.89 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.33 0.02
TOTAL 35 2.01
KK= 5.25 %

Keterangan : **: Sangat nyata

8
Tabel Lampiran 7a.Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon pada interaksi
antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III

p0k1 2.60 2.52 2.52 7.64 2.55


p0k2 2.68 2.60 2.52 7.80 2.60
p0k3 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53
p1k1 2.52 2.52 2.40 7.44 2.48
p1k2 2.60 2.60 2.32 7.52 2.51
p1k3 2.52 2.52 2.28 7.32 2.44
p2k1 2.56 2.24 2.12 6.92 2.31
p2k2 2.48 2.12 2.00 6.60 2.20
p2k3 2.44 2.24 2.24 6.92 2.31
p3k1 2.52 2.48 2.48 7.48 2.49
p3k2 2.24 2.00 1.76 6.00 2.00
p3k3 2.24 2.00 2.20 6.44 2.15
Total 29.96 28.36 27.36 85.68 28.56

Tabel Lampiran 7b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian


tengah kotiledon pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.29 0.14 13.36 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 1.15 0.10 9.77 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.73) 0.24 22.70 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.11) 0.06 5.18 * 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.31) 0.05 4.83 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.24 0.01
TOTAL 35 1.68
KK= 4.35 %.
Keterangan : ** : Sangat nyata, * : Nyata

8
Tabel Lampiran 8a. Tingkat pewarnaan embrio (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
p0k1 98.00 99.00 98.00 295.00 98.33
p0k2 96.00 84.00 85.00 265.00 88.33
p0k3 88.00 76.00 76.00 240.00 80.00
p1k1 97.00 98.00 96.00 291.00 97.00
p1k2 95.00 84.00 81.00 260.00 86.67
p1k3 82.00 73.00 65.00 220.00 73.33
p2k1 97.00 96.00 96.00 289.00 96.33
p2k2 83.00 80.00 79.00 242.00 80.67
p2k3 67.00 62.00 54.00 183.00 61.00
p3k1 86.00 85.00 85.00 256.00 85.33
p3k2 75.00 74.00 74.00 223.00 74.33
p3k3 50.00 45.00 45.00 140.00 46.67
Total 1014.00 956.00 934.00 2904.00 968.00

Tabel Lampiran 8b. Sidik ragam tingkat pewarnaan embrio (%) pada interalsi
perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 284.67 142.33 11.63 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 7734.00 703.09 57.43 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (2121.56) 707.19 57.77 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (5106.50) 2553.25 208.56 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (505.94) 84.32 6.89 ** 2.55 3.76
GALAT 22 269.33 12.24
TOTAL 35 8288.00
KK= 4.34 %

Keterangan : ** = Sangat nyata

8
Tabel Lampiran 9a. Tingkat pewarnaan radikula (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
p0k1 77.68 81.00 81.60 240.28 80.09
p0k2 72.72 61.00 63.16 196.88 65.63
p0k3 67.88 57.64 57.60 183.12 61.04
p1k1 88.88 83.88 85.44 258.20 86.07
p1k2 77.20 70.40 66.36 213.96 71.32
p1k3 62.32 57.20 49.68 169.20 56.40
p2k1 78.96 83.88 85.44 248.28 82.76
p2k2 69.20 66.92 68.64 204.76 68.25
p2k3 53.64 50.80 42.60 147.04 49.01
p3k1 72.44 73.60 73.92 219.96 73.32
p3k2 63.08 63.92 63.84 190.84 63.61
p3k3 39.68 35.80 34.88 110.36 36.79
Total 823.68 786.04 773.16 2382.88 794.29

Tabel Lampiran 9b. Sidik ragam tingkat pewarnaan radikula (%) pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 114.86 57.43 4.18 * 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 6699.83 609.08 44.36 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (918.27) 306.09 22.29 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (5328.82) 2664.41 194.06 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (452.75) 75.46 5.50 ** 2.55 3.76
GALAT 22 302.05 13.73
TOTAL 35 7116.74
KK= 5.60 %

8
Keterangan : ** = Sangat nyata, * = Nyata

9
Tabel Lampiran 10a. Tingkat pewarnaan plumula (%) pada interaksi perlakuan lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III

p0k1 89.00 84.00 79.00 252.00 84.00


p0k2 72.72 61.00 63.16 196.88 65.63
p0k3 67.88 57.64 57.60 183.12 61.04
p1k1 71.00 83.88 80.00 234.88 78.29
p1k2 69.00 65.00 61.00 195.00 65.00
p1k3 62.32 57.20 49.68 169.20 56.40
p2k1 78.96 78.00 78.00 234.96 78.32
p2k2 69.20 62.00 60.00 191.20 63.73
p2k3 53.64 50.80 42.60 147.04 49.01
p3k1 72.44 73.60 73.92 219.96 73.32
p3k2 63.08 63.92 63.84 190.84 63.61
p3k3 10.32 9.20 10.12 29.64 9.88
Total 779.56 746.24 718.92 2244.72 748.24

Tabel Lampiran 10b. Sidik ragam tingkat pewarnaan plumula (%) pada
interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 153.72 76.86 4.70 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 12262.95 1114.81 68.14 ** 2.26 3.18
(FAK A) 3 2352.72 784.24 47.93 ** 3.05 4.82
(FAK.B) 2 7182.59 3591.30 219.50 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) 6 2727.63 454.61 27.78 ** 2.55 3.76
GALAT 22 359.96 16.36
TOTAL 35 12776.62
KK= 6.49 %

9
Keterangan : ** : Sangat nyata

9
Tabel Lampiran 11a. Tingkat pewarnaan kotiledon (%) interaksi perlakuan lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
p0k1 99.00 98.00 98.00 295.00 98.33
p0k2 96.00 85.00 86.00 267.00 89.00
p0k3 83.00 79.00 79.00 241.00 80.33
p1k1 97.00 97.00 96.00 290.00 96.67
p1k2 86.00 86.00 84.00 256.00 85.33
p1k3 80.00 78.00 78.00 236.00 78.67
p2k1 96.00 96.00 93.00 285.00 95.00
p2k2 76.00 76.00 75.00 227.00 75.67
p2k3 64.00 64.00 62.00 190.00 63.33
p3k1 85.00 85.00 84.00 254.00 84.67
p3k2 75.00 74.00 74.00 223.00 74.33
p3k3 56.00 55.00 55.00 166.00 55.33
Total 993.00 973.00 964.00 2930.00 976.67

Tabel Lampiran 11b. Sidik ragam tingkat pewarnaan kotiledon (%) berbagai
interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 36.72 18.36 6.13 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 5657.89 514.35 171.60 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (1817.89) 605.96 202.16 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (3530.06) 1765.03 588.84 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (309.94) 51.66 17.23 ** 2.55 3.76
GALAT 22 65.94 3.00
TOTAL 35 5760.56
KK= 2.13 %

9
Keterangan : ** = Sangat nyata

9
Tabel Lampiran 12a. Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%) pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium

Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III

p0k1 87.00 88.00 84.00 259.00 86.33


p0k2 75.36 64.64 66.12 206.12 68.71
p0k3 61.76 59.84 61.16 182.76 60.92
p1k1 73.20 77.60 79.96 230.76 76.92
p1k2 63.76 67.20 65.92 196.88 65.63
p1k3 58.52 59.28 60.20 178.00 59.33
p2k1 76.36 76.84 74.44 227.64 75.88
p2k2 55.00 56.04 55.24 166.28 55.43
p2k3 44.00 44.80 42.96 131.76 43.92
p3k1 67.68 67.88 66.88 202.44 67.48
p3k2 49.80 48.92 45.92 144.64 48.21
p3k3 19.00 18.56 18.52 56.08 18.69
Total 731.44 729.60 721.32 2182.36 727.45

Tabel Lampiran 12b. Sidik ragam tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%)
pada interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan
konsentrasi tetrazolium

F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 4.84 2.42 0.45 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 10549.89 959.08 177.68 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (3861.33) 1287.11 238.45 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (5765.36) 2882.68 534.05 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (923.20) 153.87 28.51 ** 2.55 3.76
GALAT 22 118.75 5.40
TOTAL 35 10673.49
KK= 3.83 %

9
Keterangan : ** : Sangat nyata

9
Tabel Lampiran 13a. Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%) interaksi
perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III

p0k1 71.72 77.68 77.84 227.24 75.75


p0k2 75.36 64.64 66.12 206.12 68.71
p0k3 61.76 59.84 61.16 182.76 60.92
p1k1 73.20 77.60 79.96 230.76 76.92
p1k2 63.76 67.20 65.92 196.88 65.63
p1k3 58.52 59.28 60.20 178.00 59.33
p2k1 76.36 76.84 74.44 227.64 75.88
p2k2 55.00 56.04 55.24 166.28 55.43
p2k3 44.00 44.80 42.96 131.76 43.92
p3k1 67.68 67.88 66.88 202.44 67.48
p3k2 49.80 48.92 45.92 144.64 48.21
p3k3 37.00 36.44 36.48 109.92 36.64
Total 734.16 737.16 733.12 2204.44 734.81

Tabel Lampiran 13b. Sidik ragam tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%)
pada interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan
konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.73 0.37 0.06 tn 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 5690.81 517.35 82.13 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (1855.91) 618.64 98.21 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (3454.16) 1727.08 274.18 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (380.74) 63.46 10.07 ** 2.55 3.76
GALAT 22 138.58 6.30
TOTAL 35 5830.12
KK= 4.10 %

Keterangan : ** : Sangat nyata, tn : Tidak nyata

9
A B

C
D

E F

Gambar Lampiran 1. Perkecambahan benih setiap hari: Hari 1 (A), hari 2 (B), hari 3
(C), hari 4 (D), hari 5 (E), hari 6 (F), dan hari 7 (G)

9
Gambar Lampiran 2. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 0 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p0k1)

Gambar Lampiran 3. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi


perlakuan lama penyimpanan 0 bulan dengan konsentrasi
0.50 % (p0k2)

Gambar Lampiran 4. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi


perlakuan lama penyimpanan 0 bulan dengan konsentrasi
0.75 % (p0k3)

9
Gambar Lampiran 5. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p1k1)

Gambar Lampiran 6. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi


perlakuan lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi
0.50 % (p1k2)

Gambar Lampiran 7. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi


perlakuan lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi
0.75 % (p1k3)

1
Gambar Lampiran 8. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 2 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p2k1)

Gambar Lampiran 9. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi


perlakuan lama penyimpanan 2 bulan dengan konsentrasi
0.50 % (p2k2)

Gambar Lampiran 10. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 2 bulan dengan konsentrasi
0.75 % (p2k3)

1
Gambar Lampiran 10. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 3 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p3k1)

Gambar Lampiran 11. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 3 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p3k2)

Gambar Lampiran 12. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 3 bulan dengan konsentrasi
0.75 % (p3k3)

1
1

Anda mungkin juga menyukai