1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea 90245 Tlp. (0411)587064
Dosen Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
2)
ABSTRAK
Tabel 1. Persentase potensi tunbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecepatan tumbuh
(% per etmal) dan vigor kecambah (%) pada berbagai lama penyimpanan
Lama penyimpanan
Parametrer Pengamatana 0 Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan
(p0) (p1) (p2) (p3)
Potensi Tumbuh Maksimum (%) 100.00 88.00 84.00 76.00
Daya Kecambah (%) 96.00 86.00 80.00 72.00
Vigor Kecambah (%) 92.00 82.00 76.00 66.00
Kecepatan Tumbuh (% per etmal) 48.00 43.00 40.00 36.00
Keterangan: Etmal = pertambahan kecambah normal setiap hari (24 jam)
Tingkat
Kecerahan Warna
Kotiledon Kotiledon
Bagian Bagian
Perlakuan Embrio Radikula Plumula Kotiledon Pinggir Tengah
p0k1 2.91 2.63aw 2.71aw 2.84aw 2.53aw 2.55aw
p0k2 2.56 2.67aw 2.40aw 2.53aw 2.56aw 2.60aw
p0k3 2.55 2.55aw 2.35aw 2.53aw 2.53aw 2.53aw
p1k1 2.71 2.71aw 2.63aw 2.53aw 2.45aw 2.48aw
p1k2 2.25 2.61aw 2.32aw 2.45aw 2.36aw 2.51aw
p1k3 2.52 2.52aw 2.32aw 2.36aw 2.44aw 2.44aw
p2k1 2.59 2.59aw 2.29aw 2.44aw 2.28aw 2.31aw
p2k2 2.36 2.40aw 1.93aw 2.28aw 2.19aw 2.20aw
p2k3 2.33 2.33aw 2.15aw 2.19aw 2.27aw 2.31aw
p3k1 2.52 2.52aw 1.69aw 2.27aw 2.49aw 2.49aw
p3k2 2.42 2.45aw 1.63aw 2.49aw 1.92aw 2.00aw
p3k3 1.72 1.60aw 1.53aw 1.92aw 2.08aw 2.15aw
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris (a) dan pada kolom
(w) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ dan angka-angka yang tidak diikuti
oleh huruf pada kolom dan baris menunjukkan tidak adanya interaksi perlakuan.
Tingkat
Pewarnaan
Kotiledon Kotiledon
Bagian Bagian
Perlakuan Embrio Radikula Plumula Kotiledon Pinggir Tengah
p0k1 98.33 aw 80.09abw 84.00aw 98.33aw 86.33 aw 75.75aw
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris (a,b,c) dan pada
kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
DAFTAR PUSTAKA
1
PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea L)
PADA BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN DENGAN MENGGUNAKAN
UJI TETRAZOLIUM
HASRAWATI
G 111 10 905
1
PENGUJIAN VIABILITAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea L)
PADA BERBAGAI LAMA PENYIMPANAN DENGAN MENGGUNAKAN
UJI TETRAZOLIUM
SKRIPSI
HASRAWATI
G 111 10 905
1
2
16
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di dalam Screen house Kebun Strawberry Malino milik
Bapak Budiman, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten
Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, berlangsung dari bulan Agustus hingga Desember
2014. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk membandingkan
pertumbuhan vegetatif dan generatif dari tiga jenis bunga krisan dengan pemberian
monosodium glutamate dan melihat sejauh mana pengaruhnya.
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah. Faktor pertama sebagai petak
utama adalah varietas krisan yaitu: stalkon, sena, dan salju. Faktor kedua sebagai
anak petak adalah dosis monosodium glutamate yang terdiri dari kontrol (air), 5 mg L-
1
, 10 mg L-1, dan 15 mg L-1. Hasil penelitian menunjukkan varietas Sena
menunjukkan pertumbuhan terbaik pada jumlah bunga yang mekar dan diameter
bunga sedangkan varietas Stalkon menunjukkan pertumbuhan terbaik terhadap
jumlah anakan krisan, pemberian monosodium glutamate dengan konsentrasi 10 mg
L-1 memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan tinggi tanaman dan interaksi antara
varietas Stalkon dan pemberian monosodium glutamate dengan konsentrasi 15 mg L-1
memberikan hasil terbaik pada pertambahan jumlah daun.
1
KATA PENGANTAR
1
4. Ibu Yani dan Ibu Rahma sekeluarga yang telah memberikan bekal ilmu dan
bimbingan mengenai budidaya krisan kepada penulis sehingga penelitian
berjalan lancar.
5. Sahabat - sahabatku terkhusus buat Nurhardina, Faradillah Alimuddin, Akhwiyah
Ekawati, Siti Fatimah S, Ratnawati, Nur Fatimah S, Tonado Hutapea, Amira
Meyansari, Rismala Dewi, Taufik Gaffar, Rusdi, & Zaenal Palaguna terima kasih
atas dukungannya, saran dan bantuannya, serta tidak lupa kepada teman-teman
seangkatan Hybrid 010, Rejuvinasi 08, Klimakterik 09, Aktivator 011 dan
saudara seperjuangan penulis selama mengemban ilmu di kampus merah ini,
canda tawa bersama kalian akan selalu teringat.
6. Seluruh staf administrasi kampus Universitas Hasanuddin yang telah banyak
membantu demi kelancaran perkuliahan.
7. Keluarga besar saudari Amira Meyansari dan Siti Rahma yang telah memberikan
kami tempat untuk tinggal serta meminjamkan fasilitas lainnya demi
penyelesaian skripsi ini.
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT memberikan rahmat dan
ridho-Nya atas budi baik serta ketulusan yang mereka berikan kepada penulis
selama ini. Harapan penulis semoga skripsi dapat bermanfaat bagi pembaca
dalam upaya pengembangan pertanian. Amin.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL...................................................................................i
HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iii
PENGESAHAN............................................................................................. iv
ABSTRAK...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR..................................................................................vi
DAFTAR TABEL.......................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang..........................................................................1
1.2. Hipotesis..................................................................................5
1.3. Tujuan dan kegunaan...............................................................6
2
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil.......................................................................................29
4.2. Pembahasan............................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................53
LAMPIRAN................................................................................................. 55
2
DAFTAR TABEL
Lampiran
Tabel 1c. Data benih yang berkecambah normal kuat pada 7 HST..............55
2
Tabel 3a. Tingkat kecerahan warna radikula.................................................57
Tabel 6b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon...60
Tabel 7b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon....61
2
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
Lampiran
10. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p2k2 71
11. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p2k3 71
12. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p3k1 72
13. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p3k2 72
14. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi perlakuan p3k3 72
2
BAB I
PENDAHULUAN
setelah kedelai. Di Indonesia kacang tanah terutama ditujukan untuk tujuan konsumsi,
disamping juga digunakan untuk pakan dan bahan baku industri. Sebagai bahan
pangan kacang tanah kaya akan kandungan protein dan lemak nabati sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif pengganti protein dan lemak hewani. Kebutuhan kacang
tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah
Permintaan terhadap hasil olahan kacang tanah tetap tinggi setiap tahunnya.
industri pangan dan pakan. Kebutuhan akan kacang tanah meningkat rata-rata setiap
tahun ± 900.000 ton dengan produksi rata-rata setiap tahun 783.110 ton atau sekitar
87,01%. Pada saat ini kebutuhan nasional kacang tanah masih harus dipenuhi dari
impor sekitar 200.000 ton per tahun Rata – rata produksi kacang tanah per satuan luas
di Indonesia masih rendah. Pada tahun 2011 produksi rata – rata sekitar 1,281 ha-1.
Sementara produksi rata – rata kacang tanah di Indonesia dari tahun 2006 – 2011
Usaha tani kacang tanah adalah salah satu alternatif peluang agribisnis yang
kacang tanah tidak terlepas dari berbagai hambatan, salah satu diantaranya adalah
2
ketersediaan benih. Fakta menunjukkan bahwa produktifitas kacang tanah tiap hektar
yang diperoleh petani hingga kini masih jauh dari potensi produksi kacang tanah hasil
penelitian. Salah satu penyebab kesenjangan produksi tersebut adalah belum banyak
tersedia dan dimanfaatkannnya benih unggul kacang tanah bermutu tinggi oleh para
petani atau pengusaha kacang tanah. Hingga kini, kondisi perbenihan palawija,
Dari segi budidaya tanaman kacang tanah petani biasanya menggunakan benih
dari pertanaman sebelumnya yang disimpan dan dirawat agar tidak busuk sehingga
bisa digunakan untuk masa tanam berikutnya. Sementara benih yang diharapkan
petani adalah benih yang memiliki viabilitas benih dan vigor yang tinggi. Hal itu
disebabkan karena viabilitas dan vigor benih merupakan salah satu parameter yang
Informasi mutu benih yang cepat dan akurat sangat diperlukan bagi industry
perbenihan berguna untuk segera menentukan kelayakan benih di pasar dan target
produksi benih berikutnya. Bagi petani, informasi tersebut berguna dalam menyusun
tenaga, dan waktu. Hal ini dapat memberikan peluang keberhasilan yang cukup besar
pada suatu kondisi tertentu. Uji viabilitas dapat dilakukan dengan pengecambahan
2
benih dan diamati daya kecambah dan kekuatan kecambahnya. Menurut Sutopo
(2002) cara yang dapat digunakan untuk menduga viabilitas benih adalah uji
viabilitas secara langsung dan dengan penggunaaan pola pewarna garam tetrazolium
kelembaban, temperature dan aerasi yang sesuai serta dalam beberapa hal cahaya,
selama beberapa hari atau minggu. Sehingga uji perkecambahan secara langsung
tidak dapat segera diketahui. Sedangkan uji tetrazolium disebut uji cepat viabilitas
karena dapat memberikan keterangan lebih cepat 1-2 hari daripada uji
sehingga waktu yang diperlukan untuk pengujian tetrazolium tidak sepanjang waktu
Uji tetrazolium (TZ) banyak digunakan untuk pengujian viabilitas benih karena
waktu yang diperlukan lebih cepat (dalam hitungan jam) dibandingkan pengujian
daya berkecambah (dalam hitungan hari). Dalam uji tatrazolium digunakan larutan
oleh benih dan di dalam jaringan benih yang hidup akan bereaksi dengan proses
reduksi dalam respirasi. Aktivitas enzim dehidrogenase akan melepaskan ion H+ dan
merah, stabil dan tidak larut air. Letak dan ukuran daerah yang terwarnai serta
2
intensitas pewarnaan (disebut pola topografi) menentukan klasifikasi benih viable
atau nonviable (ISTA, 2004). Pengamatan pola topografi dilakukan pada struktur
esensial embrio yaitu plumula, radikula dan kotiledon. Di Indonesia data hasil uji
tetrazolium belum umum digunakan sebagai data yang tercantum pada label benih,
tetapi dalam sertifikat benih Internasional yang dikeluarkan oleh ISTA (International
Metode pengujian yang ideal adalah metode uji yang mudah, murah, cepat, dapat
merupakan uji vigor tidak langsung yang dapat digunaka untuk mengidentifikasi
viabilitas benih ( baik benih dorman maupun benih keras). Hasil pengujian dengan
tetrazolium dapat diketahui lebih cepat bila dibandingkan dengan uji daya
berkecambah. Hal ini menyebabkan informasi mutu benih lebih cepat diperoleh serta
dengan menggunakan uji tetrazolium yang membedakan hanya sumber benih, alat
yang dipakai untuk mengamati intensitas warna yang terbentuk pada biji kacang
tanah dan konsentrasi garam tetrazolium yang digunakan. Menurtu Sutopo (2002)
yang umum dipakai adalah 1,0%, tetapi biasanya 0,5 % sudah cukup memuaskan.
tetrazolium dengan konsentrasi 0.5 % sudah cukup memuaskan dan karena garam
2
tetrazolium mahal, maka makin lemah larutan yang digunakan, makin berkurang
biaya uji tersebut. Pada penelitian Muchlis (1999) juga menggunakan satu
konsentrasi tetrazolium yaitu 0.50 %. Pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahap,
yaitu tahap pembuatan pola dan pengujian pola. Pada tahap pembuatan pola,
digunakan lot benih kacang tanah yang mempunyai viabilitas berbeda. Intensitas dan
pola pewarnaan yang terjadi pada embrio diamati dengan menggunakan kaca
pembesar dan pola pewarna yang terbentuk dipotret. Selanjutnya dibuat standar pola
pewarnaan yang membedakan antara benih yang berpotensi untuk tumbuh menjadi
kecambah normal kuat, normal kurang kuat, abnormal dan mati sebanyak enam pola.
konsentrasi 1 % sebagai tolok ukur viabilitas dan vigor benih kedelai untuk
uji TZ. Salah satu diantara sepuluh pola tersebut yaitu pola 1 dengan topografi pada
poros embrio dan kotiledon berwarna merah cerah, pola 2 dengan topografi pada
poros embrio berwarna merah dengan ujung merah tuan dan topografi pada kotiledon
berwarna merah, pola 3 yang menunjukkan topografi pada poros embrio berwarna
merah cerah dengan ujung merah tua dan topografi pada kotiledon berwarna merah
cerah, dan untuk pola 4 menunjukkan topografi pada poros embrio dengan warna
merah cerah dan topografi pada kotiedon dengan warna gradasi merah sampai merah
muda. Pola 1,2,3,4 dan pola 1,2,3 pada pengujian TZ mempunyai korelasi yang tinggi
2
dengan pertumbuhan tanaman dan hasil produksi. Pola 1,2,3,4 yaitu seluruh bagian
benih berwarna merah atau bergradasi merah muda-merah dengan ujung poros
embrio merah atau merah tua, menunjukkan benih viable, sedangkan pola yang lebih
spesifik yaitu 1,2,3 dimana pewarnaan pada kotiledon terbentuk merata dan poros
embrio berwarna merah dengan atau tanpa merah tua di ujung radikula dikategorikan
sebagai pola vigor. Pola 1,2,3,4 dan pola 1,2,3 dapat digunakan untuk mengestimasi
pertumbuhan tanaman, tetapi pola 1,2,3 sebagai pola vigor dapat mengestimasi
dengan baik.
pada pengamatan intensitas dan pola pewarnaan yang terjadi pada embrio diamati
hanya dengan menggunakan kaca pembesar dan pola pewarna yang terbentuk dipotret
penelitian ini, pada pengamatan tingkat pewarnaan dan kecerahan warna digunakan
0.50%, dan 0.75 %. Dengan demikian penelitian ini pelu dilakukan untuk mengetahui
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara lama
3
struktur biji (embrio, plumula, radikula, kotiledon) dan hubungannya dengan vigor
Adapun kegunaan dari penelitian ini ialah dapat mengetahui bahwa pengujian
daya kecambah dan vigor dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.
1.3 Hipotesis
kecerahan warna pada embrio dan kotiledon yang terbaik yang dapat
kecerahan warna pada embrio dan kotiledon yang lebih baik yang dapat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan).
Awalnya kacang tanah dibawa dan disebarkan ke benua Eropa, kemudian menyebar
Kacang tanah yang ada di Indonesia semula berasal dari Benua Amerika.
Pertama kali kacang tanah masuk ke Indonesia dibawah oleh pedagang Spanyol
sewaktu melakukan pelayaran dari Meksiko ke Maluku setelah tahun 1597. Pada
tahun 1863, Holle memasukkan kacang tanah dari Inggris dan pada tahun 1864
Jenis tanaman yang ada di Indonesia ada 2 tipe, yaitu tipe tegak dan tipe
menjalar. Tipe tegak adalah jenis kacang yang tumbuh lurus atau sedikit miring ke
atas, buanhya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, umumnya pendek (genjah), dan
kemasakan buahnya serempak. Sementara itu kacang tanah tipe menjalar adalah jenis
yang tumbuh kea rah samping, batang utama berukuran panjang, buah terdapat pada
ruas-ruas yang berdekatan dengan tanah, dan umumnya berumur pajang (Purwono
Biji kacang tanah merupakan bagian dari buah (polong) yang digunakan
sebagai bahan makanan dan terdiri dari dua keping lembaga . Perakaran kacang tanah
dalam dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah
3
beranak empat helai daun. Setelah terjadi penyerbukan, ginofor akan tumbuh dari
dasar bunga. Ginofor ini akan terus tumbuh secara geotropism (menuju tanah).
Setelah menembus tanah dan mencapai kedalaman 2-7 cm, ginofor tumbuh mendatar,
bunga dengan permukaan tanah. Biasanya jika panjangya lebih 15 cm, ginofor akan
Tanaman kacang tanah dapat tumbuh pada daerah tropik, subtropik, serta
daerah temperate pada 40o LU- 40o LS. Persyaratan mengenai tanah yang cocok bagi
tumbuhnya kacang tanah tidaklah terlalu khusus. Syarat yang terpenting adalah
bahwa keadaan tanah tidak telalu kurus dan padat. Kondisi tanah yang mutlak
diperlukan adalah tanah yang gembur. Kondisi tanah yang gembur akan memberikan
kemudahan bagi tanaman kacang tanah terutama dalam hal perkecambahan biji,
kuncup buah, dan pembentukan polong yang baik. Tanaman kacang tanah
keadaan iklim yang panas tetapi sedikit lembab, yaitu rata-rata 65-75% dan curah
hujan tidak terlalu tinggi, yaitu sekitar 800-1300 mm/tahun. Pada waktu berbunga
tanaman kacang tanah menghendaki keadaan yang cukup lembab dan cukup udara,
sehingga kuncup buah dapat menembus tanah dengan baik dan pembentukan polong
dapat berjalan secara leluasa, sedangkan pada saat buah kacang tanah menjelang tua,
tanah harus diupayakan menjadi kering. Apabila tanah terlalu basah, sebagian buah
kacang tanah akan tumbuh di lahan penanaman, bahkan sebagian buah kacang akan
3
membusuk dan kualitasnya bisa menjadi kurang baik. Daerah yang paling cocok
untuk tanaman kacang tanah adalah daerah dataran dengan ketinggian 0-500 meter di
atas permukaan laut. Disamping itu, tanaman kacang tanah menghendaki sinar
matahari yang cukup. Suhu optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 30 oC
Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukan melalui gejala
metabolisme dan gejala pertumbuhan. Selain itu daya kecambah juga merupakan
tolak ukur parameter viabilitas potensial benih. Pada umumnya viabilitas benih
diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain
untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, presentase kecambah benih atau
viabilitas benih dan jumlah benih merupakan indeks dari viabilitas benih. Viabilitas
benih juga meliputi viabilitas potensi dan vigor. Yang dimaksud dengan viabilitas
potensial adalah viabilitas benih pada kondisi optimum ang secara potensial mampu
kemampuan benih tumbuh menjadi tanaman normal yang berproduksi normal dalam
keadaan suboptimum, dan di atas normal dalam keaadaan yang optimum, serta
mampu disimpan dalam kondisi simpan yang suboptimum dan tahan disimpan lama
3
pengujian vigor. Pengujian daya berkecambah sering tidak mencerminka kemampuan
benih untuk tumbuh di lapangan, karena pengujian daya berkecambah dilakukan pada
kondisi serba optimum (Delouchhe dan Baskin, 1973). Hal ini menunjukkan bahwa
perkecambahan yang cepat dan pertumbuhan perkecambahan kuat dalam hal ini
mengamati adanya indicator tertentu yang dapat membedakan antara sel hidup atau
sel mati, mengamati gejala peningkatan suatu metabolit dalam benih, ataupu analisis
kimia yang lainnya; 3) pendekatan anatomi, misalnya dengan cara pengamata sitologi
viabilitas yang ditentuka melalui suatu fugsi atau persamaan diferensial. Kemudian
informasi yang didapatkan dari berbagai metode uji ini, baik pendekatannya secara
3
Cara yang dapat digunakan untuk menduga viabilitas benih adalah uji
viabilitas secara langsung dan dengan penggunaaan pola pewarna garam tetrazolium
kelembaban, temperature dan aerasi yang sesuai serta dalam beberapa hal cahaya,
selama beberapa hari atau minggu. Sehingga kesimpulan dari suatu uji
tetrazolium disebut uji cepat viabilitas karena dapat memberikan keterangan lebih
cepat 1-2 hari daripada uji perkecambahan secara langsung. Indikasi yang diperoleh
tetrazolium tidak sepanjang waktu yang diperlukan untuk pengujian yang indikasinya
menguntungkan bila digunakan uji tetrazolium karena suatu kelompok benih gagal
berkecambah atau berkecambah lebih lambat dari biasanya disebabkan oleh tipe
dormansi “after ripening”. Untuk menentukan viabilitas benih tersebut secara cepat
dapat dilaksanakan uji tetrazolium. Hal ini akan memungkinkan seorang analis akan
pemecahan dormansi terlebih dahulu. Tetapi jika uji tetrazolium digunakan langsung
pada benih dorman, maka akan diperoleh hasil lengkap tentang viabilitas benih
3
tersebut tanpa mengetahui adanya pengaruh dormansi. Selain itu, uji tetrazolium
memerlukan lebih banyak kecakapan dan keputusan daripada yang diperlukan dalam
untuk dapat mempelajari dengan seksama pola noda dan lokasi daerah nekrotik yang
tidak ternoda dan uji tetrazolium tidak selalu memberikan keterangan tentang
kerusakan pada benih yang diakibatkan oleh proses pengeringan (Sutopo, 2004).
dalam periode simpan yang sepanjang mungkin. Yang dipertahankan adalah viabilitas
maksimum benih yang tercapai pada saat benih masak fisiologis. Kemasakan
fisiologis diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dicapai oleh benih sebelum
Penyimpanan kacang tanah dapat berupa polong atau biji. Penyimpana polong
kacang tanah biasanya dilakukan untuk menunggu waktu penjualan yang tepat.
Polong kacang tanah yang sudah cukup kering dengan kadar air < 9 %, dapat
dimasukkan ke dalam karung goni dan disimpan dalam ruang yang sejuk dan kering
agar tidak terjadi kontak langsung dengan dinding dan lantai. Kadar air dalam biji
kacang menunjukkan banyaknya air yang terkandung dalam biji. Kadar air kacang
tanah dapat dipengaruhi oleh kelembaban ruangan tempat menyimpan biji kacang
tersebut. Penyimpanan dalam bentuk biji lebih awet kering dibandingkan dalam
bentuk polong. Umumnya kelembaban udara gudang di Indonesia adalah antara 80-
3
90%, sehingga kadar air biji kacang akan berkisar antara 10-15%, atau sekitar 15-
21% bila disimpan dalam bentuk polong. Kerugian menyimpan dalam bentuk biji
Dalam skala besar penyimpanan dapat dilakukan dengan sistem curah atau
menggunakan bak. Cara lain yang lebih efektif adalah dengan pemberian 15% gas
CO2 ke dalam drum tertutup yang berisi biji kacang tanah yang berkadar air 6,7-
9,6%. Dengan cara penyimpana tersebut, biji kacang tanah dapat bertahan selama 6
bulan (Lisdiana Fachruddin, 2000). Benih kacang tanah lebih baik disimpan dalam
bentuk polong, agar daya tumbuh tidak cepat menurun. Kadar air yang aman untuk
penyimpanan benih dalam bentuk polong yaitu 10-11% (Wirana dan Wahyuni, 2002).
Menurut Sutopo (1995), selain faktor benihnya sendiri, factor luar benih yang
sangat berpengaruh dalam penyimpanan benih adalah suhu dan kelembaban. Suhu
kerusakan pada benih. Sebaliknya suhu rendah lebih efektif untuk menyimpan benih.
Pada suhu rendah aktivitas respirasi dapat ditekan kelembaban udara ruang simpan
antara 50-60% dan suhu simpan 0-10% C adalah cukup baik untuk mempertahankan
viabilitas benih.
Polong dengan biji yang telah kering dimasukkan dalam karung, dan disimpan
dalam ruang yang kering. Karung berisi benih jangan ditumpuk langsung di atas
lantai, melainkan diberi alas papan. Penyimpanan benih untuk 2-3 bulan dapat
dilakukan dalam bentuk biji kering yang disimpan dalam kaleng-kaleng yang tertutup
rapat. Benih kacang tanah dalam polong dapat disimpan dengan daya tumbuh tetap
3
baik selama 8 bulan. Bila ruangan penyimpanan bersuhu rendah (10-18 oC) dapat
temperature dan aerasi yang sesuai, serta dalam beberapa hal cahaya, sehingga
yang dihasilkan normal atau tidak. Kepastian apakah suatu kecambah itu normal atau
tidak tergantung pada pengamtan yang teliti terhadap system akar dan tunas.
beberapa jenis rumput-rumputan dan pohon - pohonan dapat memakan waktu yang
lebih lama lagi. Sehingga kesimpulan dari uji perkecambahan secara langsung tidak
dapat diukur dengan suatu penduga biokimia dari aktivitas metabolisme benih sala
satu bahan kimia pertama yang dipergunakan untuk maksud ini adalah Tellurium.
Hanya reaksi pewarnaan yang dihasilkan pada sel kurang memuaskan. Penggunaan
pewarnaan pada sel dari tidak berwarna sampai merah tua, sehingga memudahkan
analisa. Keberatannya dalah bahan ini terlalu beracun. Kemudian oleh Lakon (1949)
ditemukan garam tetrazolium yang dapat menghasilkan pewarnaan yang jelas pada
sel serta tidak beracun. Cara kerja yang dikembangkannya itu dinamkan “ Metode
3
Pewarnan Topografis”. Pada kongres ISTA di Dublin than 1953 ditetapkan bahwa uji
tetrazolium sebagai stau-satunya cara menentukan viabilitas dari jenis benih pohon-
pohonan tertentu yang dorman dan sangat lambat perkecambahannya (Sutopo, 2002)
Uji Tetrazolium merupakan cara pengujian viabilitas benih secara cepat dan
bersifat tidak langsung (Quick Test). Zat kimia yang digunakan adalah 2,3,5
Triphenyl Tetrazolium Kloride (garam tetrazolium), zat ini dapat diserap oleh benih.
Dalam jaringan benih hidup, garam tetrazolium akan mengalami reduksi secara
enzimatik sehingga timbul senyawa formazan yang berwarna merah cerah. Reaksi
tetrazolium akan sangat baik apabila berada pada suhu udara sekitar 40 derajat celcius
bersifat dorman dan kepentingan riset. Kriteria pewarnaan untuk uji tetrazolim
meliputi : jika warna merah cerah maka jaringan masih hidup, warna merah jambu
maka jaringan sudah lemah, jika warna merah tua maka jaringan rusak, dan jika tidak
berwarna maka jaringan sudah mati. Prinsip kerja uji tetrazolium adalah berdasarkan
perbedaan warna dari benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium. Jika jaringan
dalam benih itu hidup akan menghasilkan suatu reaksi pada benih dengan
menimbulkan kriteria pewarnaan : merah cerah (jaringan masih hidup), merah jambu
(jaringan sudah lemah), merah tua (jaringan rusak), tak berwarna (jaringan sudah
Menurut Sutopo (2002), di dalam suatu uji biokimia tanda terjadinya proses
reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh reduksi oleh suatu indikator. Garam
4
tetrazolium merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel
hidup zat ini ikut serta dalam proses reduksi. Dengan proses hidrogenasi dari 2,3,5
triphenyl tetrazolium chloride atau bromide, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah
triphenyl formazan yang berwarna merah dari bagian sel mati yang tidak berwarna.
Uji tetrazolium hanya pada keadaan tertentu saja dapat dipandang sebagai
pengganti dari uji perkecambahan secara langsung untuk mengukur viabilitas benih.
Jika diperlukan keterangan segera tentang viabilitas suatu kelompok benih tertentu,
maka uji tetrazolium akan dapat memberi keterangan lebih cepat 1-2 hari daripada uji
atau berkecambah lebih lambat dari biasanya disebabkan oleh tipe dormansi “after
dilaksanakan uji tetrazolium. Hal ini akan memungkinkan seorang analis mengadakan
dormansi terlebih dahulu. Tetapi uji tetrazolium digunakan langsung pada benih
dorman, maka diperoleh hasil lengkap tentang viabilitas benih tersebut tanpa
kecakapan dan keputusan daripada yang diperlukan dalam uji perkecambahan secara
seksama pola noda dan lokasi daerah nekrotik yang tidak ternoda (Sutopo, 2002).
Di Indonesia data hasil uji tetrazolium belum umum digunakan sebagai data
yang tercantum pada label benih, tetapi dalam sertifikat benih Internasional yang
dikeluarkan oleh ISTA (International Seed Testing Association), hasil uji tetrazolium
4
dapat digunakan. Bradford (2004) menyatakan bahwa pengujian TZ dapat digunakan
untuk uji vigor dengan penambahan kriteria dalam penilaian uji viabilitas. Suatu
kriteria dapat tidak penting pada viabilitas tetapi menjadi penting dalam vigor. Uji TZ
dapat mendeteksi kerusakan paling dini pada embrio dan menunjukkan deteriorasi
benih yang merupakan indikator vigor. Menurut survei tahun 1976, 1982 dan 1990,
uji tetrazolium akan menjadi metode yang banyak digunakan untuk uji vigor (Leist
2004). Sebagai uji vigor, uji tetrazolium harus berkorelasi dengan pertumbuhan
tanaman.
Prinsip uji tetrazolium adalah bahwa setiap sel hidup akan berwarna merah
oleh reduksi dari suatu pewarnaan garam tetrazolium dan membentuk endapan
formazan merah, sedangkan sel-sel mati akan berwarna putih. Enzim yang
respirasi. Kelebihan uji tetrazolium meliputi waktu pengujian yang singkat, sangat
tepat diaplikasikan pada benih yang mengalami dormansi serta benih yang
tidak dapat mendeteksi kerusakan akibat fungi atau mikroba lainnya dan bersifat
Menurut Chapman & Lark (2005) prinsip kerja uji tetrazolium adalah
berdasarkan perbedaan warna dari benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium.
Jaringan dalam benih itu hidup akan menghasilkan suatu reaksi pada benih dengan
4
menimbulkan warna merah. Sedangkan jika tidak menimbulkan warna menunjukan
tiga tahap yaitu tahap 1 adalah pengaktifan enzim dan reaksi reaksi dehidrogenasi
dengan penyerapan air. Pada tahap ini biasanya diperlukan waktuhampir 16 jam.
benih yang lebih besar dibiarkan berimbibsi di antara lembaran-lembaran kertas yang
lembab. Benih perlu dibiarkan sampai mencapai tahap dimana radikel muncul, karena
akan lebih sulit untuk menentukan kondisi dari radikel.jika benih-benih tertentu
berkecambah lebih cepat pada temperature optimum, maka perlu meletakkan benih
tersebut pada temperature yang lebih rendah selama 16 jam. Biasanya benih
diletakkan kontak dengan air sekitar pukul 4 sore hari selama 16 jam dan dilanjutkan
Gramineae yang lebih besar benih dapat dibelah dua memanjang melalui embrio dan
scutellum bersama sebagian kecil dari endosperm dan diletakkan dalam larutan
tetrazolium. Pada jenis-jenis benih lainnya seperti benih dari Cucurbitaceae dan
Malvaceae, baik kulit biji dan perisperm harus disingkirkan untuk membiarkan
larutan tetrazolium mencapai embrio. Setelah kulit biji disingkirkan, perlu untuk
meletakkan benih kembali ke dalam air selama beberapa waktu perisperm dapat
4
dengan mudah diambil, sebelum benih diletakkan dalam larutan tetrazolium. Bagi
Kecepatan reaksi dari reduksi larutan tetrazolium yang tak berwarna menjadi
formazan yang stabil dan tidak difusi tergantung pada temperature dan jenis benih.
Makin tinggi temperatur hingga lebih dari 40oC, makin cepat waktu reaksi.
Temperature yang dipakai tergantung pada waktu yang tersedia untuk melaksanakan
uji tersebut. Pada temperatur 40oC, waktu reaksi antara 1-4 jam, tetapi jika tidak hati-
hati maka intensitas warna akan menjadi sedemikian besar hingga menyulitkan
evaluasi uji secara tepat. Sehingga lebih aman untuk membiarkan reaksi berjalan
lebih lambat pada temperature yang lebih rendah. Konsentrasi larutan yang dipakai
dapat bervariasi antara 0.1%-1,0%. Konsentrasi yang umum dipakai adalah 1,0%,
tetapi biasanya 0,5 % sudah cukup memuaskan. Dan karena garam tetrazolium adalah
mahal maka makin lemah larutan yang digunakan makin berkurang biaya uji tersebut
(Sutopo, 2002).
pengetahuan yang baik tentang morfologi benih dan jaringan embronik untuk
memungkinkan menentukan bagian-bagian apa saja yang penting dari embrio yang
harus berwarna untuk menunjukkan bahwa benih yang dianalisa adalah viable. Dan
kedalaman warna dan kondisi dari jaringan yang ternoda dapat dipertimbangkan
4
Benih yang memperlihatkan bagian-bagian berwarna merah tua yang lebih
disebabkan oleh pengaruh kelembaban pada saat panen. Tanda tersebut terutama
penting untuk benih Leguminosae seperti kedele dan kacang hijau, dan merupakan
petunjuk viabilitas yang rendah. Noda ringan yang seringkali tampak dipermukaan
garam tetrazolium pada sel-sel lapisan aleuron dari benih. Terlihatnya pewarna ini
2.4.3 Kategori Benih Viabel dan Non Viabel dalam Uji Tetrazolium
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam uji tetrazolium adalah
evaluasi pola topografi perwarnaan untuk menentukan benih viable dan non-viable.
Paradigma ini diterima karena definisi viable (hidup) diartikan hanya sebagai
kemampuan benih tersebut untuk berkecambah, dan tidak menjadi soal apakah
berkecambah secara normal atau abnormal. Dengan paradigma demikian, maka hasil
uji tetrazolium tidak diperkenankan menjadi data yang dicantumkan di label benih
karena akan memberikan kesalahan positif (yaitu persentase benih viable yang lebih
dari berbagai literatur internasional, maka akan diperoleh suatu kesimpulan bahwa
paradigma tersebut di atas kurang tepat. ISTA sebagai organisasi pengujian benih
4
kecambah normal, sedangkan benih non-viable adalah terdiri dari benih yang
berkembang secara abnormal baik pada embrio maupun pada struktur penting lainnya
seluruhnya, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada kotiledon, tetapi bukan pada
bagian penghubung antara kotiledon dan radikula dan bukan pada daerah satu sisi
dengan hilum, kerusakan kecil (kurang dari 50%) pada radikula, tetapi bukan pada
bagian ujung atau pada bagian penghubung antara kotiledon dan radikula. Bagian
dalam kotiledon berwarna merah atau bergradasi secara teratur dari merah di bagian
tepi dan memudar di bagian tengah (suatu kondisi yang wajar akibat berkurangnya
penetrasi larutan tetrazolium di bagian dalam). Benih dikategorikan non viable bila
tidak terwarnai seluruhnya, sebagian besar kotiledon tidak terwarnai, sebagian besar
radikula tidak terwarnai, kerusakan lain (spot busuk), bagian luar berwarna merah,
tetapi bagian dalam kotiledon terlihat adanya batas yang nyata daerah yang tidak
4
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai Februari 2015
Alat-alat yang digunkan pada penelitian ini adalah talang, mikroskop, pinset,
gelas piala, gelas ukur, pengaduk, cawan dan kertas label. Sedangkan bahan-bahan
yang digunakan adalah benih kacang tanah varietas kelinci, garam terazolium,
Penelitian ini didesain dalam bentuk rancangan faktorial dua faktor yang
disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama yaitu lama
penyimpanan (p) yang terdiri atas empat taraf yaitu : penyimpanan 0 bulan (p0),
(p3). Faktor kedua adalah konsentrasi tetrazolium (k) yang terdiri atas tiga taraf
4
p3 : penyimpanan 3 bulan setelah panen
k1 : 0,25 %
k2 : 0,50 %
k3 : 0,75%
1. Sumber Benih
Benih kacang tanah yang digunakan adalah varietas kelinci yang berasal dari
Kabupaten Kepulauan Selayar. Benih ini dipanen tanggal 22 Oktober 2014 dan
dikeringkan selama 5 hari kemudian disimpan dalam satu wadah untuk semua lama
penyimpanan pada suhu kamar dan penyimpanan ini dilakukan dalam bentuk polong
2. Persiapan Benih
Benih yang digunakan adalah benih kacang tanah berbiji dua karena memiliki
bentuk biji yang sempurna dibandingkan dengan kacang tanah berbiji satu dan berbiji
4
tiga. Benih yang akan digunakan untuk uji tetrazolium terlebih dahulu dibuka
polongnya dan direndam dalam air selama 1 jam untuk memudahkan dalam
membuka kulit yang membungkus biji. Biji yang sudah terkelupas kulitya diagin-
anginka di atas kertas. Sedangkan untuk benih yang digunakan untuk uji kecambah
uji tetrazolium. Pada uji perkecambahan secara langsung ini, terlebih dahulu
dilakuakn perendaman kertas berukuran 20 x 30 cm, 3-4 lembar di dalam air selama
beberapa menit sampai basah dan menghilangkan air yang berlebihan. Kemudian
menanam benih sebanyak 50 biji di atas kertas tersebut. Untuk benih kacang tanah,
substat kertas dilapisi plastic di luarnya karena benih ini termasuk berukuran besar.
Pengujian ini tidak terdapat ulangan karena benih yang tersedia tidak mencukupi
untuk itu, pada pengujian ini hanya dilakukan pengamatan selama tujuh hari setelah
tanam.
tetrazolium konsentrasi 0,25% (2.5 g/L), konsentrasi 0,50% (5.0 g/L) dan untuk
konsentrasi 0,75% (7.5 g/L). Setiap konsentrasi ini dilarutkan dalam aquades 25 ml di
dalam gelas piala. Masing-masing konsentrasi ini digunakan pada setiap kali
pengujian
4
5. Perlakuan perendaman benih dalam larutan tetrazolium
sebanyak 25 biji pada setiap konsentrasi dengan sedikit membuka biji kacang tanah
perendaman ini dilakukan selama 1 x 24 jam pada temperatur kamar (Sutopo, 2002).
6. Tahap pengamatan
untuk melihat pewarnaan di setiap biji kacang tanah setelah perendaman di dalam
larutan tetrazolium. Pada pengamatan ini, setiap biji kacang tanah dibelah untuk
memudahkan dalam mengamati bagian-bagian penting dari setiap biji kacang tanah
seperti bagian embrio, radikula, plumula dan kotiledon. Pada pengamatan pewarnaan
tetrazolium yang dijadikan sebagai standar (uji dasar) tingkat kecerahan warna dan
tingkat pewarnaan adalah pada pengujian awal yaitu lama penyimpanan 0 bulan yang
akan dibandingkan dengan tingkat kecerahan warna dan tingkat pewarnaan pada
pengujian berikutnya.
tumbuh baik dalam keadaan normal maupun abnormal dengan batas minimal
yaitu dengan keluarnya radikal atau akar dari benih. Pengamatan dilakukan
5
Rumus : PTM (%) = Jumlah benih yang berkecambah
× 100 %
Jumlah benih yang dikecambahkan
Daya Berkecambah (DB) adalah total kecambah normal yang mampu hidup
kecambah normal dibagi etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif dihitung mulai
Keterangan :
4. Vigor Kecambah
5
Parameter uji tetrazolium yang digunakan yaitu :
a. 100 % : 76 - 100
b. 75 % : 51 - 75
c. 50 % : 26 - 50
d. 25 % : 1 – 25
Keterangan:
a. Normal kuat : Benih yang 100% kotiledonnya terwarnai penuh baik merah
tua saja, campuran merah tua dan muda, serta merah muda.
- Benih yang kotiledonya berwarna merah muda 100 % dab tiga struktur
putih.
5
c. Abnormal
putih
dan putih serta tiga struktur penting selain kotiledon sepertiga bagian
d. Mati
putih dan tiga struktur penting selain kotiledon tidak ada yang
5
BAB IV
4.1 Hasil
4.1.1 Potensi tunbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecepatan tumbuh (% per
etmal), dan vigor kecambah (%) pada berbagai lama penyimpanan
Lama penyimpanan
Parametrer Pengamatana 0 Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan
(p0) (p1) (p2) (p3)
Potensi Tumbuh Maksimum (%) 100.00 88.00 84.00 76.00
Daya Kecambah (%) 96.00 86.00 80.00 72.00
Vigor Kecambah (%) 92.00 82.00 76.00 66.00
Kecepatan Tumbuh (% per etmal) 18.18 16.26 14.76 13.41
Keterangan: Etmal = pertambahan kecambah normal setiap hari (24 jam)
tertinggi terdapat pada lama penyimpanan 0 bulan atau kontrol (p0) yaitu untuk
terdapat pada lama penyimpanan 3 bulan (p3) yaitu untuk potensi tumbuh maksimum
per atmal.
5
4.1.2 Tingkat kecerahan warna embrio
Tingkat kecerahan embrio benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan
pada Tabel Lampiran 2a dan 2b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama
Tabel 2. Rata-rata tingkat kecerahan warna embrio pada perlakuan lama penyimpanan
dan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3 Rata-rata BNJ 0.01
Tetrazolium (0bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3bulan)
k1 (0.25 %) 2.91 2.71 2.59 2.52 2.68w
k2 (0.50 %) 2.56 2.25 2.36 2.42 2.45w 0.84
k3 (0.75 %) 2.55 2.52 2.33 1.72 2.28w
Rata-rata 2.67a 2.49a 2.43a 2.22a
BNJ 0.01 1.08
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris
(a) dan kolom (w) berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJ α =
0.01
perlakuan k2 dan k3. Rata-rata tingkat kecerahan warna embrio tertinggi terdapat
pada perlakuan konsentrasi tetrazolium 0.25 % (k1) yaitu 2.68, sedangkan rata-rata
0.75 % (k0) yaitu 2.28. Pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa perlakuan p0 tidak
berbeda nyata dengan perlakuan p1, p2 dan p3. Rata-rata tingkat kecerahan warna
embrio tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol (p0) yaitu 2.67 sedangkan rata-
5
rata tingkat kecerahan warna embrio terendah pada perlakuan lama penyimpanan 3
Tingkat kecerahan warna radikula benih kacang tanah dan sidik ragamnya
disajikan pada Tabel Lampiran 3a dan 3b. Sidik ragam menunjukkan bahwa
intraksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan warna pada
Tabel 3. Tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3 BNJ 0.01
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan)
k1 (0.25 %) 2.63aw 2.71aw 2.59aw 2.52aw
k2 (0.50 %) 2.67aw 2.61aw 2.40aw 2.45ax 0.48
k3 (0.75 %) 2.55aw 2.52aw 2.33aw 1.60bx
BNJ 0.01 0.61
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b) dan kolom (w,x) berarti berbeda nyata pada uji BNJ α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
kontrol dengan konsentrasi tetrazolium 0.25 % (p1k1) tidak berbeda nyata dengan
p0k1, p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, dan p1k3. Sedangkan interaksi
perlakuan p1k1 berbeda nyata dengan p3k2 dan p3k3. Tingkat kecerahan warna
5
radikula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p1k1 yaitu 2.71, sedangkan
tingkat kecerahan warna radikula terendah pada interaksi perlakuan p3k3 yaitu 1.60.
Tingkat kecerahan warna plumula benih kacang tanah dan sidik ragamnya
disajikan pada Tabel Lampiran 4a dan 4b. Sidik ragam menunjukkan bahwa
Tabel 4. Tingkat kecerahan warna plumula pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 2.71aw 2.63aw 2.29abw 1.69bw
k2 (0.50 %) 2.40a 2.32a 1.93abw 1.63bw 0.68
k3 (0.75 %) w w 2.15abw 1.53bw
2.35a 2.32a
w w
BNJ 0.01 0.87
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b) berarti berbeda nyata dan huruf yang sama pada kolom (w)
berarti tidak berbeda nyata pada uji BNJα=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan 0
bulan dengan konsentrasi tetrazolium 0.25% (p0k1) tidak berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan p1k1, p2k1, p0k2, p1k2, p2k2, p0k3, p1k3, dan p2k3. Sedangkan
5
interaksi perlakuan p0k1 berbeda nyata dengan p3k1, p3k2, dan p3k3. Tingkat
kecerahan warna plumula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1 yaitu
5
2.71, sedangkan tingkat kecerahan warna radikula terendah pada interaksi perlakuan
Tingkat kecerahan warna kotiledon benih kacang tanah dan sidik ragamnya
disajikan pada Tabel Lampiran 5a dan 5b. Sidik ragam menunjukkan bahwa
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan 0
bulan dengan konsentrasi tetrazolium 0.25% (p0k1) tidak berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan p1k1, p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3,
dan p3k3. Sedangkan interaksi perlakuan p0k1 berbeda nyata dengan interaksi
perlakuan p2k1, p3k1, dan p3k3. Tingkat kecerahan warna kotiledon tertinggi
5
ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1 yaitu 2.84, sedangkan tingkat kecerahan
Tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon benih kacang tanah dan
sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 6a dan 6b. Sidik ragam menunjukkan
serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kecerahan warna
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 6 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
kontrol dengan konsentrasi tetrazolium 0.50% (p0k2) tidak berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan p0k1, p1k1, p2k1, p3k1, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, dan p1k3.
Sedangkan interaksi perlakuan p0k2 berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p3k2
dan p3k3. Tingkat kecerahan warna tertinggi bagian pinggir kotiledon ditunjukkan
6
oleh interaksi perlakuan p0k2 yaitu 2.56, sedangkan tingkat kecerahan warna
bagian pinggir kotiledon terendah pada interaksi perlakuan p3k2 yaitu 1.92.
Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon benih kacang tanah dan
sidik ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 7a dan 7b. Sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan lama penyimpanan berbeda sangat nyata dan perlakuan konsentrasi
nyata terhadap tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon benih kacang tanah.
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 7 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
kontrol dengan konsentrasi 0.50 % (p0k2) tidak berbeda nyata dengan interaksi
perlakuan p0k1, p1k1, p2k1, p3k1, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, dan p1k3. Sedangkan
interaksi perlakuan p0k2 berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p2k3 dan p3k3.
Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon yang tertinggi ditunjukkan oleh
6
interaksi perlakuan p0k2 yaitu 2.60, sedangkan tingkat kecerahan warna bagian
tengah kotiledon yang terendah terdapat pada interaksi perlakuan p3k2 yaitu 2.00.
Tingkat pewarnaan embrio benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan
pada Tabel Lampiran 8a dan 8b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama
berpengaruh sangat nyata terhadap tingat pewarnaan embrio pada benih kacang tanah.
Tabel 8. Tingkat pewarnaan embrio (%) pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 98.33 aw 97.00 aw 96.33 aw 85.33 bw
k2 (0.50 %) 88.33 ax 86.67 abx 80.67 bx 74.33 cx 6.23
k3 (0.75 %) 80.00 ay 73.33 by 61.00 cy 46.67 dy
BNJ 0.01 7.94
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c,d) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 8 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
interaksi perlakuan p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3.
Sedangkan interaksi perlakuan p0k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan
p1k1 dan p2k1. Tingkat pewarnaan embrio yang tertinggi ditunjukkan oleh interaksi
6
perlakuan p0k1 yaitu 98.33 %, sedangkan tingkat pewarnaan embrio yang terendah
Tingkat pewarnaan radikula benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan
pada Tabel Lampiran 9a dan 9b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan radikula benih kacang tanah.
Table 9. Tingkat pewarnaan radikula (%) pada interaksi perlakuan antara lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 80.09aw 86.07aw 82.76aw 73.32bw
k2 (0.50 %) 65.63abw 71.32awx 68.25abw 63.61bw 6.60
x
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 9 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi 0.25% (p1k1) berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan p3k1, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Sedangkan interaksi
perlakuan p1k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p0k1, p2k1, p0k2,
p1k2, dan p2k2. Tingkat pewarnaan radikula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi
6
perlakuan p1k1 yaitu 86.07 %, sedangkan tingkat pewarnaan radikula terendah
Tingkat pewarnaan plumula benih kacang tanah dan sidik ragamnya disajikan
pada Tabel Lampiran 10a dan 10b. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan lama
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat pewarnaan plumula benih kacang tanah.
Tabel 10. Tingkat pewarnaan plumula (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 84.00aw 78.29aw 78.32aw 73.32aw
k2 (0.50 %) 65.63ax 65.00awx 63.73awx 63.61aw 14.40
k3 (0.75 %) 61.04ax 56.40ax 49.01ax 9.88bx
BNJ 0.01 18.36
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris (a,b) dan
kolom (w,x) berarti berbeda nyata pada uji BNJ α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 10 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan 0
bulan dengan konsentrasi 0.25 % (p0k1) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan
p0k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Sedangkan interaksi perlakuan p0k2 tidak berbeda
nyata dengan interaksi perlakuan p1k1, p2k1, p3k1, p1k2, p2k2, dan p3k2. Tingkat
pewarnaan plumula tertinggi ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p0k1 yaitu 84.00
6
%, sedangkan tingkat pewarnaan plumula yang terendah terdapat pada interaksi
disajikan pada Tabel Lampiran 11a dan 11b. Sidik ragam menunjukkan bahwa
Tabel 11. Tingkat pewarnaan kotiledon (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
BNJ 0.01
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan)
k1 (0.25 %) 98.33aw 96.67abw 95.00bw 84.67cw
k2 (0.50 %) 89.00ax 85.33bx 75.67cx 74.33cx 3.08
k3 (0.75 %) 80.33ay 78.67ax 63.33by 55.33cy
BNJ 0.01 7.86
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 11 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
kontrol dengan konsentrasi 0.25% (p0k1) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan
p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Sedangkan
interaksi perlakuan p0k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p1k1.
6
yaitu 98.33 %, sedangkan tingkat pewarnaan kotiledon terendah terdapat pada
Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon benih kacang tanah dan sidik
ragamnya disajikan pada Tabel Lampiran 12a dan 12b. Sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan lama dan perlakuan konsentrasi garam tetrazolium serta interaksi
Tabel 12. Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%) pada interaksi perlakuan
antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 86.33aw 76.92bw 75.88bw 67.48cw
k2 (0.50 %) 68.71ax 65.63ax 55.43bx 48.20bx 8.27
k3 (0.75 %) 60.92ax 59.33ax 43.92by 18.69cy
BNJ 0.01 10.54
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,c) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 12 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
kontrol dengan konsentrasi 0.25 % (p0k1) berbeda nyata dengan interaksi perlakuan
p1k1, p2k1, p3k1, p0k2, p1k2, p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3, dan p3k3. Tingkat
6
p0k1 yaitu 86.33 %, sedangkan tingkat pewarnaan pada bagian pinggir kotiledon
Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon pada benih kacang tanah dan
sidik ragamnya disajikan pada tabel lampiran 13a dan 13b. Sidik ragam menunjukkan
Tabel 13. Tingkat pewarnaan pada bagian tengah kotiledon (%) pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Lama Penyimpanan
Konsentrasi p0 p1 p2 p3
Tetrazolium (0 bulan) (1 bulan) (2 bulan) (3 bulan) BNJ 0.01
k1 (0.25 %) 75.75aw 76.92abw 75.88abw 67.48bw
k2 (0.50 %) 68.71awx 65.63awx 55.43bx 48.21bx 8.93
k3 (0.75 %) 60.92ax 59.33ax 43.92by 36.64by
BNJ 0.01 11.39
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris
(a,b,) dan pada kolom (w,x,y) berarti berbeda nyata pada uji BNJ
α=0.01
Hasil uji lanjut BNJ pada Tabel 13 menunjukkan bahwa interaksi perlakuan
lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi 0.25 % (p1k1) berbeda nyata dengan
interaksi perlakuan p2k2, p3k2, p0k3, p1k3, p2k3 dan p3k3. Sedangkan interaksi
perlakuan p1k1 tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan p0k1, p2k1, p3k1,
p0k2, dan p1k2. Tingkat pewarnaan pada bagian tengah kotiledon tertinggi
6
ditunjukkan oleh interaksi perlakuan p1k1 yaitu 76.92 %, sedangkan tingkat
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengujian potensi tumbuh maksimum (%), daya kecambah (%), kecapatan
tumbuh (% per etmal), dan vigor kecambah (%)
tumbuh, dan vigor kecambah. Pada pengujian potensi tumbuh maksimum, daya
lama penyimpanan 0 bulan atau kontrol (p0) adalah perlakuan yang terbaik. Adapun
potensi tumbuh maksimum pada perlakuan p0 yaitu 100.00 %, daya kecambah 96.00
%, kecepatan tumbuh 18.18 % per etmal dan vigor kecambah 92.00 %. Penyebab
tingginya viabilitas benih kacang tanah sebelum penyimpanan diduga karena benih
kacang tanah yang belum disimpan masih memiliki mutu yang tinggi setelah proses
pengeringan. Sedangkan viabilitas benih yang disimpan 1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan
perubahan menyeluruh pada benih/biji baik fisik, fisiologis maupun biokimia yang
6
Menurut Sutopo (1995), suhu yang terlalu tinggi saat penyimpanan dapat
lebih efektif untuk menyimpan benih. Pada suhu rendah aktivitas respirasi dapat
ditekan. Kelembaban udara ruang simpan antara 50-60% dan suhu simpan 0-10 0C
adalah cukup baik untuk mempertahankan viabilitas benih selama 1 tahun. Selain
factor eksternal seperti suhu ruang simpan, kelembaban, wadah simpan, oksigen,
internal benih meliputi kadar air, sifat genetic, dan viabilitas awal benih.
tertinggi secara berturut-turut yaitu perlakuan konsentrasi 0.25 % (k1) 2.68 namun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 0.50 % (k2) 2.45 dan perlakuan
konsentrasi, 0.75 % (k3) 2.28. Sedangkan untuk perlakuan lama penyimpanan rata-
rata tertinggi secara berturut-turut yaitu perlakuan lama penyimpanan 0 bulan (p0)
2.67 namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan 1 bulan (p1)
2.49, perlakuan lama penyimpanan 2 bulan (p2) 2.43, dan perlakuan lama
penyimpanan 3 bulan (p3) 2.22. Benih yang disimpan dalam waktu singkat diduga
masih memiliki mutu yang tinggi sehingga pewarnaan tetrazolium yang terbentuk
berwarna merah. Warna merah yang terbentuk pada biji menandakan bahwa jaringan
6
dalam benih tersebut masih hidup. Sedangkan jika tidak menimbulkan warna
Hal ini sesuai dengan pendapat Chapman dan Lark (2005) yang menyatakan
bahwa prinsip kerja uji tetrazolium adalah berdasarkan pada perbedaan warna dari
benih setelah direndam dalam larutan tetrazolium. Dalam jaringan benih hidup,
senyawa formazan yang berwarna merah cerah. Sedangkan jika tidak menimbulkan
Menurut Sutopo (2002), di dalam suatu uji biokimia tanda terjadinya proses
reduksi dalam sel hidup dihasilkan oleh suatu indikator. Garam tetrazolium
merupakan bahan yang tidak berwarna, di dalam jaringan-jaringan sel hidup zat ini
ikut serta dalam proses reduksi. Dengan proses hidrogenasi dari 2,3,5 triphenyl
tetrazolium chloride atau bromide, dalam sel-sel yang hidup terbentuklah triphenyl
formazan yang berwarna merah dari bagian sel mati yang tidak berwarna.
tumbuh, dan vigor juga dapat dilihat bahwa persentase daya kecambah, potensi
tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan vigor pada penyimpanan 0 bulan (p0)
bulan, lama penyimpanan 2 bulan, dan 3 bulan namun viabilitas benih pada
penyimpanan 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan masih tetap tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa benih kacang tanah setelah penyimpanan 1 bulan , 2 bulan, dan 3 bulan masih
memiliki viabilitas tinggi disebabkan karena benih yang digunakan disimpan dalam
7
bentuk polong. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarnon (2003) yang mengatakan
bahwa benih kacang tanah yang disimpan dalam bentuk biji dapat bertahan 2-3 bulan
yang disimpan dalam kaleng-kaleng yang tertutup rapat. Sedangkan benih kacang
tanah dalam polong dapat disimpan dengan daya tumbuh tetap baik selama 8 bulan.
Bila ruangan penyimpanan bersuhu rendah (10-18 oC) dapat bertahan hingga 12
bulan. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama penyimpanan dengan
tingkat kecerahan warna yang terbentuk pada setiap penggunaan konsentrasi garam
tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon, tingkat kecerahan warna bagian
tengah kotiledon namun tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan warna
embrio .
tertinggi secara berturut-turut yaitu perlakuan konsentrasi 0.25 % (k1) 2.68, perlakuan
konsentrasi 0.50 % (k2) 2.45, dan perlakuan konsentrasi 0.75 % (k3) 2.28. Sedangkan
7
untuk perlakuan lama penyimpanan rata-rata tertinggi secara berturut-turut yaitu
perlakuan sebelum disimpan (p0) 2.67 , perlakuan lama penyimpanan 1 bulan (p1)
2.49, perlakuan lama penyimpanan 2 bulan (p2) 2.43, dan perlakuan lama
(p0k1) adalah interaksi perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat kecerahan warna
plumula tertinggi pada interaksi perlakuan p0k1 yaitu 2.71 , tingkat kecerahan warna
kotiledon 2.84 tingkat kecerahan warna, tingkat pewarnaan embrio 98.33 %, tingkat
perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi
perlakuan p1k1 yaitu 2.71 tingkat kecerahan warna , untuk parameter tingkat
pewarnaan radikula yaitu 86.07 % dan untuk tingkat pewarnaan bagian tengah
Pada parameter tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon dan tingkat
7
lama penyimpanan 0 bulan dengan konsentrai 0.50 % (p0k2) adalah interaksi
perlakuan yang terbaik. Adapun tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon
tertinggi pada interaksi perlakuan p0k2 yaitu 2.56 dan untuk parameter tingkat
kecerahan warna bagian tengah kotiledon tertinggi yaitu 2.60 kecerahan warna.
warna uji tetrazolium seperti kotiledon, radikula, dan plumula, hanya pada tingkat
interaksi perlakuan pada embrio diduga karena rata-rata warna yang terbentuk pada
bagian embrio yaitu warna merah tua yang menandakan bahwa jaringan embrio telah
merah tua yang lebih lunak daripada jaringan sekitarnya, kemungkinan besar
adanya proses respirasi yang berbeda-beda pada benih kacamg tanah untuk setiap
konsentrasi dan lama penyimpanan. Proses respirasi ini dipengaruhi oleh penyerapan
air oleh benih (imbibisi) sehingga kandungan air dalam benih meningkat yang
7
menyebabkan enzim-enzim dalam benih menjadi aktif yang mengakibatkan proses
respirasi berjalan lancar. Hidrogen yang dilepaskan pada proses respirasi ini dapat
mereduksi garam tetrazolium yang tidak berwarna menjadi endapan formazan yang
berwana merah. Enzim yang mendorong terjadinya proses ini adalah enzim
dehidrogenase.
tetrazolium akan diimbibisi oleh jaringan meristematik dalam embrio dan direduksi
oleh H+ yang dilepaskan oleh proses respirasi. Hasil dari reaksi ini adalah endapan
formazan yang berwarna merah dan asam klorida. Reaksi oksidasi dan reduksi ini
intensitas dan pola pewarnaan endapan formazan yang terbentuk pada jaringan
embrio dapat diketahui suatu jaringan itu hidup atau mati. Pada jarinngan mati tidak
Selain dipengaruhi oleh proses imbibisi, respirasi pada suatu benih juga
dipengaruhi oleh kulit benih, kadar air benih, temperature, konsentrasi CO 2 dan O2,
keadaan embrio, umur benih, dormansi, pengaruh cendawan dan bakteri serta
lebih banyak memberikan tingkat kecerahan warna dan tingkat pewarnaan tertinggi
7
pinggir kotiledon dibandingkan dengan interaksi perlakuan sebelum penyimpanan
kecerahan tertinggi hanya pada dua parameter yaitu parameter tingkat kecerahan
warna bagian pinggir embrio dan tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon,
serta untuk interaksi perlakuan lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi 0.25 %
(p1k1) yang memberikan tingkat pewarnaan dan kecarahan tertinggi pada tiga
parameter yaitu tingkat kecerahan warna radikula, tingkat pewarnaan radikula dan
0.25 % (p0k1) diduga merupakan interaksi perlakuan yang terbaik karena konsentrasi
garam tetrazolium 0.25 % tidak terlalu rendah dan tidak terlalu pekat sehingga
memberikan hasil pewarnaan uji tetrazolium yang terbaik pada benih kacang tanah
dan lebih murah. Sedangkan konsentrasi garam tetrazolium 0.75 % diduga terlalu
tinggi atau terlalu pekat untuk benih kacang tanah sehingga pewarnaan yang terjadi
hampir sama pada seluruh daerah pada benih yang tentunya akan mempersulit
memberikan pewarnaan yang hampir sama pada seluruh daerah benih kacang tanah
sehingga masih ditemukan kesulitan dalam evaluasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Johston (1974) yang mengatakan bahwa bila konsentrasi tetrazolium terlalu rendah
akan menyebabkan pewarnaan yang terjadi tidak sempurna dan bila konsentrasi
terlalu pekat maka pewarnaan yang terjadi hampir sama pada seluruh daerah embrio.
7
Pada pegujian potensi tumbuh maksimum, daya kecambah, vigor, dan
kecepatan tumbuh dapat diketahui bahwa persentase daya kecambah, potensi tumbuh
maksimum, kecepatan tumbuh, dan vigor pada penyimpanan 0 bulan (p0) juga
bulan (p2) dan 3 bulan (p3). Adapun persentase potensi tumbuh maksimum tertinggi
berturut-turut yaitu p0 18.18 % per etmal, p1 16.26 % per etmal , p2 14.76 % per
etmal, p3 13.41 % per etmal. Artinya viabilitas benih pada penyimpanan 0 bulan (p0)
lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan 1 bulan (p1), penyimpanan 2
bulan (p2) dan penyimpanan 3 bulan (p3). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
interaksi antara lama penyimpanan dengan tingkat pewarnaan dan kecerahan warna
penyimpanan benih diduga semakin tinggi viabilitas benih sehingga pewarnaan yang
terbentuk pada struktur benih yaitu berwarna merah yang menandakan jaringan dalam
benih tersebut masih hidup yang ditunjukkan dengan daya kecambah dan vigor benih
yang tinggi.
7
BAB V
5.1 Kesimpulan
0.25 % memberikan hasil terbaik dengan tingkat kecerahan warna 2.84 dan
daya kecambah dan vigor yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih
yang telah disimpan selama 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Namun 1 bulan, 2
bulan, dan 3 bulan memberikan daya kecambah dan vigor yang tidak berbeda
dan kecerahan warna yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 0.50 % dan
konsentrasi 0.75 %
5.2 Saran
sama dengan menggunakan lot benih yang lebih banyak pada berbagai benih
tanaman.
7
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2000. Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta:
Penerba Swadaya.
Balai teknologi pembenihan 2005. Pedoman Standardisasi Pengujian Mutu Fisik dan
Fisiologis Benih Tanaman Hutan. Jakarta: BSN Gine LO.
Bradford Institute for Health Research. (2010). Commission For Rural Communities:
Service Needs And Delivery Following Stroke: Evidenced Based
Review. Diakses pada tanggal 22 April 2015 dari
http://www.ruralcommunities.gov.uk
Cahyono, Bambang. 2007. Budidaya Kacang Tanah. Semarang : Aneka Ilmu.
Chapman SR, Lark PC. 2005. Crop Production Principle and Practis. New York:
WH Freeman Co. SF.
Dina. 2006. Uji tetrazolium secara kualitatif dan kuantitatif sebagai tolok ukur vigor
benih kedelai (Glycine max L. Merr) serta hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman dai lapang [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Gomez, K.A dan A.R Gomez., 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian
(terjemahan). Universitas Indonesia. Jakarta.
7
Grabe, D. (1970). Tetrazolium Testing Handbook for Agricultural Seeds. The
Tetrazolium Testing Committee of The Association of Official Seed
Analyst. 62p.
Jonston, M. E. H. 1974. The tetrazolium test, hal 219-226 dalam Proceedings Kursus
Singkat Pengujian Benih Institut Pertanian Bogor. Bogor. 284 hal.
Leist. 2003. Seed Testing and The Effect of Insecticidal Active Ingredients on The
Germination and Emergence of Hybrid Maize Seed. Pflanzenschutz-
Nachrichen-Bayer 56:173-207
Maesen, V. and S.Somaatmadja. 1992. Plant Resources of South East Asia No.1
Pulses. Prosea Foundation. Bogor.
Muchlis, Ahmad. 1999. Studi Pola Pewarnaan Uji Tetrazolium pada Benih Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.) Sebagai Tolok Ukur Viabilitas. Institut
Pertanian. Bogor
Purwono dan Purnamawati, Heni. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Sumarno. 2003. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Bandung: Sinar Baru Algesindo
7
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1b. Data benih yang berkecambah normal pada berbagai lama
penyimpanan
Lama Hari
Penyimpanan Pengamatan Total
III IV V VI VII
p0 (0 bulan) 3.00 6.00 12.00 14.00 13.00 48.00
p1 (1 bulan) 3.00 5.00 10.00 13.00 12.00 43.00
p2 (2 bulan) 2.00 4.00 10.00 12.00 12.00 40.00
p3 (3 bulan) 2.00 4.00 9.00 10.00 11.00 36.00
Total 10.00 19.00 41.00 49.00 48.00 167.00
Tabel Lampiran 1c. Data benih yang berkecambah normal kuat pada 7 HST
8
Tabel Lampiran 2a.Tingkat kecerahan warna embrio pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
Tabel Lampiran 2b.Sidik ragam tingkat kecerahan warna embrio pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
SK DB JK KT F.HITUNG F Tabel
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.52 0.26 4.61 * 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 2.76 0.25 4.46 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.94) 0.31 5.54 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (1.02) 0.51 9.01 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.81) 0.14 2.40 tn 2.55 3.76
GALAT 22 1.24 0.06
TOTAL 35 4.52
KK= 9.68 %
8
Keterangan : ** = Sangat nyata, * : Nyata, tn : Tidak nyata
8
Tabel Lampiran 3a. Tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Tabel Lampiran 3b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna radikula pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.28 0.14 7.82 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 2.83 0.26 14.25 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (1.08) 0.36 19.85 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.86) 0.43 23.87 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.89) 0.15 8.24 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.40 0.02
TOTAL 35 3.51
KK= 5.46 %
8
Tabel Lampiran 4a. Tingkat kecerahan warna plumula interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
Tabel Lampiran 4b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna plumula pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.35 0.17 4.73 * 3.32 5.39
PERLAKUAN 15 46.95 3.13 85.77 ** 2.01 2.70
(FAK A) (3) (3.17) 1.06 28.93 ** 2.92 4.51
(FAK.B) (3) (42.59) 14.20 389.00 ** 2.92 4.51
(INTERAKSI) (9) (1.20) 0.13 3.65 ** 2.21 3.07
GALAT 30 1.09 0.04
TOTAL 47 48.39
KK= 11.78 %
8
Tabel Lampiran 5a. Tingkat kecerahan warna kotiledon pada interaksi perlakuan
antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
p0k1 3.00 2.76 2.76 8.52 2.84
p0k2 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53
p0k3 2.64 2.52 2.43 7.59 2.53
p1k1 2.56 2.52 2.52 7.60 2.53
p1k2 2.52 2.52 2.32 7.36 2.45
p1k3 2.48 2.48 2.12 7.08 2.36
p2k1 2.56 2.52 2.24 7.32 2.44
p2k2 2.52 2.24 2.08 6.84 2.28
p2k3 2.44 2.12 2.00 6.56 2.19
p3k1 2.40 2.20 2.20 6.80 2.27
p3k2 2.52 2.48 2.48 7.48 2.49
p3k3 2.20 2.00 1.56 5.76 1.92
Total 30.40 28.88 27.23 86.51 28.84
Tabel Lampiran 5b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna kotiledon pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan
SK DB JK KT F.HITUNG F Tabel
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.42 0.21 17.56 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 1.71 0.16 13.00 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.87) 0.29 24.37 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.46) 0.23 19.47 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.37) 0.06 5.16 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.26 0.01
TOTAL 35 2.39
KK= 4.55 %
8
Tabel Lampiran 6a. Tingkat kecerahan warna bagian pinggir Kotiledon pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
Tabel Lampiran 6b. Sidik ragam tingkat kecerahan warna bagian pinggir kotiledon
pada interaksi perlakuan antara lama penyimpanan dengan
konsentrasi tetrazolium
SK DB JK KT F.HITUNG F Tabel
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.34 0.17 11.15 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 1.34 0.12 8.06 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.78) 0.26 17.26 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.20) 0.10 6.77 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.35) 0.06 3.89 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.33 0.02
TOTAL 35 2.01
KK= 5.25 %
8
Tabel Lampiran 7a.Tingkat kecerahan warna bagian tengah kotiledon pada interaksi
antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.29 0.14 13.36 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 1.15 0.10 9.77 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (0.73) 0.24 22.70 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (0.11) 0.06 5.18 * 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (0.31) 0.05 4.83 ** 2.55 3.76
GALAT 22 0.24 0.01
TOTAL 35 1.68
KK= 4.35 %.
Keterangan : ** : Sangat nyata, * : Nyata
8
Tabel Lampiran 8a. Tingkat pewarnaan embrio (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
p0k1 98.00 99.00 98.00 295.00 98.33
p0k2 96.00 84.00 85.00 265.00 88.33
p0k3 88.00 76.00 76.00 240.00 80.00
p1k1 97.00 98.00 96.00 291.00 97.00
p1k2 95.00 84.00 81.00 260.00 86.67
p1k3 82.00 73.00 65.00 220.00 73.33
p2k1 97.00 96.00 96.00 289.00 96.33
p2k2 83.00 80.00 79.00 242.00 80.67
p2k3 67.00 62.00 54.00 183.00 61.00
p3k1 86.00 85.00 85.00 256.00 85.33
p3k2 75.00 74.00 74.00 223.00 74.33
p3k3 50.00 45.00 45.00 140.00 46.67
Total 1014.00 956.00 934.00 2904.00 968.00
Tabel Lampiran 8b. Sidik ragam tingkat pewarnaan embrio (%) pada interalsi
perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 284.67 142.33 11.63 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 7734.00 703.09 57.43 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (2121.56) 707.19 57.77 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (5106.50) 2553.25 208.56 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (505.94) 84.32 6.89 ** 2.55 3.76
GALAT 22 269.33 12.24
TOTAL 35 8288.00
KK= 4.34 %
8
Tabel Lampiran 9a. Tingkat pewarnaan radikula (%) pada interaksi perlakuan antara
lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
p0k1 77.68 81.00 81.60 240.28 80.09
p0k2 72.72 61.00 63.16 196.88 65.63
p0k3 67.88 57.64 57.60 183.12 61.04
p1k1 88.88 83.88 85.44 258.20 86.07
p1k2 77.20 70.40 66.36 213.96 71.32
p1k3 62.32 57.20 49.68 169.20 56.40
p2k1 78.96 83.88 85.44 248.28 82.76
p2k2 69.20 66.92 68.64 204.76 68.25
p2k3 53.64 50.80 42.60 147.04 49.01
p3k1 72.44 73.60 73.92 219.96 73.32
p3k2 63.08 63.92 63.84 190.84 63.61
p3k3 39.68 35.80 34.88 110.36 36.79
Total 823.68 786.04 773.16 2382.88 794.29
Tabel Lampiran 9b. Sidik ragam tingkat pewarnaan radikula (%) pada interaksi
perlakuan antara lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 114.86 57.43 4.18 * 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 6699.83 609.08 44.36 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (918.27) 306.09 22.29 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (5328.82) 2664.41 194.06 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (452.75) 75.46 5.50 ** 2.55 3.76
GALAT 22 302.05 13.73
TOTAL 35 7116.74
KK= 5.60 %
8
Keterangan : ** = Sangat nyata, * = Nyata
9
Tabel Lampiran 10a. Tingkat pewarnaan plumula (%) pada interaksi perlakuan lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
Tabel Lampiran 10b. Sidik ragam tingkat pewarnaan plumula (%) pada
interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 153.72 76.86 4.70 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 12262.95 1114.81 68.14 ** 2.26 3.18
(FAK A) 3 2352.72 784.24 47.93 ** 3.05 4.82
(FAK.B) 2 7182.59 3591.30 219.50 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) 6 2727.63 454.61 27.78 ** 2.55 3.76
GALAT 22 359.96 16.36
TOTAL 35 12776.62
KK= 6.49 %
9
Keterangan : ** : Sangat nyata
9
Tabel Lampiran 11a. Tingkat pewarnaan kotiledon (%) interaksi perlakuan lama
penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
p0k1 99.00 98.00 98.00 295.00 98.33
p0k2 96.00 85.00 86.00 267.00 89.00
p0k3 83.00 79.00 79.00 241.00 80.33
p1k1 97.00 97.00 96.00 290.00 96.67
p1k2 86.00 86.00 84.00 256.00 85.33
p1k3 80.00 78.00 78.00 236.00 78.67
p2k1 96.00 96.00 93.00 285.00 95.00
p2k2 76.00 76.00 75.00 227.00 75.67
p2k3 64.00 64.00 62.00 190.00 63.33
p3k1 85.00 85.00 84.00 254.00 84.67
p3k2 75.00 74.00 74.00 223.00 74.33
p3k3 56.00 55.00 55.00 166.00 55.33
Total 993.00 973.00 964.00 2930.00 976.67
Tabel Lampiran 11b. Sidik ragam tingkat pewarnaan kotiledon (%) berbagai
interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi
tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 36.72 18.36 6.13 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 5657.89 514.35 171.60 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (1817.89) 605.96 202.16 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (3530.06) 1765.03 588.84 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (309.94) 51.66 17.23 ** 2.55 3.76
GALAT 22 65.94 3.00
TOTAL 35 5760.56
KK= 2.13 %
9
Keterangan : ** = Sangat nyata
9
Tabel Lampiran 12a. Tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%) pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Perlakuan Kelompok
Total Rata-Rata
I II III
Tabel Lampiran 12b. Sidik ragam tingkat pewarnaan bagian pinggir kotiledon (%)
pada interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan
konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 4.84 2.42 0.45 ** 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 10549.89 959.08 177.68 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (3861.33) 1287.11 238.45 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (5765.36) 2882.68 534.05 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (923.20) 153.87 28.51 ** 2.55 3.76
GALAT 22 118.75 5.40
TOTAL 35 10673.49
KK= 3.83 %
9
Keterangan : ** : Sangat nyata
9
Tabel Lampiran 13a. Tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%) interaksi
perlakuan lama penyimpanan dengan konsentrasi tetrazolium
Kelompok
Perlakuan Total Rata-Rata
I II III
Tabel Lampiran 13b. Sidik ragam tingkat pewarnaan bagian tengah kotiledon (%)
pada interaksi perlakuan lama penyimpanan dengan
konsentrasi tetrazolium
F Tabel
SK DB JK KT F.HITUNG
0.05 0.01
KELOMPOK 2 0.73 0.37 0.06 tn 3.44 5.72
PERLAKUAN 11 5690.81 517.35 82.13 ** 2.26 3.18
(FAK A) (3) (1855.91) 618.64 98.21 ** 3.05 4.82
(FAK.B) (2) (3454.16) 1727.08 274.18 ** 3.44 5.72
(INTERAKSI) (6) (380.74) 63.46 10.07 ** 2.55 3.76
GALAT 22 138.58 6.30
TOTAL 35 5830.12
KK= 4.10 %
9
A B
C
D
E F
Gambar Lampiran 1. Perkecambahan benih setiap hari: Hari 1 (A), hari 2 (B), hari 3
(C), hari 4 (D), hari 5 (E), hari 6 (F), dan hari 7 (G)
9
Gambar Lampiran 2. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 0 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p0k1)
9
Gambar Lampiran 5. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 1 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p1k1)
1
Gambar Lampiran 8. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 2 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p2k1)
Gambar Lampiran 10. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 2 bulan dengan konsentrasi
0.75 % (p2k3)
1
Gambar Lampiran 10. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 3 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p3k1)
Gambar Lampiran 11. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 3 bulan dengan konsentrasi
0.25 % (p3k2)
Gambar Lampiran 12. Tingkat pewarnaan dan kecerahan warna pada interaksi
perlakuan lama penyimpanan 3 bulan dengan konsentrasi
0.75 % (p3k3)
1
1