Anda di halaman 1dari 52

UJI LAJU PERTUMBUHAN DAN KUANTITAS HASIL

BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus Ostreatus)


MELALUI PENYUNTIKAN BEBERAPA BAHAN SUMBER
ENERGI SUKROSA

AHMAD RAFI HASANAL AMRI

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2023
UJI LAJU PERTUMBUHAN DAN KUANTITAS HASIL
BUDIDAYA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus Ostreatus)
MELALUI PENYUNTIKAN BEBERAPA BAHAN SUMBER
ENERGI SUKROSA

Oleh

AHMAD RAFI HASANAL AMRI

NIM : E1A215081

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Pertanian
Pada
Jurusan Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2023
RINGKASAN

Ahmad Rafi Hasanal Amri. Uji Laju Pertumbuhan Dan Kuantitas Hasil
Budidaya Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Melalui Penyuntikan
Beberapa Bahan Sumber Energi Sukrosa di bawah bimbingan Akhmad Rizali dan
Akhmad Gazali
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui pengaruh pemberian
gula merah, gula putih, molase dan air tebu terhadap laju pertumbuhan dan
kuantitas hasil jamur tiram putih.; dan (2) Untuk mengetahui dosis pemberian gula
merah, gula putih, molase dan air tebu terbaik terhadap pertumbuhan dan kuantitas
hasil jamur tiram putih.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2021
dan bertempat di Jl. Lestari 3 Gang. Citra II Kel. Sungai Besar Banjarbaru
Kalimantan Selatan.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Satu Faktor.
Faktor yang diteliti adalah penambahan beberapa jenis sumber energi sukrosa
pada media baglog budidaya jamur tiram putih. Setiap perlakuan di ulang
sebanyak 5 kali sehingga diperoleh 25 satuan percobaan, dalam setiap satuan
percobaan terdapat 5 media baglog sehingga diperoleh 125 media baglog
budidaya jamur tiram putih
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
pemberian gula merah, gula putih, molase dan air tebu berpengaruh nyata terhadap
lama waktu penyebaran miselium, umur panen pertama, jumlah tubuh buah
perumpun dan berat basah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).
Perlakuan P4 merupakan media terbaik dalam penelitian ini dimana pada
ata – rata waktu penyebaran miselium pada media tanam / full colony menhasilkan
waktu tercepat yaitu 23 hari, pada jumlah tubuh buah perumpun jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus) mengahsilkan jumlah terbanyak yaitu 6 buah, dan pada berat
basah tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) menghasilkan 70,33gr.
RIWAYAT HIDUP

AHMAD RAFI HASANAL AMRI. Penulis dilahirkan di

Jombang, pada tanggal 04 November 1996 sebagai putra

pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Supriyadi

dan Ibu Alfiyah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 2 Tegalrejo lulus pada

tahun 2009, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1

Kelumpang Hilir lulus pada tahun 2012. Lulus Sekolah Menengah Kejuruan

Negeri di SMKN 1 Kelumpang Hilir pada tahun 2015, dan melanjutkan studi ke

Fakultas Pertanian Jurusan Agroekoteknologi Universitas Lambung Mangkurat di

Banjarbaru.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif di dunia organisasi,

antara lain sebagai pengurus Himagrotek pada tahun 2017 dan menjadi Anggota

PSDM dari Himagrotek dari 2017-2019. Penulis juga menjadi anggota dikegiatan

DRS pada tahun 2016 dan juga Koordinator Perlengkapan pada Seminar Nasional

2017. Penulis juga bekerja sebagai Barista di sebuah coffeeshop Banjarbaru pada

tahun 2017-2023.

Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha,

penulis telah menyelesaikan pengerjaan tugas akhir skripsi ini. Semoga dengan

penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia

pendidikan positif bagi dunia pendidikan.


Judul : Uji Laju Pertumbuhan Dan Kuantitas Hasil Budidaya Jamur Tiram
Putih (Pleurotus Ostreatus) Melalui Penyuntikan Beberapa Bahan
Sumber Energi Sukrosa
Nama : Ahmad Rafi Hasanal Amri
NIM : E1A215081
Jurusan : Agroekoteknologi

Menyetujui Tim Pembimbing:

Anggota, Ketua,

Prof. Dr. Ir. Akhmad Gazali, M.S. Dr. Ir. Akhmad Rizali, M.Sc
NIP. 19630821 198803 1 006 NIP. 19590226 198503 1 001

Diketahui oleh:
Ketua Jurusan Agroekoteknologi

Ir. Jumar, M.P.


NIP. 19651024 199303 1 001
Tanggal Lulus : 2023

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii


DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR 1
PENDAHULUAN 2
Perumusan Masalah 4
Hipotesis 4
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Morfologi jamur tiram 5
Kandungan dan Manfaat Jamur Tiram 7
Syarat Tumbuh Jamur Tiram 8
Media Jamur Tiram 9
Gula Merah 10
Air Tebu 10
Gula Putih 11
Molase 12
BAHAN DAN METODE 13
Bahan dan Alat 13
Bahan 13
Alat 14
Waktu dan Tempat Penelitian 15
Metode Percobaan 15
Pelaksanaan Penelitian 16
Penyiapan Kumbung 16
Pembuatan Media Tanam 16
Pengamatan 20
Waktu Tumbuh Miselium 20
Waktu Penyebaran Miselium Sempurna 20
Waktu Pertama Munculnya Tubuh Buah 21
Umur Panen Pertama 21
Berat Basah Tubuh Buah Jamur Tiram 21
Analisa Data 21
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Hasil 23
Pembahasan 25
1. Penyebaran Miselium 26
2. Jumlah Tubuh Buah Jamur 29
3. Pengamatan berat basah 31
Berat Basah Jamur 33
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Analisis Rancangan Acak Lengkap 2


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keperluan bahan pangan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya

jumlah penduduk. Masalah yang selalu dihadapi setiap tahun adalah pengadaan bahan

pangan yang memerlukan pemecahan dan penanganan serius sehingga peningkatan

produksi dan penganekaragaman bahan pangan masih terus dilaksanakan.

Jamur tiram merupakan sumber makanan alternatif setara daging dan ikan

yang bergizi tinggi. Komposisi dan kandungan nutrisi jamur tiram per 100 gram

adalah: protein 10,5% - 30,4%, karbohidrat 56,60%, lemak 1,7% - 2,2%, dan serat

7,5% - 8,7%. Sayuran jenis jamur diproduksi tanpa pupuk dan pestisida, tanaman ini

tumbuh murni dengan memanfaatkan unsur hara pada kayu yang ditambah dengan

nutrisi seperti katul jagung, gypsum dengan demikian jamur tiram diproduksi dengan

bahan organik (BPTP JATIM, 2018).

Budidaya jamur tiram putih memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai.

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur tiram adalah sumber

nutrisi, suhu, udara, temperatur, kelembaban, cahaya, air. Jamur tiram putih sangat

baik dibudidayakan pada ketinggian 400–800 mdpl. Namun tidak tertutup

kemungkinan untuk tumbuh dan dibudidayakan di daerah dataran rendah. Temperatur

yang cocok untuk budidaya jamur tiram putih adalah 22–28 ºC dengan kelembaban

60 – 90 %, sedangkan temperatur berkisar 15–30 ºC dengan kelembaban 80–90%.

Apabila suhu terlalu tinggi, sedangkan kelembaban terlalu rendah akan kering dan

mati (Cahyana 2002).

Jamur tiram sangat sensitif terhadap cahaya matahari langsung dan tidak cocok

dibudidayakan didaerah yang sangat panas. Oleh karena itu rumah jamur tiram dibuat
sedemikian tertutup Sedangkan sinar tidak langsung yang bersifat menyebar

diperlukan selama masa pertumbuhan. Jamur membutuhkan sirkulasi udara segar

untuk pertumbuhannya sehingga diberi ventilasi agar aliran udara bisa berjalan lancar

(Soenanto, 2000).

Jamur tiram dapat tumbuh pada media yang mengandung nutrisi yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksinya yaitu lignin, karbohidrat (selulosa

dan glukosa), protein, nitrogen, serat, dan vitamin. Media tanam yang biasanya

digunakan dalam budidaya jamur tiram yaitu serbuk kayu gergaji, bekatul, jerami,

sekam (Aini dan Kuswytasari, 2013)

Salah satu upaya peningkatan produksi jamur tiram adalah dengan

penambahan nutrisi seperti gula (sukrosa) yang dihasilkan dari pohon aren mapun dari

pohon tebu. Selain kandungan sukrosa, nira tebu juga mengandung gula pereduksi

yaitu glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil invertasi sukrosa dengan adanya

enzim invertase. Jenis gula lain yang mungkin terdapat dalam nira tebu adalah

dekstran yang merupakan hsil hidrolisis sukrosa dengan bantuan enzim

dekstransukare yang dihasilkan dari bakteri kontaminan (Kultsum,2009).

Gula merah, Gula putih, Molase, dan air tebu (sukrosa) merupakan senyawa

disakarida yang tersusun dari gabungan dua gula yaitu glukosa dan fruktosa yang cepat

diuraikan atau didegradasi sehingga menyediakan energi untuk kebutuhan

metabolisme atau pertumbuhan jamur tiram. Agustiawati (2010) menyatakan bahwa

sukrosa memiliki kemampuan dalam meningkatkan daya kecambah konidia dan

pertumbuhan jamur. Penambahan gula (sukrosa) pada media tumbuh dapat menambah

kandungan karbohidrat yang berfungsi sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan

perkembangan jamur tiram putih.


Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh penyuntikan gula merah, gula putih, molase dan air tebu

terhadap laju pertumbuhan dan kuantitas hasil jamur tiram putih?

2. Apakah terdapat campuran baglog yang menghasilkan pertumbuhan dan berat hasil

yang tertinggi?

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh penyuntikan gula merah, gula putih, molase dan air tebu

terhadap laju pertumbuhan dan kuantitas hasil jamur tiram putih.

2. Terdapat campuran baglog yang menghasilkan pertumbuhan dan berat hasil yang

tertinggi.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian gula merah, gula putih, molase dan air tebu

terhadap laju pertumbuhan dan kuantitas hasil jamur tiram putih.

2. Untuk mengetahui campuran baglog yang menghasilkan pertumbuhan dan berat

hasil yang tertinggi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

pengetahuan tentang penerapan usaha dan budidaya jamur tiram putih dan sebagai

bahan untuk penelitian selanjutnya.


TINJAUAN PUSTAKA

Jamur

Jamur dalam bahasa Indonesia disebut “cendawan” dan dalam istilah botani

disebut “fungi” termasuk kedalam golongan tumbuhan sederhana karena tidak

berklorofil. Tubuh jamur terdiri atas satu atau beberapa sel yang berbentuk tabung

bersekat-sekat atau tidak bersekat, hidup pada bahan atau media tumbuh yang telah

mengandung nutrisi yang dibutuhkannya (Autotropik). Secara sederhana

pengertian jamur adalah tumbuhan sederhana, berinti, berspora, tidak berklorofil,

berupa sel atau sejumlah sel dalam bentuk benang-benang (miselia) yang

bercabang-cabang. Bakal tubuh buah atau primordial dari basidiomiset adalah

gumpalan kecil yang terdiri dari kumpulan miselia yang berkembang menjadi tubuh

buah. Diameter tubuh buah sekitar 1 mm. primordia berkembang dan pada tubuh

buah muda terlihat bagianbagian tubuh buah seperti tudung dan tangkai yang

terletak tidak di tengah tudung (Maulana, 2012).

Jamur dalam kehidupan manusia dapat mendatangkan keuntungan maupun

kerugian. Manfaat langsung yang bisa kita rasakan adalah beberapa jamur dapat

dijadikan bahan makanan, sedangkan manfaat tidak langsung yaitu banyak jamur

yang menjadi bagian dalam pembuatan obat-obatan tradisional maupun modern.

Selain mendatangkan keuntungan, beberapa jenis jamur juga dapat merugikan

misalnya sebagai penyebab penyakit pada manusia, hewan maupun

tumbuhtumbuhan (Puspitasari, 2009).

Morfologi Jamur Tiram

Jamur tiram adalah jamur kayu yang tumbuh berderet menyamping pada

batang kayu lapuk. Jamur ini memiliki tubuh buah yang tumbuh mekar
membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram). Tubuh buah ini memiliki

tudung (pileus) dan tangkai (stipe/stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram

berukuran 5 – 15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis – lapis seperti insang

berwarna putih dan lunak. Sedangkan tangkainya dapat pendek atau panjang (2

cm – 6 cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi

pertumbuhannya. Tangkai ini menyangga tudung agak lateral di bagian tepi atau

eksentris (agak ke tengah) (Yanuati, 2007).

Secara umum jamur tiram mempunyai tudung yang berdiameter 4-15 cm

atau lebih, bentuk seperti tiram, cembung kemudiaan menjadi rata atau kadang

membentuk corong; permukaan licin agak berminyak ketika lembab tetapi tidak

lengket; warna bervariasi dari putih sampai abu-abu, coklat atau coklat tua

(kadangkadang kekuningan pada jamur dewasa), daging tebal, bewarna putih,

kokoh tidak lunak pada bagian yang berdekatan dengan tangkai; bau dan rasa tidak

merangsang. Tangkai tidak ada atau jika ada buasanya pendek, kokoh dan tidak

dipusat atau lateral, panjang 0.5-4.0 cm, gemuk, padat, kuat, kering, umumnya

berambut atau berbulu kapas. Cadar tidak ada, jejak spora putih sampai ungu muda

atau abu-abu keunguan berukuran 7-9x3-4 mikron, bentuk lonjong sampai jorong,

licin, nanamiliod (Sanjoyo, 2011).

Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris sebenarnya telah lama

membudidayakan aneka jenis jamur konsumsi, bahkan sejak perang dunia kedua.

Dari sekian banyak jenis jamur, jamur tiram merupakan jenis jamur yang paling

banyak dibudidayakan. Seiring dengan berkembangnya zaman, orang mulai


mengetahui khasiat dan manfaat dari jamur tiram, sehingga timbul dorongan untuk

mulai membudidayakannya secara mandiri (Piryadi, 2013).

Jamur tiram dalam bahasa latin disebut Pleurotus ostreatus merupakan jenis

jamur masuk pada kelas Basidiomycetes. Spesies jamur tiram, Pleurotus ostreatus

dikenal oleh para petani jamur dengan sebutan jamur tiram putih karena bentuk

tudungnya yang menyerupai cangkang tiram (cangkang kerang) dan jamur ini 11

berwarna putih. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Jamur tiram

biasa disebut dengan jamur kayu karena banyak tumbuh pada media kayu yang

sudah lapuk. Jamur ini disebut dengan jamur tiram karena memiliki bentuk tudung

yang agak membulat, lonjong, dan melengkung hampir seperti cangkang tiram.

Batang atau tangkai jamur ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke

tepi (Steviani, 2011).

Permintaan terhadap jamur dari tahun ke tahun memang terus mengalami

peningkatan. Permintaan jamur tidak hanya sebatas pasar dalam negeri, tetapi juga

merambat hingga ke pasar internasional. Sayangnya, hingga saat ini jumlah

produksi jamur yang ada belum bisa memenuhi angka permintaan. Padahal,

kebutuhan jamur tidak hanya terbatas pada permintaan jamur segar, masih ada

peluang besar pada beberapa segmen usaha yang berkaitan erat dengan bisnis

jamur. Misalnya, bisnis bibit jamur (inokulan), bisnis penjualan media jamur

(baglog), bisnis olahan jamur, bisnis jasa dan pelatihan budidaya jamur, serta bisnis

bidang agrowisata jamur (Fauzi et al, 2013).

Jamur tiram merupakan kelompok Thallophyta. Meskipun tergolong

tumbuhan yang rendah karena perkembangannya kurang sempurna, namun sejak

3000 tahun siam, jamur tiram sudah mulai di nikmati di negara-negara seperti
japang, cina, korea dan mesir. Sebagian besar mereka meyakini bahwa

mengonsumsi jamur ini dapat meningkatkan kekekalan (berumur panjang).

Beberapa negara seperti rusia, yunani, dan meksiko sangat percaya bahwa

memakan jamur tiram dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Jamur ini sangat

populer saat ini. Teksturnya lembut, penampilannya menarik, dan cita rasanya

relatif netral, sehingga mudah dipadukan dengan berbagai masakan. Budidayanya

juga relatif mudah dan murah hingga sangat potensial dikomersilkan (Wijaya,

2014).

Jamur tiram dari bahasa yunani disebut Pleurotus, artinya “bentuk samping

atau posisi menyamping antar tangkai dengan tudung”, sedangkan sebutan lama

“tiram”, karena bentuk atau tubuh buahnya menyerupai kulit tiram (cangkang

kerang). Di 13 belahan amerika dan eropa, jamur ini lebih populer dengan sebutan

Oyster mushroom, mempunyai tangkai tudung tidak tepat ditengah seperti jamur

lainnya (Steivani, 2011).

Kasifikasi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), menurut Wijaya (2014)

adalah sebagai berikut:

Regnum : Fungi

Devisio : Basidiomycota

Classis : Homobasidiomycetes

Ordo : Agaricales

Familia : Tricholomataceae

Genus : Pleurotus

Species : Pleurotus ostreatus.


Menurut Suhardiman (1983) terdapat beberapa jenis jamur tiram yang

sering dibudidayakan petani, antara lain :

1. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), warna tubuh buah putih.

2. Jamur tiram coklat (Pleurotus. abalonus), warna tubuh buah

kecoklatan.

3. Jamur tiram kuning (Pleurotus sp), warna tubuh buah kuning dan

sangat jarang ditemukan.

Dari beberapa jenis jamur tiram tersebut, jamur tiram putih dan coklat

paling banyak dibudidayakan, karena mempunyai sifat adaptasi dengan lingkungan

yang baik dan tingkat produktivitasnya cukup tinggi. Dikatakan lebih lanjut oleh

Cahyana et al. (1999) ketiga jenis jamur tiram tersebut mempunyai sifat

pertumbuhan yang hamper sama, tapi masing-masing mempunyai kelebihan dan

kekurangan, yaitu :

1. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam sàtu media. Setiap

rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama

dibandingkan dengan jamur tiram kuning, meskipun tudungnya lebih tipis

dibandingkan dengan jamur tiram coklat dan jamur tiram kuning.

2. Jamur tiram coklat mempunyai rumpun yang sangat sedikit dibandingkan

dengan jamur tiram putih dan jamur tiram kuning, tetapi tudungnya lebih tebal dan

daya simpannya lebih lama.

3. Jamur tiram kuning mempunyai rumpun paling banyak dibandingkan

dengan jamur tiram coklat maupun jamur tiram putih, tetapi jumlah cabangnya

sedikit dan lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram coklat serta daya

simpannya paling pendek.


Jamur Tiram Putih

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis jamur

kayu yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan sebagai diversifikasi

bahan pangan karena kandungan gizinya setara dengan daging dan ikan. Jamur

tiram putih dilihat dari segi ekonomi dapat memberikan keuntungan karena

harganya cukup tinggi, per kilogram bisa mencapai sepuluh ribu rupiah bahkan bisa

lebih. Permintaan pasar lokal dan ekspor terbuka lebar, waktu panennya singkat

sekitar 1-3 bulan, bahan baku mudah didapat, dan tidak membutuhkan lahan yang

luas, oleh karena itu jenis jamur ini mulai banyak dibudidayakan (Darliana, 2013).

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur

konsumsi yang saat ini cukup populer dan banyak digemari masyarakat karena

rasanya lezat dan juga penuh kandungan nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak.

Daya simpan jamur tiram sendiri mudah sekali rusak setelah dipanen. Hal ini

disebabkan jamur tiram memiliki kadar air cukup tinggi yaitu 86,6% (Gita, 2013).

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) saat ini cukup populer dan banyak

digemari oleh masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga penuh kandungan

nutrisi, tinggi protein, dan rendah lemak. Jamur tiram putih mempunyai

kemampuan meningkatkan metabolisme dan menurunkan kolesterol. Selain itu,

manfaat lain yang dimiliki jamur tiram adalah sebagai anti-bakterial, dan anti-tumor

sehingga jamur tiram juga banyak dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam

penyakit mulai 14 dari diabetes, lever, dan lainnya.


Kandungan dan Manfaat Jamur Tiram

Jamur tiram biasanya diolah menjadi aneka makanan lezat. Secara sosial

budaya, jamur tiram merupakan bahan pangan bergizi, berkhasiat obat yang lebih

murah dibandingkon obat modern. Secara ekonomis merupakan komoditas yang

tinggi harganya dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Adanya diversifikasi

produk olahan jamur tiram diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah.

Dikarenakan umur jamur tiram yang tidak tahan lama, maka salah satu bentuk

diversifikasi yang mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan adalah

mengolah jamur tiram sebagai sosis jamur tiram. Sosis secara umum adalah daging

yang digiling sampai halus, diberi bumbu, berada dalam selongsong, dimasak dan

kadang-kadang dengan pengasapan serta selalu disajikan dalam keadaan dingin.

Jamur tiram dapat digunakan menjadi alternatif bahan pangan bagi para vegetarian

yang ingin menikmati olahan pangan dalam bentuk sosis, dikarenakan jamur tiram

dapat diolah menjadi sosis, dan dapat menjadikan solusi bagi para vegetarian

sebagai pengganti daging (Wignyanto, 2012).

Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih

tinggi dibandingkan jenis jamur kayu lainnya. Dalam 100 gram jamur tiram kering

mengandung protein (10,5-30,4%), lemak (1,7-2,2%), karbohidrat (56,6%),

thiamin (0,20 mg), dan riboflavin (4,7-4,9 mg) niasin (77,2 mg) dan kalsium (314,0

mg). Kandungan nutrisi jamur tiram lebih tinggi dibanding dengan jamur lainnya.

Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh

manusia dan tidak mengandung kolesterol (Djarijah dan Abbas, 2001).

Jamur tiram merupakan sumber protein nabati yang rendah kolesterol

sehingga dapat mencegah penyakit darah tinggi (hipertensi) dan aman bagi mereka
yang rentan terhadap serangan jantung. Hal tersebut dikarenakan keunggulan yang

spesifik dari jamur tiram bila dibandingkan tanaman lain maupun hewan adalah

kemampuannya dalam mengubah cellulose/lignin menjadi polisakarida dan protein

yang bebas kolesterol sehingga baik untuk menghindari kadar kolesterol yang

tinggi dalam darah dan itu dapat mengurangi serangan darah tinggi (stroke) yang

dapat muncul sewaktu-waktu. Kandungan asam folatnya (vitamin B-komplek) yang

tinggi dapat menyembuhkan anemia dan sebagai obat anti tumor, mencegah dan

menanggulangi kekurangan gizi dan sebagai obat kekurangan zat besi, serta baik

juga dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui (Siswono, 2003).

Jamur tiram memiliki sifat menetralkan racun dan zat-zat radioaktif dalam

tubuh. Khasiat jamur tiram untuk kesehatan adalah menghentikan pendarahan dan

mempercepat pengeringan luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit

diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah, memurunkan kolesterol darah,

menambah vialitas dan daya tahan tubuh serta mencegah penyakit tumor atau

kanker, kelenjar gondok, influenza, sekaligus memperlancar buang air besar

(Djarijah dan Abbas, 2001).

Syarat Tumbuh Jamur Tiram

Jamur tiram tumbuh optimal pada kayu lapuk yang tersebar di dataran

rendah sampai lereng pegunungan atau kawasan yang memiliki ketinggian antara

400m – 800m diatas permukaan laut. Kondisi lingkungan optimum untuk

pertumbuhan jamur tiram adalah tempat-tempat yang teduh dan tidak terkena

pancaran (penetrasi) sinar matahari secara langsung dengan sirkulasi udara lancar

dan angin sepoi-sepoi basah (Djarijah dan Abbas, 2001).


Secara alami jamur tiram banyak ditemukan tumbuh di batang-batang kayu

lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, damar, kapuk atau sengon yang

tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan terlindung dari cahaya matahari. Pada

fase pembentukan miselium, jamur tiram membutuhkan suhu 22 - 28º C dan

kelembaban 60% - 80%. Pada fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu 16

- 22º C dan kelembaban 80% - 90% dengan kadar oksigen 10%. (Parjimo dan Agus,

2007).

Media Jamur Tiram

Media jamur tiram putih dibuat menyerupai kondisi tempat tumbuh dialam.

Nutrisi bahan baku sesuai dengan kebutuhan hidup jamur tiram putih dapat berupa

sebuk gergaji kayu sengon ampas tebu dan sorgum sebagai sumber sumber sellulosa

(serat kasar), lignin (zat penyusun kayu), nitrogen, karbohidrat. Bahan media utama

tersebut perlu ditambahkan beberapa bahan tambahan kapur ditambahkan sebagai

sumber kalsium (Ca), mengatur pH media, gips digunakan sebagai sumber kalsium,

bahan untuk memperkokoh media. Bahan-bahan tersebut ditambahkan karena

jamur tiram putih termasuk organisme heterotrofik (tidak dapat memenuhi

kebutuhannya sendiri) (Cahyana dkk, 2005).

Media jamur tiram putih yang biasa digunakan pada umunnya adalah

sebagai berikut:

1. Serbuk kayu sengon (Albasia falcataria) Sengon mempunyai sifat kayu

yang terkandung didalamnya, seperti kandungan kalsium rendah, selulusa tinggi

(49,4%), lignin (26,3%), pentosa (15,9%) dan ekstraktifnya tinggi. Kayu sengon

merupakan kayu yang bagus sebagai substrat dasar dalam jamur tiram. Dalam

proses pengomposan dan pengeringan dari kayu ini cepat (Atmosuseso, 1997).
2. Sorgum merupakan serealia sumber karbohidrat, dengan nilai gizi sekitar

83% karbohidrat, 3,50% lemak, dan 10% protein (basis kering). Dengan banyaknya

kandungan karbohidrat sekitar 83% maka kebutuhan untuk pertumbuhan jamur

tiram putih dapat terpenuhi apabila diaplikasikan pada pembudidayaan jamur tiram

yang dilaporkan oleh Wijaya yang disitasi oleh Suarni (2004).

Siklus Hidup Jamur

Jamur bereproduksi dengan cara melepaskan spora yang dihasilkan secara

seksual dan aseksual. Reproduksi seksual hanya dilakukan jika terjadi perubahan

lingkungan yang kurang sesuai dengan jamur. Reproduksi seksual ini menghasilkan

keturunan dengan keanekaragaman genetik yang lebih besar. Variasi individu pada

keturunan ini dapat membantu mereka beradaptasi ketika terjadi perubahan

lingkungan. Sedangkan reproduksi aseksual pada jamur menggunakan spora yang

dihasilkan oleh hifa yang terspesialisasi. Ketika kondisi lingkungan jamur

memungkinkan, pertumbuhannya akan cepat, jamur mengklon diri mereka sendiri

dengan cara menghasilkan banyak spora secara aseksual. Spora ini akan terbawa

oleh angin dan berkecambah jika mendarat ditempat yang lembab dan permukaan

yang sesuai untuk pertumbuhannya. Spora akan berkecambah membentuk benang-

benang halus yang merupakan bagian dari dinding tubuler yang mengelilingi

membran plasma dan sitoplasma yang disebut dengan hifa. Hifa membentuk suatu

hamparan anyaman yang disebut miselium. Miselium merupakan jaringan “makan”

dari jamur (Narwanti, 2013).

Menurut Meinanda (2013), siklus hidup jamur tiram adalah sebagai

berikut:
a. Spora

Awal mula jamur berasal dari spora. Spora berukuran kecil dan berbobot

ringan sehingga mmudah berterbangan menyebar ke berbagai tempat dengan

bantuan angin. Spora yang telah matang akan terlepas dari tubuh jamur dan jatuh

atau menempel di berbagai tempat. Spora akan tumbuh jika kondisi lingkungan

tempat ia menempel mendukung proses pertumbuhannya. Suhu, kelembaban, dan

sumber makanan merupakan kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan spora

untuk menjadi jamur. Jika spora jatuh pada tempat yang kurang mendukung

pertumbuhannya, spora dapat bertahan cukup lama hingga kondisi tempat ia

menempel dapat mendukung syarat pertumbuhannya.

b. Hifa

Ketika kondisi lingkungan sudah memadai untuk pertumbuhan, spora akan

mulai berkecambah. Kecambah yang berbentuk spora berupa benang-benang tipis

berwarna putih dan disebut dengan hifa. Fungsi hifa hampir sama dengan fungsi

akar pada tumbuhan, yaitu untuk menyerap sumber makanan.

c. Miselium

Hifa akan terus tumbuh dan menyebar keseluruh media tumbuh.

Pertumbuhan hifa memanjang, bercabang, dan saling tumpang tindih disebut

dengan miselium. Miselium berwarna putih seperti kapas dan akan menutupi

seluruh permukaan media tumbuh.

d. Pin Head

Pin head akan tumbuh dari miselium yang paling numpuk dan membentuk

benjolan atau gumpalan kecil sperti kancing. Pin head ini nantinya akan
berkembang menjadi jamur dewasa, dari tudung yang menguncup kemudian

menjadi mekar membentuk setengah lingkaran seperti cangkang tiram.

e. Jamur Dewasa

Dua sampai empat hari setelah kemunculan pin head, jamur memulai

memasuki fase dewasanya. Jamur dewasa akan kembali menghasilkan spora. Spora

dihasilakan oleh serat-serat halus dibawah tudung jamur yang disebut lamela.

Disalam lamela ini terdapat basidium, yaitu sel-sel penghasil spora.

Berdasarkan fase perkembangannya, dikenal tiga macam miselia, yaitu

fase miselium primer, sekunder dan tersier. Miselium primer terbentuk dari

basidiospora yang jatuh pada media yang menguntungkan, miselium ini berinti satu

haploid. Fase ini merupakan pertunasan dan fragmentasi hifa yang disebut

pembiakan vegetatif. Fase vegetatif berakhir saat miselium primer mengadakan

plasmogami antara dua hifa yang kompatibel dan membentuk miselium sekunder

berinti dua. Fase selanjutnya, miselium sekunder akan berhimpun menjadi jaringan

tertur dan membentuk tubuh buah (basidiocrap) yang menghasilkan basidiodpora.

Fase ini disebut fase generative atau fase reproduktif (Stevani, 2011).

Gambar 1. Siklus Hidup Jamur Tiram Putih (Pleurotus astreatus)


Gula Merah

Gula merah merupakan bentuk hasil dari pengolahan nira tanaman yang

dihasilkan melalui proses pemanasan pada nira dan diubah menjadi bentuk kristal

maupun padat. Tanaman yang dapat menghasilkan nira antara lain tebu, aren dan

kelapa. Nira yang dihasilkan oleh setiap tanaman tersebut memiliki ciri fisik serta

kandungan zat gizi yang berbeda - beda. Pada umumnya jenis gula yang mudah

dijumpai di Indonesia adalah gula pasir yang berasal dari tanaman tebu, gula merah

atau gula kelapa serta gula aren. Gula kelapa merupakan hasil dari pengolahan nira

kelapa dan memiliki cita rasa yang khas sehingga penggunaannya tidak dapat

digantikan oleh jenis gula yang lain (Said, 2007).

Selain memiliki fungsi sebagai pemanis alami, gula kelapa juga berfungsi

sebagai nutrisi dalam budidaya jamur tiram karena merupakan sumber energi untuk

metabolisme sel jamur tiram putih yang akan merangsang pertumbuhan miselium.

gula juga memiliki kandungan unsur nitrogen berkisar 2-6% yang berfungsi untuk

membangun miselium. (Santoso, 1993).

Air Tebu

Air tebu adalah suatu ekstrak cairan yang berasal dari batang tebu,

mengandung kadar gula relatif tinggi, dijadikan bahan baku pembuatan gula

kristal. Selain tebu, sumber nira lain yang banyak digunakan dalam pembuatan

gula adalah aren, kelapa, lontar dan bit. Nira tebu diekstrak dari batang tebu

dengan usia panen 8-12 bulan. Pada masa yang kurang atau melebihi masa panen,

kadar sukrosa dalam tebu memiliki jumlah yang lebih rendah. Bagi industri gula,

pemanenan tebu dilakukan pada masa kadar sukrosa mencapai jumlah tertinggi

(Purnomo, 2000).
Selain kandungan sukrosa, air tebu juga mengandung gula pereduksi

yaitu glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil invertasi sukrosa dengan adanya

enzim invertase. Jenis gula lain yang mungkin terdapat dalam nira tebu adalah

dekstran yang merupakan hasil hidrolisis sukrosa dengan bantuan enzim

dekstransukare yang dihasilkan dari bakteri kontaminan (Kultsum,2009).

Gula tebu adalah disakarida, yang terdiri dari gabungan antara dua gula

yang sederhana yaitu glukosa dan fruktosa (monosakarida). Selain sukrosa, ada

kandungan zat lain pada batang tebu seperti glukosa, fruktosa, asam organik,

protein, pati, gums dan zat lilin.

Penyuntikan gula merah dan air tebu pada dosis yang berbeda diharapkan

dapat meningkatkan produksi jamur tiram putih (Pemenuhan miselium, jumlah

tubuh buah jamur dan berat buah jamur tiram putih).

Gula Putih

Gula jenis ini terbuat dari sari tebu yang mengalami proses kristalisasi.

Warnanya ada yang putih dan kecoklatan (raw sugar). Karena ukuran butiranya

seperti pasir, gula jenis ini sering disebut gula pasir. Biasanya digunakan sebagai

pemanis untuk masakan, minuman, kue atau penganan lain.

Gula Kristal putih memiliki nilai ICUMSA antara 250-450 IU. Departemen

Perindustrian mengelompokkan gula Kristal putih ini menjadi tiga bagian yaitu

Gula Kristal 1 (GKP 1) dengan nilai ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 (GKP 2)

dengan nilai ICUMSA 250-350 dan Gula Kristal putih 3 (GKP 3) dengan nilai

ICUMSA 350-450. Semakin tinggi nilai ICUMSA maka semakin coklat warna dari

gula tersebut serta rasanya semakin manis. Gula tipe ini umumnya digunakan untuk
rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula didekat perkebunan tebu

dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan, yaitu dengan teknik

sulfitasi (Wahyudi,2013).

Molase

Molase (tetes) merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir yang

masih mengandung gula dan asam-asam organik sehingga merupakan bahan baku

yang baik untuk pembuatan etanol. Dibandingkan bahan baku lain, molase

mempunyai keunggulan yaitu selain harganya murah juga mengandung 50% gula

sederhana yang dapat difermentasi langsung oleh yeast menjadi etanol tanpa

pretreatment . Molase mengandung gula dengan kadar tinggi yaitu 50-60%, asam

amino dan mineral sehingga molase sangat potensial dimanfaatkan sebagai bahan

baku bioetanol. Karena kadar gula molase yang sangat tinggi, molase diencerkan

terlebih dahulu hingga kadar gulanya berkisar 12-17% sebelum digunakan sebagai

bahan baku bioetanol. Kadar abu molase berkisar 7-15%. Sedangkan spesifikasi

utama molase sebagai bahan baku alkohol (termasuk etanol) adalah tidak

mengandung abu lebih dari 10%. Jika kadar abu lebih dari 10 % maka dilakukan

pretreatment untuk mengendapkan logam dan komponen pengotor dalam tetes tebu

sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku produksi etanol. Pengendapan logam

dapat dilakukan dengan menggunakan H 2 SO4 pekat dimana ion SO42- akan

mengikat logam-logam yang terkandung dalam molase yang pada akhirnya

mengendap dan dapat dipisahkan dalam medium (Wardani dan Pertiwi, 2013).
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Serbuk Kayu, serbuk gergaji digunakan sebagai media baglog jamur

tiram putih.

2. Kapur Dolomit, Kapur yang digunakan adalah kapur dolomit

(MgCO3) yang digunakan untuk menetralkan pH pada media

baglog.

3. Gips, Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan

untuk memperkokoh media, sehingga tidak mudah rusak.

4. Air, Air yang digunaka adalah air yang berasal dari sumur ataupun

air ledeng.

5. Bibit jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus). Bibit yang digunakan

adalah bibit jamur tiram putih F2 yang berasal dari petani jamur.

6. Air tebu, Air tebu yang digunakan adalah hasil penggilingan air tebu

manual.

7. Gula Merah, Gula merah yang digunakan adalah gula merah yang

sudah dicairkan.

8. Molase, Molase yang digunakan adalah dengan membeli yang sudah

jadi terlebih dahulu.

9. Gula Putih. Gula putih yang digunakan adalah gula yang sudah

dicairkan
10. Alkohol, Alkohol yang digunakan adalah alcohol 70% yang

digunakan pada saat inukulasi agar tidak terjadi terkontaminasi.

11. Lampu Bunsen, Lampu Bunsen digunakan untuk inokulasi

12. Plastik kaca, gelang karet, dan koran, digunakan untuk membungkus

media baglok jamur tiram putih.

Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kumbung, Digunakan sebagai tempat budidaya jamur tiram putih

dengan ukuran panjang 7 m, lebar 5 meter.

2. Alat pengolahan media baglok, Alat pengolahan media baglok yang

digunakan adalah cangkul dan botol.

3. Gembor, Gembor dengan kapasitas 10 liter, digunakan untuk

penyiraman pada pembuatan media baglok jamur tiram putih.

4. Drum dan kompor gas, Drum dan kompor gas digunakan untuk

sterilisasi media baglok jamur tiram putih.

5. Tabung ingkas, Tabung ingkas digunakan untuk mengukur

pertumbuhan hifa jamur tiram putih

6. Kamera foto, Kamera foto digunakan untuk mendokumentasikan

kegiatan atau hal-hal yang penting selama penelitian.

7. Alat tulis, Alat tulis digunakan untuk mencatat seluruh kegiatan

selama penelitian.

8. Alat ukur, Alat ukur digunakan untuk menugukur tinggi tanaman.

9. Timbangan, Timbangan digunakan untuk menimbang bahan dan

hasil dalam penelitian.


10. Higrometer, Higrometer untuk mengetahui kelembaban kembung

11. Thermometer, Thermometer untuk mengetahui suhu ruangan dalam

kumbung.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2021

dan bertempat di Jl. Lestari 3 Gang. Citra II Kel. Sungai Besar Banjarbaru

Kalimantan Selatan.

Metode Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Satu Faktor.

Faktor yang diteliti adalah penambahan beberapa jenis sumber energi sukrosa pada

media baglog budidaya jamur tiram putih. Setiap perlakuan di ulang sebanyak 5

kali sehingga diperoleh 25 satuan percobaan, dalam setiap satuan percobaan

terdapat 5 media baglog sehingga diperoleh 125 media baglog budidaya jamur tiram

putih

Dimana:

p0 = kontrol (media baglog tanpa tambahan sumber energi sukrosa)

p1 = Media baglog + air tebu (2/ml)

p2 = Media baglog + gula merah (2/ml)

p3 = Media baglog + molase (2/ml)

p4 = Media baglog + gula putih (2/ml)


Pelaksanaan Penelitian

Penyiapan Kumbung
Pada penelitian ini kumbung dan rak untuk meletakan baglog jamur

disiapkan dan dibersihkan. Ukuran kumbung tempat penelitian adalah panjang 7m,

lebar 5m, dan tinggi 4m. Atap dan dindingnya dibuat dari daun rumbia dan

lantainya terbuat dari tanah. Dapat dilihat pada lampiran 1.

Pembuatan Media Tanam


Dalam pembuatan media tanam dilakukan tahap-tahap sebagai berikut :

(Skema Pembuatan dapat dilihat pada Lampiran 2).

Persiapan media. Bahan yang digunakan sebagai media baglog adalah

serbuk kayu 700 gram, bekatul 35 gram, kapur pertanian 5 gram, dan ditambahkan

air sampai dengan kadar air media pada kisaran 65-70% sehingga diperoleh berat

rata-rata berat media baglog budidaya jamur tiram putih pada kisaran 1,2-1,4kg,

kemudian ditambahkan beberapa jenis glukosa seperti air tebu, gula merah, gula

putih dan molase sesuai dosis perlakuan.

Pencampuran media. Bahan-bahan tambahan yang sudah ditimbang sesuai

dengan kebutuhan selanjutnya dicampur dengan merata sesuai dengan perlakuan.

Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat cangkul sampai bahan benar-

benar merata. Dalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan pada

serbuk kayu, bekatul dan kapur karena dapat menyebabkan kompisisi media yang

dihasilkan tidak merata. Dengan tidak meratanya campuran media sangat

berpengaruh dengan pertumbuhan jamur tiram.

Pengomposan media. Pengomposan dilakukan dengan cara menutup

dengan plastik selama 2 minggu proses pengomposan yang baik ditandai dengan
warna media berubah menjadi gelap dan tidak berbau. Pada saat pengomposan

setiap hari melakukan pengadukan agar proses pengomposan berlangsung dengan

baik.

Pembungkusan. Pembungkusan dilakukan dengan menggunakan plastik

kaca tahan panas. Pembungkusan dilakukan dengan cara mesukkan campuran

media kedalam plastik kemudian dipadatkan dengan menggunakan botol. Setelah

media dipadatkan ujung plastik diikat dengan tali rapia. Plastik yang digunakan

berukuran 18 cm x 35 cm.

Sterilisasi media. Sterilisasi media bertujuan untuk menekan pertumbuhan

mikroba lain baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat

pertumbuhan jamur tiram yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 100⁰C -

105⁰C selama 8 jam. Alat yang digunakann dibuat dari drum bekas minyak yang

dimodifikasi dengan serangan dan penutup. Sarangan berfungsi sebagai pembatas

antara air dan tempat media, sedangkan penutup berfungsi dalam pengaturan uap

air yang keluar, sehingga sterilisasi berlangsung dengan baik.

Pendinginan media. Setelas selesai sterilisasi media didinginkan tetap di

dalam drum dengan tutup drum terbuka. Setelah dingin media disusun diruang

inkubasi. Media didinginkan selam 24 jam.

Inokulasi. Inokulasi adalah penanaman bibit media ke media tumbuh. Agar

inokulasi dapat berhasil dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

(A). Kebersihan semua alat yang dipakai harus disterilisasi memakai alkohol 70%

dan api spiritus atau lampu bunsen. Peralatan yang digunakan pinset atau besi

bertanngkai panjang disemprot terlebih dahulu kemudian dilewatkan beberapa saat

di atas lampu bunsen. Begitu juga dengan tangan harus disemprot dengan alcohol
lebih dahulu sebelum melakukan inokulasi.; (B). Teknik inokulasi digunakan

adalah cara tabur yaitu dengan cara melepas ikatan tali kemudian masukkan cincin

paralon dan taburkan bibit yang telah dihancurkan sebanyak kurang lebih 1 sendok

kecil dan masukkan kedalam mulu baglog. Media yang berisi bibit ditutup dengan

kertas Koran dan diikat dengan gelang karet. Penutupan menjaga kondisi optimum

bagi pertumbuhan jamur tiram.

Inkubasi. Media yang telah selesai di inokulasi dimasukkan kedalam ruang

penyimpanan. Masa ini disebut masa inkubasi, yaitu masa penumbuhan miselium

jamur. Suhu yang diperlukan unutk pertumbuhan miselium antara 22⁰C - 28⁰C.

Apabila udara siang hari terlalu panas, disemprot dengan air bersih pada lantai dan

dinding ruangan. Apabila suhu terlalu rendah, maka didalam ruangan perlu

dipasang lampu. Inkubasi ini dilakukan hingga miselium tumbuh merata menutupi

seluruh permukaan media dari bagian atas sampai bagian bawah, miselium dapat

dilihat dengan memutihnya seluruh media dari bagian atas sampai bagian bawah

media. Masa inkubasi ini memerlukan waktu antara 3 minggu sejak

pengibokulasian.

Bila dalam jangka waktu 2 minggu tidak terlihat tanda-tanda tumbuhnya

miselium jamur berwarna putih yang merambat kearah bawah, maka kemungkinan

besar jamur tidak tumbuh. Maka media tersebut bisa distrilisasi ulang kembali,

sampai penginokulasian. Namun bila tetap tidak ada tanda-tanda tumbuhnya

miselium, maka segera dibuang.

Penumbuhan. Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselium jamur

sudah siap untuk ditumbuhkan. Proses penumbuhan tubuh buah diawali dengan

memindahkan media ke kumbung, kemudian sumbat pada cincin di buka atau dapat
pula dengan memotong penutup media dengan pisau. Lima sampai tujuh hari

setelah dibuka biasanya akan segera tumbuh tubuh buah jamur tiram, yang sudah

tumbuh dibiarkan selama 2-3 hari atau sampai tercapai pertumbuhan optimal.

Untuk melakukan pengaturan suhu dan kelembaban maka perlu penyiraman lantai

kumbung. Suhu perlu dipertahankan pada 26⁰C - 29⁰C dan kelembaban 90% -

100%.

Pemeliharaan. Di dalam budidaya jamur tiram ada dua faktor penting di

dalam pemeliharaan, yaitu factor kebersihan kumbung dan factor kelembaban

kumbung. Setelah baglog dipindah ke kumbung maka kumbuung harus selalu

dalam keadaan bersih agar media tidak cepat terserang jamur parasite dan safrofit

karena dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan jamur yang nantinya

berhubungan dengan hasil yang diperoleh. Caranya yaitu dengan membuang

kotoran yang ada di lantai maupun di rak tempat baglog disusun. Sedangkan cara

menjaga kelembaban yaitu dengan menyiram lantai dan dinding kumbung sebanyak

dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Untuk pemeliharaan dilakukan sampai setiap

hari sampai akhir penelitian.

Panen. Kegiatan panen ini sangat menentukan kualitas jamur tiram putih

agar dapat hasil secara optimal, beberapa hal yang perlu diperhatikan: (A).

Penentuan saat panen. Panen dilakukan saat mencapai ukuran optimal, cukup besar

tapi belum mekar penuh, biasanya sisi tudungnya masih menghadap ke bawah.

Panen dilakukan pada pagi hari agar kesegarannya tetap terjaga. ; (B). Teknik

panen. Cara memanennya dengan hanya mengambil yang besar yang besar saja,

dan menyisakan yang kecil-kecil, karena kalau disisakan maka pertumbuhannya

tidak akan optimal. Bahkan kadang kala akan mati. Pada saat melakukan
pemanenan diusahakan agar akar dan batang jangan sampai tertinggal di media

karena akan membusuk dan akan merusak media.

Ciri-ciri jamur tiram yang sudah siap dipanen adalah : (A). Tudung belum

keriting ; (B). Warna belum pudar ; (C). Spora belum dilepaskan ; (D). Tekstur

masih kokoh dan lentur (Rahmat, 2000).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah : (A). Panen

dilakukan dengan mencabut ; (B). Tanpa menyisakan bagian jamur ; (C). Bersih

dan tidak berceceran (Rahmat, 2000).

Pengamatan
Pengamatan dalam penelitian ini adalah waktu penyebaran miselium

sempurna, waktu pertama munculnya tubuh buah, dan berat basah tubuh buah jamur

tiram.

Waktu Penyebaran Miselium Sempurna


Dilakukan dengan cara mengamati penyebaran miselium sampai seluruh

permukaan media tumbuh tertutupi. Satuan yang digunakan adalah hari.

Waktu Pertama Munculnya Tubuh Buah


Dihitung mulai waktu inokulasi sampai saat munculnya tubuh buah jamur.

Satuan yang digunakan adalah hari.

Berat Basah Tubuh Buah Jamur Tiram


Dilakukan dengan cara menimbang hasil panen pertama sampai dengan

panen ketiga. Satuan yang digunakan adalah gram.

Analisa Data

Model linier aditif yang digunakan untuk menganalisis setiap peubah yang

diamati adalah :
Yij = μ + τi + ε ij

Dimana :

i = 1, 2, 3, 4, 5, (perlakuan penambahan bahan sumber energi sukrosa)

j = 1, 2, 3, 4 (ulangan)

Yij = Respon satuan percobaan yang menerima perlakuan ke i pada pengamatan


ke j

μ = rata-rata umum

τi = pengaruh perlakuan penambahan sumber energi sukrosa

ε ij = pengaruh galat acak yang menerima perlakuan ke i pada ulangan ke j.


Berdasarkan model linier aditif yang digunakan tersebut, maka dapat
dibentuk analisis ragam seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap

Nilai F Tabel
Sumber
db JK KT F-hitung
keragaman 5% 1%
F F
Perlakuan t-1 JKP KTP KTP/KTG 0,05 0,01
(V1, V2) (V1, V2)
Galat t(r-1) JKG KTG
Total tr-1 JKT

Sebelum dilakukan analisis ragam, data yang ada terlebih dahulu di lakukan

uji terhadap asumsi kehomogenan ragam dengan menggunakan uji Barlett. Apabila

data homogen maka dianalisis ragam menggunakan uji-F pada taraf 5% . Apabila

hasil analisis ragam menunjukan berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap

perlakuan, maka dilanjutkan dengan perbandingan uji beda nilai tengah

menggunakan Least Significant Difference (LSD) pada taraf 5%.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut :

Pada penelitian ini pengamatan yang dilakukan yaitu lama waktu

penyebaran miselium, umur panen pertama, jumlah tubuh buah perumpun dan berat

basah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

1. Rata – rata waktu penyebaran miselium pada media tanam / full colony

Hasil pengamatan waktu penyebaran miselium hari setelah inokulasi (HSI)

sampai full colony, pada serbuk gergaji dengan pemberian berbagai jenis sumber

energi sukrosa yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 2.

27.3
Waktu Penyebaran Miselium

26.3
25.3 Rata - rata hari
24.3
(Hari)

23

P0 P1 P2 P3 P4
Perlakuan

Gambar 2. Rata-rata waktu penyebaran miselium hari setelah inokulasi (HSI) pada
serbuk gergaji dengan pemberian sumber energi sukrosa yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 2 pada pengamatan kecepatan waktu pertumbuhan

miselium terlihat pada perlakuan dengan penambahan sumber energi sukrosa gula

putih merupakan pengamatan yang memiliki waktu tercepat full colony

dibandingkan dengan stimulat yang lainya. Pada tabel 1 disajikan data hasil analisis

waktu pertumbuhan miselium pada media tanam baglog jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus).
Tabel 1. Data hasil analisis waktu pertumbuhan miselium pada media tanam
baglog jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).
Ulangan
Perlakuan Rata - rata
I II III
PO 28 27 27 27.33e
P1 26 26 27 26.33d
P2 25 24 24 24.33b
P3 25 26 26 25.33c
P4 23 23 23 23.33a
Keterangan : Nilai rata-rata waktu pertumbuhan miselium pada media tanam baglog
jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang diikuti oleh hurup yang
sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan tingkat
kesuksesan 5%.

Berdasarkan uji ANOVA pada pengamatan pertumbuhan miselium huruf

yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata. Sehingga pada perlakuan

dengan pemberian sumber energi sukrosa berpengaruh nyata terhadapa kecepatan

pertumbuhan miselium.

2. Jumlah tubuh buah perumpun jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

Hasil pengamatan jumlah tubuh buah perumpun jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus) pada media tanam serbuk gergaji dengan pemberian berbagai

jenis sumber energi sukrosa yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3.

6.3
5.3
Jumlah Tubuh Buah

3.7
3.3
2.3
Jumlah rata-rata

P0 P1 P2 P3 P4
Perlakuan

Gambar 3. Rata-rata jumlah tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
pada media tanam serbuk gergaji dengan pemberian sumber energi
sukrosa yang berbeda.
Berdasarkan Gambar 3 pada pengamatan jumlah tubuh buah jamur tiram

putih terlihat pada perlakuan dengan penambahan sumber energi sukrosa gula putih

merupakan pengamatan yang memiliki waktu tercepat panen dibandingkan dengan

stimulat yang lainya. Pada tabel 2 disajikan data hasil analisis pengamatan tubuh

buah perumpun jamur tiram putih.

Tabel 2. Data hasil analisis pengamatan tubuh buah perumpun jamur tiram putih.
Ulangan
Perlakuan Rata - rata
I II III
PO 2 2 3 2.33a
P1 3 3 4 3.33b
P2 5 5 6 5.33c
P3 4 4 3 3.67d
P4 6 6 7 6.33e
Keterangan : Nilai rata-rata pengamatan tubuh buah perumpun jamur tiram putih
(Pleurotus ostreatus) yang diikuti oleh hurup yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT dengan tingkat kesuksesan 5%.

Berdasarkan uji ANOVA pada pengamatan tubuh buah perumpun jamur

tiram putih huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata. Sehingga

pada perlakuan dengan pemberian sumber energi sukrosa berpengaruh nyata

terhadap tubuh buah perumpun jamur tiram putih.

3. Berat basah tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)

Hasil pengamatan berat basah tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus

ostreatus) pada media tanam serbuk gergaji dengan pemberian berbagai jenis

sumber energi sukrosa yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.


70.3
63.7

Berat Basah Tubuh Buah


56.3
51
41.7

(Gram)
Jumlah rata-rata

P0 P1 P2 P3 P4
Perlakuan

Gambar 4. Rata-rata berat basah tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
pada media tanam serbuk gergaji dengan pemberian sumber energi
sukrosa yang berbeda.

Berdasarkan Gambar 4 pada pengamatan berat basah tubuh buah jamur

tiram putih terlihat pada perlakuan dengan penambahan sumber energi sukrosa gula

putih merupakan pengamatan yang memiliki waktu tercepat panen dibandingkan

dengan stimulat yang lainya. Pada tabel 3 disajikan data hasil analisis berat basah

tubuh buah jamur tiram putih.

Tabel 3.Data hasil analisis berat basah tubuh buah jamur tiram putih
Ulangan
Perlakuan Rata - rata
I II III
PO 40 43 42 41.67a
P1 51 49 53 51.00b
P2 63 62 66 63.67d
P3 58 54 57 56.33c
P4 70 72 69 70.33e
Keterangan : Nilai rata-rata berat basah tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus
ostreatus) yang diikuti oleh hurup yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT dengan tingkat kesuksesan 5%.

Berdasarkan uji ANOVA pada pengamatan berat basah tubuh buah jamur

tiram putih huruf yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata. Sehingga

pada perlakuan dengan pemberian sumber energi sukrosa berpengaruh nyata

terhadap berat basah tubuh buah jamur tiram putih.


Pembahasan

Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah salah satu jenis jamur kayu

yang banyak di konsumsi oleh masyarakat dengan gizi yang baik, di dalamnya

terkandung 9 asam amino esensial dengan kadar protein 19-35%. Jadi jamur ini

dapat dijadikan sumber protein nabati di samping kacang-kacangan. Jenis vitamin

di dalam jamur adalah vitamin B1, B2, niasin, biotin dan vitamin C. Selain itu di

dalamnya terdapat mineral K, P, Ca, Na, Mg dan Cu. Jamur tiram putih sudah

banyak dikenal oleh konsumen sehingga telah memiliki pasar yang baik.

Dibandingkan dengan jamur yang dapat di makan (edible mushroom) lainnya,

jamur tiram putih memiliki harga yang lebih terjangkau oleh konsumen. Jamur

tiram putih ini memiliki sifat menetralkan racun dan zat radioaktif dalam tanah.

Khasiat kesehatan adalah menghentikan pendarahan dan mempercepat pengeringan

luka pada permukaan tubuh, mencegah penyakit diabetes militus, menambah

vitalitas dan memperlancar buang air besar. Oleh karena itu, banyak masyarakat

yang mengkonsumsi jamur tiram putih ini (Indah, 2007).

Pertumbuhan jamur dimulai apabila spora yang sudah masak jatuh di

tempat yang cocok, kemudian spora tersebut akan tumbuh menjadi miselium.

Apabila lingkungan tempat miselium baik, dalam arti temperatur, kelembapan, dan

substrat tempat tumbuh memungkinkan maka kumpulan miselium akan tumbuh

menjadi bakal tubuh buah jamur. Bakal tubuh buah jamur kemudian membesar dan

pada akhirnya membentuk tubuh buah jamur. Tubuh buah jamur inilah yang

kemudian dipanen untuk dikonsumsi. Berat basah dari tubuh buah jamur inilah

yang menentukan tinggi atau rendahnya produktivitas jamur tiram (Kirana, 2012).
Pada penelitian ini yaitu menggunakan jamur tiram putih (Pleurotus

ostreatus), parameter utama yang dilakukan adalah lama waktu miselium mencapai

permukaan baglog atau full colony, jumlah tubuh buah dan berat basah tubuh buah

jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).

1. Penyebaran Miselium

Hifa akan terus tumbuh dan menyebar keseluruh media tumbuh.

Pertumbuhan hifa memanjang, bercabang, daan saling tumpang tindih disebut

dengan miselium. Miselium berwarna putih seperti kapas dan akan menutupi

seluruh permukaan media tumbuh (Meinanda, 2013).

Lama penyebaran miselium dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tempat

inkubasi, dan kualitas benih jamur yang digunakan. Guna menunjang pertumbuhan

miselium jamur tiram, idealnya ruang inkubasi memiliki suhu 24- 29 ˚C dan

kelembaban 90-100 % Ipuk dan Suparinto (2010). Selain itu tingkat kepadatan

masing-masing baglog juga mempengaruhi pada peneyebaran miselium. Karena

apabila baglog terlalu padat maka miselium akan sulit untuk menyebar keseluruh

permukaan baglog. Oleh karena itu dalam pengisian baglog supaya diusahakan

untuk tidak terlalu padat dan tidak terlalu renggang akan tetapi yang sedang-sedang

saja (Steviani, 2011).

Pada pengamatan yaitu dengan melihat perbedaan antara beberapa

perlakuan yang paling cepat penyebaran medium full colony, dimana pada

pengamatannya yaitu dengan menghitung hari setelah inokulasi (HSI) pada baglog

yang sudah full colony. Dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan antara

pemberian sumber energi sukrosa dan tanpa pemberian sumber energi sukrosa,

dimana pada perlakuan P01 yaitu 28 HSI, P02 yaitu 27 HSI dan P03 yaitu 27 HSI,
dengan rata-rata 27 hari. Pada perlakuan P1 1 yaitu 26 HSI, P12 26 HSI dan P1 3 yaitu

27 HSI, dengan jumlah rata-rata 26 hari. Pada perlakua P2 1 yaitu 25 HSI, P2 2 yaitu

24 HSI dan P23 yaitu 24 HSI, dengan jumlah rata-rata 24 hari. Pada perlakua P3 1

yaitu 25 HSI, P32 yaitu 26 HSI dan P3 3 yaitu 25 HSI, dengan jumlah rata-rata 25

hari Sedangkan pada perlakuan P4 1 yaitu 23 HSI, P42 yaitu 23 HSI, dan P4 3 yaitu

22 HSI, dengan rata-rata 23 hari.

Pemenuhan miselium diamati sejak munculnya miselium sampai miselium

memenuhi baglog. Salah satu indikator keberhasilan inokulasi yaitu munculnya

miselium. Apabila baglog tidak ditumbuhi miselium maka pelaksanaan inokulasi

dinyatakan gagal. Pada hasil pengamatan pemenuhan miselium perlakuan yang

memberikan pengaruh paling cepat dalam merangsang pemenuhan miselium adalah

P4 yaitu dengan penambahan sumber energi sukrosa gula putih 16,5 ml/ baglog

yaitu dengan rata-rata 23 hari setelah inokulasi. Hal ini karena gula putih memiliki

kandungan sukrosa yang tinggi diantara stimulat yang lainnya, dan sukrosa sendiri

merupakan sumber karbohidrat sederhana. Komponen karbohidrat memberikan

nutrisi pada cendawan. Benang-benang hifa (miselium) mengeluarkan enzim yang

memecahkan bahan-bahan karbohidrat kedalam senyawa sederhana seperti gula

yang dapat digunakan sebagai energi untuk dimetabolisasi (Rahayu dalam Susiana,

2010) yang mengakibatkan miselium dapat cepat tumbuh atau muncul pada baglog.

Sedangkan pada perlakuan P2 (sumber energi sukrosa gula merah) dan P3

(sumber energi sukrosa molase) menunjukkan tercepat kedua, hal ini disebabkan

karena kandungan sukrosa pada sumber energi sukrosa tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan P4 (sumber energi sukrosa gula putih). Kemudian pada

perlakuan P0 (tanpa sumber energi sukrosa) adalah perlakuan yang paling lambat
terjadi full colony, hal ini dikarenakan tidak adanya penambahan nutrisi dalam

bentuk sukrosa sehingga jamur kurang mendapatkan nutrisi dan mengakibatkan

lambatnya pemenuhan miselium jamur. Perlakuan dengan penambahan sumber

energi sukrosa berbeda nyata dengan perlakuan tanpa penambahan sumber energi

sukrosa. Hal ini sesuai dengan penelitian Sumiati dan Herbagiandono Cit. Putranti

(2003) yang menambahkan gula pasir 5% yang ternyata sangat nyata dalam

meningkatkan miselium. Selain itu dalam penelitian Dewi (2009), 0,04 kg yang

sama-sama merupakan limbah pabrik gula seperti halnya molase dapat

meningkatkan produktivitas jamur tiram putih. Dengan demikian maka nutrisi yang

terdapat pada molase juga mampu membantu proses pertumbuhan jamur tiram

putih dan meningkatkan produktivitasnya.

Perlakuan yang kurang baik dalam merangsang penyebaran miseliumnya

yaitu P0, media dengan tidak ada penambahan sumber energi sukrosa dengan rata-

rata 27 hari, hal ini dikarenakan kurang adanya penambahan nutrisi dalam bentuk

sukrosa sehingga jamur kurang mendapatkan nutrisi dan mengakibatkan lambatnya

pemenuhan miselium jamur. Kandungan sukrosa paling rendah terdapat pada

molase sedangkan kandungan sukrosa paling tinggi terdapat padu gula putih

kemudian air tebu selanjutnya gula merah. Hal ini sesuai dengan penyataan Rahayu

(2004) bahwa gula merupakan sumber karbohidrat utama karena gula termasuk

golongan disakarida yang tersusun atas glukosa dan fruktosa dimana karbohidrat

mempunyai dua fungsi yaitu sebagai sumber energi dan sebagai bahan penyusun

dinding sel. Komponen karbohidrat memberikan nutrisi pada cendawan. Benang-

benang hifa (miselium) mengeluarkan enzim yang memecahkan bahan-bahan

karbohidrat kedalam senyawa sederhana seperti gula yang dapat digunakan sebagai
energi untuk dimetabolisasi yang mengakibatkan miselium dapat cepat tumbuh atau

muncul pada baglog (Indah dalam Susiana, 2013).

2. Jumlah Tubuh Buah Jamur

Pada pengamatan jumlah tubuh buah yaitu dengan menghitung jumlah

tubuh buah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang tumbuh pada baglog.

Pengamatan dilakukan setelah tubuh buah berusia 7 hari setelah pin head muncul

pada bagian atas baglog yaitu dengan menghitung jumlah tubuh buah perumpun

jamur tiram.

Dua sampai empat hari setelah kemunculan pin head, jamur memulai

memasuki fase dewasanya. Jamur dewasa akan kembali menghasilkan spora. Spora

dihasilkan oleh serat-serat halus di bawah tudung jamur yang disebut lamella.

Dimana lamella ini terdapat basidium, yaitu sel-sel penghasil spora (Meinanda,

2013).

Dalam penelitian ini pengamatan jumlah tubuh buah jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus), pada perlakuan P01 yaitu 2 buah, P02 yaitu 2 buah dan P0 3

yaitu 2 buah, dengan rata-rata 2 buah. Pada perlakuan P1 1 yaitu 3 buah, P12 3 buah

dan P13 yaitu 4 buah, dengan jumlah rata-rata 3 buah. Pada perlakua P2 1 yaitu 5

buah, P22 yaitu 5 buah dan P23 yaitu 6 buah, dengan jumlah rata-rata 5 buah. Pada

perlakua P31 yaitu 4 buah, P32 yaitu 4 buah dan P33 yaitu 3 buah, dengan jumlah

rata-rata 4 buah. Sedangkan pada perlakuan P4 1 yaitu 6 buah P42 yaitu 6 buah, dan

P43 7 buah dengan rata-rata 6 buah. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah

rata-rata tubuh buah terbanyak yaitu pada perlakuan P4. Hal ini di sebabkan karena

pada perlakuan P4 yaitu dengan pemberian sumber energy sukrosa dari gula putih.
sebagai mana dalam pernyataan Ipuk dan Suparinto (2010), formulasi media dan

penambahan unsur-unsur lain yang dibutuhkan oleh jamur secara tetap bisa

meningkatkan produktivitas, pertimbangan efisiensi dan efektifitas produksi .

Sedangkan jumlah terbanyak kedua yaitu pada sumber energi sukrosa gula merah

pada perlakuan P2. Kemudian pada perlakuan P0 dan P1 dengan melakukan

pengamatan selama 21 hari yaitu tidak terlihat tumbuh tubuh buah yang

kemungkinan di sebabkan oleh faktor kesuburan pada media, proses penyiraman

yang tidak begitu bagus sehingga pin head yang akan tumbuh menjadi tubuh buah

lama muncul atau terhambat pada waktu pengamatan. Hal ini bukan berarti pada

perlakuan P0 dan P1 tidak tumbuh, tetapi kemungkinan karena medianya tidak

terlalu subur baik dipengaruhi oleh penyiraman ataupun memerlukan waktu yang

cukup lama.

Pada pengamatan jumlah tubuh buah jamur bisa kita simpulkan bahwa

perlakuan yang memberikan pengaruh paling baik adalah P4 yaitu dengan jumlah

rata-rata 6 buah selama 7 hari pertama pengamatan. Sesuai dengan pernyataan

Soenanto (2000), bahwa nitrogen berfungsi untuk membangun miselium,

pembentukan protein, dan membangun enzim-enzim yang disimpan dalam

tubuhnya dan di dalam sukrosa memiliki kandungan unsur nitrogen dengan kisaran

2-6%. Perlakuan yang memberikan pengaruh jumlah tubuh buah kurang baik adalah

perlakuan P0 tanpa penambahan sumber energy sukrosa dengan rata-rata 2 buah,

hal ini dikarenakan adanya kekurangan nutrisi untuk mencukupi kebutuhan tumbuh

jamur tiram putih.

Pada pengamatan ini terdapat pengaruh yang sangat nyata antara perlakuan

dengan pemberian molase dan tanpa pemberian molase. Hal ini dikarenakan
pemberian molase pada media tanam memiliki kadungan fosfat, selulosa, gula,

nitrogen dan bahan organik yang paling tinggi dibandingkan degan perlakuan

lainnya, sehingga menghasilkan jumlah tubuh buah paling 22 banyak. Pertumbuhan

jamur tiram putih dapat berlangsung dengan optimal jika media tanam banyak

mengandung unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh jamur, Dewi (2009).

3. Pengamatan berat basah jamur tiram putih ((Pleurotus ostreatus).

Selain tubuh buah jamur, berat basah tubuh buah jamur pun dapat

digunakan untuk mengetahui keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan jamur

tiram putih. Berat tubuh jamur dapat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu

kumbung jamur (Djarijah, 2001).

Bila kumbung jamur terlalu kering (suhu kumbung terlalu rendah) maka

tubuh buah jamur akan mengalami penguapan lebih dan menjadikan permukaan

tubuh buah jamur mengkerut dan kering. Jamur yang telah dipanen, dibersihkan

dari sisa-sisa media tanam yang masih menempel pada ujung tangkai jamur

kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basah tubuh buah. Penimbangan

dilakukan pada semua badan buah jamur per media tanam.

Jumlah tubuh buah juga menjadi salah satu parameter pengamatan karena

dari jumlah tubuh buah tersebut dapat diketahui pengaruh perlakuan terhadap

pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih. Pada pengamatan jumlah tubuh

buah jamur pada panen I, II dan III perlakuan yang memberikan pengaruh paling

baik adalah P4 yaitu dengan rata-rata 70,33 g. Sesuai dengan pernyataan Soenanto

(2000), bahwa nitrogen berfungsi untuk membangun miselium, pembentukan

protein, dan membangun enzim-enzim yang disimpan dalam tubuhnya dan di dalam
sukrosa memiliki kandungan unsur nitrogen dengan kisaran 2-6%, ( Hambali dkk,

2007). Susi (2011), perlakuan yang memberikan pengaruh paling baik adalah

dengan penambahan sumber energi sukrosa gula putih 2 ml/ baglog. Perlakuan yang

memberikan pengaruh jumlah tubuh buah kurang baik adalah perlakuan P0 tanpa

penambahan sumber energy sukrosa dengan rata-rata 41,67g, hal ini dikarenakan

adanya kekurangan nutrisi untuk mencukupi kebutuhan tumbuh jamur tiram putih.

Hal ini dikarenakan pemberian sumber energy sukrosa pada media tanam

memiliki kadungan fosfat, selulosa, gula, nitrogen dan bahan organik yang paling

tinggi dibandingkan degan perlakuan lainnya, sehingga menghasilkan jumlah tubuh

buah paling banyak. Pertumbuhan jamur tiram putih dapat berlangsung dengan

optimal jika media tanam banyak mengandung unsur hara esensial yang dibutuhkan

oleh jamur, Dewi (2009).

Perlakuan yang memberikan pengaruh kurang baik terhadap berat buah

jamur yaitu P0 dengan berat rata-rata 41,67g, hal ini dikarenakan jamur tiram putih

pada media kekurangan nutrisi sehingga member pengaruh kurang baik dari pada

perlakuan lainnya. Peningkatan konsentrasi sumber energy sukrosa dapat

meningkatkan produktivitas jamur tiram putih, hal ini sesuai dengan pernyataan

Nurman dan Kahar dalam Budianto (2004) bahwa berat segar jamur yang

dihasilkan ditentukan oleh kesuburan media dan adanya zatzat makanan seperti

karbohidrat dan protein. Sebagian besar kandungan dari sukrosa adalah karbohidrat

dengan kisaran 60% dan karbohidrat lain degan kisaran 2-5%, (Hambali, dkk 2007).

Jamur tiram putih merupakan tumbuhan yang tidak mengandung klorofil,

sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri.

Oleh karena itu jamur memerlukan zat-zat makanan dari organisme lain khususnya
dari molase Hal ini sesuai dengan penelitian putranti dkk (2003) yang

menambahkan gula pasir 5% yang ternyata sangat nyata dalam meningkatkan bobot

segar jamur.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perlakuan pemberian pemberian gula merah, gula putih, molase dan air

tebu berpengaruh nyata terhadap lama waktu penyebaran miselium, umur

panen pertama, jumlah tubuh buah perumpun dan berat basah jamur

tiram putih (Pleurotus ostreatus).

2. Perlakuan P4 merupakan media terbaik dalam penelitian ini dimana pada

ata – rata waktu penyebaran miselium pada media tanam / full colony

menhasilkan waktu tercepat yaitu 23 hari, pada jumlah tubuh buah

perumpun jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) mengahsilkan jumlah

terbanyak yaitu 6 buah, dan pada berat basah tubuh buah jamur tiram

putih (Pleurotus ostreatus) menghasilkan 70,33gr.

Saran

Untuk mengetahui dosis takaran dosis terbaik pada beberapa bahan

sumber energi sukrosa untuk pertumbuhan dan kuantitas hasil budidaya jamur

tiram putih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan dilakukan pada musim yang

tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, F. N. dan Kuswytasari, N .D., (2013), Pengaruh Penambahan Eceng Gondok


(Eichhornia crassipes) terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus), Jurnal Sains dan Seni POMITS Vol. 2, No. 1, 2013
Agustiawati. 2010. Gula untuk Pertumbuhan Jamur. Budidaya Jamur Tiram.
Bandung
Atmosuseno, B. S. 1997. Budidaya, Kegunaan, dan Prospek Sengon. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, 2018. Budidaya Jamur tiram.
Jawa Timur.
Budianto, Aprih. 2004. Pengaruh Macam Media dan dosis Bekatul terhadap
Pertumbuhan Jamur Tiram Putih. Skripsi. Fakultas Pertanian. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Cahyana, Y.A., Muchrodji dan M. Bakrun. 1999. Jamur Tiram. Penebar swadaya.
Jakarta
Dewi, Ika K. 2009. Efektivitas Pemberian Blotong Kering terhadap pertumbuhan
Jamut tiram Putih (Pleurotus ostreatus) pada Media serbuk Kayu. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Djarijah N.M. dan Djarijah A.s. 2001. Budidaya Jamur. Penebar swadaya. Jakarta.
Hambali, Erliza, dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Kultsum. 2009. “Pengaruh Variasi Nira Tebu (Saccharum Officinarum) dari
Beberapa Varietas Tebu dengan Penambahan Sumber Nitrogen (N) dari
Tepung Kedelai Hitam (Glycine Soja) sebagai Substrat Terhadap Efisiensi
Fermentasi Etanol” (Skripsi S-1 Progdi Kimia). Malang: UIN Maulana
Malik Ibrahim.
Parjimo dan Agus andoko. 2013. Budidaya Jamur (Jamur Kuping, Jamur
Tiram,Jamur Merang). Jakarta : Agromedia.
Purnomo, H. 2000. Pembuatan Chicken Nugget. Lembaga Pengabdian pada
masyarakat. Universitas Brawijaya Malang.
Rahayu, Dwi Arisanti. 2004. Pengaruh Penambahan Tepung dan Konsentrasi Gula
Terhadap Pertumbuhan, Hasil Kandungan Jamur Tiram Merah. Skripsi
(tidak diterbitkan). Malang : Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang.
Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta : PT. Sinar Wadjar Lestari.
Santoso. 1993. Bertanam Jamur Konsumsi. Jakarta. AgoMedia
Pustaka.
Siswono. 2003. Gambaran Anemia Gizi dan Kaitannya Dengan Asupan Serta Pola
Makan Pada Tenaga Kerja Wanita di Tanggerang, Banteng. Jurnal
Kedokteran Yarsi 17 (1) : 031-039.
Soenanto, H. 2000. Jamur Tiram, Budidaya dan Peluang Usaha. Aneka Ilmu.
Jakarta.
Stevani, S. 2011. Pengaruh Penambahan Molase Dalam Berbagai Media Pada
Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Skripsi. Fakultas Pertanian.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Suarni. 2004. Evaluasi Sifat Fisik dan Kandungan Kimia Biji Sorgum Setelah
Penyosohan. Jurnal Stigma XII(1): 88-91
Susiana. 2010. Pengaruh Penambahan Gula (sukrosa) Terhadap Pertumbuhan
Miselium Jamur Tiram Merah. Skripsi. http://lib.uin-
malang.ac.id/?mod=th_detail&id=03520044 Jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.
Diakses tanggal 01 Noveber 2012.

Anda mungkin juga menyukai