Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH KONSENTRASI DAUN PEGAGAN

(Centella asiatica) TERHADAP LAMA SIMPAN


SRIKAYA JAJANAN TRADISIONAL KHAS DOMPU

SEMINAR

Oleh
Mega Alifah Magma
J1A 016 064

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2019

i
PENGARUH KONSENTRASI DAUN PEGAGAN (Centella
asiatica) TERHADAP LAMA SIMPAN SRIKAYA JAJANAN
TRADISIONAL KHAS DOMPU

Oleh
Mega Alifah Magma
J1A 016 064

Rencana Penelitian sebagai Salah Satu


Syarat untuk Melakukan Penelitian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019

ii
iii
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Konsentrasi Daun Pegagan (Centella


asiatica) Terhadap Lama Simpan Srikaya Jajanan
Tradisional Khas Dompu
Nama Mahasiswa : Mega Alifah Magma
Nomor Induk Mahasiswa : J1A 016 064
Minat Kajian : Mikrobiologi Pangan
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Telah diujikan pada tanggal, bulan, tahun.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ir. Nazaruddin, MP.


NIP. 19590305 198403 1 012

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Dr. Ir. Satrijo Saloko, MP.


NIP. 19680313 199203 1 001

Tanggal pengesahan:

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan naskah seminar tentang “Pengaruh
Konsentrasi Daun Pegagan (Centella asiatica) Terhadap Lama Simpan Srikaya
Jajanan Tradisional Khas Dompu” ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima
kasih khusunya kepada:
1. Prof. Ir. Sri Widiyastuti, M.App., Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
2. Dr. Ir. Satrijo Saloko, MP. Selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram
3. Ir. Nazaruddin, M.P. Selaku Dosen Pembimbing seminar proposal.
4. Orang tua serta rekan-rekan yang terkait dalam penyusunan naskah seminar
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa naskah seminar ini masih banyak
kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik penulisannya. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
dan penyempurnaan tulisan selanjutnya.
Semoga naskah seminar ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan
bagi pembaca serta dapat menambah pengetahuan penulis secara pribadi.

Mataram, April 2019


Penulis,

Mega Alifah Magma

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL viii
ABSTRAK ix
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Manfaat 3
1.4 Hipotesis 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Srikaya 4
2.1.1 Bahan Utama Pembuatan Srikaya 4
2.1.2 Proses Pembuatan Srikaya 7
2.2 Pengawetan 8
2.3 Daun Pegagan (Centella asiatica) 9
2.3.1 Senyawa Bioaktif pada Pegagan 10
2.3.2 Mekanisme Penghambatan Ekstrak Pegagan 11
BAB III. METODOLOGI 13
3.1 Metode dan Rancangan Penelitian 13
3.1.1 Metode Penelitian 13
3.1.2 Rancangan Penelitian 13
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 13
3.3 Bahan dan Alat yang Digunakan 13
3.3.1 Bahan-bahan Penelitian 13
3.3.2 Alat-alat Penelitian14
3.4 Pelaksanaan Penelitian 14
3.4.1 Pembuatan Bubuk Daun Pegagan 14
3.4.1.1 Sortasi 14
3.4.1.2 Pencucian 14
3.4.1.3 Pengeringan 14
3.4.1.4 Penghalusan 14
3.4.1.5 Pengayakan14
3.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Pegagan15
3.4.2.1 Perendaman 15
3.4.2.2 Penyaringan 16
3.4.2.3 Pemekatan 16
3.4.3 Pembuatan Srikaya17

vi
3.4.3.1 Persiapan Bahan 17
3.4.3.2 Pembuatan Santan Kelapa 17
3.4.3.3 Pemasakan Gula Merah 17
3.4.3.4 Pencampuran Bahan 17
3.4.3.5 Pengukusan17
3.5 Parameter dan Cara Pengamatan 18
3.5.1 Parameter 18
3.5.2 Cara Pengamatan 18
3.5.2.1 Uji Total Mikroba (TPC) 18
3.5.2.2 Uji Total Kapang 19
3.5.2.3 Uji Total Khamir 19
3.5.2.4 Uji Organoleptik 19
DAFTAR PUSTAKA 21

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Srikaya Telur 4


Gambar 2. Tanaman Pegagan (Centella asiatica) 10
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Daun Pegagan 15
Gambar 4. Diagram Alir Proses Ekstraksi Daun Pegagan 16
Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Srikaya 17

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Secara Organoleptik dengan Metode Uji Hedonik 20


Tabel 2. Penilaian Organoleptik dengan Metode Uji Skoring 20

ix
PENGARUH KONSENTRASI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica)
TERHADAP LAMA SIMPAN SRIKAYA JAJANAN TRADISIONAL KHAS
DOMPU

ABSTRAK

Srikaya merupakan jajajan tradisional khas Dompu yang memiliki masa


simpan yang rendah. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi
daun pegagan (Centella asiatica) terhadap daya simpan srikaya jajanan tradisional
khas Dompu. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan satu factor yaitu konsentrasi daun pegagan (K) dengan
perlakuan K0 (0%), K1 (2%), K2 (4%), K3 (6%), K4 (8%) dan K5 (10%) dengan
tiga kali pengulangan. Data hasil pengamatan dianalisis keragaman (Analysis of
Variance) dengan taraf nyata 5% dengan menggunakan software Costat. Apabila
terdapat beda nyata, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) untuk parameter
organoleptik, sementara untuk paramater mikrobiologis dianalisa secara
deskriptif.

Kata Kunci: Daun Pegagan (Centella asiatica), Lama Simpan, Srikaya

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan tradisional atau makanan lokal merupakan salah satu identitas
suatu kelompok masyarakat yang sangat mudah untuk ditemukan dan mudah
untuk dikenali. Setiap wilayah di Indonesia memiliki kekayaan kuliner yang
menjadi ciri khas atau identitas daerah tersebut (Tyas, 2017). Menurut Guerrero
(2009), makanan tradisional atau kuliner lokal adalah produk makanan yang
sering dikonsumsi oleh suatu kelompok masyarakat atau dihidangkan dalam
perayaan dan waktu tertentu, diwariskan dari generasi ke generasi, dibuat sesuai
dengan resep secara turun-temurun, dibuat tanpa atau dengan sedikit rekayasa dan
memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan kuliner daerah lain.
Setiap daerah memiliki makanan tradisional masing-masing yang menjadi ciri
khas dari daerah tersebut. Meski demikian, makanan tradisional dari suatu daerah
dengan daerah lainnya memiliki kemiripan atau bahkan sama, baik dari segi bahan
baku, bentuk maupun cara pengolahannya.
Dompu adalah salah satu daerah yang berada di Nusa Tenggara Barat yang
memiliki kebudayaan khas salah satunya dapat dilihat dari jajanan tradisional
yang dimilikinya. Jajanan tradisional khas Dompu yang terkenal salah satunya
yaitu srikaya. Srikaya adalah jajanan khas daerah Dompu yang sejak dulu telah
dikonsumi oleh masyarakat setempat dan sering dijadikan sebagai takjil pada saat
bulan Ramadhan dan dijadikan sebagai bingkisan pada saat mengunjungi saudara
atau teman yang sedang dalam keadaan kurang sehat. Menurut Putri (2019) kue
srikaya merupakan kue tradisional bercita rasa manis dan bertekstur lembut. Kue
ini sering dijumpai pada acara-acara besar seperti lebaran, tahun baru, bahkan
pesta pernikahan sebagai lambang kelanggengan hubungan, baik dengan keluarga
maupun orang lain.
Srikaya dibuat dari bahan baku seperti telur, santan, garam dan gula
merah. Pengolahan jajan srikaya dilakukan dengan mengukus bahan-bahan yang
telah dicampurkan sehingga teskur yang dihasilkan dari srikaya lembut. Srikaya
termasuk dalam golongan kue basah. Srikaya memiliki gizi yang tinggi karena
terbuat dari telur dan santan. Fungsi dari penambahan santan pada pembuatan

1
jajan srikaya yaitu untuk memberikan cita rasa gurih pada produk sedangkan telur
berfungsi sebagai sumber protein dan sebagai pemberi rasa dan tekstur pada jajan.
Selain itu, fungsi dari penambahan gula merah yaitu untuk memberikan rasa
manis pada srikaya dan penambahan garam berfungsi untuk menambahkan cita
rasa.
Kandungan santan pada srikaya yang menyebabkan umur simpannya
menjadi pendek yaitu hanya dua hari yang ditandai dengan aroma tengik pada
srikaya. Kerusakan ini disebabkan karena pertumbuhan mikroorganisme jenis
kapang dan bakteri seperti Staphylococcus aureus karena ketersediaan nutrisi
yang menyebabkan mikroorganisme dapat berkembang biak. Berdasarkan
ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) standar bakteri Staphylococcus sp.
pada santan kelapa adalah 1 × 102 koloni/gram (SNI, 2009). Selain terdapat pada
santan, bakteri Staphylcoccus juga terdapat pada telur. Kerusakan pada jajan
srikaya dapat dihambat dengan penambahan ekstrak daun pegagan.
Tanaman pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang
banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan. Pegagan
berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia Tenggara termasuk Indonesia,
India, Republik Cina, Jepang dan Australia kemudian menyebar ke berbagai
negara lain. Nama lain yang biasa dikenal untuk tanaman ini selain pegagan
adalah daun kaki kuda atau antanan (Besung, 2009). Pegagan bermanfaat sebagai
tanaman obat karena mengandung komponen fitokimia seperti tritepenoid,
saponin, flavonoid, tannin, steroid dan glikosida. Zat aktif yang terdapat dalam
pegagan antara lain asiatikosida, asam asiatik, asam madekasik dan madekasosida
(golongan triterpenoid), sitosterol dan stigmasterol (golongan steroid) dan
vallerin, brahmosida (golongan saponin). Kandungan kimia yang terdapat pada
pegagan yang lain yaitu asiaticoside, thankuniside, isothankuniside,
madecacoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-
inositol, cetelloside, caroteneoids, hydrocotylin, vallarine, tannin serta
mempunyai kandungan garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium,
kalsium dan besi mengandung fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17,5%), asam
amino dan vitamin (Joshi, 2013).

2
Berdasarkan hasil penelitian Sutrisno (2014) bahwa daun pegagan
(Centella asiatica) pada konsentrasi 200, 400, 600, 800, 1000 rppm mempunyai
aktivitas sebagai bakteriostatik dan bakterisidal terhadap bakteri Staphylococcus
aureus. Menurut penelitian Putri (2013) bahwa krim ekstrak etanol herba pegagan
6% dan 10% dengan basis vanishing cream mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar dibandingkan krim ekstak etanol herba pegagan 6% dan 10% dengan basis
cold cream. Penelitian Krisetyadi (2017) menunjukkan bahwa ekstrak daun
pegagan 8% mampu mengurangi pertumbuhan bakteri sedangkan konsentrasi
ekstrak pegagan 2% pada dodol susu sangat disukai oleh panelis. Sedangkan
penelitian Firmani (2017) menunjukkan bahwa daun pegagan mampu
memberikan pegaruh pengawetan selama 6 hari pada konsentrasi 5% untuk
produk roti. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dilakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Konsentrasi Daun Pegagan (Centella asiatica) Terhadap
Lama Simpan Srikaya Jajanan Tradisional Khas Dompu” untuk
memanfaatkan daun pegagan pada produk pangan lokal
1.2 Tujuan
Tujuannya untuk mengetahui pengaruh konsentrasi daun pegagan
(Centella asiatica) terhadap daya simpan srikaya jajanan tradisional khas Dompu.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Dapat menentukan konsentrasi daun pegagan (Centella asiatica) yang tepat
untuk meningkatkan daya simpan srikaya jajanan tradisional khas Dompu.
2. Dapat dijadikan sebagai informasi mengenai penggunaan daun pegagan
(Centella asiatica) dalam pembuatan srikaya untuk meningkatkan daya
simpan.
3. Dapat dijadikan sebagai informasi bagi peneliti dan masyarakat tentang
potensi pangan lokal.
1.4 Hipotesis
Untuk mengarahkan jalannya penelitian ini, maka diajukan hipotesis
sebagai berikut: penambahan konsentrasi daun pegagan (Centella asiatica)
sebesar 10% sehingga dapat mempertahankan daya simpan srikaya jajanan
tradisional khas Dompu.

3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Srikaya
Kue srikaya merupakan kue tradisional bercita rasa manis dan bertekstur
lembut. Kue ini sering dijumpai pada acara-acara besar seperti lebaran, tahun
baru, bahkan pesta pernikahan sebagai lambang kelanggengan hubungan, baik
dengan keluarga maupun orang lain (Putri, 2019). Srikaya adalah jajanan
tradisional yang di daerah Palembang dikenal dengan jajanan yang dikonsumsi
dengan penambahan ketan sehingga diberi nama ketan srikaya. Dompu juga
memiliki makanan khas yang bernama srikaya namun berbeda cara
mengkonsumsinya dengan srikaya yang berasal dari daerah Palembang. Srikaya
khas Dompu terbuat dari bahan baku telur, santan, gula merah dan garam.
Pengolahan srikaya dapat dilakukan dengan cara pengukusan sehingga tekstur
yang didapatkan pada produk srikaya menjadi lembut dan gurih.

Gambar 1. Srikaya Telur


(Sumber: Gedoor, 2012).

Srikaya memiliki tekstur lembut dan gurih serta rasa yang manis sehingga
cocok untuk dikonsumsi sebagai makanan penutup. Tetapi, di daerah Dompu
srikaya sering kali dijumpai pada saat bulan Ramadhan sebagai takjil. Selain itu,

5
masyarakat Dompu menjadikan srikaya sebagai bingkisan yang diberikan kepada
kerabat yang sedang dalam kondisi kurang sehat.
2.1.1 Bahan Utama Pembuatan Srikaya
a. Telur
Telur merupakan salah satu produk utama yang dihasilkan
unggas dengan nilai gizi tinggi, cocok untuk semua lapisan masyarakat
baik anak-anak maupun orang tua. Kegunaan yang paling umum
adalah untuk lauk pauk, sebagai campuran atau ramuan obat-obatan
tradisional, ditetaskan untuk menghasilkan bibit, penyamak kulit,
pembuat kosmetik, bahan perekat dan bahan campuran untuk industri
pangan (Sarwono, 1994). Telur sebagai bahan pangan mempunyai
banyak kelebihan, misalnya kandungan gizi telur yang tinggi, harganya
relatif murah bila dibandingkan dengan bahan sumber protein lainnya
(Idayanti, Darmawati, dan Nurullita, 2009).
Telur ayam kampung mempunyai kuning telur yang lebih berat
dibandingkan dengan telur ayam ras. Telur ayam kampung lebih
disukai oleh konsumen untuk dikonsumsi mentah dicampur dengan
madu, dibandingkan dengan telur ayam ras. Umumnya, baik telur
ayam ras maupun telur ayam kampung warna kuning telurnya pucat.
Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrient dari ransum (Ardika,
2017). Telur ayam memiliki kandungan gizi, seperti yang tercantum
dalam tabel berikut:

Tabel 1. Kandungan Gizi Telur dalam 100 gram


(Sumber: Departemen Kesehatan, 1972)

6
b. Santan
Santan kelapa adalah cairan berwarna putih yang dihasilkan dari
daging kelapa yang diparut, diperas dan ditambahkan air (Cahya dan
Susanto, 2014). Santan adalah emulsi minyak dalam air yang berwarna
putih yang diperoleh dengan cara memeras daging kelapa segar yang
telah diparut atau dihancurkan dengan atau tanpa penambahan air
(Tansakul dan Chaisawang, 2006). Menurut Cheosakul (1967)
Komposisi santan berbeda tergantung dari komposisi daging buah
kelapa yang digunakan dan jumlah air yang ditambahkan.
Perbandingan komposisi santan murni dan santan dengan penambahan
air dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Santan Murni dan Santan dengan


Penambahan Air
(Sumber: Choesakul, 1967)

Pemanfaatan santan pada umumnya adalah untuk campuran


makanan dan pembuatan berbagai jenis kue. Santan memiliki kendala
sangat mudah rusak karena kandungan air, lemak dan protein yang
cukup tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme
pembusuk (Sukasih, 2009). Pengawetan dengan panas saat ini masih
menjadi pilihan dengan alasan biaya yang lebih murah dan

7
memerlukan teknologi yang sederhana, salah satunya pasteurisasi.
Berdasarkan hasil penelitian Sukasih (2009) yang menyatakan bahwa
pasteurisasi yang terbaik dilakukan pada perlakuan suhu 75°C selama
31,2 menit hal tersebut dikarenakan berkaitan erat dengan nilai nutrisi
santan.
c. Gula Merah
Gula merah atau biasa yang disebut dengan gula Jawa
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang cenderung
meningkat dari tahun ketahun (Efendi, 2017). Gula merah merupakan
hasil olahan nira yang berbentuk padat dan berwarna cokelat
kemerahan hingga cokelat tua, memiliki struktur dan tekstur yang
kompak, tidak keras, sekaligus terdapat kesan empuk sehingga mudah
dipatahkan. Biasanya gula merah ini dibuat dari nira tanaman kelapa,
aren, lontar dan tanaman tebu. Kandungan gula yang tinggi yaitu
sukrosa 13-15% di dalam nira nipah, merupakan substrat yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme (Reni, 2018). Gula merah dapat
dimanfaatkan untuk pengolahan berbagai jenis makanan seperti roti
kukus, bubur sumsum dan beraneka jenis kue basah. Menurut
Kristianingrum (2009) gula merah mengandung Mangan (Mn), Boron
(B), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Klorin (Cl) dan
Belerang. Gula merah memiliki rasa manis yang menyebabkan banyak
dikonsumsi sebagai penambah rasa pada produk makanan. Kandungan
gizi yang terdapat pada gula merah menurut FarSecret Platform API
(2019).

8
Tabel 3. Kandungan Gizi Gula Merah Ukuran 100 gram
(Sumber: FatSecret Platform API, 2019)
d. Garam
Garam dapur (NaCl) merupakan salah satu bahan makanan yang
sudah memasyarakat. Selama ini pemanfaatan garam dapur di
masyarakat sebagai bahan penyedap dan pengawet makanan.
Kemampuan garam dapur untuk mengawetkan makanan pada dasarnya
adalah kemampuan garam dalam menghambat pertumbuhan
mikroorganisme (Widiyanti, 2015). Sifat garam yang higroskopis,
sehingga dapat menyerap sebagian air yang ada pada produk
(Suhardjito, 2006). Menurut Muchtadi (2013) bahwa garam memiliki
daya menahan secara selektif terhadap mikroba yang terkontaminasi
pada jaringan. Garam juga dapat mempengaruhi aw pada suatu substrat
sehingga dapat mengontrol pertumbuhan mikroba.
2.1.2 Proses Pembuatan Srikaya
a. Persiapan Bahan
Cara mendapatkan produk yang baik yaitu bahan yang
digunakan harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Sortasi dilakukan
dengan tujuan untuk memisahkan bahan yang baik dengan bahan yang

9
memiliki kondisi kurang baik. Pembuatan srikaya menggunakan bahan
baku telur dan santan kelapa. Oleh sebab itu, telur perlu dilakukan
sortasi agar mendapatkan hasil produksi yang baik. Telur yang
digunakan pada pembuatan srikaya yaitu telur ayam kampung. Selain
itu, santan kelapa diperoleh dari perasan kelapa yang ditambahkan
dengan air dan menggunakan gula merah serta garam.
b. Pencucian bahan
Bahan yang telah disortasi selanjutnya dicuci hingga bersih
dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang tertinggal. Kegiatan
ini dilakukan pada air yang mengalir. Pencucian mengakibatkan bahan
yang dicuci menjadi basah dan bila dibiarkan dalam waktu lama akan
mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme pembusuk, sehingga
bahan akan menjadi rusak. Oleh karena itu setelah dilakukan pencucian
diperlukan pengeringan dengan cara meniriskan bahan pada tempat
tertentu dan wadah tertentu hingga air benar-benar menetes dan kering
(Wati, 2015).
c. Pencampuran bahan
Proses pengadukan atau mixing memiliki tujuan utama yaitu
untuk membentuk adonan atau mencampur adonan secara homogen.
Maksudnya yaitu semua bahan tercampur jadi satu membentuk suatu
adonan yang tercampur rata. Proses pencampuran yang baik akan
menghasilkan produk yang seragam dalam waktu yang minimum
dengan biaya tenaga yang minimum. Faktor-faktor yang menentukan
keseragaman hasil campuran adalah besar dan betuk partikel bahan,
densitas dan muatan statis bahan, urutan pemasukan bahan, jumlah
bahan yang dicampur, desain mesin, waktu pencampuran,
pengosongan mesin, perawatan dan pemeliharaan mesin (Wati, 2015).
d. Pengukusan
Pengukusan bertujuan membuat bahan makanan menjadi masak
dengan uap air mendidih. Ada 2 cara pengukusan ialah uap panas
lansung terkena bahan maknaan atau uap pans tidak langsung kontak
dengan makanan (Maryati, 2000). Pengukusan dilakukan dengan

10
menggunakan suhu air lebih besar dari 66°C dan lebih rendah dari
82°C (Laily, 2010).
2.2 Pengawetan
Pengawetan makanan adalah cara yang digunakan untuk membuat
makanan memiliki daya simpan yang lama dan mempertahankan sifat-sifat fisik
dan kimia makanan. Proses pengawetan makanan harus memperhatikan jenis
bahan makanan yang diawetkan, keadaan bahan makanan, cara pengawetan dan
daya tarik produk pengawetan makanan (Imam, 2011). Tujuan pengawetan yaitu
menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu,
menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan
penyimpanan. Berbagai Teknik yang dikenal telah digunakan untuk mengawetkan
pangan antara lain dengan menggunakan pendinginan atau pemanasan,
pengasapan dan penggunaan pengawet pangan baik sintetis maupun alami
(BPOM, 2016).
Beberapa jenis bahan pengawet sintetis yang diizinkan digunakan sebagai
bahan pengawet pangan antara lain asam sorbat dan garamnya, asam benzoat dan
garamnya, etil p-hidroksibenzoat, metil p-hidroksibenzoat, sulfit, nisin, nitrit,
nitrat, asam propionat dan garamnya, dan lisozim hidroklorida. Mengkonsumsi
pengawet makanan memiliki dampak dan efek yang buruk bagi kesehatan
terutama jika mengkonsumsinya secara berlebihan baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Hal ini mendorong adanya kecenderungan sebagian
pihak untuk kembali menggunakan bahan pengawet pangan yang bersumber dari
bahan-bahan alam. Penelitian mengenai potensi pengawet alami yang
dikembangkan dari tanaman rempah (seperti jahe, kayu manis, daun salam, dan
lain-lain) maupun dari produk hewani (lisozim, laktoperoksidase, kitosan dan
sebagainya) sendiri sebenarnya telah banyak dilakukan di berbagai institusi baik
di dalam negeri maupun luar negeri (BPOM, 2016).
2.3 Daun Pegagan (Centella asiatica)
Centella asiatica merupakan salah satu jenis tumbuhan yang telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat di negara-negara Asia. India dan China C. asitica
telah lama digunakan oleh masyarakat tradisional sebagai obat untuk
mempercepat penyembuhan luka, mengobati penyakit kulit, penyembuhan luka

11
bakar dan gigitan serangga (Ismiani, 2011). Pegagan telah lama dimanfaatkan
oleh masyarakat Indonesia sebagai ramuan tanaman obat serta jamu (Bermawi,
Purwiyanto dan Mardiana, 2008). Heni (2005) dalam Koesniobari (2008)
menjelaskan bahwa pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman herba
tahunan yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun. Menurut Syukur
dan Hernani (2002), secara sistematis klasifikasi tanaman pegagan (Centella
asiatica L) sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Umbillales
Suku : Umbillifereceae
Marga : Centella
Spesies : Centella asiatica

Gambar 2. Tanaman Pegagan (Centella asiatica)


(Sumber: Sutardi, 2008)
Pegagan memiliki nama berbeda-beda, berdasarkan pada daerahnya.
Jakarta dan Aceh namanya pegagan, di Jawa Barat disebut antanan, masyarakat
Sumatera menyebutnya kaki kuda, masyarakat Madura menamainya tikusan dan
masyarakat Bali menyebutnya taidur. Masih banyak lagi nama lokal pegagan,
seperti kori-kori (Halmahera). Gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegago

12
(Minangkabau), dogauke atau sandanan atau gogauke (Papua), kalotidi manora
(Maluku) dan bebile (Lombok) (Santa dan Bambang, 1992; Lasmadiwati, 2004).
2.3.1 Senyawa Bioaktif pada Pegagan
Pegagan memiliki kandungan kimia diantaranya asam amino, flavonoid,
terpenoid dan minyak atsiri. Asam amino terdiri atas sejumlah besar alanin,
serine, amino butirat, aspartate, glutamate, histinid, lisin dan theonin. Kandungan
flavonoid teridir atas kuersetin, kaempferol dan bermacam-macam glikosida
(Permatasari, Purwadi dan Thohari, 2013). Menurut Hapsari (2017) bahwa daun
pegagan mengandung komponen fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, tannin,
terpenoid, saponin, steroid dan protein.
C. asiatica mengandungan bebeapa senyawa asam lemak seperti, asam
palmitat, asam stearate, asam linolenat, asam linoleate dan asam askorbik
(Ismaini, 2011). Menurut Brotosisworo (1979) menyatakan bahwa pegagan
mengandung beberapa senyawa biokatif seperti asiatikosida berupa glikosida yang
banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik dalam bentuk
ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Pegagan memiliki efek farmakologi
sebagai antioksidan, antijamur, antivirus, antiprotoza, antidiabetes, antimalaria,
aktivitas sitotoksik, aktivitas perlindungan kulit, meningkatkan aktivitas memori
dan efek penyembuhan luka, antibakteri (anti jerawat) serta antiinflamasi (James,
2009 dalam Asyaf, 2012).
2.3.2 Mekanisme Penghambatan Ekstrak Pegagan
Komponen ekstrak pegagan yang memiliki sifat antifungi adalah minyak
atisir, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Salah satu senyawa yang terdapat pada
minyak atsiri pegagan adalah fenol. Mekanisme kerja senyawa fenol dalam
membunuh sel mikroba, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel mikroba.
Akibat terdenaturasinya protein sel mikroba, maka semua aktivitas metabolisme
sel berhenti, sebab semua aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang
merupakan protein (Black dan Jacobs, 1993 dalam Besung, 2009).
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbanyak di alam.
Senyawa ini bertanggung jawab atas zat warna merah, ungu, biru dan sebagian zat
warna kuning dalam tumbuhan (Syahnida, 2013). Menurut Azzahra (2018)
mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dapat dibagi menjadi 3 yaitu

13
menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membrane sel dan
menghambat metabolisme energi. Mekanisme antibakteri flavonoid dengan
menghambat sintesis asam nuklead adalah cincin A dan B yang memegang
peranan penting dalam proses interkelasi atau ikatan hydrogen dengan menumpuk
asa asam nukleat yang menghambat pembentukan DNA dan RNA. Mekanisme
kerja flavonoid dalam menghambat fungsi membrane sel adalah membentuk
senyawa kompleks dengan protein esktraseluler dan terlalut sehingga dapat
merusak membrane sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler.
Flavonoid juga dapat menghambat metabolisme energi dengan cara menghambat
penggunaan oksigen oleh bakteri.
Triterpenoid saponin merupakan salah satu komponen pegagan yang
memiliki aktivias antimikroba dan berperan melindungi dari infeksi pathogen.
Selain itu, triterpenoid juga bertanggung jawab untuk penyembuhan luka dengan
menginisiasi produk kolagen I yaitu protein yang mempercepat proses
penyembuhan luka dan meningkatkan aktivitas makrofag (Zheng dan Qin, 2007).
Mekanisme penghambatan dari saponin yaitu dapat meningkatkan permeabilitas
membrane sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membrane,
menyebabkan denaturasi protein membrane sehingga membrane sel akan rusak
dan lisis (Azzahra, 2018).
Tannin banyak diemukan dalam tumbuhan berpembuluh. Tannin adalah
senyawa fenolik larut air dengan BM 500-3.000, memberikan reaksi umum
senyawa fenol dan memiliki sifat-sifat khusus seperti presipitasi alkaloid, gelatin
dan protein-protein lain (Harbone, 1984). Kemampuan tannin sebagai antibakteri
dapat dilihat dari aksinya pada membrane. Tannin dapat melewati membrane sel
karena dapat berpresipitasi pada protein. Tannin juga dapat menekan jumlah
beberapa enzim seperti glukosiltransferase (Azzhara, 2018).

14
BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode dan Rancangan Penelitian


3.1.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental
yang dilaksanakan di laboratorium.
3.1.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi daun
pegagan (K), dengan perlakuan sebagai berikut:
K0: Konsentrasi ekstrak daun pegagan 0%
K1: Konsentrasi ekstrak daun pegagan 2%
K2: Konsentrasi ekstrak daun pegagan 4%
K3: Konsentrasi ekstrak daun pegagan 6%
K4: Konsentrasi ekstrak daun pegagan 8%
K5: Konsentrasi ekstrak daun pegagan 10%
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18
unit percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis keragaman (Analysis of
Variance) dengan taraf nyata 5% dengan menggunakan software Costat. Apabila
terdapat beda nyata, dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) (Hanafiah, 2002)
untuk parameter organoleptik, sementara untuk paramater mikrobiologis dianalisa
secara deskriptif.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2018 di,
Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Laboratorium Teknologi Pangan dan
Laboratorium Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri,
Universitas Mataram.
3.3 Bahan dan Alat yang Digunakan
3.3.1 Bahan-bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam
kampung, santan kelapa, gula merah, garam, aquades, air, larutan buffer phospat,
pelarut etanol 70%, media Plate Count Agar (PCA) (Merck, Jerman), media

15
Potato Dextrose Agar (PDA) (Oxoid, Inggris), alkohol (Medika, Indonesia) dan
ektrak daun pegagan yang diperoleh dari Pasar Kebon Roek, Ampenan.
3.3.2 Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer, sendok,
wadah, blender (Philips, Belanda), timbangan analitik (Kern, United States), gelas
ukur, botol UC, Erlenmeyer, kertas saring, gelas beaker 250 mL, (Vitlab, Jerman),
waterbath (Memmert, Jerman), kertas label, plastik wrap, gelas platik, autoclave
(Hirayama, Jepang), rak tabung reaksi, cawan petri, spatula, colony counter
(Boeco, Jerman), pisau, inkubator (Memmert, Jerman), hot plate (Heidolph,
Jerman), tabung reaksi, laminar air flow (Streamline, Jerman), gelas sampel,
tissue, aluminium foil, pipet mikro 10 mL (Vitlab, Jerman), pipet mikro 1 mL
(Vitlab, Jerman), blue tip, yellow tip, rotary evaporator dan lampu Bunsen.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Bubuk Daun Pegagan
3.4.1.1 Sortasi
Daun pegagan yang didapatkan dari Pasar Kebon Roek, Ampenan yang
kemudian disortasi untuk memilih daun yang dalam kondisi yang baik dan kurang
baik serta menghilangkan dari batang daun.
3.4.1.2 Pencucian
Pencucian daun pegagan dilakukan dengan menggunakan air mengalir
yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada daun.
3.4.1.3 Pengeringan
Pengeringan daun pegagan dilakukan selama 4 hari dengan menggunakan
bantuan sinar matahari.
3.4.1.4 Penghalusan
Penghalusan daun pegagan dilakukan dengan menggunakan blender yang
bertujuan untuk mendapat serbuk dari daun pegagan yang telah dikeringkan.
3.4.1.5 Pengayakan
Pengayakan serbuk yang telah kering dilakukan dengan menggunakan
ayakan 60 mesh agar mendapatkan bubuk daun pegagan yang memiliki tekstur
butiran yang seragam ukurannya.

16
Daun pegagan

Batang, daun
Sortasi →
layu

Timbangan
→ Ditimbang 5 kg
analitik

Air mengalir Pencucian dengan air → Air kotor

Sinar Pengeringan

matahari (t = 4 hari)

Blender → Penghalusan

Saringan 60
→ Pengayakan → Bubuk kasar
mesh

Serbuk kering daun pegagan

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Daun Pegagan


(Sumber: Azzahra, 2018)

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Pegagan


3.4.2.1 Perendaman
Perendaman serbuk dilakukan dengan menggunakan etanol 70% selama 3
hari sambil sesekali diaduk. Ekstraksi menggunakan metode maserasi yang
dimana serbuk direndam pada cairan penyari

17
3.4.2.2 Penyaringan
Penyaringan serbuk dilakukan dengan menggunakan corong Bunchner
untuk mendapatkan filtrat daun pegagan.
3.4.2.3 Pemekatan
Filtrat yang didapatkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotaty
evaporator sampai pelarut menguap sehingga pada akhirya diperoleh ekstrak daun
pegagan yang kental.

Serbuk daun pegagan

Timbangan
→ Ditimbang 700 gr
analitik

Etanol 70% Perendaman



7L (t = 3 hari)

Corong
→ Penyaringan → Ampas
Bunchner

Rotary
→ Pemekatan → Etanol
evaporator

Ekstrak Daun Pegagan

Gambar 4. Diagram Alir Proses Ekstraksi Daun Pegagan


(Sumber: Azzahra, 2018)

18
3.4.3 Pembuatan Srikaya
3.4.3.1 Persiapan Bahan
Persiapan bahan meliputi telur ayam kampung, santan kelapa, gula merah,
garam dan bubuk daun pegagan.
3.4.3.2 Pembuatan Santan Kelapa
Proses pembuatan santan kelapa sangatlah mudah yang dimana terlebih
dahulu disiapkan kelapa parut dan air yang kemudian diremas dan akan
menghasilkan santan kelapa.
3.4.3.3 Pemasakan Gula Merah
Pemasakan gula merah bertujuan untuk mencairkan gula merah yang
dalam bentuk padatan dengan bantuan suhu panas.
3.4.3.4 Pencampuran Bahan
Pencampuran bahan-bahan yang digunakan dengan menggunakan mixer
selama 10 menit. Pencampuran bahan meliputi telu, gula merah dan garam hingga
gula larut. Kemudian ditambahkan santan kelapa dan bubuk daun pegagan dengan
konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8% dan 10%.
3.4.3.5 Pengukusan
Bahan-bahan yang telah dicampur kemudian dikukus selama 30 menit.
Pengukusan ini dilakukan untuk mematangkan bahan yang telah dicampurkan dan
memadatkan bahan tersebut.

19
Telur ayam kampung 6 butir,
gula merah 150 gr dan garam 1
sdt,

Mixer → Pencampuran

Santan kelapa dan bubuk daun Adonan
Mixer → →
pegagan srikaya

Dandang → Pengukusan 30 menit

Srikaya

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Srikaya


(Sumber: Suryani, 2016)
3.5 Parameter dan Cara Pengamatan
3.5.1 Parameter
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah parameter
mikrobiologi meliputi uji total mikroba, total kapang dan khamir, parameter
organolpetik meliputi warna, aroma, dan rasa.
3.5.2 Cara Pengamatan
3.5.2.1 Uji Total Mikroba (TPC)
Prosedur penelitian Uji Total Mikroba berdasarkan modifikasi SNI 3719:
2014, yaitu sebagai berikut:
1. Sampel srikaya ditimbang 25 mL, kemudian dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yang berisi 225 mL larutan pengencer (Buffer fosfat) hingga
diperoleh pengenceran 1:10, dikocok campuran beberapa kali hingga
homogen, selanjutnya dilakukan pengenceran hingga 10-5.
2. Dipipet 1 mL sampel dari pengenceran 10-3, 10-4, dan 10-5, kemudian
dimasukan ke dalam cawan petri masing-masing secara duplo.
3. Ditambahkan media Plate Count Agar (PCA) sebanyak 12-15 mL.
4. Digoyangkan supaya sampelnya menyebar.

20
5. Didiamkan sampai agar memadat.
6. Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48 jam dengan meletakkan cawan petri
dalam posisi terbalik.
7. Koloni bakteri yang tumbuh diamati dan dihitung dengan jumlah kisaran 25-
250 koloni.
Untuk menghitung jumlah koloni yang terdapat dalam cawan, dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus :

Jumlah Sel = jumlah koloni ×

Keterangan :
Fp : faktor pengenceran
Jumlah sel dinyatakan dalam CFU per mL.
3.5.2.2 Uji Total Kapang
Prosedur penelitian Uji Total Kapang berdasarkan modifikasi SNI 3719-
2014, yaitu sebagai berikut:
1. Dituang 12 mL-15 mL PDA ke dalam cawan-cawan petri steril dan
didinginkan.
2. Dipipet 0,1 mL dari setiap pengenceran (10-1, 10-2, 10-3) ke dalam cawan petri
yang telah berisi media PDA di atas dan diratakan dengan menggunakan
drigalski. Dilakukan secara duplo pada setiap pengenceran.
3. Setelah sampel meresap ke dalam agar, cawan-cawan tersebut diinkubasi
dalam kondisi gelap dan posisi tidak terbalik dalam inkubator selama 48 jam
± 2 jam pada suhu 30oC.
3.5.2.3 Uji Total Khamir
Prosedur penelitian Uji Total Khamir berdasarkan modifikasi SNI 3719-
2014, yaitu sebagai berikut:
1. Dituang 12 mL-15 mL PDA ke dalam cawan-cawan petri steril dan
didinginkan.

21
2. Dipipet 0,1 mL dari setiap pengenceran (10-1, 10-2, 10-3) ke dalam cawan petri
yang telah berisi media PDA di atas dan diratakan dengan menggunakan
drigalski. Dilakukan secara duplo pada setiap pengenceran.
3. Setelah sampel meresap ke dalam agar, cawan-cawan tersebut diinkubasi
dalam kondisi gelap dan posisi tidak terbalik dalam inkubator selama 48 jam ±
2 jam pada suhu 30oC.
3.5.2.4 Uji Organoleptik
Uji organoleptik meliputi parameter kenampakan, warna, bau dan rasa
yang dilakukan secara inderawi. Pengujian organoleptik parameter warna, aroma
dan rasa dilakukan dengan menggunakan metode uji hedonik dan uji skoring (SNI
3719: 2014 dengan modifikasi).
1. Sampel disiapkan pada wadah yang telah diberi notasi angka tiga digit yang
diambil secara acak.
2. Panelis semi terlatih sebanyak 20 orang dari mahasiswa Ilmu dan Teknologi
Pangan diminta untuk memberikan penilaian terhadap warna, aroma dan rasa
dengan mengisi formulir yang disediakan.
3. Untuk metode hedonik, panelis diminta memberikan penilaian berdasarkan
tingkat kesukaan. Skor uji hedonik meliputi aroma, rasa dan warna dinyatakan
dalam angka 1-5.

Parameter Skala Numerik


1. = Sangat Tidak Suka
Aroma 2. = Tidak Suka
Rasa 3. = Agak Suka
Warna 4. = Suka
5. = Sangat Suka

Tabel 1. Penilaian Secara Organoleptik dengan Metode Uji Hedonik

22
Parameter Skala Numerik
1 = Sangat khas daun pegagan
2 = Tidak khas daun pegagan
Aroma 3 = Agak khas daun pegagan
4 = Tidak khas daun pegagan
5 = Sangat tidak khas daun pegagan
1 = Sangat terasa daun pegagan
2 = Terasa daun pegagan
Rasa 3 = Agak terasa daun pegagan
4 = Tidak terasa daun pegagan
5 = Sangat tidak terasa daun pegagan
1 = Hijau tua
2 = Hijau muda
Warna 3 = Hijau
4 = Hijau agak putih
5 = Hijau keputihan
Tabel 2. Penilaian Organoleptik dengan Metode Uji Skoring

23
DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I. N., N. W. Siti. N. M. S. Sukmawati dan I. M. Wirapartha. 2017.


Kualitas Fisik Telur Ayam Kampung yang Diberi Ransum Mengandung
Probiotik. Majalah Ilmiah Peternakan. 2(2): 68-72.

Azzahra, F. dan M. Hayati. 2018. Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pegagan (Centella
asiatica (L.) Urb) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans. Jurnal
B-Dent. 5(1): 9-19.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2016. Laporan Tahunan Direktorat Batas
Maksimum Pengawet dalam Pangan 2015. BPOM. Jakarta.

Bermawie, N., S. Purwiyanti dan Mardiana. 2008. Keragaan Sifat Morfolofi,


Hasil dan Mutu Plasma Nutfah Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).
Bul. Penel. Tan. Rempah dan Obat. 19(1): 1-18.

Besung, I. N. K. 2009. Pegagan (Centella asiatica) Sebagai Alternatif Pencegahan


Penyakit Infeksi pada Ternak. Buletin Veteriner Udayana. 1(2): 1-17.

Brotosisworo, S. 1979. Obat Hayati Golongan Glikosida. Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta.

Cahya, F. dan Susanto, W. H. 2014. Pengaruh Pohon Pasca Panen Sadap dan
Kematangan Buah Kelapa Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Organoleptik Pasta
Santan. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 249-258.

Efendi, F. Pujiharto dan Dumasari. 2017. Analisis Produksi dan Pemasaran Gula
Merah di Desa Kubangkangkung, Kabupaten Cilacap. Agritech. 19(2):
110-120.

Firmani, U. L., 2017. Pengaruh Jenis Pengawet Alami Terhadap Mutu Roti Manis
Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram. Mataram.

Gedoor. 2012. Srikaya Telur. www.gedoor.com. (Diakses pada Tanggal 11 April


2019).

Guerrero, L., Claret, A., Verbeke, W., Enderli, G., Biemans, S. Z., Sadjakowska,
M., Granli, B. S., Scalvedi, L., Contel, M., Hersleth, M. 2009. Perception
of Traditional Food Products in Six European Regions Using Free Word
Association. Food Quality and Preference. 21: 225-233.

Hanafiah, K. A., 2002. Rancangan Percobaan. PT. Raja Grafindo Persada.


Jakarta.

Hapsari, W. S., Rohmayanti, F. Yuliastuti dan M. P. K. Pradani. 2017. Skrining


Fitokimia Ekstrak Etanol Herba Pegagan dan Analisa Rendemen.
Research Colloquim. Fakultas Farmasi Univeersitas Muhammadiyah

24
Magelang. Magelang.

Idayanti., S. Darmawati, dan U. Nurullita. 2009. Perbedaan Variasi Lama Simpan


Telur Ayam pada Penyimpanan Suhu Almari Es dengan Suhu Kamar
terhadap Total Mikroba. Jurnal Kesehatan 1(2): 19-26.

Ismiani, L. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak (Centella asiatica (L.) Urban


Terhadap Fungi Patogen pada Daun Anggrek (Bulbophyllum flavidiflorum
Carr.). Jurnal Penelitian Sains. 14(1): 47-50.

Joshi, K. 2013. Therapeutic Efficiency of Centella asiatica (L.) Urb. An


Underutilized Greed Leafy Vegetable: an Overview. Int. J. Pharm. Bio.
Sci. 4(1): 135-149.

Krisetyadi, B. C. 2017. Sifat Kimia, Mikroorganisme dan Organoleptik Dodol


Susu dengan Penambahan Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) yang
Bervariasi. Skripsi. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Kristianingrum, S. 2009. Analisis Nutrisi dalam Gula Kelapa. Kegiatan PPM


Teknologi Pembuatan Gula Aneka Rasa. Jurusan Pendidikan Kimia
Fakulras Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Lasmadiwati, E. M. M. Herminati dan Y. H. Indiriani. 2004. Pegagan


Meningkatkan Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala
Stres dan Meningkatkan Stamina. Seri Agrisehat. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.

Muchtadi, T. dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.


Alfabeta. Bandung.

Permatasari, S. M. E., Purwadi dan I. Thohari. 2013. Pengaruh Penambahan


Gelatin Sebagai Enkapsulan Ekstrak Pegagan (Centella asiatica) Terhadap
Kadar Air, Kadar Abu, Kelarutan dan Rendemen. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Putri, H. L. dan W. Syarif. 2019. Inventarisasi Jenis dan Resep Kue Tradisional di
Kabupaten Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Kapita
Selekta Geografi. 2(2): 124-137.

Putri, V. S., T. N. S. Sulaiman dan P. Indrayudha. 2013. Formulasi Krim Ekstrak


Etanol Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Konsentrasi 6% dan
10% dengan Basis Cold Cream dan Vanishing Cream Serta Uji Aktivitas
Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Reni, Z. Akhyar, A. dan Usman, P. 2018. Penambahan Larutan Kapur Sirih dan
Bubuk Kulit Buah Manggis Terhadap Kualitas Gula Merah dari Nira
Nipah. JOM FAPERTA. 5(1): 1-14.

25
Santa, I.G. P dan P. E. W. Bambang. 1992. Studi Taksonomi Centella asiatica (L)
Urban. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1(2): 46-48.

Santoso, D. 2007. Telur: Sumber Protein Termurah. www.dennysantoso.com.


(Diakses pada tanggal 11 April 2019).

Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Suryani, E. 2016. Cara Mudah Membuat Srikayai Palembang. www.kompasiana.


Diakses pada Tanggal 16 April 2019.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Santan Kelapa Cair. Dewan Standarisasi


Nasional Indonesia.

Suhardjito, B. A. 2006. Pastry dalam Perhotelan. CV Andi Offset. Yogyakarta.

Sukasih, E., S. Prabawati dan T. Hidayat, 2009. Optimasi Kecukupan Panas pada
Pasteurisasi Santan dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Santan yang
Dihasilkan. J. Pascapanen. 6(1): 34-42.

Sutardi. 2008. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap


Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella
asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Tesis. Program Studi Agronomi,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno, E., Adnyana, I. K., Sukandar, E. Y., Fidrianny, I. dan Lestari, T. 2014.
Kajian Aktivitas Penyembuhan Luka dan Antibakteri Binahong (Andreda
cordifolia (Ten.) Steenis, Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) Serta
Kombinasinya Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa dari Pasien Luka Kaki Diabetes.

Tansakul, A. dan P. Chaisawang. 2006. Thermophysical Properties of Coconut


Milk. J. Food Enginnering. 73: 1233-1242.

Tyas, A. S. P. 2017. Identifikasi Kuliner Lokal Indonesia dalam Pembelajaran


Bahasa Inggris. Jurnal Pariwisata Terapan. 1 (1): 1-14.

Wati, R. P., 2015. Eksperimen Pembuatan Chiffon Cake Dari Bahan Dasar
Tepung Singkong Dengan Substitusi Tepung Kacang Hijau. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang. Semarang.

Widiyanti, N. L. P. M., G. A. N. Setiawan dan A. P. Suryanti. 2015. Pengaruh


Garam Dapur dan Cupri Sulphat Terhadap Pertumbuhan Alga Cyanophyta
yang Diisolasi dari Batu Bata Bangunan Pura di Desa Tejakula Buleleng.
Jurnal Sains dan Teknologi. 4(2): 608-620.

Zheng, C. J. dan L. P. Qin. 2007. Chemical Components of Centella asiatica and


their Bioactivities. Journal Chin Integr Med. 5(3): 348-351.

26

Anda mungkin juga menyukai