TYAS PRABAWATI
Tyas Prabawati
NIM E34140019
ABSTRAK
TYAS PRABAWATI. Pemanfaatan Tumbuhan Beracun oleh Masyarakat di
Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Dibimbing oleh SISWOYO
dan NOOR FARIKHAH HANEDA.
ABSTRACT
TYAS PRABAWATI. Utilization of Toxic Plant by the Community in Bulu Sub-
district, Rembang Regency, Central Java. Supervised by SISWOYO and NOOR
FARIKHAH HANEDA.
Until now people who take advantage of very few toxic plants and the
potential for many toxic plants are unknow. This study aims to record the toxic
plant species and research the use of poisonous plants in the District of Bulu,
Rembang, Central Java. The method used is FGD (Focus Group Discussion),
interview, exploration and literature study. This study obtained 28 species of
poisonous plants from 18 families. The number of species that widely used are
Fabaceae. Habitus and parts of poisonous plants are used the most are herbs and
all parts. Utilization of toxic plants for pesticides, medicines, food, ornamental
plants, pest barriers, animal feed, economy, trust, craft and furniture. Treatment of
toxic plants according to their utilization are utilizing the poison, eliminating the
toxic or utilize parts that are nor or not yet toxic.
TYAS PRABAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Tyas Prabawati
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar beakang 1
Tujuan 1
Manfaat penelitian 1
METODE 2
Lokasi dan waktu 2
Alat dan bahan 2
Pengambilan data 2
Analisis data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum 5
Karakteristik Responden 6
Karakteristik Tumbuhan Beracun 10
Cara Pengolahan dalam Memanfaatan Tumbuhan Beracun 15
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 39
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 41
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Lokasi penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alat tulis,
kamera, meteran jahit, tally sheet serta alat dan bahan untuk membuat herbarium
(koran, kertas semen, trasbag, kertas roti, toples kecil, alkohol 70%, seng untuk
mengepres daun, tumbuhan yang diambil sebagai bahan herbarium).
Pengambilan data
dilakukan dengan kelompok tani dan kelompok arisan setiap Rukun Warga (RW)
atau Rukun Tetangga (RT) yang ada di Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Pengambilan data dengan wawancara menggunakan metode purpose
sampling. Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua pihak yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan narasumber yang memberi
jawaban atas pertanyaan itu (Maleong 2009). Masyarakat yang diwawancarai
dengan purpose sampling merupakan masyarakat yang dipilih dari hasil FGD.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan kriteria atau
pertimbangan tertentu (Sugiyono 2009). Masyarakat yang dipilih menjadi
narasumber yaitu masyarakat yang mengetahui atau memanfaatkan tumbuhan
beracun. Jumlah responden yang tepat untuk penelitian adalah dari 30 responden
untuk hasil yang baik (Sekaran 2006).
Pengambilan data wawancara dilakukan untuk membahas lebih dalam terkait
tumbuhan beracun, kemudian dilakukan eksplorasi untuk memperoleh spesies yang
dimanfaatkan masyarakat. Eksplorasi yaitu kegiatan mencari tumbuhan beracun
pada suatu lokasi tanpa adanya batasan waktu dan luasan area pengamatan. Selain
itu, selama eksplorasi juga dilakukan pengambilan sampel untuk mengidentifikasi
tumbuhan dan membuat herbarium. Pembuatan herbarium digunakan untuk
mengidentifikasi dan mengawetkan tumbuhan beracun yang dimanfaatkan. Dalam
pengambilan bahan (jenis tumbuhan beracun) dilakukan ketika bertemu dengan
narasumber yang diwawancarai atau masyarakat yang mengetahui tempat tumbuh
jenis tersebut. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium
sebagai berikut:
1. Mengambil bahan herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya
(apabila terdapat bunga atau biji diikutsertakan).
2. Spesimen yang diperoleh dicuci bersih menggunakan air kemudian diberikan
label.
3. Spesimen yang sudah diberikan label dimasukan kedalam kertas koran
kemudian di masukan kedalam plastik bening (trashbag) lalu disiram dengan
alkohol 70% dan disimpan 24 jam supaya alkoholnya merata.
4. Spesimen kemudian dipres menggunakan seng yang diapit bambu dan
dikeringkan dibawah sinar matahari selama 5-7 hari.
Pengambilan data dengan studi literatur dilakukan untuk mencari informasi
tentang data penduduk, kondisi umum lokasi penelitian, hasil penelitian tumbuhan
beracun sebelumnya atau sumber yang membatu memecahkan masalah atau
kesulitan selama penelitian.
Analisis data
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan eksplorasi dijelaskan secara
deskriptif berdasarkan analisis karakteristik responden, karakteristik tumbuhan
4
Karakteristik responden
Pengolahan data terhadap karakteristik responden dilakukan dengan
berdasarkan komposisi jenis kelamin, struktur umur, tingkat pendidikan, sumber
pengetahuan dan mata pencaharian responden.
Komposisi jenis kelamin
Persentase jenis kelamin = ∑ Responden dengan jenis kelamin tertentu X 100%
∑ Seluruh responden
Komposisi umur
Persentase komposisi umur = ∑ Responden kelas umur tertentu X 100%
∑ Seluruh responden
Komposisi mata pencaharian
Persentase mata pencaharian= ∑ Responden mata pencaharian tertentu X 100%
∑ Seluruh responden
Pendidikan terakhir
Persentase endidikan terakhir =∑ Responden pendidikan terakhir tertentu X 100%
∑ Seluruh responden
Komposisi sumber pengetahuan
Persentase sumber pengetahuan = ∑ Responden sumber tertentu X 100%
∑ Seluruh responden
Kondisi Umum
Letak geografis
Kecamatan Bulu merupakan salah satu kecamatan dari 14 kecamatan di
Kabupaten Rembang. Tutupan lahan Kecamatan Bulu terdiri dari hutan, sawah,
rawa-rawa, ladang, perkebunan, kolam air tawar dan padang rumput. Kecamatan
Bulu merupakan kecamatan terluas kedua di Kabupaten Rembang setelah
Kecamatan Sale. Kecamatan Bulu seluas 10 239.54 Ha dengan tutupan lahan yang
paling luas yaitu hutan sebesar 5 675.89 Ha. Topografi Kecamatan Bulu
berdasarkan kelas lereng berada pada kelas lereng datar (0-2%) 3 754 Ha,
bergelombang (2-15%) seluas 2 206 Ha, curam (15-40%) seluas 3 398 Ha dan
sangat curam (>40%) seluas 288 Ha. Ketinggian tanah mencapai 158 meter di atas
permukaan laut (BAPPEDA 2016). Batas wilayah Kecamatan Bulu:
Sebelah utara : Kecamatan Sulang
Sebelah timur : Kecamatan Gunem
Sebelah selatan : Kecamatan Blora
Sebelah barat : Kecamatan Sumber
Kondisi demografi
Data penduduk di Kecamatan Bulu sebagaimana data kependudukan yang
ada sampai dengan akhir bulan Desember 2016 berjumlah 21 578 jiwa. Kecamatan
Bulu terdiri atas 16 desa yag terbagi ke dalam 38 Dusun dan 178 Rukun Tetangga
(RT). Adapun desa-desa tersebut adalah Mlatirejo, Sendangmulyo, Pondokrejo,
Warugunung, Pinggan, Cabean, Lambangan Kulon, Lambangan Wetan,
Sumbermulyo, Karangasem, Pasedan, Ngulaan, Jukung, Bulu, Mantingan,
Kadiwono (DPPKB 2014).
6
Karakteristik Responden
Jenis kelamin
Berdasarkan hasil wawancara telah diperoleh 30 responden dengan berjenis
kelamin laki-laki dengan persentase 53% dan 47% responden berjenis kelamin
perempuan (Gambar 2). Masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak
memanfaatkan tumbuhan beracun. Menurut responden, seorang laki-laki memiliki
keberanian yang lebih besar dibandingkan perempuan dalam pemanfaatan
tumbuhan beracun yang memungkinkan dapat terjadi bahaya pada diri mereka.
Menurut Asni (2000), secara tradisional orang percaya bahwa apabila seorang lahir
sebagai laki-laki, maka orang itu mempunyai kecenderungan lahiriah untuk
bertingkah laku menjadi kuat, pemberani, rasional dan mampu memimpin. Selisih
persentase jenis kelamin hanya 3% yaitu selisih satu orang. Jenis kelamin
perempuan juga mampu memanfaatkan tumbuhan beracun dengan pengolahan
tradisional. Cara pengolahan untuk mengurangi kadar racun pada tumbuhan
beracun, sehingga tumbuhan beracun dapat dimanfaatkan.
Perempuan Laki-laki
47% 53%
untuk obat antara lain Encok (Plumbago zeylanica Lour.), Kecubung (Datura metel
Lour.). Pemanfaatan tumbuhan beracun untuk tumbuhan hias antara lain Lombok-
lombokan (Mirabilis jalapa Lour.). Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan
untuk membuat prakarya salah satunya Sogok tunteng (Abrus precatorius Lour.).
Komposisi umur
Kelas umur responden berdasarkan rumus komposisi penduduk (Winandi et
al. 2015): belum produktif: 0-14 tahun, produktif: 15-64 tahun, tidak produktif:
>64 tahun. Persentase komposisi umur yang paling besar yaitu pada umur produktif
sebesar 93.33% sedangkan pada umur belum produktif dan sudah tidak produktif
memilik persentase sama yaitu 3.33% (Gambar 3).
100 93.33
Persentase (%)
80
60
40
20
3.33 3.33
0
0-14 15-64 64>
Tahun
Pendidikan terakhir
Pendidikan adalah segala usaha untuk membuat masyarakat dapat
mengembangkan potensi manusia supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, berkepribadian, kecerdasan, berakhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara (Koentjaraningrat
1996). Persentase pendidikan terakhir yang paling banyak yaitu pendidikan terakhir
pada Sekolah Dasar (SD) sebesar 63.33%, kemudian yang lebih kecil pendidikan
8
70 63.33
Persentase (%) 60
50
40
30.00
30
20
10 3.33 3.33
0
TK SD SMP SMA
Pendidikan terakhir
Jumlah pendidikan terakhir pada Sekolah Dasar (SD) disebabkan oleh asal
daerah responden yang letak geografis desanya jauh dari sekolah, kesadaran
masyarakat akan pendidikan masih rendah dan kemampuan ekonomi masyarakat
yang kurang memprioritaskan pendidikan sehingga mempengaruhi tingkat
pendidikan yang ditempuh. Pendapat dari Hasbullah (2005), bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pendidikan antara lain ideologi, sosial ekonomi, sosial
budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan psikologi. Persentase
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang besar disebabkan adanya
responden yang telah diwawancarai merupakan lulusan tahun ini atau 2 tahun yang
lalu. Saat ini, sudah ada transportasi umum yang jumlahnya lebih banyak dan
adanya Sekolah Menengah Atas di Kecamatan Sulang yang letaknya bersebelahan
dengan Kecamatan Bulu.
Tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pemanfaatan
tumbuhan beracun. Responden mengetahui atau mempelajari cara memanfaatan
tumbuhan beracun secara langsung dari pengalaman, pembelajaran atau ikut
mengolah tumbuhan beracun bersama keluarga. Pengetahuan tentang cara
memanfaatkan tumbuhan beracun diperoleh dengan melihat dan ikut melakukan
selama proses pengolahan dalam memanfaatkan tumbuhan beracun.
Mata pencaharian
Hasil wawancara terdapat 46.67% responden bekerja sebagai petani, 20.00%
sebagai ibu rumah tangga, 20.00% sebagai pelajar dan 13.33% sebagai wiraswasta
(Gambar 5). Persentase pekerjaan responden yang paling banyak adalah tani. Mata
pencaharian penduduk terbesar di Kecamatan Bulu adalah tani. Petani sering
berinteraksi dengan tanaman dan menginginkan tanamannya tidak diserang hama.
Para petani memanfaatkan tumbuhan beracun sebagai pestisida alami atau
penghalang hama yang dapat merusak tanaman.
9
50 46.67
45
40
Persentase (%)
35
30
25 20.00
20.00
20
15 13.33
10
5
0
Tani Ibu Rumah Pelajar Wiraswasta
Tangga
Pekerjaan
Sumber pengetahuan
Sumber pengetahuan responden yang memiliki persentase paling banyak
yaitu turun-temurun sebesar 73.33%, otodidak 20% dan tetangga sebesar 6.66%
(Gambar 6). Sumber pengatahuan masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan
beracun paling banyak diperoleh dari keluarga yang diajarkan secara turun-
temurun. Selain itu, keluarga merupakan orang yang paling dekat dan sering
berinteraksi. Menurut Agustin et al. (2015) keluarga memiliki peranan utama dalam
mengasuh anak, disegala norma dan etika yang berlaku didalam lingkungan
masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari
generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.
Sumber pengetahuan secara otodidak yaitu masyarakat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pengalaman dan melakukan percobaan memanfaatkan
tumbuhan beracun, dengan hasil yang memuaskan maka pemanfaatan tumbuhan
10
80 73.33
70
Persentase (%)
60
50
40
30
20.00
20
10 6.66
0
Turun-temurun Otodidak Tetangga
Sumber Pengetahuan
bijinya jatuh. Biji yang jatuh akan tumbuh menjadi individu baru. Jumlah individu
yang banyak akan menghasilkan tumbuhan yang banyak, sehingga tumbuhan
beracun ini selalu ada pada tempat tumbuhnya. Masyarakat yang menyebar biji
tumbuhan koro-koroan dapat menambah persebaran tempat tumbuh, sehingga
ketersedian tumbuhan ini terdapat diberbagai tempat. Ketersediaan yang banyak
menyebabkan masyarakat banyak yang memanfaatkan, karena mudah menemukan
tempat tumbuh tumbuhan beracun.
35
28.57
30 25.00
Persentase (%)
25 21.43
20 17.86
15
10
5 3.57 3.57
0
Herba Pohon Semak Perdu Liana Bambu
Habitus
Liar
39%
Budidaya
61%
Pemanfaatan tumbuhan beracun yang tumbuh liar di pinggir jalan, hutan dan
lahan terbuka. Tumbuhan beracun yang tempat tumbuhnya liar yaitu tumbuhan
yang membahayakan bagi manusia dan jumlahnya di alam masih banyak.
Masyarakat yang tinggal di pinggir hutan memanfaatkan tumbuhan beracun dari
hutan, terutama tumbuhan yang jumlahnya banyak dan tumbuhan beracun yang
memiliki racun yang sangat berbahaya dan mematikan. Tumbuhan beracun yang
13
tumbuh liar antara lain Rawe (Mucuna pruriens var. utilis (L.) DC.), Mimba
(Azadirachta indica A. Juss), dan Kepoh (Sterculia foetida L.).
23.53 23.53
25
20
Persentase (%)
17.64
15 11.76 11.76
10 8.82
5 2.94
0
Seluruh Daun Buah Umbi Batang Biji Tunas
bagian
Bagian Tumbuhan yang Dimanfaatkan
20
14.71 14.71
15
11.76
10 8.82 8.82
5.88
5 2.94 2.94 2.94
menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung (Rohimatun dan Suriati
2011). Pemanfaatan buah bintaro untuk pestisida dengan buahnya yang sudah
matang disaring airnya, kemudian airnya digunakan untuk membasmi hama. Buah
bintaro juga dimanfaatkan untuk mengusir tikus dengan buah bintaro yang matang
dan berwarna hitam diletakkan di tempat yang sering dilewati tikus. Hasil penelitian
Widakdo dan Setiadevi (2017) menunjukkan bahwa pestisida nabati dari larutan
ekstrak buah bintaro mampu mengendalikan populasi hama ulat buah melon.
Semakin tingginya konsentrasi pestisida nabati ekstrak buah bintaro menyebabkan
semakin menurunnya populasi hama ulat buah melon.
seperti lonceng berwarna putih dengan serat merah keunguan, mahkota bunga
tanaman berenuk berwarna kekuningan, bunganya muncul pada batang tanaman
dengan ukuran sekitar 5 cm. Buah tanaman maja berbentuk bulat seperti bola ketika
masih muda berwarna hijau ketika sudah matang akan berwarna coklat. Biji
tanaman berenuk berbentuk pipih berwarna coklat.
Cara pengolahan buah maja menjadi pestisida yaitu buah maja yang sudah
tua berwarna coklat kehitaman dikasih air sedikit. Air yang dituangkan ke dalam
buah akan bercampur dengan daging buah yang sudah lunak, kemudian disaring.
Air hasil saringan 100 ml ditambah air 16 liter, kemudian disemprotkan ke tanaman
yang terserang hama. Menurut Rismayani (2013), buah maja mengandung minyak
atsiri, saponin, dan tanin. Molekul yang dimiliki oleh senyawa saponin inilah
menyebabkan buah maja berbusa, mempunyai sifat antieksudatif, dan dapat
merusak sel darah merah.
(d) (e)
(Sastrapradja 1978). Antropin bekerja pada sistem saraf perifer, senyawa ini
mempunyai kerja merangsang dan menghambat sistem saraf pusat. Gejala
keracunan yang ditimbulkan pada pemakaian antropin adalah mulut kering,
kesulitan buang air, kulit kemerahan, sakit mata (mata kunang-kunang) dan sensitif
pada cahaya (Damayanti dan Zuhud 2011).
Menurut Wijayakusuma (1992), alkaloid antropin merupakan zat yang dapat
menimbulkan efek bius bila masuk ke dalam darah melalui saluran pernafasan.
Dalam ekstrak, antropin tetap dalam bentuk padat. Secara farmakologi kegunaan
skopolamin bekerja menekan sistem saraf pusat. Efek perifer skopolamin dan
antropin secara kualitatif memang sama tetapi dilihat dari segi kuantitatif terdapat
perbedaan yang cukup besar, yaitu efek menghambat sekresi dari skopolamin lebih
kuat sedangkan efek menaikkan frekuensi jantung lebih lemah dari pada antropin
(Mustchler 1991).
(a) (b)
getahnya hilang. Cara memasak umbi harus dengan api yang panasnya stabil (api
tidak boleh mati atau kekecilan).
Kendala memasak umbi senthe adalah adanya kristal kalsium oksalat yang
dapat menyebabkan rasa gatal di mulut. Banyak upaya untuk mereduksi kadar
kalsium oksalat pada umbi, supaya tidak menimbulkan gatal pada saat dikonsumsi.
Kristal kalsium oksalat dapat dikurangi atau dihilangkan dengan perendaman dalam
larutan garam, pengukusan, perebusan, penggorengan, pemanggangan, dan
kombinasi perlakuan (Afoakwa et al. 2004). Rasa gatal pada senthe dapat
dihilangkan dengan perendaman menggunakan larutan garam dapur (Chotimah et
al. 2013).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 15 Jenis tumbuhan beracun sebagai tumbuhan hias: (a) Terompet
(Allamanda blanchetii A. DC), (b) Patah tulang (Euphorbia tirucalli
L.), (c) Lombok-lombokan (Mirabilis jalapa L.), (d) Kamboja
(Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult).
dicacah kecil-kecil dan diletakan di sarang atau di tempat kepiting sawah memakan
padi.
(a) (b)
Gambar 18 Jenis tumbuhan beracun sebagai ekonomi: (a) Jenis tumbuhan beracun
untuk ekonomi: Tembakau (Nicotiana tabacum L.) dan (b) Randu
(Ceiba pentandra (L.) Gaertn.).
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Atok AR. 2009. Etnobotani masyarakat Suku Bunaq (Studi kasus di Desa Dirun,
Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Azubike NC, Achukwu PU, Okwuosa CN, Nwachukwu Dc, Onwukwe OS,
Onyemelukwe AO. 2016. Subacute toxicity profile of the leaves of Colocasia
esculenta [L.Schoot] in Albino Rats. Journal of Medicinal Plant. 10(5):340-
348.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2016. Delapan
Kelompok Data, Sistem Informasi Pembangunan Daerah Tahun 2016-
Kecamatan Bulu. Rembang (ID): BAPPEDA Kabupaten Rembang.
Chotimah S, Fajarini DT, Budiyati CS. 2013. Reduksi kalsium oksalat dengan
perebusan menggunakan laturan NaCl dan penepungan untuk meningkatkan
kualitas Sente (Alocasia macrorrhiza) sebagai bahan pangan. Jurnal
teknologi Kimia dan Industri. 2(2):76-83.
Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta (ID): Niaga
Swadaya.
Damayanti EK, Zuhud EAM. 2011. Tumbuhan Obat Berbahaya. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[DPPKB] Data Pokok Pembangunan Kecamatan Bulu. 2014. Data Pokok
Pembangunan Kecamatan Bulu (Kecamatan dalam Angka). Rembang (ID):
BPS Kabupaten Rembang.
Dwidjoseputro D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta (ID): Djambatan.
Faure D. 2002. The family-3 glycosidehydrolises: from housekeeping function to
host-microbe interction. Journal of Applied and Environmental
Microbiology. 64(4):1485-1490.
Friday ET, James O, Gabriel A. 2011. Investigation on the nutrional and medical
potentials of Ceiba pentandra leaf a commonvegetable in Nigeria. Journal of
Plant Physiology and Biochemistry. 3(6):95-101.
Grumbine RE. 1994. Environmental Policy and Biodiversity. Washington (DC):
Island Press.
Guenther E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid IVA . Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Hara FLK, Nunaki JH, Sadsoeitoeboen MJ. 2009. Pemanfaatan tumbuhan sebagi
obat tradisional oleh masyarakat Suku Maybrat di Kampung Renis Distrik
Mare Kabupateng Sorong Selatan. Jurnal Natural. 8(1): 29-36.
Harmanto N. 2001. Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para Dewa. Jakarta (ID):
Agromedia Pustaka.
Hasan PN. 2014. Pengaruh blansing dan perendaman Koro Pedang (Canavalia
ensiformis) putih terhadap penurunan HCN, serta karakteristik tepung dan
aplikasinya pada pembuatan donat [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas
Gadjah Mada.
Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
Herminanto, Nurtiati, Kristiani DM. 2010. Potensi daun serai untuk mengendalikan
hama Callosobruchus analis F. Pada kedelai dalam simpanan. Jurnal
Agrovigor. 3(1):19-27.
Ilmi J, Dharmono, Hayani NI. 2015. Inventarisasi dan pemanfaatan tumbuhan
beracun oleh masyarakat Dayak Bakumpai di Desa Simpang Arja Kecamatan
Rantau Badauh Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Wahana-Bio. 13(-):93-114.
36
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) sebagai studi pendahuluan potensi anti
kanker. Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(3):316-324.
Primsa E. 2002. Efek hipoglikemik influsia simpliasia daging Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa Scheff Boerl) pada tikus jantan putih [skripsi].
Jogjakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Rismayani. 2013. Manfaat buah maja sebagai pestisida nabati untuk hama
penggerek buah Kakao (Conopomorpha cramerella). Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. 19(3):24-26.
Rohimatun, Suriati S. 2011. Bintaro (Cerbera manghas) sebagai pestisida nabati.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 17(1):1-4.
Rohimatun, Wiratno. 2015. Potensi dan prospek daun Encok (Plumbago zeylanica
L.) sebagai bahan aktif pestisida nabati. Jurnal Litbang Pertanian. 34(3):117-
124.
Roni KA. 2012. Pembuatan biodiesel Biji Kepuh (Sterculia Foetida L.) dengan
proses alkoholisis dengan katalisator buangan proses perengkahan minyak
bumi Pertamina Unit II Palembang. Jurnal Dinamika Penelitian Industri.
23(1):21-29.
Sasongko P. 2009. Detoksifikasi umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst.) melalui
proses fermentasi menggunakan Kapang Mucor sp. Jurnal Teknologi
Pertanian. 10(3):205–215.
Sastrapraja S. 1978. Tumbuhan Obat. Lbg Biologi Nasional LIPI. Jakarta (ID):
Balai PustakaSawitti MY, Mahatmi H & Besung NK. 2013. Daya hambat
perasan daun sambiloto terhadap pertumbuhan Bakteri Escherichia coli.
Jurnal Indonesia Medicus Veterinus. 2(2):142–150.
Sawitti MY, Mahatmi H, Besung NK. 2013. Daya hambat perasan daun sambiloto
terhadap pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. J Indonesia Medicus
Veterinus. 2(2):142–150.
Sekaran U. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Selfia A. 2009. Inventarisasi dan kerapatan tumbuhan yang mengandung racun di
kawasan wisata air terjun hutan gunung lindung Desa Gedambaan Kecamatan
Pulau Laut Utara Kabupaten Kotabaru [skripsi]. Banjarmasin (ID):
Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lambung Mangkurat.
Setiawati W, Murtiningsih R, Gunaeni N, Rubiati T. 2008. Tumbuhan Bahan
Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT). Bandung (ID): Balai Penelitian Tanaman
Sayuran.
Sheeja B, Sindhu D, Ebanasar J & Jeeva S. 2012. Larvicidal activity of
Andrographis paniculata (Burm.f) nees against Culex quinquefasciatus Say
(Insecta: Diptera-Culicidae), A Filarial Vector. Journal of Tropical Disease.
2(2):574-578.
Sihombing M, Afifuddin Y, Hakim L. 2013. Bahan anti nyamuk (Mosquito
repellent) dari akar tuba (Derris elliptica Benth). Peronema Forestry Science
Journal. 2(2):39-43.
Soegihardjo CJ. 2007. Mimba (Azadirachta indica A. Juss, suku Meliaceae),
tanaman multi manfaat yang dapat menanggulangi persoalan rakyat
indonesia. Jurnal Sigma. 10(1):83-102.
Subiyakto. 2009. Ekstrak biji mimba sebagai pestisida nabati: potensi, kendala, dan
strategi pengembangannya. Jurnal Perspektif. 8(2):108-116.
38
39
40
40
Lampiran 1 Daftar Tumbuhan Beracun di Kecamatan Bulu (Lanjutan)
Tempat
No. Nama lokal Nama jenis Famili Habitus Bagian manfaat Manfaat
tumbuh
21 Senthe Alocasia macrorrhizos L. Aracaceae Herba Budidaya Umbi Makanan
Seluruh bagian Penghalang hama
22 Serai Cymbopogan nardus L. Poaceae Herba Budidaya Seluruh bagian Pestisida
Seluruh bagian Penghalang hama
23 Sogok tunteng Abrus precatorius L. Fabaceae Semak Budidaya Biji Prakarya
24 Tales/lompong Colocasia esculenta var. antiquorum (L.) Schott. Araceae Herba Budidaya Umbi, batang Makanan
25 Telo genderuwo Manihot glaziovii Mull. Arg. Euphorbiaceae Perdu Budidaya Seluruh bagian Penghalang hama
26 Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae Herba Budidaya Daun Pestisida, ekonomi
27 Terompet Allamanda blanchetii A. DC. Apocynaceae Perdu Budidaya Seluruh bagian Tumbuhan hias
28 Widuri Calotropis gigantea (L.) W.t. Aiton Asclepiadaceae Herba Liar Getah batang Obat
41
RIWAYAT HIDUP