ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah
kebijakan, dengan judul Analisis Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Alam Hayati
oleh Masyarakat Desa Penyangga Taman Nasional Baluran.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Harnios Arief, MScF dan
Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran 3
2 Lokasi penelitian 4
3 Lokasi pemanfaatan SDAH TN Baluran 10
4 Interaksi masyarakat desa dengan kawasan TN Baluran 12
5 Nilai persepsi aspek kepentingan manfaat hutan 13
6 Nilai persepsi aspek potensi manfaat hutan 14
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan memiliki manfaat yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh manusia
dalam memanipulasi pemanfaatan sumberdaya hutan untuk kepentingan
kehidupannya (Aryadi 2012). Potensi sumberdaya alam hayati di kawasan Taman
Nasional merupakan faktor yang sangat penting bagi masyarakat sebagai penunjang
kebutuhannya. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional sangat
bergantung terhadap keberadaan sumberdaya hutan secara langsung maupun tidak
langsung berdasarkan aspek keaneragaman ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya
(Salim 2004).
Kebijakan konservasi merupakan bagian integral dari pembangunan
berkelanjutan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan dengan menetap
hutan sebagai kawasan konservasi. Taman Nasional (TN) adalah salah satu
kawasan konservasi yang relatif paling maju baik bentuk maupun sistem
pengelolaannya dibandingkan dengan kawasan konservasi lainnya (Ditjen PHKA
2006).Taman Nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang berfungsi sebagai
kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman
flora dan fauna dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara
lestari (UU No. 5 Tahun 1990).
Taman nasional Baluran merupakan salah satu kawasan pelestarian alam
yang sampai saat ini memiliki permasalahan pengurusan hutan yaitu pemanfaatan
sumberdaya alam hayati oleh masyarakat sekitar. Permasalahan dasar dalam
pengurusan hutan yaitu terdapat perbedaan yang sangat besar diantara Pihak
Pemerintah dan Masyarakat dalam cara pandang (persepsi), pemahaman dan
kepentingan terhadap manfaat dan fungsi hutan (Aryadi 2012). Pemerintah
memandang bahwa alam yang unik, khas dan utuh harus dilindungi sedangkan,
masyarakat memandang bahwa hutan adalah hasil konstruksi sosial antara
masyarakat dan ekosistem di sekitarnya, pengetahuan lokal masyarakat adalah
landasan dalam mengakses sumberdaya alam tersebut (Santoso 2012). Kebijakan
Taman Nasional terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan yang tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat akan menimbul permasalahan konflik (Fuad dan Maskanah
2000).
Perbedaan persepsi antara kebijakan pemerintah pada orientasi pengelolaan
hutan konservasi dengan masyarakat penting untuk memperoleh keberlanjutan
dalam pengelolaan sumberdaya alam dalam kawasan hutan, karena tidak dipungkiri
bahwa kawasan hutan konservasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
masyarakat di dalam dan sekitarnya. Permasalasan perbedaan persepsi tersebut
perlu dilakukan pengkajian mendalam terhadap kebijakan konservasi melalui
analisis kebijakan. Analisis kebijakan bertujuan untuk memperbaiki kebijakan
dengan cara memciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan (Dunn 2003). Penelitian tentang
Analisis kebijakan terhadap kebijakan pemanfaatan Sumberdaya Alam Hayati
(SDAH) sangat perlu dilakukan untuk mengkaji titik-titik permasalahan antara
pihak pengelola TN Baluran dengan pihak masyarakat desa penyangga kawasan
TN Baluran.
2
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kerangka Pemikiran
METODE
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer didapatkan dari hasil Wawancara, FGD (Focus Group Discussion)
Observasi Lapang dan pembagian kuesioner, sedangkan data sekunder didapatkan
dari literatur mengenai pemanfaatan sumberdaya hutan dan teori-teori yang
mendukung dalam aspek kebijakan kawasan pelestarian alam khususnya Taman
5
Nasional Baluran. Pengambilan data diperoleh dengan cara FGD (Focus Group
Discussion) dan Wawancara dilakukan melalui teknik snowball dengan
sebelumnya menentukan informan kunci. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner
mengunakan Skala likert untuk mengukur sikap,pendapat dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yang telah ditetepkan secara
spesifik. Indikator dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen berupa
pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner
cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang
luas. Kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu
kondisi yang baik, sehingga responden dengan sukarela akan memnberikan data
obyektif dan cepat (Sugiyono 2013).
Indikator yang digunakan dalam metode penilaian yaitu tujuh skala penilaian
untuk menghindari kerancuan dalam penilaian maka, indikator digunakan dalam
metode penilaian dirancang yang sejalan dengan pemahaman umum masyarakat
agar subjektifitas berbagai nilai yang ada terhadap suatu objek dapat dengan mudah
ditelusuri dan dimengerti serta dapat dipercaya oleh responden maka dalam metode
yang dipaparkan pada tulisan ini suatu nilai adalah diwaliki oleh satu indikator.
Dengan demikian, maka agregat dari indikator yang terpenuhi oleh suatu objek
yang menjadi final values objek tersebut atas aspek yang dinilai (Avenzora 2008).
Analisis Data
Aspek Kondisi
Iklim Tipe iklim F (kering) dengan temperatur berkisar antara 27.2˚C-
30.9˚C dan kelembaban udara rata-rata sebesar 77%
Topografi Relatif datar dengan ketinggian mulai dari 25 m dpl hingga 1247 m
dpl yang semakin curam Mendekati Gunung Baluran
Tanah Andosol (5.52%), Latosol (20.23%), Mediteran Kuning dan
Grumusol (51.25%) dan Alluvium (23%)
Geologi Tanah pegunungan terdiri dari jenis tanah aluvial dan vulkanik serta
tanah dasar laut
Hidrologi Tata air radial dengan sungai-sungai besar
Sumber: Balai Taman Nasional Baluran (2014)
Mata pencaharian utama masyarakat desa penyangga adalah petani dan buruh
tani. Sumberdaya alam hayati dengan nilai ekonomi dimanfaatkan oleh masyarakat
desa sekitar hutan di TN Baluran, antara lain buah asam, biji akasia, umbi gadung,
daun gebang, kelanting, kemiri, kroto, madu, kayu bakar, rambanan dan rumput
untuk makanan ternak. Kayu bakar, rumput yang sering dikumpulkan oleh
masyarakat dari dalam kawasan TNB. Masyarakat desa juga memanfaatakan
potensi SDAH laut pada zona perairan berupa ikan. Pemanfaatkan SDAH oleh
masyarakat desa penyangga dijadikan sebagai pekerjaan utama dan pekerjaan
sampingan. Masyarakat desa penyangga didominasi oleh Suku Jawa dan Suku
Madura. Pengaruh kedua suku ini dapat dilihat pada acara-acara seperti perkawinan
dan khitanan namun, meskipun demikian tidak terdapat kebudayaan khusus yang
berkembang pada masyarakat.
Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih
yang saling mempengaruhi dan saling memberi aksi. Hutan dan fungsinya tidak
dapat terlepas dari pengaruh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya hutan
untuk kepentingan hidup dan lingkungan. Masyarakat sekitar hutan adalah
penduduk yang bermukim di sekitar kawasan hutan yang memiliki kesatuan
komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan
dan aktifitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan ( Permenhut No 56
Tahun 2006).
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (PP No 6 Tahun
2007). Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang
bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem (UU No 5 Tahun 199). Pemanfaatan SDAH merupakan salah satu bentuk
pemanfaatan hutan yang menggunakan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan
8
kayu.
Sumber daya alam hayati merupakan aspek keaneragaman hayati hutan
yang paling relevan dengan lingkungan hidup dan kesejahteraan. Keuntungan yang
paling jelas berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya alam hayati seperti kayu
bakar, makanan dan lain-lain merupakan pendapatan yang cukup besar bagi orang
yang hidup sekitar hutan (Chomitz KM.2007). Manfaat hutan secara langsung
berupa hasil hutan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia (Djajapertjunda dan Djamhuri. 2013). Pemanfaatan jenis sumberadaya
alam hayati dan tujuan pemanfaatannya disajikan pada Tabel 3.
Jenis Desa
No Tujuan Pemanfaatan
SDAH Bj Sw Sa Wk Wr
1 Akasia Dijual
2 Asam Dijual
3 Bekicot Dijual
4 Cumi-cumi Konsumsi rumah tangga
5 Gadung Dijual
6 Gebang Dijual
Konsumsi rumah tangga dan
7 Ikan
Dijual
8 Kayu Bakar Bahan bakar dan Dijual
9 Kedawung Dijual
10 Kemiri Dijual
11 Kroto Dijual
12 Madu Dijual
13 Rotan Dijual
14 Rumput Pakan Ternak dan Dijual
15 Ules Dijual
Jumlah 10 9 5 3 11
keterangan : Bj : Bajulmati, Sw : Sumberwaru, Sa: Sumberanyar, Wk : Watukebo, Wr : Wonorejo
Zona
no Jenis SDAH
A B C D E F
1 Akasia
2 Asem
3 Bekicot
4 Cumi-Cumi
5 Gadung
6 Gebang
7 Ikan
8 Kayu Bakar
9 Kedawung
10 Kemiri
11 Kroto
12 Madu
13 Rotan
14 Rumput
15 Ules
Jumlah 1 12 3 8 2 2
Keterangan : A: Inti, B: Rimba, C: Pemanfaatan, D: Tradisional, E: Rehabilitasi, F: Perlindungan
Bahari
Biji akasia dapat dipanen pada musim kemarau biji akasia sudah mulai tua
dan masak antara bulan juni sampai dengan bulan november. Buah asam dapat
dipanen pada musim kemarau buah asam sudah mulai tua dan masak antara bulan
juni sampai dengan bulan oktober. Bekicot dapat dipanen pada musim hujan antara
bulan Januari sampai dengan bulan april. Cumi-cumi dimanfaatkan oleh
masyarakat pada musim hujan cumi-cumi dan ikan dimanfaatkan antara bulan
Januari sampai dengan bulan april
Gadung dapat dipanen pada musim kemarau gadung sudah mulai tua dan
masak antara bulan september sampai dengan bulan oktober. Daun dan buah
gebang dapat diambil pada sepanjang tahun sebab waktu tersebut merupakan massa
berbuah tumbuhan gebang. Kayu bakar dapat diambil pada sepanjang tahun karena
penyebaran sangat luas dan dekat dengan kawasan desa penyangga. Biji kemiri
dapat dipanen pada musim kemarau kemiri sudah mulai tua dan masak antara bulan
juli sampai dengan bulan desember. Kedawung dapat dimanfaatkan mulai dari
bulan juli sampai dengan bulan desember.
Kroto dapat diambil pada sepanjang tahun karena penyebaran sangat luas dan
dekat dengan kawasan desa penyangga. Madu dapat diambil mulai dari bulan mei
sampai dengan bulan desember karena kualitas dan rasa madu dipengruhi oleh
musim pertumbuhan bunga. Rotan dapat dimanfaatan dalam waktu setiap bulannya
dalam satu tahun. Rumput dapat dipanen pada sepanjang tahunnya namun, musim
penghujan mulai rumput sudah cukup panjang dan tua, sehingga baik untuk
dijadikan pakan ternak. Tujuan, lokasi, dan waktun pemanfaatan SDAH masyarakat
desa penyangga secara spesifik dapat dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2,
Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5.
Gambar empat menunjukkan bahwa tingkat rutinitas atau frekuensi
masyarakat dalam pemanfaatan SDAH kawasan hutan TN Baluran dengan nilai
tinggi terletak pada zona rimba.
12
Pemanfaatan SDAH dengan nilai sedang terletak pada zona rimba, zona
rehabilitasi, zona tradisional, zona pemanfaatan. Pemanfaatan SDAH dengan nilai
rendah terletak pada zona tradisional, zona khusus, zona rimba dan zona inti.
Frekuensi pemanfaatan SDAH yang berbeda pada setiap zona berdasarkan Gambar
4 dipengaruhi oleh kondisi akses dan durasi untuk mecapai lokasi SDAH,
ketersediaan SDAH yang diminati masyarakat pada setiap zona dan kebijakan dari
TN Baluran itu sendiri. Frekuensi pengambilan SDAH dikategorikan dengan tiga
nilai yaitu rendah sedang (21001-42000) dan tinggi (42001-64000) dalam setiap
tahun secara spesifik dapat dilihat pada Lampiran 6.
7
6
5
4
3
2
1
0
Masyarakat TN Baluran
Ekologi 4 7
Ekonomi 7 2
Sosial 7 7
keterangan 1 = sangat tidak penting 2 = tidak penting 3 = agak tidak penting
4 = sedang 5 = agak penting 6 = penting
7 = sangat penting
Gambar 5 Nilai persepsi aspek kepentingan manfaat hutan
7
6
5
4
3
2
1
0
Masyarakat TN Baluran
Ekologi 5 7
Ekonomi 6 4
Sosial 7 7
Keterangan 1 = sangat rendah 2 = rendah 3 = agak rendah
4 = sedang 5 = agak tinggi 6 = tinggi
7 = sangat tinggi
Gambar 6 Nilai persepsi aspek potensi manfaat hutan
Kebijakan pemerintah
Kebijakan merupaka suatu keputusan untuk bertindak yang dibuat atas nama
suatu kelompok sosial, yang memiliki implikasi yang komples, dan yang bermsuk
mempengaruhi anggota kelompok dengan penetapan sangsi-sangsi. Analisis
kebijakan adalah salah satu diantara sejumlah banyak faktor lainnya di dalam sistem
kebijakan. Suatu sistem kebijakan atau pola institusional yang di dalamnya
mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku
kebijakan dan lingkungan kebijakan (Dunn 2012). Isi kebijakan yang berkaitan
dengan pemanfaatan SDAH kawasan TN Baluran, berdasarkan hirarkhi Peraturan
Perundang-undangan yang diawali dari Undang-undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), sampai dengan Peraturan Menteri (Permen). Taman Nasional
Baluran adalah salah satu kawasan pelestarian alam yang dikelola berdasarkan
Peraturan Perundangan-undangan sebagai landasan hukum pengelolaan wilayah
kerja kawasan konservasi.
Kebijakan merupakan salah satu unsur penting dalam organisasi atau lembaga
yang digunakan untuk pengendalian atau pengaturan kepentingan umum. Dalam
hal kebijakan dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum maka kebijakan
dapat diartikan sebagai suatu perangkat prinsip-prinsip yang mendasari
pengambilan keputusan kebijakan publik. Kebijakan dapat dinyatakan dalam
berbagai bentuk: 1) Instrumen legal (hukum), seperti peraturan perundangan , 2).
Instrumen ekonomi, seperti kebijakan fiskal, subsidi dan harga, 3) petunjuk, arahan
ataupun ketetapan, 4) Pernyataan politik, dan 5) Kebijakan dapat dituangkan dalam
garis-garis besar arah pembangunan, strategi, maupun program. Keberhasilan
kebijakan sangat ditentukan oleh proses pembuatannya dan implementasinya.
Kebijakan merupakan peraturan yang telah dirumuskan dan disepakati untuk
dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan atau mempengaruhi pertumbuhan,
yang melingkupi kehidupan masyarakat umum (Dunn 2012).
Kebijakan kehutanan adalah pendirian atau sikap masyarakat, golongan, atau
pemerintah yang bertujuan sedemikian rupa sehingga manfaat-manfaat yang
senantiasa diharapkan dari sumberdaya hutan ini tetap dapat diperoleh masyarakat
dengan optimal dan lestari. Kebijakan pengelolaan hutan merupakan arahan-arahan
pokok yang memuat cara dan tindakan dalam mengelola hutan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga keberadaan sumberdaya hutan dan
mutu lingkungan hidup (Santosa 2012). Peraturan perundang-undangan yang
terkait dalam kebijakan pemanfaatan SDAH kawasan TN Baluran dapat dilihat
pada Tabel 6.
16
Implementasi
No Keterangan
Kebijakan
1 Pembatasan Aktivitas Pembatasan pengambilan hasil hutan berdasarkan
Pemanfaatan SDAH aspek jenis SDAH, lokasi, waktu, alat angkut dan
jumlah individu masyarakat
2 Pengendalian dan Pengendalian dan pengawasan dilakukan pada
Pengawasan kawasan masing-masing resort dan lokasi pintu
masuk mobilitas masyarakat dengan kawasan
hutan.
3 Penyuluhan Program Penyuluhan menggunakan sistem
pendekatan dan pertemanan terhadap masyarakat
dengan sangat cepat serta memiliki toleransi tinggi terhadap lingkungan kering.
Akasia tersebut dapat merubah ekosistem padang rumput di kawasan hutan TN
Baluran sehingga TN Baluran melibatkan peran serta masyarakat.
Lokasi pengambilan SDAH hanya diizinkan pada zona tradisional, zona
rehabilitasi dan zona khusus sebab zona-zona tersebut dapat dijumpai tumbuhan
acacia dan menghindari ganggu masyarakat terhadap aktivitas satwa. Waktu
pemanfaatan SDAH hanya diizinkan pada musim kemarau selama tiga bulan yaitu
dimulai pada bulan juli sampai oktober. intensitas cahaya matahari yang tinggi saat
musim kemarau dapat memicu perkecambahan biji akasia. Alat angkut yang
diperkenankan untuk pengambilan biji Akasia, adalah perahu, sepeda motor dan
sepeda motor. perahu hanya dapat berlabuh pada zona rehabilitasi sedangkan, pada
sepeda motor diperkenankan sampai lokasi pengambilan.
Masyarakat pengambil biji Akasia diutamakan dari desa penyangga dengan
mendaftar pada para pengepul/juragan, sedangkan untuk luar desa penyangga
dibatasi untuk setiap pengepul/juragan sebanyak 25 orang dengan menyertakan
fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan surat keterangan kerja dari
desa/kelurahan asal. Setiap pencari biji akasia wajib mengetahui peraturan
perundangan yang berlaku di dalam kawasan Taman Nasional Baluran dan aturan
dalam pencarian biji akasia di dalam kawasan Taman Nasional Baluran.
Pengendalian dan pengwasan dalam pemanfaatan biji Akasia di dalam
kawasan TN Baluran dilakukan dengan patroli pengawasan yang dilakukan oleh
setiap resort dan dibantu oleh polhut dari resort lain melalui kegiatan patrol
fungsional. Pencari atau pengambil biji Akasia jika melakukan pelanggaran baik
itu terkait batas wilayah, alat angkut, dan tertib administrasi, akan ditindak dengan
tiga tahapan. Pelanggaran pertama akan ditindak dengan dibuatkan surat pernyataan,
pelanggaran kedua kali akan disita alat dan hasil pengambilan (biji akasia) serta
dicabut surat keterangan kerjanya dan, pelanggaran Tiga akan ditindak secara
hukum dengan pihak kepolisian.
Penyuluhan Kehutanan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama agar
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi
pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan
hidup. Program penyuluhan kehutanan bertujuan Pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas, kemampuan dan kemandirian masyarakat berbasis
pembangunan kehutanan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama
pada mereka yang tingggal disekitar kawasan hutan dengan pendekatan social
forestry. (Permenhut no 78 tahun 2014).
Program penyuluhan kehutanan Taman Nasional Baluran dilaksanakan
dengan cara yang partisipatif. Proses penyuluhan dapat menggunakan media
komunikasi elektronik atau secara langsung kepada masyarakat. Proses penyuluhan
kehutanan Taman Nasional Baluran dilaksanakan melalui pendekatan fasilitasi
dan pendampingan secara terus menerus untuk mencapai kemandirian masyarakat
berbasis pembangunan kehutanan. Program penyuluhan kehutanan taman nasional
yang bersifat substantif pada prinsipnya meliputi kegiatan pelestarian hutan dan
konservasi alam serta Pengembangan aneka usaha. Program penyuluhan Taman
Nasional Baluran digolongkan berdasarkan aspek pembinaan, pelatihan,
keterampilan dan pendampingan Program penyuluhan sebagai bentuk alternatif
implementasi Taman Nasional Baluran dapat dilihat pada Tabel 8.
19
Aspek
No Program
Penyuluhan
1 Pembinaan Kader Konservasi
Pramuka Saka Wanabakti
Pendidikan konservasi
Penyuluhan Media Eletronik (Radio Suara
Baluran 107.4 FM)
2 Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik
Ternak Lebah Madu
Pembuatan Instalasi Energi Alternatif (Biogas)
Pembuatan awetan Pakan Ternak berbentuk silase
3 Keterampilan Pembuatan Souvenir
Pelatihan Seni Musik
4 Pendampingan Komunitas Peternakan Dan Petani
Penanaman jenis tanaman yang bernilai ekonomis
Bantuan modal usaha pertanian Agribisnis
bentuk pemanfaatan tradisional yang dapat dilakukan pada kaawasan hutan taman
nasional (PP Nomor 28 Tahun 2011). Lokasi pemanfaatan SDAH masyarakat pada
setiap zona pengelolaan TN Baluran terutama pada zona rimba dan inti merupakan
salah satu bentuk pelanggaran masyarakat. Hal tersebut tidak relevan dengan
kebijakan pemerintah pada PP Nomor 6 Tahun 2007 dan UU Nomor 41 tahun 1999
yang menyatakan bahwa pemanfaatan hutan dapat dilakukan pada seluruh kawasan
hutan yaitu kawasan: hutan konservasi, kecuali pada cagar alam serta zona rimba,
dan zona inti dalam taman nasional.
Pihak masyarakat desa penyangga menyatakan bahwa hasil dari kegiatan
pemanfaatan sumberdaya alam hayati tidak memuaskan karena pada zona yang
diperbolehkan yaitu zona tradisional tidak mencukupi atau sudah habis dan
masyarakat merasa dirugikan karena dibatasi kawasannya sehingga perekonomian
masyarakat terhambat. Hal ini disebabkan pemanfaatan jenis SDAH taman
nasional baluran didominasi pada zona rimba kemudian jenis SDAH yang
dimanfaatan pada setiap desa adalah kemiri yang berada pada zona inti karena
kemiri memiliki permintaan pasar yang tinggi. Zona tradisional tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa penyangga karena zona tradisional
merupakan zona yang terbatas dan belum tentu sumberdaya yang dicari masyarakat
ada di zona tersebut jika SDAH tersebut pada jumlahnya terbatas dan tidak
mencukupi kebutuhan masyarakat sedangkan pada zona lainnya memiliki SDAH
yang melimpah.
Hasil analisis kesenjangan persepsi antara stakholder menunjukkan bahwa
adanya perbedaan pada parameter ekologi dan ekonomi dalam aspek kepentingan
dan aspek potensi manfaat hutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai aspek
kepentingan dan potensi pada ekologi lebih tinggi dibandingkan dengan pada
parameter ekonomi sedangkan menurut masyarakat aspek kepentingan dan potensi
pada parameter ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan pada parameter ekologi.
perbedaan tersebut menimbulkan masalah yaitu konflik kepentingan antara
stakholder. Masalah kebijakan tergantung pada pola keterlibatan pelaku kebijakan
yaitu para individu yang mempunyai andil di dalam kebijakan (Dunn 2012). Setiap
perbedaan merupakan sumber konflik, perbedaan kepentingan pengelolaan taman
nasional baluran memiliki kepentingan melakukan konservasi kawasan taman
nasional dengan demikian tidak memperkenankan kegiatan pemanfaatan di dalam
kawasan taman nasional. Sementara masyarakat masih bergantung terhadap potensi
sumberdaya hutan. Bagi masyarakat hutan merupakan tempat menggantungkan
hidup untuk memenuhi kebutuhan perekonomian dan sosial-budaya (Tadjudin
2000).
Program pemberdayaan masyarakat untuk mengurangin tekanan terhadap
aktivitas pemanfaatan SDAH masih sulit untuk dihilangkan karena Kegiatan
pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan yang berkelanjutan dan
membutuhkan proses dengan waktu yang cukup lama. Kegiatan pemberdayaan
masyarakat memiliki tahap-tahap yang harus dilewati dengan baik dengan prosedur
yang ada. Tahapan prosedur tersebut akan saling mempengaruhi terhadap tahapan
yang lainnya. Kesuksesan kegiatan pemberdayaan masyarakat sangat tergantung
pada masing-masing tahapan yang akan dilaksanakan antara lain perkenalan dan
menyadarkan pentingnya kawasan TN Baluran dalam mendukung kehidupan.
menciptakan masyarakat yang produktif, kreatif dan mandiri, memperbaiki keadaan
perekonomian masyarakat.
21
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Desa
Jenis SDAH Jumlah
Bj Sw Sa Wk Wr
Akasia 10416 244 10660
Asem 48 300 406 754
Bekicot 36 36
Cumi-cumi 48 160 240 448
Gadung 576 576
Gebang 1632 2928 616 5176
Ikan 224 672 32 928
Kayu Bakar 2880 14400 4128 1112 22520
Kedawung 96 96
Kemiri 924 1296 96 960 10 3286
Kroto 384 2476 2860
Madu 132 96 96 1492 1816
Rotan 61 61
Rumput 1088 10155 1424 2104 14771
Ules-ules 12 12
Total 64000
keterangan : Bj : Bajulmati, Sw : Sumberwaru, Sa: Sumberanyar, Wk : Watukebo,
Wr : Wonorejo
40
RIWAYAT HIDUP