DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
Judul Laporan : Laporan Kegiatan Praktik Kerja Profesi Pengelolaan Hutan di
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Banyuwangi Selatan
NIM : E44140016
E44140028
E44140036
E44140055
E44140089
Disetujui oleh
Ketua Pelaksana Pembimbing Praktik
Diketahui oleh
Ketua Departemen Silvikultur
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan laporan kegiatan Praktik Kerja Profesi (PKP) di Perum
Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Praktik Kerja Profesi (PKP) merupakan salah
satu kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB
khususnya Departemen Silvikultur yang telah menyelesaikan kegiatan perkuliaha n
selama 6 semester dan telah mengikuti Praktik Umum Kehutanan (PUK). Praktik
ini bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu dan teori kehutanan yang telah diperoleh
dari kegiatan perkuliahan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
dan Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MSc Ftrop selaku dosen pembimbing, staff di
Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, serta teman-teman yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan kegiatan ini. Semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Kritik dan saran senantiasa
penulis harapkan supaya penyusunan laporan bisa lebih baik kedepannya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Umum
Tujuan dari Praktik Kerja Profesi (PKP) ini secara umum yaitu sebagai
berikut, (1) mahasiswa memperoleh kemampuan dalam kegiatan pengelolaan hutan
secara profesional melalui pemahaman konsep atau teori, melalui informasi dan
pemahaman implementasi teori oleh unit pengelolaan hutan serta pengembanga n
kemampuan teknis melalui penerapan teori di lokasi praktik, (2) untuk membangun
kemampuan dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan secara langsung di
lapangan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan kehutanan khususnya di
bidang silvikultur, (3) menghayati kehidupan dan suasana kerja dalam pengelolaa n
hutan di perusahaan Perhutani, serta (4) mengembangkan kepribadian, kerjasama
tim, etos kerja dan etika profesi yang baik dalam lingkungan kehutanan dan
kehidupan rimbawan.
2
Tujuan Khusus
Tujuan Praktik Kerja Profesi (PKP) ini secara khusus yaitu sebagai berikut.
1. Mengkaji pola penanaman agroforestri dan pengaruhnya terhadap pertumbuha n
jati (Tectona grandis) di BKPH Karetan Perum Perhutani KPH Banyuwa ngi
Selatan serta mengetahui peranannya terhadap masyarakat sekitar hutan.
2. Melakukan identifikasi serangan hama inger-inger pada tanaman jati di BKPH
Curahjati Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan.
3. Mengkaji faktor penyebab kebakaran hutan dan upaya pengendalian yang
dilakukan di BKPH Karetan , KPH Banyuwangi Selatan.
4. Mengetahui serangan penyakit persemaian jati di RPH Pecinan, BKPH Genteng
Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan.
5. Mengidentifikasi masalah, perumusan masalah, pengumpulan data, analisis dan
sintesis serta mengetahui dan mengerti manajemen persemaian di KPH
Banyuwangi Selatan, Jawa Timur.
Kondisi Vegetasi
Aksesbilitas
Iklim
Jenis Tanah
Berdasarkan survei dari Direktorat Tata guna tanah dan Direktorat Jendral
Agraria Departemen Dalam Negeri tahun 1986 jenis dan tipe tanah di KPH
Banyuwangi selatan sebagian besar merupakan jenis tanah latosol coklat
4
kemerahan dan latosol sedang agak tua (Perhutani KPH Banyuwangi Selatan 2011-
2020).
Topografi
Secara makro wilayah KPH Banyuwangi Selatan memiliki keadaan topogr afi
datar, bergelombang dan berbukit. Kawasan hutan di Perum Perhutani KPH
Banyuwangi Selatan didominasi oleh kelas lereng landai dan datar dengan
presentase masing- masing 38.85% dan 33.86% (Perhutani KPH Banyuwa ngi
Selatan 2011-2020).
Tabel 1 Topografi Perum Perhutani KPH Banyuwangi Selatan
No Kelerengan Luas Presentase (%)
1 Datar 14835.46 33.86
2 Landai 17023.90 38.85
3 Agakcuram 7247.40 16.54
4 Curam 4519.60 10.31
5 Alur 191.63 0.44
Jumlah 43818.00 100.00
Sumber: Perhutani KPH Banyuwangi Selatan 2011-2020
Sosial Ekonomi
Petani
dan PNS Karyawan Tuna
No Desa Kecamatan Wiraswasta Lainnya
Buruh & TNI swasta Karya
Tani
13. Buluagung 2 159 118 3 025 1 125 1 184 -
14. Seneporejo 2.481 1 098 1 081 1 208 503 -
15. Kalipait Tegaldlimo 3 491 61 1 404 1 088 584 -
16. Kedungsari 3 821 125 1 822 1 001 827 -
17. Kedunggebang 5 875 148 3 391 1 871 292 -
18. Kendalrejo 2 358 51 1 011 758 761 -
19. Purwoagung 1 429 72 1 014 1 081 885 -
20. Karangndoro Tegalsari 3 641 69 181 865 173 -
21. Tegalharjo 5 851 - 76 1 170 173 -
Total 79 654 6 340 22 599 20 924 18 669 429
Sumber: Perhutani KPH Banyuwangi Selatan 2011-2020
METODE
Kegiatan Praktik Kerja Profesi (PKP) dilaksanakan selama 30 hari dari bulan
Juli-Agustus 2017 di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Banyuwa ngi
Selatan.
6
Alat yang digunakan dalam kegiatan PKP ini adalah alat tulis, pita ukur,
meteran jahit, haga, tali tambang, kamera, laptop, tally sheet. Bahan yang
digunakan adalah dokumen-dokumen penunjang praktikum, seperti Rencana
Teknik Tahunan (RTT) dan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) serta
tegakan jati di BKPH Karetan, KPH Banyuwangi Selatan.
Materi Umum
Materi umum yang dikaji dalam kegiatan PKP meliputi seluruh kegiatan
pengelolaan dan pembinaan hutan tanaman. Pengambilan data materi umum
dilakukan melalui studi pustaka (laporan-laporan kegiatan, petunjuk teknis) dan
melakukan kunjungan lapangan terkait kegiatan pengelolaan hutan tanaman yang
meliputi kegiatan perencanaan hutan, pembinaan hutan (kegiatan pengadaan benih,
persemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan perlindungan hutan),
penelitian dan pengembangan serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.
Lamanya waktu praktik yang digunakan adalah selama 2 minggu.
Materi Khusus
Materi khusus yang dikaji dalam kegiatan PKP ini yaitu mendalami materi
pola agroforestri yang diterapkan serta pengaruhnya terhadap pertumbuha n
tanaman pokok jati, identifikasi serangan hama inger-inger, mengkaji faktor
penyebab kebakaran hutan dan upaya pengendalian yang dilakukan, mengetahui
serangan penyakit persemaian jati, serta mengidentifikasi hingga menganalis is
masalah terkait dengan manajemen persemaian di Perum Perhutani KPH
Banyuwangi Selatan.
Pola agroforestri diamati dengan melakukan pengukuran diameter dan tinggi
pohon jati dan wawancara dengan petugas lapangan maupun masyarakat sekitar
kawasan hutan. Identifikasi hama inger-inger dilakukan dengan membuat plot
lingkaran berukuran r = 17.8 m sebanyak dua plot, kemudian menghitung luas
serangan (LS) serta intensitas serangan (IS). Pengkajian faktor penyebab kebakaran
hutan serta upaya pengendalian dilakukan dengan pengamatan langsung di
lapangan yang meliputi pengukuran ketebalan serasah di sekitar lantai hutan dan
menggunakan data sekunder yaitu data dari staff yang berisi tentang informasi yang
berkaitan dengan kegiatan pengelolaan hutan tanaman dan frekuensi kebakaran
hutan, serta melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar hutan. Pengamatan
persentase serangan hama dan penyakit pada semai dilakukan dengan menghitun g
jumlah semai yang terserang lalu dibagi dengan jumlah seluruh semai dalam satu
bedeng dan dikalikan dengan 100 %. Kegiatan identifikasi terkait dengan
manajemen persemaian dilakukan dengan mengamati, mengukur serta wawancara
atau diskusi dengan petugas lapangan maupun masyarakat sekitar kawasan hutan.
7
kawasan Perhutani
Pal batas merupakan suatu tanda batas yang bersifat tetap serta memilik i
bentuk dan ukuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penataan batas kawasan
hutan dilakukan oleh Seksi Perencanaan Hutan (SPH). Tanda batas yang digunakan
berupa batas buatan yang terbuat dari papan dan coran semen. Tanda batas tersebut
berbentuk tabung, memiliki dimensi tinggi 100 cm, diameter 12 cm, dan kedalaman
tanam sebesar 50 cm, sehingga tinggi dari permukaan tanah 50 cm. Peleteran huruf
dan nomor pal yaitu pada ukuran setinggi 5 cm dan lebar 3 cm, bagian bawah dicat
warna hitam. Pemasangan pal dilakukan di lapangan oleh pihak SPH dengan
didampingi oleh mandor atau petugas Perhutani di wilayah setempat. Adapun jenis
batas yang digunakan, terbagi menjadi pal A (batas antar kawasan yang dipisahkan
9
oleh alur), pal B (Pal batas antara luar kawasan), pal DK (pal batas tanah
perusahaan), pal E (pal batas antara kawasan dengan tanah milik (Enclave)), pal
tanda batas antar wilayah KPH dan pal batas lapangan dengan tujuan istimewa.
Batas untuk tujuan istimewa meliputi kuburan (KB), mata Air (MA), Cagar Alam
(CA), Wana Wisata (WW) dan waduk (WD).
Pal tanda batas hutan terbuat dari batu (andesit hitam) atau beton. Pengguna a n
pal juga dibagi berdasarkan kerawanan. Pal beton digunakan pada kawasan hutan
yang rawan atau sulit mendapatkan bahan pal dari batu. Pal batu digunakan pada
kawasan yang tidak rawan dan mudah mendapatkan bahan pal dari batu. Ukuran
pal batas yang digunakan yaitu berukuran panjang 130 cm, diameter 12 cm dan
kedalaman pemancangan 70 cm.
namun pada tahun 2016 Perum Perhutani menunjuk Alas Baung KRPH
Karangharjo BKPH Genteng untuk membudidayakan tanaman tersebut. Penetapan
kawasan baru untuk memproduksi tanaman pinus tersebut masih dikaji lagi
keberadaannya karena presentase pertumbuhan bibit belum sesuai dengan harapan.
Arah lereng
Tingi BLOK I
BLOK II
BLOK III
Rendah dan terusnya
Tingkat kesuburan
Gambar 3 Tata letak blok Kebun Pangkas (berdasarkan kontur).
Setelah rencana tata letak (lay out) kebun pangkas dan stek pucuk sudah
ditetapkan selanjutnya adalah persiapan lapangan. Tahapan dalam pembanguna n
kebun pangkas meliputi persiapan lapangan, penanaman, dan pemeliharaa n.
Gambar 4 merupakan areal kebun pangkas di KPH Banyuwangi Selatan.
Gambar 5 (a) Tunas yang dipetik untuk bahan stek, (b) pemberian
hormone IBA untuk stek pucuk.
kapasitas bedeng dihitung sebanyak 500 plc per bedeng. Jarak antarbedeng yaitu
0.4 m untuk sisi panjang dan 0.25 m untuk sisi pendek.
Presentase Berakar
Presentase stek berakar dan lamanya tumbuh akar bergantung pada umur
diambilnya bahan stek. Presentase tumbuh akar dari penanaman tunas yang
berumur 21 hari relatif besar ± 95%, tetapi prosesnya lama (1-2 bulan). Presentase
kemampuan berakar tunas yang berumur 12 hari relatif cepat (kurang dari 1 bulan),
akan tetapi persen pertumbuhan kecil ± 60%.
Seleksi Bibit
Seleksi bibit dilakukan secara bertahap yaitu ketika bibit berada pada
propogation house dan pada open area. Seleksi bibit di propogation house
dilakukan pada masa aklimatisasi. Bibit yang diambil merupakan bibit yang masuk
kriteria yaitu sudah berakar. Hasil seleksi akan masuk ke tahapan shading area.
Seleksi berikutnya dilakukan pada open area. Prinsip yang dilakukan dalam
menyeleksi bibit adalah dengan mengelompokkan bibit berdasarkan ukuran dan
kesehatan bibit. Bibit yang terserang penyakit dipisahkan pada bedeng tersendiri
dan dilakukan penanganan khusus. Kegiatan seleksi dilakukan secara rutin saat
bibit sudah menunjukkan adanya persaingan.
Pengadaan Bibit
Bibit stek yang sudah berumur 5 (lima) bulan siap untuk diangkut ke lapangan.
Pengangkutan bibit menuju lapangan menggunakan kendaraan truk. Sebelum bibit
diangkut dilakukan penyiraman sampai jenuh. Bibit yang akan diangkut dikemas
terlebih dahulu. Pengemasan bibit menggunakan kotak dari bahan kayu/plastik.
Ukuran kotak dapat dibuat bervariasi yaitu panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi
50 cm. Bagian dasar peti setinggi 15 cm disusun rapat. Bibit disusun dalam kotak
dengan posisi dimiringkan dan dimasukkan ke dalam kotak secara horisonta l,
setelah penuh baru didirikan. Kotak bibit disusun rapi di dalam truk pengangkut
kemudian ditutup dengan shading net untuk menghindari kerusakan bibit. Bagian
belakang diusahakan terbuka untuk sirkulasi udara. Satu kotak bibit dapat
menampung 70 plc. Kapasitas angkut per truk dapat mencapai 72 kotak atau 5 040
bibit.
14
Manajemen Persemaian
Struktur organisasi persemaian dari yang paling atas yaitu Waka langsung
kepada mandor persemaian. Mandor persemaian bertugas mengatur jalannya
persemaian dan penempatan pegawai persemaian sesuai bidangnya. Adapun bidang
yang dikerjakan oleh pegawai persemaian meliputi pengerjaan di kebun pangkas,
persiapan media, penyiraman, pemeliharaan bibit, serta operator mesin. Pekerja
yang diperkerjakan di persemaian tidak harus berpendidikan tinggi namun skill
yang baik serta keuletan yang diutamakan. Jumlah pekerja untuk kegiatan di kebun
pangkas, penyiapan media dan pemeliharaan bibit terdiri atas 4-5 orang, sedangkan
jumlah pekerja untuk penyiraman dan operator terdiri atas 3 orang. Sistem
pengupahan yang diberikan kepada pekerja sesuai dengan Upah Minimum
Regional (UMR).
Pemeliharaan di Persemaian
Pemeliharaan tanaman di persemaian dilakukan pada blok kebun pangkas,
shading area dan open area. Pemeliharaan di kebun pangkas dilakukan dengan
pendangiran, pemulsaan serta pemupukan. Bibit yang berasal dari bahan stek
maupun benih yang berada di shading area maupun open area dipelihara dengan
melakukan penyiraman setiap hari pada waktu pagi dan sore hari. Pemupukan di
persemaian dilakukan setiap tiga bulan sekali. Sebelum dilakukan pengangkuta n
diakukan penyeleksian bibit. Bibit yang terserang hama penyakit dipisahkan dan
diberikan treatment khusus seperti dibasmi dengan pestida maupun fungisida yang
bersifat ramah lingkungan.
Penanaman
Kegiatan penanaman dimulai dari persiapan lapangan dengan melalui
pemeriksaan lapang oleh Asisten Perhutani (Asper) yang di KRPH setelah Surat
Perintah Tanaman (SPT) diterima. Sebelum dilakukan penanaman perlu
pemancangan patok-patok tanda batas tanaman dan jalan pemeriksaan. Patok yang
dipasang di sekeliling batas tanaman terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 3.5
m, diameter 13-16 cm pada ujungnya sepanjang 25 cm di cat merah. Patok tanda
batas larangan dibuat dari kayu dengan ukuran panjang 3,5 m, diameter 13-16 cm
pada ujungnya sepanjang 15 cm di cat merah dan dipasang di sekeliling mata air
dengan jarak 200 m, tepi jurang jarak 5-25 m, di kanan kiri sungai pada jarak 5-10
m, serta di sekeliling waduk telaga/monumen pada jarak 5m. Pada tempat yang
becek maupun tandus dipasang patok khusus dari kayu berukuran panjang 2.5 m
dan pada ujungnya sepanjang 15 cm di cat biru. Selanjutnya dibuat jalur untuk jalan
pemeriksaan selebar 2 m.
Setelah pemasangan patok batas dilakukan, tahapan selanjutnya yaitu
pembagian andil kerja. Setiap andil memiliki luasan 0.25 ha. Di setiap sudut andil
diberi patok kayu untuk batas andil dengan panjang 1.5 m dan diameter 19 cm.
15
Gambar 7 (a) Penanaman pada petak 61A, (b) pengukuran tinggi dan
diameter batang, (c) tanaman pengisi, (d) tanaman sela.
16
Ketika melakukan penebangan hal yang paling utama harus dibawa ya itu
dokumen atau blanko penebangan yang menunjukkan daftar klem pohon. Adapun
dokumen yang perlu dibawa saat menebang meliputi :
a. DK 304, daftar blanko A3
b. DK 304b, blanko A1 dan A2
c. DK 316, buku taksiran (untuk merekap setelah tebangan)
d. DK 303, daftar penghelaan ke jalan tepi
e. DK 301, blanko penerimaan kayu A3
f. DK 302, blanko penerimaan kayu A1dan A2
g. DK 305a, blanko gabungan penerimaan 301 dan 302
19
Gambar 13 (a) Patroli malam di Alas Baung, (b) patroli siang di sekitar
Situs Belik Pakis.
terhadap ketersediaan unsur hara dalam tanah. Selain itu dari aspek sosial, program
PHBM telah mampu menjadi sarana bagi masyarakat untuk melestarikan hutan.
Materi Khusus
Pengambilan Data
Pengambilan data materi khusus pola penanaman agroforestri di BKPH
Karetan, KPH Banyuwangi Selatan dilakukan dengan membuat plot praktek
agroforestri berbentuk lingkaran dengan jari-jari (r = 17,8m) dan wawancara
kepada pesanggem untuk memperoleh data primer tentang praktek budidaya
tanaman (pola tanam), jenis tanaman, teknik konservasi dan data sosial ekonomi di
KPH Banyuwangi Selatan. Langkah selanjutnya setelah pembuatan plot yaitu
mengukur tinggi serta diameter tanaman jati tahun tanam 2015 di petak 61A dan
80A.
R = 17.8m
Pengertian Agroforestri
Agroforestri merupakan bentuk pemanfatan lahan yang mengombinasik a n
antara tanaman berkayu dengan tanaman pertanian. Penanaman menggunaka n
24
memiliki curah hujan yang cukup rendah yaitu 100-400 mm/bulan (Perhutani KPH
Banyuwangi Selatan 2011-2020). Menurut Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Aceh (2009) tanaman jagung bisa tumbuh optimal pada suhu 21-34oC,
pH 5.6-7.5 dan dengan ketinggian 50-600 m dpl. Tanaman kedelai dapat tumbuh
pada berbagai jenis tanah yang memiliki drainase dan aerasi yang baik, curah hujan
100-400mm/bulan, suhu udara 23-30 o C, kelembaban 60-70%, pH 5.8-7 dan
ketinggian kurang dari 600 m dpl. Menurut Nurfalach (2010), tanaman cabai
mampu tumbuh optimal untuk budidaya pada suhu 24-28 o C. Adapun curah hujan
yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun. Ketinggian tempat untuk penanaman
cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Secara umum komoditi jagung, cabe dan
kedelai termasuk jenis yang cocok diusahakan di KRPH Karetan, karena KRPH
Karetan termasuk dataran rendah dengan curah hujan yang tidak terlalu banyak.
Keterangan :
: Tanaman pagar
: Tanaman tepi
: Tanaman pokok
: Tanaman sela
: Tanaman
pertanian
Gambar 17 Layout pola tanam jati Perhutani yang dikombinas ika n
dengan sistem agroforestri.
Pola
No. Kategori tanaman Karakteristik
pertanaman
Jati plus Tajuk seragam Teratur, jarak
Tanaman pokok
perhutani Tahun tanam 2015 tanam 3m x 3m
1 Jagung,
Teratur, tegak
Tanaman semusim kedelai, Umur 1 bulan
lurus kontur
cabai
Jati plus Tajuk seragam Teratur, jarak
Tanaman pokok
perhutani Tahun tanam 2016 tanam 3m x 3m
2
Teratur, searah
Tanaman semusim Cabai Umur 3 bulan
Kontur
Rimba Tajuk seragam Teratur, jarak
Tanaman pokok
campuran Tahun tanam 2016 tanam 3m x 3m
Teratur, searah
3 Jagung Umur 1 bulan
kontur
Tanaman semusim
Teratur, tegak
Kedelai Umur 1 bulan
lurus kontur
Jati plus Teratur, jarak
Tanaman pokok Tahun tanam 2017
perhutani tanam 3m x 3m
4
Teratur, searah
Tanaman semusim Padi Umur 1 bulan
kontur
Jumlah pohon
50 15
40
30 50 10
20 5
10 10 8 7
0 4 5 1 3 0
10.2-10.86
9.65-10.24
6-6.6
6.7-7.33
7.34-8
8.1-8.76
8.77-9.43
9.44-10.1
6.05-6.64
6.65-7.24
7.25-7.84
7.85-8.44
8.45-9.04
9.05-9.64
10.87-11.53
10.25-10.84
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas tinggi Kelas diameter
(a) (b)
Gambar 18 (a) Grafik hubungan kelas tinggi dengan jumlah pohon, (b)
grafik hubungan kelas diameter dengan jumlah pohon.
27
Plot 2 Plot 2
35 30
Jumlah pohon
30
Jumlah pohon
25 25
20 20
15 15
10 10
5
0 5
10.08-10.75
10.76-11.43
6-6.67
6.68-7.35
7.36-8.03
8.04-8.71
8.72-9.39
9.4-10.07
0
6.69-7.19
9.6-10.19
10.2-10.7
10.8-11.3
7.2-7.7
7.8-8.3
8.4-8.9
9-9.59
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas tinggi Kelas diameter
(a) (b)
Gambar 19 (a) Grafik hubungan kelas tinggi dengan jumlah pohon, (b)
grafik hubungan kelas diameter dengan jumlah pohon.
Gambar 18, 19 dan 20 menunjukkan nilai sebaran kelas diameter dan kelas
tinggi pohon di petak 80A. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pola tanam
agroforestri menunjukkan bahwa tinggi rata-rata tanaman jati Perhutani pada petak
80A adalah 8.2 m pada plot 1, 8.53 m pada plot 2 dan 10.38 m pada plot 3. Nilai
diameter rata-rata pada plot 1, plot 2 dan plot 3 berturut-turut adalah 8.23 cm, 8.73
cm dan 9.93 cm. Petak coba tersebut terdiri atas tiga plot pengamatan dengan plot
pertama dan kedua ditanam jagung serta plot ketiga merupakan tanaman jati yang
dikombinasikan dengan tanaman cabai.
Plot 3 Plot 3
40 25
35
Jumlah pohon
Jumlah pohon
30 20
25 15
20 10
15
10 5
5 0
0
8.6-9.02
9.03-9.45
9.46-9.88
9.89-10.31
10.32-10.74
10.75-11.17
11.18-11.60
11.61-12.03
8.5-8.8
8.9-9.29
9.3-9.69
9.7-10.09
10.1-10.49
10.5-10.89
10.9-11.29
11.3-11.69
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas tinggi Kelas diameter
(a) (b)
Gambar 20 (a) Grafik hubungan kelas tinggi dengan jumlah pohon, (b)
grafik hubungan kelas diameter dengan jumlah pohon.
jati tutup kontrak tersebut semula dipadukan dengan tanaman jagung dan cabai.
Nilai rata-rata tinggi sebesar 8.31 m dan nilai rata-rata diameter sebesar 8.56 cm.
Plot 4 Plot 4
35 25
30
Jumlah pohon
Jumlah pohon
25 20
20 15
15 10
10 5
5
0 0
7-7.53
7.54-8.07
8.08-8.61
8.62-9.15
9.16-9.69
9.7-10.23
10.24-10.77
10.78-11.31
7.32-7.70
7.71-8
8.1-8.48
8.49-8.87
8.88-9.26
9.27-9.65
9.66-10.04
10.05-10.43
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
Kelas tinggi Kelas diameter
(a) (b)
Gambar 21 (a) Grafik hubungan kelas tinggi dengan jumlah pohon, (b)
grafik hubungan kelas diameter dengan jumlah pohon.
Nilai diameter dan tinggi tanaman jati lebih besar pada tanaman yang
dikombinasikan dengan tanaman cabai di petak 80A. Tinggi rata-rata tanaman jati
pada adalah 10.38 m dan diameter rata-rata sebesar 9.93 cm. Sesuai dengan
pengamatan di lokasi praktik, tanaman jati yang dikombinasikan dengan tanaman
cabe lebih besar nilai diameter dan tinggi pohonnya dibandingkan dengan
kombinasi menggunakan tanaman jagung. Hal ini disebabkan oleh intens itas
pemupukan tanaman cabai di lokasi praktek lebih tinggi daripada tanaman jagung.
Selain itu, struktur tanaman juga mempengaruhi perkembangan jati. Tanaman
jagung memiliki sruktur daun yang memanjang dan menjulang. Struktur tersebut
dapat menyebabkan intensitas cahaya yang masuk menjadi terhalang oleh tanaman
jagung ketika tanaman jati masih dalam tahap pertumbuhan. Tanaman cabe
memiliki struktur daun yang kecil dan tidak menjulang ke atas pertumbuha nnya
atau berada di bawah tegakan. Menurut Balitkabi (2011), pada sistem pertanaman
tumpangsari terjadi kompetisi antara tanaman dalam pengambilan unsur hara,
sehingga pertumbuhan tanaman dapat terhambat. Pengaruh kompetisi dapat
dikurangi dengan cara menyediakan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tanaman
utama dan tanaman sela.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Isoptera
Famili : Kalotermitidae
Genus : Neotermes
Spesies : Neotermes tectonae
Akibat serangan hama ini, tanaman jati menimbulkan cacat pada kayunya
berupa lubang gerek memanjang berwarna hitam. Adanya cacat ini ternyata
menurunkan kualitas kayu. Menurut Perum Perhutani (1997) kerugian yang
ditimbulkan dapat menurunkan produksi dan kualitas kayu jati yaitu rata-rata
sebesar 8.7 % dan bahaya akan penyebaran inger-inger ke tanaman yang masih
sehat.
Tabel 8 Rata-rata persentase kerusakan tanaman jati akibat serangan hama inger-
inger di KRPH Curahjati, BKPH Curahjati, KPH Bnyuwangi Selatan
Tinggi Luas
No Tahun Luas Diameter Jumlah Kematian
Total Serangan
PCP Tanam (ha) (cm) Pohon (%)
(m) (%)
1 1992 8.7 24.39 20.10 32 59.38 27.27
2 1992 8.7 24.51 19.40 31 48.39 16.22
Rata-rata 8.7 24.45 19.75 53.89 21.74
yaitu sebelum musim penghujan; (b) Jumlah pohon yang diperkenankan ditebang
berdasarkan data hasil inventarisasi dari sejumlah pohon yang sakit/terserang; (c)
Dalam tindakan penjarangan keras ini dilakukan secara hati-hati agar pohon-pohon
sehat yang tertinggal tidak cacat dari tendesan pohon yang ditebang, karena hal
tersebut akan mengakibatkan cacat yang berupa patah cabang, luka batang dan
sebagainya. Pohon yang cacat ini akan menjadi pintu masuk bagi hama inger-inger;
(d) Seluruh kayu hasil penjarangan harus dikeluarkan jauh dari areal tanaman jati
dan selanjutnya di tempat penimbunan akhir (di luar areal tanaman) kayunya
disortir (dipotong). Kayu yang masih baik dan tidak ada hamanya dimanfaatka n
sebagai kayu pertukangan. Kayu yang rusak, hamanya dimusnahkan dan
selanjutnya kayu yang tidak cacat bisa dimanfaatkan sebagai kayu bakar atau
kerajinan; (e) Selanjutnya setelah dilakukan penjarangan keras, maka dimasa
mendatang perlu dilakukan pemeliharaan lanjutan berupa penjarangan secara
teratur sesuai petunjuk teknis penjarangan hutan jati; (f) Tanaman jati yang di
sekitarnya belum terserang atau terserang ringan maka harus dilakukan
penjarangan secara teratur sesuai dengan pedoman teknik penjarangan. Untuk
tegakan yang terserang ringan penjarangan diutamakan pohon-pohon yang sakit
yang tidak mungkin lagi berkembang.
Penebangan atau penjarangan yang dilakukan tentunya akan menimbulk a n
kerugian seperti merusak penutupan tajuk, akan tetapi kerugian yang diakibatkan
oleh kerusakan penutupan tajuk relatif masih lebih kecil bila dibandingkan dengan
besarnya kerugian yang diakibatkan oleh serangan inger-inger terhadap seluruh
tegakan. Akibat penjarangan keras berarti lebih banyak pohon-pohon terserang
ditebang sehingga mengakibatkan populasi sebaran pohon menjadi tidak merat a
dan akan ada tempat-tempat yang kosong. Kondisi ini akan menyebabkan
percabangan pohon jati lebih banyak. Tarumengkeng (1973) berpendapat bahwa
penutupan tajuk harus tetap terjamin, penjarangan keras dapat menimbulka n
kualitas kayu tegakan tinggal membuat terbentuknya percabangan pohon akan
lebih banyak dan juga merangsang pertumbuhan tunas-tunas bawah. Oleh karena
itu pada lokasi yang kosong perlu ditanami dengan jenis-jenis pohon yang cepat
tumbuh yang cocok tumbuh di sekitar /di bawah tegakan jati. Penjarangan juga akan
memperbaiki vigor tegakan yang ditinggalkan karena berkurangnya jumlah pohon,
ruang tumbuh bagi tiap pohon bertambah luas, persaingan di dalam dan di atas
tanah berkurang. Kondisi ini akan meningkatkan riap pertumbuhan diameter batang
meningkat dan berarti mempertinggi kualitas kayu.
Pengendalian lain yaitu secara biologi dengan pelepasan musuh alami seperti
predator dan parasit. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan
pembiakkan terlebih dahulu terhadap parasit dan predator di laboratorium. Apabila
dari kegiatan ini berhasil maka akan memberikan dampak yang sangat efektif dalam
jangka waktu yang panjang. Parasit dan predator yang dapat digunakan tidak
terbatas dari golongan serangga saja tetapi juga jamur, bakteri, virus, burung, atau
menggunakan teknik jantan madul (male sterile insects) (Surata 2008).
Tarumengkeng (1973) menyebutkan beberapa jenis predator hama inger-inger
adalah semut buas antara lain : Monorium latinode Myr., Monorium gracillium F.
Smith. dan Tetramorium pacifium Scabrum Myr. Jenis-jenis lain yang dinyatakan
oleh Kalshoven (1930) dalam Subyanto (1991) adalah larva kumbang, tungau dan
beberapa jenis hewan pemangsa serangga yang berperan dalam pencegahan/infeks i
36
inger-inger misalnya burung pelatuk, kelelawar, tokek, lipan, kepik buas, katak
pohon dan lain lain.
Teknik pengendalian secara kimia merupakan pilihan terakhir apabila teknik
sebelumnya tidak mungkin dilakukan. Khusus untuk pengendalian inger-inger
menurut Sultoni dan Subiyanto (1981) dalam Surata (2008) cara ini akan
menghadapi kesulitan karena letak koloni/sarang berada di dalam jaringan kayu dan
terletak tinggi di bagian atas pohon. Disamping itu lubang sarang koloni sering
sukar ditemukan, sehingga penggunaan insektisida kontak kurang dapat bekerja
secara efektif dan efisien. Pengendalian hama ini juga dapat juga dilakukan dengan
cara manual untuk mengambil hama kemudian dimatikan dengan zat kimia.
Menurut Dammerman (1929) dalam Surata (2008) cara pemberantasan ini adalah
sebagai berikut : (a) tanaman yang diserang pada tingkat permulaan dimana larva
muda masih berada pada bagian pangkal batang diambil, dimatikan, kemudian luka
ditutup dengan ter, (b) menginjeksi corbolineum ke dalam saluran untuk
membunuh larva yang telah masuk ke dalam kayu kemudian lubang ditutup dengan
ter atau lilin. Untuk melaksanakan pekerjaan ini alat yang digunakan adalah
semprotan minyak. Cara ini dapat dilaksanakan dengan memberi hasil yang
memuaskan dengan mempergunakan tenaga yang sedikit terlatih dan alat yang
sederhana pada areal yang tidak begitu luas dan terisolir dari tegakan jati muda
lainnya. Menurut Suwandono (1990) cara pengendalian inger-inger dengan
menggunakan insektisida fastac 15 cc sebanyak 400 ml/ha yang diaplikas ika n
secara pengabutan sangat efektif mematikan sulung inger-inger yang berada di luar
sarang namun residunya tidak efektif mematikan anggota koloni inger inger yang
berada di dalam sarang.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Iklim dan curah hujan merupakan salah satu komponen dari segitiga
lingkungan api yang memegang peran penting dalam terjadinya kebakaran hutan
dan lahan. Cuaca atau iklim tersebut saling berhubungan dan mempengar uhi
kebakaran hutan dengan cara yang berbeda, yaitu dengan seringnya musim
kebakaran yang panjang, menentukan jumlah bahan bakar yang tersedia, mengatur
flamibilitas dan kadar air dari bahan bakar mati, mempengaruhi proses penyalaan
dan penjalaran bahan bakar hutan (Syaufina 2008). Suhu yang tinggi akibat
penyinaran matahari langsung menyebabkan bahan bakar mengering dan mudah
terbakar, kelembaban yang tinggi pada hutan dengan vegetasi lebat mengura ngi
peluang terjadinya kebakaran hutan dan curah hujan memengaruhi besar kecilnya
kadar air yang terkandung dalam bahan bakar. Musim kebakaran hutan biasanya
berhubungan dengan pola curah hujan. Suatu daerah yang memiliki curah hujan
tinggi berpengaruh terhadap kelembaban udara dan kadar air bahan bakar. Curah
hujan kurang dari 60 mm berdasarkan klasifikasi Schimidt dan Ferguson termasuk
dalam bulan kering, sedangkan curah hujan lebih dari 60 mm termasuk dalam bulan
basah (Handoko 1994).
Tabel 9 Tingkat kerawanan areal Perum Perhutani BKPH Karetan
Menurut Rasyid (2014) secara umum ada tiga faktor utama penyebab
terjadinya kebakaran hutan di Indonesia, yaitu kondisi bahan bakar, cuaca dan
social budaya masyarakat. Kondisi bahan bakar yang rawan terhadap bahaya
kebakaran adalah jumlahnya yang melimpah di lantai hutan, kadar airnya relative
rendah (kering), serta ketersediaan bahan bakar yang berkesinambungan. Bahan
bakar yang tersedia di hutan sangat beragam dan tersebar dari lantai hutan hingga
puncak pohon dan lapisan tajuk hutan, yang kesemuanya merupakan bagian dari
biomassa hutan. Bahan bakar di dalam hutan dapat berupa serasah, rumput, ranting
atau cabang, pohon mati yang tetap berdiri, logs, tunggak pohon, gulma, semak
belukar, dedaunan, dan pohon-pohon (Suratmo et al. 2003).
Tabel 10 Hasil pengukuran serasah petah 19A
Pencegahan
Menurut Suratmo et al. (2003), pencegahan kebakaran hutan adalah cara yang
lebih ekonomis untuk mengurangi kebakaran hutan dan kerugian yang disebabkan
oleh kebakaran hutan. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh RPH Karetan adalah
penyuluhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyuluhan secara
langsung diberikan kepada masyarakat dalam berbagai kesempatann seperti
kumpul RT, rapat desa dan lain-lain dengan waktu yang tidak ditentukan. Materi
yang diberikan diantaranya penggunaan api yang baik pada kawasan hutan,
informasi tentang bahaya kebakaran hutan dan upaya jika terjadi kebakaran hutan.
Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat yang tidak pernah mengik uti
penyuluhan sebanyak 28.33% dan masyarakat yang pernah mengikuti penyuluha n
71.67%. Hal ini menunjukan bahwa adanya peluang terjadinya kebakaran hutan di
KPH Banyuwangi Selatan yang diduga karena kurangnya informasi saat
penyuluhan sehingga masyarakat sebagian tidak mengikuti penyuluhan.
masyarakat sekitar. Jumlah tenaga yang dibutuhkan tergantung pada besarnya keadaan
kebakaran yang dipengaruhi oleh kecepatan angin dan keadaan api.
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Penyakit merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
pembangunan hutan. Serangan hama dan penyakit sangat umum terjadi mulai dari
tanaman berada di persemaian sampai dengan tanaman berada di lapangan.
Penyakit pada tanaman didefinisikan sebagai penyimpangan dari sifat normal yang
menyebabkan tanaman tidak dapat melakukan kegiatan fisiologisnya secara normal
(Semangun 2001). Kejadian suatu penyakit dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
biotik (patogen) dan abiotik. Penyakit biotik adalah kejadian penyakit yang
disebabkan oleh organisme yang mempunyai kemampuan menyebabkan penyakit
dalam bentuk organisme hidup. Organisme yang tergolong patogen adalah jamur,
bakteri, virus, mikroplasma, spiroplasma, dan riketsia (Yudiarti 2007). Kejadian
penyakit abiotik lebih disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti faktor fisik,
kimia, dan kejadian alam. Infeksi penyakit terhadap tanaman inang dipengaruhi
oleh tiga faktor atau biasa disebut dengan segitiga penyakit. Menurut Anggraeni
(2007), penyakit terjadi karena adanya kontak antara agen patogenik dengan inang
yang rentan, kemudian perkembangan interaksi antara keduanya dapat berkembang
dengan faktor lingkungan yang mendukung dan pada akhirnya timbul penyakit.
Jati merupakan kelas perusahan kayu yang utama di KPH Banyuwa ngi
Selatan, oleh karena itu perlu adanya pengadaan bibit yang berkualitas guna
memenuhi kebutuhan bibit di KPH Banyuwangi Selatan. Bibit yang berkualitas
sangatlah ditentukan oleh kegiatan di persemaian. Menurut Widyastuti (2005),
tanaman di persemaian lebih rentan terhadap serangan penyakit dibandingka n
dengan tanaman yang telah ditanam di lapangan, sehingga jika tanaman di
persemaian telah terserang penyakit maka pertumbuhan tanaman akan terganggu
dan dapat menyebabkan kematian.
Persemaian bibit jati di KPH Banyuwangi Selatan berada di RPH Pecinan,
BKPH Genteng merupakan pemasok bibit jati bagi seluruh BKPH yang ada di KPH
Banyuwangi Selatan. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi mengenai serangan
penyakit yang terjadi di persemaian RPH Pecinan, sebagai dasar dalam kegiatan
pengendalian penyakit yang dilakukan.
Penyakit pada tanaman dapat diketahui dengan mengamati tanda dan gejala
yang timbul karena adanya serangan penyakit. Gejala adalah bentuk respon yang
timbul pada tanaman oleh karena patogen, contohnya rebahnya semai jati karena
serangan lodoh (dumping off). Tanda adalah bukti fisik dari adanya patogen yang
terdapat pada tumbuhan inang, semisal adanya serbuk spora fungi patogen
penyebab penyakit pada tanaman.
Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit yang ditemukan di persemaian
RPH Pecinan adalah bercak daun. Penyakit bercak daun ini dapat diketahui dari
adanya gejala nekrosis (mati jaringan) pada bagian daun. Gejala awal penyakit
bercak daun pada bibit jati di persemaian RPH Pecinan adalah adanya noda atau
bercak pada permukaan daun dengan batas yang jelas, seperti terlihat pada gambar
1. Bentuk bercak yang timbul tidak mempunyai bentuk yang tidak pasti atau acak.
Ukuran bercak dari waktu ke waktu dapat semakin meluas hingga menutupi seluruh
47
bagian daun. Warna bercak pun beragam mulai dari kuning, cokelat hingga hitam,
umumnya pada bagian tengah bercak berwarna lebih terang dibandingkan dengan
bagian samping atau batas bercak. Jaringan daun yang terkena bercak biasanya
tidak menyeluruh kecuali bila jumlah bercak saling bersatu dan membentuk bercak
yang luas (Irawan 2015).
Gambar 29 Serangan bercak daun berdasarkan skor (a) skor 0, (b) skor
1, (c) skor 2, (d) skor 3, (e) skor 4, dan (f) skor 5.
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00 Persentase jumlah
20.00 bibit tiap skor
15.00
10.00
5.00
0.00
0 1 2 3 4 5
Penyebaran penyakit bercak daun dapat dengan mudah tersebar bila tidak
dilakukan pemisahan bibit yang telah terserang penyakit. Fungi Colletorichum
merupakan salah satu jenis fungi yang dapat menyebabkan penyakit bercak daun
pada tanaman kehutanan. Penyebaran fungi ini dikenal mempunyai kisaran inang
yang luas dan dapat dengan mudah menyebar melalui udara dan air (Moral 2012
dalam Irawan 2015). Serangan penyakit bercak daun sering muncul pada saat curah
hujan tinggi karena sifat dari fungi Colletorichum yang mudah menyebar melalui
air dan udara. Fungi tersebut banyak mengifeksi bagian daun melalui epidermis
bagian atas.
Kegiatan pengendalian merupakan upaya yang dilakukan untuk menekan
kerugian yang ditimbulkan dari serangan penyakit. Penyakit bercak daun yang
menyerang bibit jati di persemaian RPH Pecinan perlu dilakukan kegiatan sejak
dini. Terdapat beberapa upaya pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah
dan mengendalikan penyakit bercak daun, antara lain isolasi bibit yang terserang
penyakit, mengurangi intensitas naungan, dan pengendalian penyakit
menggunakan fungisida.
Isolasi bibit yang terserang penyakit merupakan teknik pengendalian yang
paling dini yang dapat dilakukan. Pemisahan bibit jati yang telah terserang bercak
daun bertujuan untuk memutus penyebaran fungi penyebab penyakit tersebut.
infeksi fungi penyebab bercak daun dapat terjadi melalu kedua sisi daun degan cara
penetrasi langsung menembus sel-sel jaringan epidermis atau melalui stomata
(Saleh 2010). Bibit yang telah dipisahkan, selanjutnya dilakukan pemusnahan pada
bagian tanaman yang terserang penyakit. Bila bagian tanaman yang terserang
penyakit terlalu luas maka dianjurkan untuk dimusnahkan keselurahan bibitnya.
Adapun teknik pemusnahan yang dapat dilakukan adalah dengan cara dibakar.
Teknik pengendalian dengan cara ini tidak akan begitu efektif bila serangan
penyakit telah mencakup skala yang luas.
Penggunan naungan yang terlalu rapat dapat berpengaruh terhadap suhu dan
kelembaban dalam persemaian. Penyakit bercak daun mudah menyerang dalam
kondisi suhu yang rendah dan kelembaban tinggi. Persemaian RPH Pecinan
terdapat beberapa bedeng open area yang ternaungi oleh rumah dinas dan pohon
mindi, sehingga hal ini pun dapat mempengaruhi penyebaran persebaran penyakit
bercak daun. Pengurangan naungan dalam pada bedeng open area merupakan salah
50
satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan suhu dan menurunka n
kelembaban yang terjadi. Intensitas naungan sebesar 75% atau lebih dapat
digunakan untuk meningkatkan kondisi suhu dan menurunkan tingkat
kelembabannya, sehingga diharapkan penyebaran penyakit dapat diminimalis ir
semaksimal mungkin (Irawan 2015). Perlakuan ini pun tetap perlu disesuaikan
dengan kondisi bibit. Jika bibit masih terlalu muda, pengurangan naungan dapat
dilakukan secara bertahap.
Penggunaan fungisida dapat dilakukan dengan tujuan sebagai anti funga l
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan konidia cendawan
(Irawan 2015). Terdapat dua macam fungisida yang umum digunakan yaitu
fungisida sintetik dan fungisida organik. Pemilhan jenis fungsida disesuaikan
dengan kondisi serangan.
Jenis fungisida sintetik yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan
penyakit bercak daun adalah fungisida yang berbahan aktif triademafo n,
klorotalonil, mono amonium, glisofat, isopropil, amina glisofat, dan mankozeb
(Anggraeni 2009). Sedangkan untuk jenis fungisida organik yang dapat digunaka m
yaitu beberapa ekstrak bagian tanaman yang mempunyai potensi biopestisid a,
misalnya ekstrak daun sirih (Nurhayati 2011).
Simpulan
Saran
melakukan Postulat Koch untuk mengetahui jenis fungi penyebab penyakit bercak
daun yang terjadi di persemaian RPH Pecinan.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh N. 2010. Optimalisasi pengendalian terpadu penyakit bercak daun dan karat
pada kacang tanah. Pengembangan inovasi pertanian. 3(4):289-305.
Schmidt, F.H. dan Ferguson, J.H.A. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period for Indonesia with Western New Guinee. Jakarta (ID): Kementerian
Perhubungan, Meteorologi dan Geofisika.
Semangun H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta(id): Gadjah
Mada University Press.
Sumardiyono C, Joko T, Kristiawati Y, Chinta YD. 2011. Diagnosis dan
pengendalian penyakit antraknosa pada pakis dengan fungisida. Jurnal Hama
dan Penyakit Tumbuhan Tropika.11(2):115-124.
Manajemen Persemaian Jati Di Persemaian Permanen RPH
Pecinan, BPKHP Genteng, KPH Banyuwangi Selatan
Manajemen Persemaian
Kondisi lingkungan yang cenderung kering menjadikan Jati (Tectona
grandis) sebagai tanaman pokok yang dihasilkan oleh Perum Perhutani KPH
Banyuwangi Selatan. Selain sesuai ditanam di daerah kering, jati juga merupakan
tanaman yang memiliki nilai jual tinggi, sehingga dari waktu ke waktu terus
dilakukan pemuliaan tanaman. Jati hasil dari pemuliaan diharapkan memiliki daur
pendek (± 15 tahun), sedikit cabang, batang lurus dan silindris. Hasilnya Perhutani
memiliki jati varietas unggul yang telah beredar di pasaran yang disebut Jati Plus
Perhutani (JPP) dan menjadi primadona hingga saat ini, yang memiliki keunggula n
berdaur 20 tahun, volume per hektar relatif besar serta kualitas batang yang lebih
baik (Perhutani 2010b). Jati Plus Perhutani merupakan hasil pengembanga n
rekayasa genetika yang dilakukan oleh Perum Perhutani di KPH Cepu, sehingga
dalam pengembangannya untuk kegitan produksi perlu dikembangka n
perbanyakan bibit yang berasal dari stek pucuk secara luas dalam persemaian.
Pengembangan bibit asal stek pucuk memerlukan penyediaan dan pembanguna n
kebun pangkas serta persemaiaanya dalam skala besar ( Kusmana 2011). KPH
Banyuwangi Selatan merupakan salah satu KPH yang menggunakan JPP dalam
proses produksinya, sehingga memerlukan lahan permenen untuk dijadikan kebun
pangkas dan persemaian.
Organisasi
Pembangunan hutan tanaman tidak dapat terlepas dari bagaimana sembuah
organisasi dapat menjalankan tugas masing- masing bagian sesuai tupoksi serta
pengerjaan yang sungguh-sungguh. Ketika terdapat satu bagian dari sebuah
organisasi terdapat kekacauan, maka akan menyebabkan kerugian disemua bidang.
Fungsi control sangat diperlukan dalam menjalankan kegiatan. Sehingga perlu
adanya organisasi yang mampu mengelolanya. Bagan organisasi KPH Banyuwa ngi
Selatan dapat dilihat pada Gambar 31.
Gambar 32 (a) Tanaman teh-tehan untuk pagar wilayah (b) Naungan dari
paranet dan pohon mindi.
Material
Media tanam merupakan tempat dimana akar akan tumbuh dan menopang
tanaman itu sendiri. Adapun fungsi media tanam diantaranya sebagai tempat
dimaka akar dapat melakukan penetrasi dan melekatnya akar, selain itu media
54
sebagai penyedia air, usur hara, oksigen, dan tempat aktivitas mikroba. (Mardani,
2005). Agar dapat mencapai tujuannya, maka media tanam harus memenuhi
beberpa syarat, diantaranya mampu mengikat dan menyimpan air dengan baik,
aerasi dan drainase baik,porositas yang cukup, bukan sebagai sumber penyakit dan
hama (Purwanto 2006).
Sehingga di sebuah persemaian, material tempat tumbuh merupakan sarana
yang wajib dipenuhi, dimana jika tidak terpenuhinya material tersebut maka akan
menurunkan jumlah produksi dan berdampak pada terganggunya kegiatan
pemungutan hasil. Maka persemaian permanen KPH Banyuwangi Selatan
memastikan kecukupan stok maerial tempat tumbuh untuk bibit jati. Material yang
digunakan adalah top soil, kompos, dan pasir, dengan perbandingan 3:3:1. Hal ini
telah sesuai dengan pedoman pembangunan persemaian yang telah ditetapkan oleh
Perhutani.
JPP. Perbanyakan JPP pun sudah tidak menggunakan benih dari kebun benih
karena dirasa terlalu lama dan viabiliasnya yang rendah. Sehingga cara yang sesuai
adalah dengan perbanyakan vegetatif yaitu dengan stek pucuk yang di ambil dari
kebun pangkas. Stek pucuk merupakan perkembangbiakan vegetatif yang mudah
dilakukan.
Gambar 34 (a) Kebun pangkas klon B, (b) pohon jati dan pucuk yang
akan dijadikan stek.
tahunnya jumlah bibit yang dibuat akan dilebihkan dari jumlah yang telah
ditentukan, kelebihan tersebut akan digunakan sebagai cadangan dimana ketika
bibit masih dipersemaian mengalami kematian sebelum ditanam di lapang. Setelah
penebangan selesai dilakukan, maka barulah bibit yang telah siap yang berada di
bedeng open area akan dimuat dan siap untuk ditanam.
Intensitas Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman harus dilakukan mulai dari tingkat semai hingga
masa tebang, dimana kegiatan-kegiatan pemeliharaan disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhanya. Semai yang berapa di persemaian permanen RPH Pecinan pun
tidak lepas dari pemeliharaan agar mendapatkan bibit yang baik. Kegiatan
pemeliharaan yang dilakukan diantaranya penyulaman, penyiraman, pemupukan,
dan penyiangan.
Tabel 12 Penyulaman pada tiap bedengan
No Bedengan % Penyulaman
1 Induksi 15 %
2 Aklimatisasi 3%
3 Seeding 2%
4 Open area 5%
Total 20%
Tenaga kerja
Salah satu syarat penentuan tempat persemaian adalah mudah dalam mecari
tenaga kerja. Sehingga seluruh tenaga kerja yang terdapat di persemian permanen
RPH Pecinan merupakan warga atau masyarakat yang tinggal di dekat persemaian,
sehingga adanya persemian ini menjadi lapangan pekerjaan bagi warga setempat.
Jumlah tenaga kerja yang terdapat di persemaian sebanyak 12 orang yang terdiri
dari 4 orang laki-laki , dan 8 orang perempuan. Seluruh pekerja merupakan
masyarakat dengan usia lebih dari 50 tahun. Sistem kerjanya pun tidak terlalu
ketat,para pekerja boleh tidak bekerja setiap hari, karena pada sistem upah
menggunkan HOK, di mana tenaga kerja akan dibayar sesuai dengan pekerjaan
mereka setiap hari. Sehingga ketika seorang pekerja tidak datang maka tidak
mendapatkan upah pula.
58
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Biodata
1. Biodata Praktikan
Nama : Vara Dita Puri Ningtyas
Tempat, Tanggal Lahir : Banyuwangi, 1 Juli 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
NRP : E44140016
Mayor : Silvikutur
Fakultas : Kehutanan
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Alamat Tinggal : Jl. Babakan Tengah Rt 002 Rw 009 Gang
Mushola Desa Babakan Kec. Dramaga Kab.
Bogor
Alamat Asal : Dsn. Ngadimulyo Rt 01 Rw 02 Desa Bulurejo
Kec. Purwoharjo Kab. Banyuwangi
No. HP : 085218675010
No. Darurat : 081249392656
E-mail : varadita31@gmail.com
Golongan Darah :B
Kewarganegaraan : WNI
Agama : Islam
Penyakit yang pernah : Gejala tipes (2014)
diderita
Pendidikan
2001 – 2007 SD Negeri 3 Bulurejo
2007 – 2010 SMP Negeri 1 Cluring
2010 – 2013 SMA Negeri 1 Purwoharjo
2013 – sekarang Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor
2. Biodata Praktikan
Nama : Mar’atun Chasanah
Tempat, Tanggal Lahir : Kebumen, 06 Maret 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
NRP : E44140028
Mayor : Silvikutur
Fakultas : Kehutanan
Universitas : Institut Pertanian Bogor
Alamat Tinggal : Jl. Babakan Tengah Rt 002 Rw 008 Gang Cangkir
Kost Nurul Fitri No. 41, Kelurahan Babakan
Tengah, Kec. Dramaga, Kab. Bogor.
Alamat Asal : Desa Ngabean Trukan RT 04/05, Mirit, Kebumen
No. HP : 085740662575
No. Darurat : 085819896929
E-mail : maratuncha@gmail.com
Golongan Darah :B
Kewarganegaraan : WNI
Agama : Islam
Penyakit yang pernah : Thypus (2015)
diderita
Pendidikan
2001 – 2007 SD Negeri 3 Abean
2007 – 2010 SMP Negeri 1 Prembun
2010 – 2013 SMA Negeri 1 Prembun
2013 – sekarang Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor
3. Biodata Praktikan
Nama : Dzikry Lesmana Syamsudin
Tempat/Tanggal Lahir : Bogor, 26 Oktober 1996
Golongan darah : AB
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat asal : Villa citra bantarjati blok A1 ujung no. 7 RT 003, RW 011
Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara (16152)
Alamat kosan :-
Email : dzikrysyamsudin@gmail.com
Jenis kelamin : Pria
No. HP : 08569542568
Kewarganegaraan : WNI
Hobi : Jalan-jalan, berenang, dan menonton film
Riwayat Pendidikan
2001 – 2008 : SD Negeri Papandayan 1 Bogor
2008 – 2011 : SMP Al Manar Azhari Islamic Boarding School
2011 – 2014 : MAN 2 Bogor
2014 – sekarang : Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB
Riwayat Organisasi
2015 – 2016 Anggota divisi Communication and Information Tree
Grower Community
2016 Anggota Tim Ekspedisi Flora dan Studi Ilmiah di Taman
Nasional Gunung Merbabu
2016 – sekarang Ketua divisi Scientific Improvement Tree Grower
Community
2017 Anggota Tim Ekspedisi Flora dan Studi Ilmiah di Taman
Nasional Tanjung Puting
Riwayat Kepanitiaan
2015 Ketua divisi Humas Kejuaraan Tenis Meja
2015 Anggota divisi Medis Silvikultur Cup
2016 Ketua Acara Keluarga Silvikultur 2016
2016 Anggota divisi Medis Bina Corps Rimbawan
2016 Wakil ketua Belantara 2016
2016 Anggota divisi Logstran The 9th TGC In Action 2016
63
4. Biodata Praktikan
Nama : Aryanda Anwar Sanusi
Tempat/Tanggal Lahir : Bandung, 12 November 1996
Golongan darah :A
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat asal : Jl. Permata 7 A/68 A Komplek Cingcin Permata Indah
Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Alamat kosan : Jalan Sengked Nomor 3 Dkost Pavillion Putra, Dramaga
Bogor
Email : aryandaanwarsanusi@gmail.com
Jenis kelamin : Laki-laki
No. HP : 081369304612
Kewarganegaraan : WNI
Hobi : Olahraga
Riwayat Pendidikan
2002 – 2008 : SD Negeri 5 Angkasa
2008 – 2011 : SMP Negeri 1 Margahayu
2011 – 2014 : SMA Negeri 6 Bandung
2014 – sekarang : Departemen Silvikultur, Fakutas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor
Riwayat Organisasi
2014 – 2015 Anggota Perkumpulan Mahasiswa Pencinta Alam Lawalata
IPB Bogor
2014 – 2015 Anggota UKM Bulutangkis IPB
2014 – 2015 Anggota Tarung Derajat IPB
2015 Anggota Tim Ekspedisi Lawalata IPB di Taman Nasional
Wasur, Merauke
2015 – 2016 Anggota divisi Public Relation IFSA LC IPB
2015 – 2016 Anggota Project Division Tree Grower Community
2016 – 2017 Ketua Project Division Tree Grower Community
2017 Anggota Tim Ekspedisi Flora dan Studi Ilmiah di Taman
Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah
Riwayat Kepanitiaan
2014 Anggota divisi Transportasi Ekspedisi Lawalata Taman
Nasional Wasur, Merauke
2015 Anggota divisi Logistik dan Transportasi Family Gathering
IFSA
2015 Anggota divisi Dokumentasi Silvikultur Cup 2015
2015 Anggota divisi Logistik Forest International Expo IFSA
64
5. Biodata Praktikan
Nama lengkap/NRP Liviana Makrufah/E44140089
Tempat, tanggal lahir Wonosobo, 21 Desember 1994
Kewarganegaraan Indonesia
Agama Islam
Departemen/Fakultas Silvikultur/Kehutanan
Kompetensi Silvikultur
Mlandi RT 01 RW 03, Sumberdalem, Kertek,
Alamat rumah
Wonosobo
Alamat kost Perumahan DRamaga Regency, Blok C3
Nomor HP 082262698084
E-mail livianamakrufah@gmail.com
Jenis kelamin Perempuan
Golongan darah O
Hobi Traveling, bernyanyi.
Nomor telp. Darurat 081227200359
Pendidikan
TK Pertiwi Kertek (1999-2001)
SDN 2 Kertek (2001-2007)
SMPN 2 Wonosobo (2007-2010)
Formal
SMAN 2 Wonosobo (2010-2013)
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor (2014-sekarang)
IPK terakhir 3,38
Pengalaman Organisasi
2011-2012
- Pradana Putri di Dewan Ambalan Gudep 07.09.109/110 SMA Negeri 2
Wonosobo
- Pengurus Organisasi Pecinta Alam (KATODA) sebagai Bendahara
2012-2013
65
ADMINISTRATUR / KKPH
DWIDJONO KISWURJANTO
KBKPH GENTENG KBKPH PESANGGARAN KBKPH SUKAMADE KBKPH PEDOTAN KBKPH KARETAN KBKPH CURAHJATI
MOH. JIMAN SOEPRAPTO SUKIRNO EKO MULYANTO WIDODO RENHAT SUPRIYADI
KAUR TATA USAHA KAUR TATA USAHA KAUR TATA USAHA KAUR TATA USAHA KAUR TATA USAHA KAUR TATA USAHA
BINA SUKARDI JUMALI SURYANI DIDIK NURCAHYO SETYOWATI
KAUR TEKNIK KEHUTANAN KAUR TEKNIK KEHUTANAN KAUR TEKNIK KEHUTANAN KAUR TEKNIK KEHUTANAN KAUR TEKNIK KEHUTANAN KAUR TEKNIK KEHUTANAN
DARYONO SAHRIYANTO SISWANTO DEDI ANWAR SURATNO PRAWITO HADI
KRPH KARANGHARJO KRPH CURAHLELE KRPH PULOMERAH KRPH PURWOSARI KRPH KARETAN KRPH TEGALSARI
YAHYO BAMBANG HARIYADI ACHMAD SAIFUL SUTRISNO IMAM PURWADI SUMARDI
KRPH PECINAN KRPH SENEPO SELATAN KRPH KESILIRBARU KRPH TEGALWAGAH KRPH SUMBERJAMBE KRPH CURAHJATI
SUGIMIN SUJARWO ROCHMAD RIBUT PURWOWIDODO SUTARJO SLAMET
KRPH MALANGSARI KPRH SENEPO UTARA KRPH PECEMENGAN KRPH GAUL KRPH GRAJAGAN
SUPARTONO SUGITO BONADIANTO JARWANTO EDI RIYANTO
Petak 80A
Plot 2 (kombinasi dengan tanaman jagung)
No Jenis pohon Tt (m) Diameter (cm) Kell (cm)
1 Jati 9 9.55 30
2 Jati 9 9.55 30
3 Jati 8.5 9.24 29
4 Jati 8.5 7.64 24
5 Jati 9.7 9.87 31
6 Jati 8.5 7.64 24
7 Jati 9.5 9.24 29
8 Jati 10.5 10.19 32
9 Jati 6.5 6.69 21
10 Jati 7.5 8.28 26
11 Jati 7.7 8.28 26
12 Jati 10 10.83 34
13 Jati 8 8.92 28
14 Jati 9 9.24 29
15 Jati 7.5 7.01 22
16 Jati 9.5 10.51 33
17 Jati 11 10.19 32
18 Jati 8.5 8.60 27
19 Jati 9 10.19 32
20 Jati 10 9.87 31
21 Jati 6 6.69 21
22 Jati 7 7.01 22
23 Jati 9.5 9.55 30
24 Jati 7.5 7.96 25
25 Jati 9.5 10.19 32
26 Jati 7 6.69 21
27 Jati 10 10.19 32
28 Jati 10 9.24 29
29 Jati 11 10.19 32
30 Jati 11 10.19 32
31 Jati 7.7 7.01 22
32 Jati 11 10.19 32
70
Petak 80A
Plot 3 (kombinasi dengan tanaman cabai)
No Jenis pohon Tt (m) Diameter (cm) Kell (cm)
1 Jati 9 8.92 28
2 Jati 11 11.15 35
3 Jati 10 9.87 31
4 Jati 11 10.19 32
5 Jati 11 11.15 35
6 Jati 11 9.87 31
7 Jati 11 10.51 33
8 Jati 10.5 9.24 29
9 Jati 11 10.51 33
10 Jati 10 11.46 36
11 Jati 9 8.60 27
12 Jati 10.5 9.55 30
13 Jati 10 11.15 35
14 Jati 11 9.87 31
15 Jati 11 10.83 34
16 Jati 11 10.83 34
17 Jati 10.5 9.55 30
18 Jati 9 8.92 28
19 Jati 10.5 9.55 30
20 Jati 9.5 9.24 29
21 Jati 10 8.92 28
22 Jati 10 8.60 27
23 Jati 11.5 10.19 32
24 Jati 11 10.19 32
25 Jati 11 9.87 31
26 Jati 11 11.46 36
72
Petak 61A
Plot 4 (kombinasi dengan tanaman jagung tutup kontrak)
No Jenis pohon Tt (m) Diameter (cm) Kell (cm)
1 Jati 8 8.28 26
2 Jati 10.5 9.55 30
3 Jati 7.5 7.32 23
4 Jati 8 7.96 25
5 Jati 8 9.24 29
6 Jati 8 7.64 24
7 Jati 7.7 8.28 26
8 Jati 8 8.60 27
9 Jati 10 9.87 31
10 Jati 7 7.32 23
11 Jati 8 8.28 26
12 Jati 7.7 7.64 24
13 Jati 7.5 7.64 24
14 Jati 8.5 9.24 29
15 Jati 7 7.64 24
16 Jati 8.3 8.60 27
17 Jati 11 10.19 32
18 Jati 9 9.55 30
74
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Bagian yang
No Kell
Tanaman diserang Gejala serangan
Pohon (cm)
Batang Daun
Batang membengkak dan warna
27 √
Jati 85 kehitam-hitaman
28 Jati 78
29 Jati 82
30 Jati 85
31 Jati 81 √ Batang pecah-pecah
32 Jati 76 √ Batang pecah-pecah
Rata-rata 76.58
Diameter 24.39
Jumlah pohon
19
terserang
Luas serangan (%) 59.38
Bagian yang
No Kell
Tanaman diserang Gejala serangan
Pohon (cm)
Batang Daun
Batang membengkak dan
18 Jati √
77 pecah-pecah
Batang bolong dan kulit batang
19 Jati √
68 pecah-pecah
20 Jati 66
Batang membengkak dan
21 Jati √
74 warna kehitam-hitaman
22 Jati 85
23 Jati 73 √ Batang pecah-pecah
24 Jati 87
25 Jati 72 √ Batang membengkak
26 Jati 71 √
Batang membengkak dan
27 Jati √
85 warna kehitam-hitaman
28 Jati 87
29 Jati 80
30 Jati 90
31 Jati 81 √ Batang pecah-pecah
Rata-rata 76.97
Diameter 24.51
Jumlah pohon
terserang 15
Luas serangan (%) 48.39