Anda di halaman 1dari 51

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339550532

Panduan Mangrove: Survei Ekologi dan Pemetaan

Book · March 2019

CITATIONS READS
0 1,526

4 authors, including:

Frida Sidik Hanggar Prasetio Kadarisman


Ministry of Marine Affairs and Fisheries 8 PUBLICATIONS   109 CITATIONS   
56 PUBLICATIONS   1,128 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Denny wijaya Kusuma


Institute for Management Marine and Fisheries Information
26 PUBLICATIONS   63 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

INDESO Mangrove Project View project

Coastal Conservation and Community Development in Kaimana, Indonesia by valuing Blue Carbon View project

All content following this page was uploaded by Frida Sidik on 28 February 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


























PANDUAN MANGROVE:
SURVEI EKOLOGI
DAN PEMETAAN








PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI DAN PEMETAAN


(SERI 1)





Panduan singkat untuk mempelajari teknik dasar pengambilan data yang digunakan dalam kegiatan penelitian
ekologi dan monitoring dinamika ekosistem mangrove untuk mengetahui kondisi wilayah pesisir.






Penulis:
Frida Sidik
Denny Wijaya Kusuma
Hanggar Prasetio Kadarisman
Suhardjono





Penerbit:
Balai Riset dan Observasi Laut, BRSDM-KKP


ISBN: 978-602-17238-8-3




Buku merupakan bagian dari kegiatan dari Partnerships for Enhanced Engagement in
Research (PEER) - U.S. Government (USG) melalui Program Supported Partner Evidence to
Action Supplements of ‘Enhancement of Research for Adaptation of Wetlands in Indonesia
to Projected Impacts of Sea Level Rise’ yang dilaksanakan oleh Balai Riset dan Observasi
Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan.








PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN



PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI DAN PEMETAAN


Buku ini diterbitkan oleh Balai Riset dan Observasi Laut, Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
































Sitasi: Frida Sidik, Denny Wijaya Kusuma, Hanggar Prasetio Kadarisman dan Suhardjono. 2019. Panduan Mangrove: Survei
Ekologi dan Pemetaan. Balai Riset dan Observasi Laut. Bali.



PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

Kata Pengantar


Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang berperan penting dalam menjaga kestabilan wilayah pesisir. Fungsi
utama hutan mangrove adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam
formasi gelombang besar. Manfaat lain dari hutan mangrove adalah menjadi habitat berbagai jenis satwa,
tempat pembesaran (nursery ground) banyak jenis ikan laut, dan penyerap/penyimpan karbon.

Banyaknya manfaat keberadaan mangrove menjadi daya tarik para peneliti maupun akademisi untuk
mempelajari lebih dalam mengenai ekosistem mangrove. Melalui kegiatan Supported Partner Evidence to Action
Supplements yang didukung oleh Partnerships for Enhanced Engagement in Research (PEER) - U.S. Government
(USG), Balai Riset dan Observasi Laut menyusun Buku Panduan Mangrove: Survei Ekologi dan Pemetaan yang
merupakan panduan singkat pengambilan data dan pemetaan yang digunakan dalam penelitian mangrove.
Kegiatan ini merupakan pengembangan program riset PEER dalam bentuk aktifitas hilirisisasi hasil riset adaptasi
mangrove terhadap perubahan iklim, bertajuk Enhancement of Research for Adaptation of Wetlands in
Indonesia to Projected Impacts of Sea Level Rise yang telah dilaksanakan pada tahun 2013-2015.

Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjadi satu pegangan serta meningkatkan kapasitas riset dan monitoring
mangrove. Semoga buku ini dapat memberikan inspirasi, tambahan informasi, dan menjadi rujukan bagi
masyarakat kelautan dan perikanan, akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk mewujudkan
pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan mangrove yang berkelanjutan dan lestari.


Jembarana, Maret 2019

Penulis


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

Daftar Isi

Kata Pengantar 4

Daftar Isi 5

Pendahuluan 6
Desain pengambilan data lapangan 7

Struktur hutan mangrove 9


Pengambilan data dalam plot 9
Teknik pengukuran vegetasi mangrove 10
Kerapatan pohon dan struktur komunitas 16
Biomassa 17

Faktor pengaruh distribusi dan zonasi mangrove 18


Sedimen 18
Salinitas 18

Pemetaan mangrove melalui data satelit 19


Aplikasi citra satelit 24

Informasi spasial hutan mangrove 32


Perhitungan perubahan luasan mangrove menggunakan Google Earth 32
Pengenalan Drone untuk pemantauan kondisi mangrove 46

Daftar Pustaka 50


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

Pendahuluan

Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di wilayah pasang surut yang memiliki beragam manfaat
dan fungsi (Tabel 1). Mangrove umumnya terdapat di pesisir beriklim tropis dan subtropis (30°LS-LU). Menurut
Giri et al., (2011), mangrove mencakup 0,7% (~13.4 juta ha) dari total hutan dunia, yang terdapat di 118 negara
dan teritori. Indonesia merupakan negara dengan luas mangrove terbesar, yaitu 3,1 juta ha atau 22,6% dari
mangrove dunia (Giri et al., 2011). Mangrove Indonesia terletak di kawasan ‘hot spot’ mangrove dunia dimana
terdapat setidaknya 243 jenis mangrove, termasuk 48 jenis mangrove sejati (Giesen et al., 2006).


Tabel 1. Jasa ekosistem mangrove yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Jasa Fungsi Nilai ekonomi
Produk kehutanan Keragaman hayati yang menjadi hasil hutan kayu *US$ 484 – 585 ha-1 thn-1,
+
dan non kayu US$ 285 174 ha-1 thn-1
Pelindung pantai Mencegah erosi melalui fungsi akar yang *US$ 3679 ha-1 thn-1
mengikat tanah dan stabilisasi sedimen
Melindungi badai melalui penyerapan energi *US$ 8966 – 10821 ha-1
gelombang dan angin
Sumberdaya perikanan Sebagai habitat biota *US$ 484 – 585 ha-1 thn-1, !US$
117 ha-1 thn-1
Siklus karbon Fungsi penyerapan dan penyimpanan karbon *US$ 30.50 ha-1 thn-1
dalam biomassa pohon dan tanah
Ekowisata Pendapat ekonomi masyarakat dari pengelolaan ^US$ 30.50 thn-1
wisata
+
Filter air Pemanfaatan mangrove dalam water treatment US$ 14 631 – 24 589 ha-1 thn-1
Sumber: Barbier et al. (2011)*, Ruitenbeek, (1992)!, Ambarita et al. (2018)^ dan Cabrera et al (1998)+.


Penurunan kualitas dan kuantitas hutan mangrove dapat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat
pesisir, oleh karenanya dibutuhkan upaya pengelolaan yang mencakup kegiatan pemantauan ekologi dan
kondisi kesehatan ekosistem mangrove secara keseluruhan. Panduan ini menjelaskan teknik dasar pemetaan
dengan Google Earth serta pengambilan data lapangan yang melengkapi informasi spasial untuk memberikan
informasi kondisi ekosistem mangrove.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

Desain pengambilan data lapangan



Sebelum melakukan penelitian di lapangan, langkah awal yang harus dipersiapkan adalah menentukan desain
pengambilan data lapang (sampling design) dengan memperhatikan:
1. Tujuan penelitian
Untuk mempermudah penyusunan tujuan penelitian, tentukanlah:
• Research question (RQ): pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini.
• Hipotesa: hasil yang akan diperoleh dan menjadi jawaban RQ.
2. Ruang lingkup kegiatan
• Parameter yang dikaji: dapat ditentukan melalui RQ atau ulasan singkat dari gambaran umum lokasi
studi yang diperoleh dari peta.
• Waktu pengambilan data: kondisi ekosistem mangrove dipengaruhi oleh cuaca/musim sehingga
beberapa parameter lingkungan dapat bervariasi dalam satu tahun.
3. Metode pengambilan data
• Metode sampling plot yang umum digunakan untuk mangrove adalah linear dan random (Gambar 1).


Gambar 1. Metode pengambilan data yang umum dilakukan dalam survey mangrove.
Sumber: Howard et al. (2014)

• Luasan lokasi studi tergantung dari ketersediaan waktu, biaya dan tenaga. Pelajari wilayah kerja dengan
menggunakan peta sebelum menentukan luasan wilayah kerja (lihat Bab Informasi Spasial Mangrove).
• Jumlah plot ditentukan oleh seberapa akurasi yang ingin kita capai dan biaya. Untuk memperkirakan
jumlah, dapat menggunakan metode yang digunakan dalam forest inventory
(http://www.winrock.org/resources/winrock-sample-plot-calculator) atau sesuai dengan rumus jumlah
sampel minimal, yaitu:
!"#$ !!"#$ !"#$%&'(
!"#$%ℎ !"#$%& !"#"!$% = !"!#$ !"#$%& !"#"!$% + .
!"##

Skala Kelas Kerapatan Minimal Plot Total Sampel Minimal
1 : 25000 5 30 50
1 : 50000 3 20 30
1 : 250000 2 10 20
(sumber: Badan Informasi Geospasial (2014))

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

• Kondisi pasang surut dapat mempengaruhi lama waktu pengambilan data. Cek jadwal pasang surut
(https://www.worldtides.info) dan akses menuju lokasi studi untuk penentuan lokasi plot dan
memperkirakan lama waktu di lapangan.
• Alat dan bahan: perhitungkan kebutuhan alat dan bahan termasuk cadangannya untuk mengantisipasi
terjadinya hal diluar rencana.


Gambar 2. Tampilan prediksi pasang surut yang diunduh dari website WorldTides.


4. Replikasi
Ekosistem mangrove memiliki kondisi lingkungan yang bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya.
Pengambilan sampel harus dilakukan lebih dari satu sampel untuk dapat mewakili variabilitas lingkungan
tersebut sehingga data menjadi valid. Jumlah minimal replikasi adalah tiga sampel.


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

Struktur hutan mangrove


Pengambilan data dalam plot

Untuk mendapatkan gambaran suatu hutan mangrove, dibutuhkan berbagai informasi mengenai struktur hutan
yang meliputi komposisi spesies, keragaman, tinggi dan diameter tegakan pohon, basal area, kerapatan pohon
dan distribusi kelompok usia pohon. Informasi tersebut diperoleh melalui pengambilan data yang mewakilkan
suatu luasan area kerja, atau disebut plot. Bentuk plot dapat berupa lingkaran atau persegi dengan luas area
yang dapat disesuaikan dengan luas lokasi studi (Gambar 3). Informasi yang diperoleh dalam plot dapat menjadi
data dasar lapangan (ground truth) yang digunakan untuk pembuatan informasi spasial (lihat Bab Informasi
Spasial Mangrove).

Prosedur pengambilan data dalam plot terdiri dari metode:
1. Transek line plot
• Berbagai pengukuran dapat dilakukan dalam satu plot sehingga metode ini memberikan informasi
komposisi spesies mangrove, struktur komunitas dan biomasa pohon.
• Seluruh vegetasi mangrove yang masuk di dalam lingkaran plot dihitung mengikuti acuan.
• Jenis mangrove yang diukur dibagi berdasarkan umur / ukuran tegakan, yaitu pohon, pancang (lingkaran
tegakan < 4 cm) dan semai (tinggi pohon < 1 cm).
• Metode ini dapat digunakan dalam monitoring perubahan biomasa dan pertumbuhan mangrove yang
dilakukan pada plot permanen.



Gambar 3. Bentuk transek dan plot yang digunakan dalam survei mangrove.


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

10

2. Point Centered Quarter.


• Metode ini hanya menghitung pohon-pohon yang terdekat dengan titik pusat di sebuah quadran
imajiner (Gambar 4).
• Panjang transek dan jarak antar titik pusat dapat menyesuaikan dengan luasnya wilayah kerja.


Gambar 4. Bentuk area sampling dengan metode Point Centered Quarter

Teknik pengukuran vegetasi mangrove


Mangrove memiliki karakteristik yang unik dan
beragam dimana identifikasi jenis dapat dilakukan
dengan menggunakan foto atau gambar dari buku
panduan, atau dengan menggunakan kunci
identifikasi mangrove.
Seperti jenis pohon lainnya, identifikasi dilakukan
dengan memperhatikan bagian:
1. Bentuk pohon (tree)
2. Struktur akar (roots)
3. Bentuk buah (propagule/fruit)
4. Bentuk dan susunan daun (leaves)
5. Rangkaian bunga (flowers)

Untuk mengetahui struktur pohon, pengukuran
umumnya terbagi dua bagian: 1) Diameter at
Breast Height (DBH), yaitu titik pengukuran
tegakan pohon (bole) setinggi 1.3m, dan 2) bagian
tajuk (crown). Keterangan pengukuran diuraikan di
bagian ‘Teknik Pengukuran Mangrove’.






PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

11

Kunci Identifikasi Jenis Mangrove



1.a Daun tunggal ………………………………………………………………………………………………………………. 2
2.a. Daun berseling atau spiral ………….…………………………………………………………………….. 3
3.a Pepagan dan ranting bergetah putih
4.a Daun jorong pendek, panjang 4-5 cm, dasar membulat sampai
meruncing, berkelenjar dua, ujung runcing, urat daun lateral 5 pasang,
tepi bunga sangat kecil. Buah berdiameter 0.5-1 cm, membuka jadi
tiga bagian
Excoecaria agallocha
4.b Daun jorong panjang sampai bentuk sodet, panjang 10 cm, dasar
meruncing berangsur-angsur, ujung meruncing, tepi daun rata, urat
daun lateral 10-12 pasang. Bunga besar, daun mahkota putih, Buah
bulat dengan kulit dalam berserat
Cerbera manghas
3.b Pepagan dan ranting tidak bergetah putih …………………………………………………. 12
2.b. Daun berhadapan ………………………………………………………………………………………………… 5
5.a Muka bawah daun bersisik ………………………………………………………………………… 6
6.a Daun bulat telur, dasar daun berlekuk dalam, muka bawah hijau
kecoklatan, tertutup sisik. Buah agak membelah dua, pada ujungnya
agak berkulit atau melepuh
Brownlowia argentata
6.b. Dasar daun berlekuk tak begitu dalam. Buah berlunas ………………… 7
7.a. Muka bawah daun keputih-putihan
Heritiera littoralis
7.b. Muka daun kemerah-merahan seperti tembaga
Heritiera globosa
5.b. Muka bawah daun tidak bersisik …………………………………………………………………. 8
8.a. Daun berbentuk hati ……………………………………………………………………… 9
9.a. Kulit luar halus muka bawah daun putih kebiru-biruan,
kelopak bunga jelas bercangap

Hibiscus tiliaceus
9.b. Kulit luar bercelah, muka bawah daun hijau, kelopak bunga
hampir rata
Thespesia populnea
8.b. Daun tidak berbentuk hati ……………………………………………………………… 10
10.a Pohon atau perdu, kulit kayu bercelah sangat dalam dengan
jaringan rabung (ridges) yang memanjang, lentisel-lentisel
dasar terdapat antara rabung-rabung. Daun berbentuk sodet,
tidak bertangkai …………………………………………………………………. 11
11.a Berakar lutut (akar napas), bunga merah cerah
Lumnitzera littorea
11.b Tidak berakar lutut, bunga putih
Lumnitzera racemosa
10.b Perdu kecil, daun bertangkai, berbentuk telur
terbalik,panjang 5-10 cm, ujung daun membelah, tepi
melengkung (reflexed), perbungaan berbentuk payung, buah
matang bengkok
Aegiceras corniculatum
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

12

10.c Perdu kecil, daun bertangkai, berbentuk telur


terbalik,panjang 3-6 cm, ujung daun membelah, tepi
melengkung (reflexed), perbungaan berbentuk payung, buah
matang lurus
Aegiceras floridum
12.a Muka bawah daun pucat kekuning-kuningan sampai keabu-abuan, kulit kayu
halus, tidak berlentisel ………………………………………………………………………………. 13
13.a Daun bulat panjang atau lanset, dasar dan ujung runcing, muka bawah
keputih-putihan. Bulir terdiri atas 10-30 bunga, bulir tua 1.5-3 cm
panjangnya
Avicennia alba
13.b Daun bulat panjang – bulat telur terbalik, ujung membulat, muka
bawah hijau kekuning-kuningan atau hijau kebiru-biruan. Bunga 2-12
dalam bongkol atau bulir
Avicennia officinalis
13.c Daun jorong – bulat panjang atau bulat panjang – bulat telur terbalik,
dasar runcing, ujung membulat. Bunga 2-12 dalam bongkol, panjang
bongkol tua 0.5-1.5 cm
Avicennia marina
12.b Tidak demikian ……………………………………………………………………………………………. 14
14.a Pohon dikelilingi oleh akar napas yang tebal dan tajam, kulit kayu
bercelah. Daun membulat pada ujung …………………………………………….. 15
15.a Daun bulat telur terbalik, hampir bulat, dasar meruncing,
ujung-ujung ranting tegak, tabung kelopak di bawah buah
berbentuk mangkok, daun kelopak melengkung
Sonneratia alba
15.b. Daun jorong – bulat telur ujung-ujung ranting menggantung,
tabung kelopak dan daun kelopak rata dan melebar
Sonneratia caseolaris
14.b. Pohon tidak dikelilingi oleh akar napas demikian. Daun runcing pada
ujungnya …………………………………………………………………………………………. 16
16.a Pohon kadang-kadang berakar tunjang kecil dikelilingi oleh
akar lutut. Buah dengan hipokotil bersudut atau berjalur dan 17
berlentisel ………………………………………………………………………….
17.a Pohon kadang-kadang berakar tunjang pada
dasarnya. Daun membulat telur terbalik, agak
membelah pada ujungnya, daun kelopok 5-6 …………. 18
18.a. Daun kelopak pada buah membalik, panjang
hipokotil 15-25 (-35) cm Daun kelopak pada
buah membalik, panjang hipokotil 15-25 (-
35) cm
Ceriops tagal
18.b. Daun kelopak pada buah tidak membalik,
panjang hipokotil 9-15 cm
Ceriops decandra
17.b. Pohon tidak berakar tunjang dan dikelilingi akar lutut
/akar napas. Daun jorong sampai bulat telur terbalik,
ujung daun lebih runcing, daun kelopak 8-1 …………. 19
19.a. Bunga tunggal. Dasar batang berlentisel, kulit
luar bercelah ………………………………….......... 20
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

13

20.a Kelopok merah sampai merah jambu,


. daun kelopak lurus dengan ujung yang
runcing, tabung kelopak berrabung
(ridged) pada bagian atas. Daun besar
15-20 cm x 5-7 cm, urat daun lateral
9-10 pasang
Bruguiera gymnorhiza
20. Kelopak kuning atau kuning kecoklat-
b. coklatan, daun kelopak melengkung,
tabung kelopak berrabung dengan
jelas. Daun lebih kecil 11-16 cm x 4-6
cm, urat daun lateral (5) 6-7 pasang
Bruguiera sexangula
19.b. Bunga 2-5 pada setiap tangkai, kulit luar
halus atau retak ……………………………………… 21
21.a Kulit dalam jingga-coklat. Daun hijau
tua, urat daun lateral 5-7 pasang,
tanpa urat daun antara yang jelas,
tabung kelopak halus, panjang daun
kelopak 0,5 cm pada buah daun
kelopak melengkung
Bruguiera cylindrica
21. Kulit dalam merah jambu sampai
b. merah. Daun hijau kekuning-
kuiningan, urat daun lateral 10-12
pasang dengan urat daun antara yang
jelas. Tabung kelopak berrabung,
panjang daun kelopak 0,25 cm, pada
buah daun kelopak tegak
Bruguiera parviflora
16.b. Pohon berakar tunjang atau tidak dan tidak dikelilingi oleh
akar lutut/akar napas (Bandingkan juga dengan Bruguiera
parviflora) ………………………………………………………………………… 22
22.a Pohon berakar tunjang dan akar gantung dari cabang 23
jelas ……………………………………………………………………..
23.a. Bunga selalu dua dan sangat pendek tangkai
bunganya
Rhizophora apiculata
. 23.b. Bunga lebih dari 2 …………………………………… 24
24.a Bunga 2-4 (jarang 3) dalam rangkaian
. yang kecil
Rhizophora lamarckii
24. 1-2-(4) dengan percabanagn
b. perbungaan 0-1 (-2). Stilus jarang
Rhizophora mucronata
24.c Bunga (1) 4-16 dengan percabangan
. perbungaan (0) 2-4 (-6). Stilus ada,
panjang dan tegak
Rhizophora stylosa
22.b. Tidak demikian …………………………………………………….. 25
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

14

25.a
Pohon kecil, kelopak bunga 5 (-6). Buah 1.5-2

cm panjang. Hipokotil sampai 40 cm
panjangnya
Kandelia candel
1.b Daun majemuk ……………………………………………..…………………………………………….…………….. 26
26.a Pohon berbanir pepagan luar berbecak-becak coklat muda, banir pohon tua
bergelombang, pipih, menyebar sepanjang batang. Daun menyirip dengan dua anak
daun Anak daun hampir duduk, dasar meruncing (cuneate), jorong panjang 6-10 cm,
ujung membulat, kadang-kadang membelah. Buah besar, garis tengah 10-15 cm,
berkayu.
Xylocarpus granatum

26. Pohon berbanir pendek pepagan luar merah tua kebanyakan hitam dengan celah-
b celah. Daun menyirip dengan 2-3 anak daun. Anak daun hampir duduk, dasar
meruncing (cuneate), jorong panjang 5-9 cm, ujung membulat, kadang-kadang
membelah. Buah garis tengah mencapai 10 cm, berwarna hijau, kasar.
Xylocarpus moluccensis
26.c Pohon tidak berbanir pendek pepagan luar berwarna coklat. Daun menyirip dengan
3-4 anak daun. Anak daun hampir duduk, dasar meruncing (cuneate), jorong panjang
7-12 cm, ujung meruncing. Buah garis tengah mencapai 8 cm, berwarna hijau, halus.
Xylocarpus rumphii
Pepagan luar bersisik, keabu-abuan, pohon tidak berbanir. Anak daun bertangkai
nyata, dasar agak membulat, jorong-bulat telur, panjang 2-4 cm, ujung membelah.
Intsia retusa



Gambar 5. Bentuk buah mangrove yang dapat menjadi acuan identifikasi jenis mangrove.

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

15


Akar nafas Akar tunjang Akar lutut Akar banir/papan


Pengukuran DBH
Mangrove memiliki struktur pohon (tree architecture) yang unik sehingga dibutuhkan teknik pengambilan data
tinggi dan lingkaran tegakan pohon (CBH). Dari nilai CBH pohon dapat dihitung diameter tegakan pohon (DBH)
dan luas penutupan jenis (basal area) untuk sebuah satu kesatuan pohon.


Gambar 6. Teknik pengukuran DBH. Sumber: Howard et al. (2014)

!"# DBH = diameter tegakan pohon (cm)
!"# =
! CBH = lingkaran tegakan pohon (cm)
π = 3,14

!!"# ! BA = basal area
!" = DBH = diameter
4

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

16

Kerapatan tajuk (Crown Cover)


Tajuk adalah bagian penyusun dari kanopi berbentuk
menyerupai atap hutan. Pengukuran kerapatan tajuk
berdasarkan luasan ‘area’ dan dapat dilakukan dengan
pengambilan foto vertikal menggunakan peralatan
khusus seperti lensa fish eye atau kamera hemisphere.
Menurut Pedoman Teknis dari Badan Informasi
Geospasial, (2014), kerapatan tajuk dapat dikelompokan
menjadi kerapatan lebat (70%), sedang (50-70%) dan
jarang <50%. Jumlah sampel plot kerapatan tajuk minimal
adalah 60% dari total sampel minimal.


Spektral reflektan daun (leaf reflectance spectra)

B. gymnorrhiza (BG)
A. marina (AM)
R. apiculata (RA)
S. alba (SA)



Fig. 2. (Left) Leaf reflectance profiles measured for four mangrove species. Lines correspond to

Daun vegetasi mangrove memiliki karakteristik unik dimana dapat memantulkan spektral dengan nilai tertentu.
Pengukuran spektral menggunakan spectroradiometer. Jenis mangrove yang telah teridentifikasi antara lain
berasal dari marga Bruguiera, Avicennia, Rhizophora dan Sonneratia (Viennois et al., 2015).

Kerapatan pohon dan struktur komunitas



Nilai kerapatan (D) yaitu perbandingan antara jumlah individu suatu jenis (i) di dalam suatu satuan area.
! D = kerapatan jenis tertentu (batang/ha)
!=
! n = jumlah total tegakan dari jenis tertentu
A = luas total area plot
Nilai kerapatan relatif jenis (RDi) adalah perbandingan antara jumlah tegakan jenis (ni) dan jumlah total tegakan
seluruh jenis.
RD = kerapatan relatif jenis tertentu
! n = jumlah total tegakan dari jenis tertentu
!" = × 100
Σ! Σn= luas total tegakan seluruh jenis

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

17

Nilai frekuensi (F) yaitu peluang ditemukannya mangrove jenis di dalam petak contoh (plot).
F = frekuensi jenis tertentu
! p = jumlah plot dimana ditemukan jenis tertentu
!=
Σ! Σp = jumlah total plot
Nilai frekuensi relatif (RF) adalah perbandingan antara frekuensi jenis (Fi) dan jumlah
frekuensi untuk seluruh jenis.
RF = nilai frekuensi relatif
! F = frekuensi jenis tertentu
!" = ×100
Σ! ΣF = jumlah frekuensi seluruh jenis
Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area.
C = penutupan jenis
Σ!" BA = luas penutupan jenis (basal area)
!=
A A = luas plot
Penutupan Relatif Jenis (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan jenis i (Ci)
dan luas total area penutupan untuk seluruh jenis.
RC = penutupan relatif jenis
! C = luas area penutupan jenis tertentu
!" = ×100
Σ! ΣC = luas total area penutupan untuk seluruh jenis
Jumlah nilai kerapatan relatif jenis (RDi), frekuensi relatif jenis (RFi) dan penutupan relative jenis (RCi)
menunjukkan Indeks Nilai Penting (INP).
INP = RD + RF + RC

Biomassa

Biomassa pohon terbagi atas biomasa tegakan (aboveground) dan akar (belowground). Perhitungan biomassa
dilakukan dengan menggunakan persamaan alometrik berdasarkan jenis. Apabila tidak ditemukan alometrik
maka dapat digunakan persamaan umum (Komiyama et al., 2005) atau berdasarkan jenis (marga) serupa.

Jenis Alometrik Referensi
Aboveground
2.3524
Avicennia spp. Wtop = 0.1848DBH Dharmawan and Siregar (2008)
2.68
Rhizophora spp. Wtop = 0.105DBH Clough and Scott (1989)
2.101
Sonneratia spp Wtop = 0.384ρDBH , ρ = 0.078 Kauffman and Cole (2010)
2.31
Bruguiera gymmnorhiza Wtop = 0.186DBH Clough and Scott (1989)
2.46,,
Ceriops tagal Wtop = 0.251ρDBH , ρ = 0.960 Komiyama et al. (2005)
2.59
Xylocarpus granatum Wtop = 0.0823DBH Clough and Scott (1989)

Belowground
1.7939
Avicennia spp. Wroot = 0.1682DBH Dharmawan and Siregar (2008)
1.86
Rhizophora spp. Wroot = 0.261DBH Comley and McGuinness (2005)
0.899 2.22
Sonneratia spp Wroot = 0.199ρ DBH , ρ = 0.078 Komiyama et al. (2005)
0.899 2.22
Bruguiera gymmnorhiza Wroot = 0.199ρ DBH , ρ = 0.741 Komiyama et al. (2005)
0.899 2.22
Ceriops tagal Wroot = 0.199ρ DBH , ρ = 0.960 Komiyama et al. (2005)
0.899 2.22
Xylocarpus granatum Wroot = 0.199ρ DBH , ρ = 0.700 Komiyama et al. (2005)

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

18

Faktor pengaruh distribusi dan zonasi mangrove

Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara mahluk hidup dan lingkungannya (biotik dan abiotik).
Mangrove sebagai salah satu ekosistem pesisir berinteraksi dengan lingkungannya sehingga pola pertumbuhan
mangrove menyebar menyesuaikan faktor lingkungan dan membentuk suatu zonasi. Faktor-faktor tersebut
antara lain iklim (suhu udara), salinitas, hidrologi (pasang surut, arus, gelombang) dan geomorfologi (sedimen).
Beberapa pengukuran parameter tersebut dapat dilakukan dengan menggunaka alat sederhana seperti di
bawah ini.

Sedimen
Karakteristik sedimen di dalam hutan mangrove bervariasi sesuai dengan letak lokasi, geomorfologi, hidrologi
dan faktor lainnya. Bulk density (kerapatan partikel) merupakan berat partikel persatuan volume tanah beserta
porinya. Porositas adalah proporsi ruang pori tanah (ruang kosong) yang terdapat dalam suatu volume tanah
yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah.

Menurut ukuran partikel, sedimen terbagi tiga


komponen utama, yaitu lempung (clay), pasir (sand)
dan lumpur (silt). Komponen ini dapat bercampur
dalam suatu lokasi sehingga tekstur sedimen sangat
beragam. Jenis tekstur sedimen dapat ditentukan
dengan mengetahui komposisi campuran sediimen
berdasarkan persentase ketiga komponen utama
sedimen dan dicocokan dengan acuan segitiga tekstur
sedimen.
Wk
!" =
Vol
BD = bulk density
W k = berat kering sampel setelah di oven (g)
Vol = volume takaran pengambil sampel (cm3)

Salinitas
Air yang tersimpan di dalam permukaan tanah (porewater) mengandung
kadar garam yang menentukan tingkat salinitas dan mempengaruhi
pertumbuhan mangrove karena diserap oleh akar mangrove yang tumbuh
pada permukaan tanah. Untuk mengetahui salinitas air tanah permukaan
(porewater salinity) sampel air diambil pada kedalaman tanah sekitar 10-
30 cm dan diukur dengan menggunakan refraktometer.




PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

19

Pemetaan mangrove melalui data satelit

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk memetakan hutan mangrove di Indonesia sudah berkembang sejak
lama. Mulai dari menggunakan satelit dengan resolusi menengah sampai dengan resolusi tinggi. Menurut Proisy
et al. (2017) pemantauan hutan mangrove dengan luasan yang besar, kompleksitas spasial dan variabilitas
temporal dari wilayah tambak tidak dapat dijangkau hanya dengan observasi lapang serta citra satelit dengan
resolusi menengah sehingga menggunakan citra satelit resolusi tinggi.

Citra satelit resolusi tinggi atau very high spasial resolution (VHSR) yang dapat memberikan informasi lebih jelas
mengenai ekosistem mangrove (Proisy et al., 2017). Pada saat ini telah banyak citra satelit resolusis tinggi yang
memiliki harga terjangkau dengan resolusi pixel antara 30 cm sampai 4 m (Proisy et al., 2007). Penggunaan citra
satelit resolusi tinggi dapat dengan mudah mengidentifikasi canopy pohon mangrove serta kepadatan tanam
(Zhou et al., 2013).
Metode transformasi nilai spektral pun dikembangkan yang berawal dari pemetaan vegetasi hutan di daratan,
adapun transformasi tersebut seperti NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), GI (Green Index) dan WI
(Wetness Index). Dalam pemetaan vegetasi sensor (saluran spektral) yang paling sering digunakan adalah sensor
warna merah, inframerah, serta hijau, seperti pada gambar 1 berikut ini.


Gambar 1. Grafik spektral terhadap objek tanah, vegetasi dan air.
Pada gambar 1 tampak bahwa vegetasi mempunyai respon yang kuat pada saluran warna merah dan inframerah
dekat (Near Infrared) serta pada objek air merah dan inframerah cenderung menyerap sehingga cocok untuk
memetakan mangrove yang tumbuh dengan dasarnya perairan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2 berikut.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

20

2
3


Gambar 2. Saluran merah citra satelit Geoeye.

Pada spektrum warna merah menunjukkan perbedaan yang kuat antara air, vegetasi, dan bangunan serta tanah
terbuka, seperti yang ditunjukkan pada angka 1 adalah vegetasi dalam hal ini adalah mangrove yang ada di
kawasan estuari Perancak, kemudian pada angka 2 menunjukkan warna yang kontras yaitu putih hal ini
menujukkan bangunan dan lapangan terbuka, sedangkan angka 3 menunjukkan bangunan pertambakan, serta
angka 4 adalah tubuh air sungai.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

21


Gambar 3. Saluran inframerah dekat citra satelit Geoeye.

Pada gambar 3 menunjukkan banyak objek yang lebih cerah jika dibandingkan dengan gambar 2 saluran merah,
hal ini karena respon objek pada gelombang inframerah adalah memancarkan panas sehingga klorofil-a pada
daun (angka 1) yang melakukan fotosintesis menjadi lebih tampak jika dibandingkan dengan objek air (angka 3
dan 4), diikuti pula oleh objek bangunan. Pemilihan resolusi spasial dalam pemetaan dan observasi hutan
mangrove juga merupakan hal yang penting, karena pada umumnya daerah-daerah hutan mangrove sangat sulit
dijangkau, serta dengan menggunakan resolusi tinggi identifikasi jenis mangrove menjadi lebih mudah, serta
dapat mengetahui pesebaran mangrove pada daerah estuari.
Perkembangan teknologi saat ini mendorong perkembangan satelit, mulai dari resolusi spasial dan resolusi
temporal, dengan perkembangan ini saat ini hadir satelit dengan resolusi spasial 0,4 – 4 meter seperti gambar
berikut.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

22

Ikonos 2002

Quick Bird 2009



Gambar 4. Satelit dengan resolusi spasial tinggi (a). Satelit Ikonos, (b). Quick Bird
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

23

Geoeye 2014

WorldView 2015

Gambar 5. Satelit dengan resolusi spasial sangat tinggi (a). Satelit Geoeye, (b). WorldView

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

24

Pada gambar 4 dan 5 tampak objek-objek pada citra resolusi tinggi dan sangat tinggi tampak jelas, resolusi
spasial ini menjelaskan tentang luasan bagian terkecil penyusun gambar yaitu piksel (pixel (picture element)).
Jika 1 piksel berukuran 0,4 cm maka hal tersebut berarti ukuran objek 0,4 x 0,4 cm akan tampak pada citra
satelit. Berikut adalah tabel resolusi spasial dari beberapa satelit.

Tabel 1. Perbandingan resolusi spasial

Nama Satelit Tahun diluncurkan Resolusi Panchromatic Resolusi Multispektral


Ikonos 24 September 1999 0,82 – 1 m 3,28 – 4 m
QuickBird 18 Oktober 2001 61 cm 1,63 – 2,44 m
GeoEye 6 September 2006 41 cm 165 cm
WorldView 13 Agustus 2014 0,31 cm 1,24 m
Landsat 8 OLI 11 Februari 2013 15 m 30 m
Sumber: diolah dari berbagai laman digital

Tabel 1 diatas menunjukkan untuk resolusi sedang dengan menggunakan Landsat 8, namun peruntukannya tidak
untuk membedakan spesies mangrove, pada umumnya digunakan untuk menghitung kerapatan dengan
transformasi nilai spektral yaitu NDVI. Adapun algoritma untuk NDVI adalah sebagai berikut:
!"#!!"#$%
NDVI = ...................................................... 1
(!"#!!"#$%)

Hasil dari algoritma NDVI nilai spektral dari saluran Inframerah dekat (Near Infrared/nir) berubah menjadi nilai 0
-1, semakin cerah bernilai 1 dan semakin gelap bernilai Nol.

Aplikasi citra satelit

Transformasi Nilai Spektral


Penggunaan NDVI dalam pemetaan vegetasi pada umumnya adalah tentang kerapatan karena nilai NDVI
merupakan nilai pantulan dengan kisaran 0 – 1, hal ini disajikan pada gambar 6 seperti berikut ini.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

25


Gambar 6. Peta citra nilai NDVI

Pada gambar 6 menujukkan hasil perubahan atau transformasi nilai piksel dari saluran NIR dan saluran warna
merah menjadi nilai pantulan yaitu pada objek tubuh air dan lahan terbuka mempunyai nilai yang rendah
yaitu pada kisaran 0 – 0,3. Nilai vegetasi pada gambar 6 adalah pada nilai piksel 0,6 sampai 0,9. Hal ini akan
menjadi jelas jika nilai piksel ini diekstraksi menjadi nilai statistik dan menjadi grafik seperti yang disajikan
pada gambar 7 sebagai berikut, dengan pembagian menjadi 3 kelas, yaitu kelas jarang vegetasi (rare), kelas
kerapatan menengah (medium), kelas kerapatan tinggi (dense).
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

26

“Rare” “Medium” “Dense”


Gambar 7. Grafik nilai NDVI tahun 2015

Pada gambar 7 grafik nilai NDVI dengan pembagian 3 kelas menujukkan pada kelas jarang (“rare”)
menujukkan jumlah piksel yang yang tinggi hal ini karena pada bagian rare ini tidak hanya vegetasi yang
masih kecil tetapi juga menujukkan tubuh air yang ditunjukan pada puncak grafik atau grafik yang tertinggi.
Setelah penentuan kelas ini kemudian kelas tersebut dibuat didalam perangkat lunak pengolahan citra yaitu
ENVI Classic 5.0, dengan menggunakan fitur “band threshold to ROI (Region Of Interest)” dengan memasukan
interval kelas dalam hal ini karena dibagi hanya dalam 3 kelas, interval kelasnya adalah 0,284. Kemudian
diberi warna yang sesuai, hal ini mempermudah dalam melakukan identifikasi. Peta kerapatan mangrove
berdasarkan algoritma NDVI dapat dilihat pada gambar 8 berikut ini.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

27

: Rare (Jarang)

: Medium

: Dense

Gambar 8. Peta kerapatan mangrove berdasarkan NDVI


Pada gambar 8, warna merah menunjukkan kerapatan mangrove yang tinggi, hal ini menunjukkan antar
kanopi dari tanaman mangrove saling menutupi sehingga tidak tampak bagian bawah atau tanahnya,
berbeda dengan kerapatan sedang, masih terdapat warna hitam walaupun tidak terlalu banyak, hal ini
menujukkan jarak antar tumbuhan mangrove tidak rapat, yang menarik adalah warna kuning disepanjang
jalan tambak dan di wilayah daratan, hal ini bukan bias atau kesalahan dari algoritma, namun hal ini
menunjukkan vegetasi juga, karena algoritma ini tidak dapat membedakan antara tumbuhan mangrove dan
tanaman darat. Sedangkan warna biru tampak jarak yang jauh antara tanaman mangrove, dan juga
tumbuhan masih kecil ataupun objek lainnya, berikut perbandingan antara peta NDVI dengan citra true color
dari satelit WorldView 3.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

28


Gambar 9. Peta Citra Mangrove

Gambar 9 jika dibandingkan dengan gambar 8 maka dapat dilihat bahwa pada kelas-kelas kerapatan
mangrove telah sesuai dengan kenyataan.

Analisis Time Series


Analisis ini digunakan untuk memantau perkembangan dari hutan mangrove dalam skala yang luas, metode
analisis time series ini menggunakan analisis visual, citra yang digunakan adalah citra dengan resolusi
menengah sampai dengan resolusi tinggi. Contoh berikut adalah pemantauan perkembangan mangrove di
wilayah estuary Perancak dengan menggunakan citra VHRI (Very High Resolution Image) mulai dari tahun
2001 sampai 2015, disajikan pada gambar 10 berikut.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

29


Tahun 2001, citra IKONOS Tahun 2002, citra IKONOS


2003, IKONOS 2007, QUICKBIRD


2008, QUICKBIRD 2009, QUICKBIRD
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

30


2010, GEOEYE 2011, WorldView


2012, WorldView 2 2013, WorldView 2


2014, GEOEYE 2015, WorldView 3
Gambar 10. Perkembangan kawasan mangrove dari berbagai satelit
Pada gambar 10, warna vegetasi berwarna merah, hal ini karena saluran warna merah, diganti menggunakan
sensor NIR, sehingga vegetasi akan tampak jelas dan tidak dipengaruhi oleh perairan. Pada tahun 2002
tampak kawasan estuary Perancak merupakan tambak aktif dengan mangrove alami hanya dipinggir sungai
dan saluran pertambakan, tambak aktif tampak mempunyai aerator pada bagian tengah kolam, hal yang
menarik adalah area mangrove alami tidak pernah di buka menjadi tambak dan dibiarkan sampai sekarang,
hal ini mempercepat kembalinya kawasan mangrove secara cepat di kawasan estuary perancak. Kegiatan
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

31

pertambakan ini berakhir pada tahun 2007, hal ini ditunjukkan dengan rusaknya inlet tambak dan bahkan
dibeberapa tambak sudah mulai ditumbuhi mangrove, dan pada tahun 2007 tampak bangunan Balai Riset
dan Observasi Kelautan (BROK) dan tampak beberapa pertambakan yang dahulunya dikelola oleh Balai Besar
Riset Budidaya Laut (BBRBL) sebagian ditanami dengan mangrove, dalam program “green belt” sehingga
pada tahun tersebut terdapat dua jenis tanaman mangrove di estuari perancak yaitu mangrove yang ditanam
(planted), dan mangrove alami (nature), yang dimaksud dengan planted adalah tumbuhan mangrove yang
sengaja ditanam untuk rehabilitasi kawasan estuari Perancak, dan Nature adalah berasal dari spesies asli
yang sejak lama ada di kawasan estuari Perancak, jika dilihat dari citra satelit maka mangrove planted tampak
tersusun rapi dan membentuk barisan di dalam tambak-tambak, sedangkan alami (nature) tambak menyebar
secara acak.


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

32

Informasi spasial hutan mangrove



Perhitungan perubahan luasan mangrove menggunakan Google Earth



Alat
1. Komputer dengan spesifikasi:
CPU : Segala komputer dari Intel Pentium III atau Athlon dan di atasnya
Kecepatan CPU : 500 MHz
RAM : 128 MB
Sistem Operasi : Windows 2000/XP atau diatasnya
Ruang Hard-disk : 200MB Free hard-disk space

2. Software dan lainnya:
• Google Earth Pro untuk dekstop : https://www.google.com/intl/id_ALL/earth/versions/
• Microsoft Excel
• Koneksi Internet yang stabil
• Email google yang aktif dan dapat digunakan
• Web Browser (Chroome, Firefox, Safari, Internet Explorer, dls)




1. Instalasi Google Earth Pro di dalam system operasi Windows

1. Buka Web Browser (sebagai contoh adalah menggunakan Chrome) jika belum terinstal chroome bisa
melalui tautan ini: https://www.google.com/chrome/

2. Ketik “Google Earth Pro” pada laman pencarian. Klik pada laman web dengan dengan tulisan “Google
Earth”.


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

33



3. Maka akan muncul halaman persetujuan untuk mengunduh “Google Earth Pro” klik kiri pada tulisan
“Setuju dan Unduh” untuk mengunduh “Google Earth Pro”.



4. Simpan dan ingat lokasi penyimpanan.



5. Instal aplikasi “GoogleEarthProSetup” yang telah diunduh (klik kiri dua kali), tunggu proses instalasinya
sampai selesai, sehingga muncul gambar seperti dibawah ini.

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

34



6. Proses instalasi selesai dan berhasil.


B. Pengenalan Tools pada Google Earth Pro
1. Tekan Menu Tools/ Options maka akan muncul Google Earth Option, kemudian sesuaikan formatnya
seperti di pada Gambar. Kemudian tekan OK.

• Anti-Aliasing (AA)
adalah teknik
mengurangi jagged
(objek yang
bergerigi/ pixel)
pada gambar 3D
agar tampak lebih
halus.
• Anisotropic Filtering
adalah teknik
mempertajam
tampilan 3D dari
berbagai sudut
pandang.



2. Tutup program dengan menekan tanda silang di pojok kanan atas, kemudian buka kembali program
Google Earth Pro.

3. Pergunakan mouse untuk membantu mencari informasi gambar citra satelit dari Google Earth Pro.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

35


• Scrool wheel untuk pengaturan zoom secara manual
• Klik kiri tahan untuk Pan
• Klik kanan tahan untuk Focus Point



4. Tekan View/ Reset/ Tilt and Compass untuk mengarahkan posisi gambar citra satelit menjadi tampak
atas (90 derajat) dan menghadap ke utara (hal ini diperlukan untuk membantu kita nanti dalam proses
dijitasi area mangrove).



5. Mengenal display GUI (Graphical User Interface) pada Google Earth Pro.
1. Menu
2. Panel
3. View
4. Toolbars
5. Petunjuk Arah
6. Zoom
7. Sumber Gambar
(Citra)
8. Riwayat Gambar/
koordinat/ elevasi






PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

36

C. Pengenalan Tools pada Google Earth Pro untuk pemetaan mangrove



1. Tools pada Google Earth Pro.



1. Hide Sidebar Menyembunyikan Sidebar
2. Add Placemark Menambahkan titik lokasi penanda
3. Add Polygon Menambahkan area lokasi penanda
4. Add Path Menambahkan garis penanda
5 Add Image Overlay Menambahkan gambar
6 Record a Tour Membuat rekaman video
7 Show Historical Imagery Menampilkan informasi riwayat gambar citra satelit
8 Show Sunlight… Menampilkan kecerahan
9 Switch between… Opsional pilihan tampilan
10 Show Ruler Menampilkan alat ukur
11 Email Mengirim email dari gambar yang telah didapatkan
12 Print Cetak gambar
13 Save Image Menyimpan Gambar kedalam format JPEG
14 View in Google Map Merubah tampilan seperti Google Map

2. Klik Add Place Mark maka akan muncul gambar seperti dibawah ini.



3. Geser penanda (berwarna kuning) Untitled Placemark untuk mengarahkan ke lokasi yang diinginkan.

4. Jika memiliki koordinat tertentu untuk ditampilkan, rubah isian pada kolom Longitude dan Latitude.
Contoh Koordinat:
Latitude : 1.689755
Longitude : 101.419485
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

37

9. Untuk mengubah ikon Untitled Placemark klik pada ikon “pin” dan sesuaikan icon yang diinginkan.
Ubah nama “Untitled Placemark” menjadi “Latihan 1 titik” dan klik OK untuk ditampilkan ke Panel
Layer.



10. Tampilan akan seperti Gambar dibawah ini (lingkaran merah menunjukkan hasil dari penyesuaian ikon
pada langkah 17).



11. Kemudian Klik Add Path untuk menggambar garis pada Tampilan Layar.

12. Klik kiri tahan sehingga muncul tanda arah panah warna putih yang menghadap ke atas ↑, kemudian
geser mouse untuk membuat garis sesuai dengan arahan yang kita inginkan, ketika sudah sesuai
lepaskan.
• Jika terjadi kesalahan dalam pembuatan garis, tekan Del (Delete) pada keyboard untuk
menghapus titik-titik ikatnya.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

38



13. Gambar satu contoh sungai pada Tampilan Layer. Ubah nama Untitled Path menjadi “Latihan 2 garis”.
Tambahkan Description garis yang telah dibuat dengan kata-kata, “Sungai”.



14. Ganti warna Latihan 2 garis melalui Style, Color menjadi biru.

15. Klik OK untuk ditampilkan pada Panel Places.

16. Klik kanan pada tulisan Latihan 2 garis pada Panel Places dan pilih Show Elevation Profile untuk melihat
profil ketinggian sungai.

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

39



Kemiringan lereng (slope) di tunjukkan dalam persen jika di konversikan dalam bentuk derajat dapat
digambarkan sebagai berikut:


gispedia.com

17. Setelah itu, tekan tanda silang pada informasi profil elevasinya untuk kembali pada pengaturan semula.

18. Setelah itu pergunakan tool Add Polygon (Nomor 3) untuk menggambar area mangrove.



19. Sesuaikan Style, Colour/ Area Outlined sehingga membantu kita untuk menggambar lebih mudah.
Jangan lupa untuk reset Tilt and Compass agar mempermudahkan dalam orientasi medan.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

40



20. Klik tahan dan geser untuk membuat area di atas gambar citra satelit sesuai dengan arahan yang kita
inginkan. ketika sudah sesuai, lepaskan. Maka akan terbentuk area mangrove yang tergambar.

21. Untuk mengetahui luasannya klik Measurements kemudian lihat Area (gunakan satuan Hektar untuk
mendefinisikan luasannya).



22. Berikan nama “Latihan 3 polygon” pada kolom name menggantikan Untitled Polygon.

23. Klik OK untuk di tampilkan pada Panel Places.

24. Klik pada ikon Show Historical Imagery (Nomor 7) untuk melihat riwayat wilayah mangrove dari tahun
ke tahun dengan menggeser panel waktu di pojok kanan atas.



PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

41



25. Dari hasil yang didapatkan, setidaknya kita telah belajar untuk menambahkan titik, garis, dan polygon
kedalam Google Earth Pro dan melihat riwayat gambaran citra satelit yang di sediakan oleh Google dari
tahun ke tahun.


D. Pemetaan mangrove menggunakan Google Earth Pro

1. Cari lokasi menggunakan Search ketik “politeknik kelautan dan perikanan dumai” maka Google Earth
akan mengarahkan langsung ke lokasi tersebut.



2. Klik pada ikon Show Historical Imagery (Nomor 7) untuk melihat riwayat wilayahnya dari tahun ke
tahun.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

42



3. Fokus pada tanggal berikut: 6/18/2014; 2/21/2015; 4/2/2016; 1/8/2017; 1/23/2018

4. Gambar area mangrove dengan menggunakan tool Add Polygon (lihat langkah 26 – 29) untuk tanggal
6/18/2014, kemudian berikan nama “2014” (tambahkan .1 dibelakang 2014 untuk membedakan
polygon satu dengan yang lain).



5. Jika sudah, klik OK untuk mengahiri proses dijitasi (proses menggambar).

6. Kemudian catat luasan area mangrovenya (hektar) melalui informasi measurements menggunakan
Microsoft Excel dan masukkan informasi luasannya pada kolom seperti dibawah ini:

Nomor ID 6/18/2014 2/21/2015 4/2/2016 1/8/2017 1/23/2018
1 0,85
2 0,13
3 0,1
4 0,01
5 0,03
6 0,01
7 0,01
Total 1,14
Luasan dalam hektar (1 hektar = 10.000 m2)

7. Pada Panel Places salin polygon 2014.1 dengan cara klik kanan copy/ paste.

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

43



8. Klik kanan/ Rename nama “2014.1” menjadi “2015.1”



9. Beri warna berbeda dengan hasil dijitasi tahun 2014 melalui Style, Color

10. Sesuaikan Show Historical Imagery menjadi 2/21/2015

11. Edit luasan yang telah berubah di 2015 dengan cara klik kanan pada Panel Places/ 2015.1/ Properties
maka akan muncul gambar seperti di bawah ini.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

44



12. Sesuaikan perubahan areanya dengan menggeser node yang ada disana dengan cara drag and drop
(tekan tahan, arahkan, dan lepaskan)



13. Jika dirasa sudah selesai untuk penyesuaian luasannya, klik OK sehingga akan tampak perbedaan
polygon antara tahun 2014 dan 2015.

14. Catat perubahan luasannya dan tuliskan pada kolom Microsoft Excel seperti pada langkah 39.

15. Gunakan langkah kerja 40-47 untuk tahun 2016, 2017, 2018.
• Pergunakan tahun sebelumnya untuk menjadi acuan dijitasinya (Contoh tahun 2016 acuannya
tahun 2015, begitu seterusnya).

16. Buat folder untuk membantu pengelompokan per tahun.
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

45



17. Contoh Hasil akhir luasan yang didapatkan akan terlihat seperti dibawah ini
Nomor ID 6/18/2014 2/21/2015 4/2/2016 1/8/2017 1/23/2018
1 0,85 0,86 0,89 0,92 0,94
2 0,13 0,13 0,13 0,18 0,20
3 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
4 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
5 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
6 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
7 0,01 0,01
Total 1,14 1,15 1,17 1,25 1,29
Luasan dalam hektar (1 hektar = 10.000 m2)


E. Analisis perubahan luasan mangrove

1. Seperti hasil yang didapatkan pada langkah 50, kemudian perubahan luasan mangrove dihitung
menggunakan pendekatan statistik sederhana untuk memperlihatkan prosentase perubahan luasan
menggunakan microsoft excel.
Tahun Luas (Ha) Prosentase perubahan per tahun
2014 1,14 -
2015 1,15 0,88%
2016 1,17 1,74%
2017 1,25 6,84%
2018 1,29 3,20%

!"#$ !"!!"! !!"#$ !"!!"!
% !"#$%&ℎ!" !"#$#% = !100%
!"#$ !"!!"!

2. Hasil yang didapatkan bahwa selama kurun waktu 2014 hingga 2018, mangrove di wilayah “Politeknik
Kelautan dan Perikanan Dumai” mengalami perubahan peningkatan luasan dengan nilai tertinggi adalah
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

46

pada tahun 2017 sebesar 6,84% dan terendah adalah pada tahun 2015 sebesar 0,88%. Sedangkan rata-
rata kenaikan luasan mangrovenya adalah 3,16%.


F. Simpan Gambar dan Presentasi Hasil

Jangan lupa untuk menyimpan Gambar tiap tahun untuk dijadikan dokumentasi dengan cara File/ Save/
Save Image dan atur tahun yang akan disimpan. Hilangkan Judul dan Legenda melalui Map option.



1. Penyimpanan Gambar selesai dan saatnya melihat hasil pekerjaan

Pengenalan Drone untuk pemantauan kondisi mangrove

Drone saat ini menjadi alat bantu dokumentasi yang cukup banyak diminati oleh berbagai kalangan. Teknologi
ini menjadi sangat berguna karena pada dasarnya dapat memberikan informasi secara aktual kondisi lingkungan
melalui pemantauan dari udara, yang bisa dikatakan bebas awan (tergantung ketinggian) dan menampilkannya
gambar dengan resolusi yang tinggi. untuk dokumentasi mangrove, Drone digunakan sebagai alat bantu dalam
menghitung elevasi pohon, luasan mangrove, pemantauan kerusakan mangrove, hingga mengontrol program
rehabilitasi mangrove yang sedang berjalan.

Sebagai bagian dari pemantauan kondisi mangrove, beberapa spesifikasi drone dan tools yang digunakan juga
harus diketahui agar dapat merepresentasikan tujuan yang akan dicapai, dalam pelatihan singkat ini. Materi 2
akan membahas:
• Jenis-jenis Drone untuk pemantauan kondisi mangrove (Rekomendasi)
• Software untuk pemetaan kondisi mangrove
• Contoh Hasil Pemetaan menggunakan Drone
PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

47


Pemantauan kondisi hutan di Bali dengan menggunakan Drone

A. Jenis-jenis drone untuk pemantauan kondisi mangrove (Rekomendasi)

Secara singkat, jenis-jenis drone untuk pemetaan kondisi mangrove dibagi menjadi dua, yaitu Rotary-wing dan
Fixed Wing. Rotary wing adalah jenis drone yang memanfaatkan baling-baling untuk penggerak utama dalam
melakukan misi penerbangannya. Rekomendasi drone build up tipe ini yang dapat digunakan untuk pemetaan
adalah sebagai berikut:



DJI Inspire DJI Phanthom
Lama terbang : 23 – 27 menit Lama terbang : 30 menit
Jarak Kontrol : 7 Km Jarak Kontrol : 7 Km
Resolusi Video : 6K/5.2 K Resolusi Video : 4K


DJI Mavic Parrot Anavi
Lama terbang : 31 menit Lama terbang : 25 menit
Jarak Kontrol : 8 Km Jarak Kontrol : 4 Km
Resolusi Video : 1080p Resolusi Video : 4K

PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

48

Jenis Rotary Wing saat ini lebih diminati daripada Fixed Wing, karena selain dari harganya yang lebih terjangkau,
drone ini bisa termasuk alat yang ringkas dan dapat dipakai dimana saja, namun kekurangan dari drone ini
adalah lama terbang dan jarak kontrol yang tidak sebagus tipe Fixed Wing. Untuk pemetaan di bawah 500
hektar, jenis ini ini dapat disarankan.

Sedangkan jenis Fixed Wing adalah jenis drone yang memanfaatkan sayap sebagai penggerak utamanya dengan
bantuan mesin pendorong seperti baling-baling. Rekomendasi drone jenis ini yang dapat digunakan untuk
pemetaan adalah sebagai berikut:


https://www.fulldronesolutions.com/
https://hornbillsurveys.com/equipment/

Skywalker AirMapper X8
Lama terbang : 180 menit Lama terbang : 90 menit
Jarak Kontrol : 100 Km Jarak Kontrol : 100 Km
Resolusi Video : disesuaikan Resolusi Video : disesuaikan

B. Aplikasi untuk pemetaan kondisi mangrove
Kebutuhan untuk pemetaan mangrove dengan menggunakan drone tidak lepas dari aplikasi yang dipakai untuk
mempermudah dalam membuat rencana terbang hingga pengolahan hasil gambar agar efektif dan efisien.
Bukan hanya di PC atau Laptop, kebanyakan drone saat ini juga telah menggunakan media handphone untuk
membantu dalam pengoperasiannya juga. Adapun secara singkat aplikasi yang direkomendasikan untuk dipakai
dalam pemetaan ini adalah sebagai berikut:

1. Aplikasi di PC atau Laptop
Mission Planner : Untuk membuat rencana terbang dan georeferensi foto
Agisoft Photoscan : Untuk menggabungkan (Mosaiking) data hasil drone
Pix4DMapper : Untuk menggabungkan (Mosaiking) data hasil drone
DroneDeploy : Untuk menggabungkan (Mosaiking) data hasil drone
2. Aplikasi di Handphone
Pix4DCapture : Untuk membuat rencana terbang
DJI Go : Untuk membuat rencana terbang
Drone Deploy : Untuk membuat rencana terbang
GSPro : Untuk membuat rencana terbang (iPhone)
CTRL + DJI : Untuk membuat rencana terbang (Android)


PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

49

C. Hasil pemetaan menggunakan drone


Pemetaan area mangrove di Kabupaten Sumba Timur


Monitoring Kerusakan mangrove di Tahura Bali



PANDUAN MANGROVE: SURVEI EKOLOGI & PEMETAAN

50

Daftar Pustaka

Ambarita, S.T.., Basyuni, M., Sulistyono, N., Wati, R., Fitri, A., Slamet, B., Bunting, P., Munir, E., 2018. Landscape
planning and economic valuation of mangrove ecotourism using GIS and Google Earth Image. Journal of
Theoritical and Applied Information Technology 96, 6306–6317.
Badan Informasi Geospasial, 2014. Pedoman Teknis Pengumpulan dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove.
Cibinong.
Barbier, E.B., Hacker, S.D., Kennedy, C., Koch, E.W., Stier, A.C., Silliman, B.R., 2011. The value of estuarine and
coastal ecosystem services. Ecological Monographs 81, 169–193. doi:10.1890/10-1510.1
Cabrera, B.M.A., Seijo, C., Euan, J., 1998. Economic values of ecological services from a mangrove ecosystem.
Intercoast Network 32, 1–2.
Giesen, W., Wulffraat, S., Zieren, M., Scholten, L., 2006. Mangrove guidebook for Southeast Asia. FAO, Bangkok.
Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L.L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., Masek, J., Duke, N., 2011. Status and
distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and
Biogeography 20, 154–159. doi:10.1111/j.1466-8238.2010.00584.x
Howard, J., Hoyt, S., Isensee, K., Pidgeon, E., Telszewski, M. (Eds.), 2014. Coastal blue carbon. Methods for
assessing carbon stocks and emissions factors in mangroves, tidal salt marshes, and seagrass meadows.
Conservation International, Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO, International
Union for Conservation of Nature, Arlington, Virginia.
Komiyama, A., Poungparn, S., Kato, S., 2005. Common allometric equations for estimating the tree weight of
mangroves. Journal Tropical Ecology 21, 21, 471–477.
Ruitenbeek, J., 1992. Mangrove management: An economic analysis of management options with a focus on
Bintuni Bay, Irian Jaya. Jakarta and Halifax.
Viennois, G., Proisy, C., Rahmania, R., Andayani, A., Subki, B., Suhardjono, Feret, Prosperi, J., Sidik, F., Widagti,
N., Germain, O., Gaspar, P., 2015. Temporal stability of mangrove multispectral signatures at fine scales:
Stability of mangrove multispectral signatures, in: 2015 8th International Workshop on the Analysis of
Multitemporal Remote Sensing Images, Multi-Temp 2015. doi:10.1109/Multi-Temp.2015.7245803


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai