Anda di halaman 1dari 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/340601371

REHABILITASI DAN RESTORASI HABITAT (REVIEW JURNAL)

Article · March 2020

CITATIONS
READS
0
2,972

2 authors:

Mardiansyah Usman
Enggar Apriyanto
Universitas Bengkulu
Universitas Bengkulu
34 PUBLICATIONS 9 CITATIONS
22 PUBLICATIONS 12 CITATIONS

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pengelolaan SDH Pesisir & Laut View project

Analysis Othomosaic of Drone for Desain Engineeing Detail at Conservastion Protected Area View project

All content following this page was uploaded by Mardiansyah Usman on 13 April 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PROGRAM STUDI PASCA SARJANA
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU

NAMA/ NPM : MARDIANSYAH / E2A018034

DOSEN PENGAMPU : Ir. ENGGAR APRIANTO, M.Sc, Ph.D, MATA

KULIAH : REHABILITASI DAN RESTORASI HABITAT

TUGAS : REVIEW JURNAL

1. Judul : KAJIAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN PADA SUB DAS RANJURI DI
KECAMATAN MARAWOLA BARAT KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI
TENGAH
Penulis : Lyli Sarlina dan Marlon Ivanhoe Aipassa
Pustaka : JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (2), OKTOBER 2011,
https://jurnalkehutanantropikahumida.zohosites.com/files/Lyli%2C%20Marlon.pdf
Hasil : Lahan seluas 1.100 ha terdapat nilai bahaya erosi sebesar 212,0897 ton/ha/tahun dan
TBE mulai dari berat sampai sangat berat, di mana TBE berat seluas 317,01 (28,82%)
dan TBE sangat berat ada seluas 783,04 (71,18%). Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan di Sub DAS Ranjuri telah dimulai sejak tahun 2005. Jenis kegiatan yang
telah dilaksanakan selama ini adalah pembuatan reboisasi, hutan rakyat, silvikultur
intensif dan tanaman reboisasi. Selain itu, pembuatan beberapa jenis teras dilakukan
guna melindungi tanah dari kerusakan akibat erosi, seperti teras guludan dan kebun.
Ketergantungan penduduk terhadap lahan tinggi, adopsi masyarakat terhadap teknologi
baru sangat kurang dan keberadaan serta aktivitas kelembagaan sedang, sehingga
dukungan masyarakat dalam upaya konservasi dan rehabilitasi lahan menghasilkan nilai
total 28,41 atau peringkat III dengan kriteria sedang.
Berdasarkan hasil analisis data, ada beberapa hal yang penting yang diusulkan sebagai
saran, yaitu sebagai berikut: Menciptakan strategi guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang sebagian besar masih memiliki sumberdaya manusia yang rendah dan
mengubah pola kehidupan yang selalu mempunyai ketergantungan terhadap lahan di
sekitar hutan dengan cara memanfaatkan
semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Perlu

1
adanya koordinasi dan kerja sama yang intensif antara pemerintah, masyarakat dan
pelaku konservasi dan rehabilitasi lahan agar pelaksanaan percepatan pemulihan lahan
dapat segera tercapai. Masing-masing pihak diharapkan untuk menyadari, mengerti,
memahami dan mampu untuk melaksanakan di lapangan sesuai dengan fungsinya.
Dengan cara meningkatkan pola tanam penggunaan lahan melalui penghijauan dan
reboisasi secara intensif, maka diharapkan dapat menekan bahaya erosi (BE) yang ada
saat ini. Perlu adanya penyuluhan tentang upaya rehabilitasi hutan dan lahan agar
masyarakat menyadari dan tetap menjaga
hutan agar tetap lestari.
2. Judul : EVALUASI KEBERHASILAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADA KEGIATAN
REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GNRHL) DI TAMAN NASIONAL
BANTIMURUNG BULUSARAUNG (STUDI KEGIATAN GNRHL TAHUN 2003-
2007)
Penulis : Nirawati dkk
Pustaka : J. Sains & Teknologi, Agustus 2013, Vol.13 No.2 : 175 – 183
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/78e97117f84a28e99ca000bf37146906.pdf
Hasil : Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa secara umum tingkat keberhasilan kegiatan
reboisasi dan pengayaan yang dilaksanakan pada periode tahun 2003 – 2007 relatif
rendah dengan persentase tumbuh 9,21 % - 47,39 % kecuali untuk kegiatan pengayaan
tahun tanam 2007 dengan persentase hidupnya 83,84% yang digolongkan kategori
berhasil. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi rendahnya tingkat keberhasilan
kegiatan reboisasi dan pengayaan periode tahun 2003 – 2007 adalah keadaan bibit yang
ditanam sudah dalam keadaan rusak, penanaman yang tidak tepat musim tanam,
pemeliharaan yang kurang maksimal dan penggembalaan ternak dan pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan pada periode 2003 – 2005 tidak dilaksanakan sebagai satu
kesatuan kegiatan yang utuh, melainkan suatu kegiatan yang terpisah-pisah baik mulai
dari pembibitan, penanaman maupun pemeliharaannya. Untuk mencapai keberhasilan
yang optimal, Sistem penganggaran yang berotasi yaitu dalam penetapan anggaran
seharusnya minimal sampai pada tahun kelima di mana penyusunan anggaran tersebut
harus mempertimbangkan komponen kegiatan sesuai dengan sistem silvikultur jenis
seperti pemeliharaan, perlindungan hingga pemanenan, sehingga diharapkan terbentuk
hutan produktif sesuai dengan fungsinya, evaluasi dan monitoring sebaiknya dilakukan
secara periodik dan terus menerus oleh pihak
pengelola supaya menjadi acuan untuk pemeliharaan berikutnya, dan melakukan

2
pola perlindungan kawasan yang mantap, dengan menempatkan polhut melalui
pola pendekatan territorial.
3. Judul : ANALISIS LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH.
(Analysis of Critical Land and Recomendation for Land Rehabilitation In The
Regional Development In Kendal, Central Java)
Penulis : Dinik Indrihastuti dkk
Pustaka : JURNAL TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 3 - AGUSTUS 2016
Hasil : Hasil penelitian ini yaitu (1) Luas lahan kritis di Kabupaten Kendal pada tahun 2014
dengan parameter P./V-Set/2013 adalah 19.535,96 ha dan parameter modifikasi
34.317,87 ha. (2) Sebaran lahan kritis tahun 2014 dengan parameter modifikasi terhadap
pola ruang (RTRW) menunjukkan bahwa lahan kritis pada kawasan lindung 4.678,92 ha
dan pada kawasan budidaya 29.638,95 ha, lahan kritis terluas pada Kecamatan Singorojo
(8.097,11 ha) dan luasan lahan kritis terluas pada penggunaan lahan berupa kebun
(12.069,47 ha). (3) Arahan rehabilitasi lahan diutamakan pada kawasan lindung
(kawasan hutan lindung dan kawasan perlindungan setempat) dan kawasan hutan
produksi (tetap dan terbatas) dengan tingkat kekritisan lahan mulai dari “sangat kritis”
hingga “agak kritis”. Pada kawasan budidaya di luar kawasan hutan prioritas utama pada
kelas “sangat kritis” dan “kritis”. Prioritas berikutnya adalah untuk arahan rehabilitasi
pada kawasan budidaya di luar kawasan hutan dengan kelas “agak kritis”. Kegiatan
rehabilitasi lahan secara umum adalah, kegiatan konservasi vegetatif melalui kegiatan
reboisasi, penghijauan, pengkayaan jenis tanaman untuk memperbaiki kesuburan tanah,
konservasi sipil teknis melalui pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan,
terasering, saluran pembuangan air, sumur resapan, embung, rorak, dan biopori untuk
pencegahan erosi dan sedimentasi. Arahan pengembangan wilayah berdasarkan
pemetaan lahan kritis tahun 2014 pada masing-masing kawasan adalah, pada hutan
lindung melalui kegiatan PHBM dengan sistem agroforestry, pengembangan hutan
rakyat di sekitar hutan lindung, ekowisata dan wanafarma. Pada kawasan lindung di luar
hutan melalui pengkayaan jenis tanaman dengan perakaran yang kuatatau tanaman
pertanian lain yang diijinkandengan tidak merusak struktur tanah dan kualitas air. Pada
hutan produksi melalui optimalisasi pengembangan PHBM dengan sistem bagi hasil
yang menguntungkan masyarakat dan Perum Perhutani.
Pada kawasan budidaya terutama lahan terlantar dan pekarangan melalui

3
optimalisasi kegiatan KBR dan pengembangan hutan rakyat dengan
menggunakan jenis tanaman keras, MTPS, dan buah-buahan.
4. Judul : RESTORASI AIR SUNGAI BRANTAS
(WATER RESTORATION OF BRANTAS RIVER)
Penulis : Imam Sujono
Pustaka : https://www.researchgate.net/publication/335966712 Article · September 2019
DOI: 10.17605/OSF.IO/DZK7X
Hasil : Konsep restorasi dibangun guna mengembalikan sungai seperti sediakala. Secara kasat
mata, sungai-sungai penuh sampah, limbah, terutama di pemukiman dan perkotaan.
Kalaupun sungai dikelola, tidak memperhatikan ekosistem. Masyarakat tidak lagi
memperhatikan sungai, padahal sungai alam sangat berguna bagi manusia. Sungai,
katanya, memiliki banyak peran strategis seperti suplai air, menanggulangi banjir,
tanggulangi kekeringan, alat transportasi, iklim mikro, kesehatan ekosisitem, jalur hijau,
pendidikan dan banyak lagi. Sayangnya, peran penting ini tak diimbangi kesadaran
masyarakat memperlakukan sungai. Untuk itu, sungai restorasi hadir, katanya, sebagai
gerakan mengubah pola pikir masyarakat. Ada 5 konsep restorasi sungai dalam
meningkatkan eksistensi dan mengembalikan esensi sungai. Yakni: 1) Restorasi
Hidrologi, dengan memantau kuantitas dan kualitas air.2) Restorasi Ekologi, dengan
memantau terhadap flaura dan fauna. 3) Restorasi Morfologi, dengan meninjau bentuk
keaslian sungai. 4) Restorasi Sosial Ekonomi, untuk melihat manfaat sungai secara
ekonomis serta mengajak masyarakat ikut memperoleh pengetahuan. 5) Restorasi
Kelembagaan dan Peraturan, dengan fokus membuat peraturan-peraturan yang menjaga
kelestarian sungai Pentingnya restorasi sungai disebabkan sekitar 70% sungai di
Indonesia tercemar berat. Untuk itu, perlu perbaikan mulai DAS (Daerah Aliran Sungai),
badan sungai dari hulu, tengah, hilir sampai muara, dan pantai, laut hingga pesisir.
Sungai tak terpisahkan dengan gunung, hutan dan daratan lebih luas lagi. Ia tangkapan
air hujan dan pemasok mata air, rembesan dan aliran. Degradasi dan ancaman sungai
adalah ancaman ekologi dan ekosistem air, hingga perlu gerakan pemulihan dan
pengembalian fungsi. Pengelolaan DAS dan sumberdaya air, katanya, seringkali
penyebab utama kegagalan pengelolaan DAS. Ke depan, penting mengkaji dan evaluasi
umum terhadap sistem ekologi sungai di Indonesia dalam perspektif keberlanjutan daya
dukung. Juga mengkaji efektivitas aturan dan perundang- undangan yang menyangkut
kelestarian ekologi sungai serta menginventarisir
inisiatif-inisiatif masyarakat maupun akademisi.

4
5. Judul : PENGARUH LUAS PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP LAJU EROSI : STUDI
PADA BEBERAPA DAS DI WILAYAH TAPAL KUDA JAWA TIMUR
(The effect of land use on erosion rate: a study at several watersheds in Tapal
Kuda Region, East Java )
Penulis : Rhoshandhayani Koesiyanto Taslim dkk
Pustaka : Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed
Management Research) Vol. 3 No.2, Oktober 2019 : 141-158
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-
litbang/index.php/JPPDAS/article/view/5484/4958
Hasil : Bahwa luasan hutan, sawah, perkebunan dan pemukiman di 15 DAS wilayah Tapal
Kuda memiliki korelasi yang berbeda-beda terhadap laju erosi. Untuk penggunaan
lahan hutan didapatkan fakta bahwa semakin luas areal hutannya maka semakin rendah
laju erosinya. Sementara itu, penggunaan lahan sawah dan perkebunan juga berpengaruh
terhadap laju erosi, namun tidak lebih besar daripada pengaruh luas hutan terhadap laju
erosi. Untuk penggunaan lahan pemukiman di wilayah Tapal kuda yang didominasi area
pedesaan, didapatkan fakta bahwa luas penggunaan lahan pemukiman tidak berpengaruh
scara nyata terhadap laju erosi namun nilai/besaran laju erosi di wilayah pemukiman
cenderung lebih tinggi daripada di wilayah penggunaan lahan lainnya. Fakta dan temuan
pada penelitian ini menarik untuk dikembangkan lebih lanjut, yaitu menganalisis korelasi
antara persentase masing-masing faktor erosi terhadap laju erosi di suatu cakupan
wilayah DAS dengan mempertimbangkan faktor
geomorfologinya.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai