Anda di halaman 1dari 10

FORMAT INSTRUMEN STANDARDISASI

BADAN STANDARDISASI INSTRUMEN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan


Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TINGKAT INSTRUMEN: NOMOR DOKUMEN:


Standar [SBSI]/Petunjuk Teknis SBSI. Pustarhut

KATEGORI INSTRUMEN:
Pengelolaan dan Pengendalian Kerusakan Hutan

KELAS RISIKO:
Menengah Tinggi
REVISI:
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Tinggi
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN:
Operasional - Teknis
JUMLAH HALAMAN: 10
NAMA: Standar Pemulihan Fungsi Ekosistem
Mangrove

STANDAR PEMULIHAN FUNGSI EKOSISTEM MANGROVE

A. URAIAN KEGIATAN STANDARDISASI


Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah wilayah pesisir dan sistem
penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, oleh karena itu
perlu upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari untuk
kesejahteraan masyarakat. Perlu untuk menyelenggarakan pemulihan ekosistem
mangrove berkelanjutan, merupakan bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir
yang terpadu dengan pengelolaan daerah aliran sungai, sehingga diperlukan
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor, instansi dan lembaga.
Ekosistem Mangrove adalah kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove berasosiasi
dengan fauna dan mikro organisme, sehingga dapat tumbuh dan berkembang pada
daerah sepanjang pantai terutama di daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang
terlindung dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk
keseimbangan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Pemulihan fungsi ekosistem mangrove merupakan aktivitas yang dilakukan untuk
mengembalikan sifat dan fungsi ekosistem mangrove sesuai atau mendekati sifat dan
fungsi semula melalui suksesi alami, restorasi hidrologis, rehabilitasi vegetasi, dan/atau

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 1 dari 10


cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya
fungsi ekosistem mangrove dibagi menjadi dua, yaitu: fungsi lindung/konservasi dan
fungsi budidaya. Fungsi lindung/konservasi ekosistem mangrove adalah tatanan unsur
Mangrove yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi utama dalam
perlindungan dan keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon, perlindungan
pantai, dan pelestarian keanekaragaman hayati untuk dapat melestarikan fungsi
ekosistem mangrove. Kemudian fungsi budidaya ekosistem mangrove adalah tatanan
unsur Mangrove yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi dalam
menunjang produktivitas ekosistem mangrove melalui kegiatan budidaya sesuai dengan
daya dukungnya untuk dapat melestarikan fungsi ekosistem mangrove.

A.1. Tujuan
Standar ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pedoman teknis pemulihan fungsi
ekosistem mangrove baik melalui restorasi maupun rehabilitasi dalam rangka
memulihkan kondisi ekosistem mangrove dan meningkatan semua upaya perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan lestari melalui proses terintegrasi untuk mencapai
keberlanjutan fungsi ekologi dan jasa ekosistem mangrove bagi kesejahteraan
masyarakat.

A.2. Pelaksana
Pelaksana pemulihan fungsi ekosistem mangrove dibawah koordinasi Dirjen PDASRH
Kementerian LHK (UPT Pusat) dan DLH Provinsi (UPT Daerah). Pada pelaksanaannya
dapat melibatkan berbagai stakeholder, mulai dari Pemerintah Kotamadya/Kabupaten,
Badan Riset dan Inovasi Nasional, Perguruan Tinggi, Perusahaan Swasta, NGO dan
Masyarakat.

A.3. Acuan Normatif


- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.23 Tahun 2021
tentang Rehabilitasi Hutan dan Lahan
- Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku
dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
24/Permen-Kp/2016 Tentang Tata Cara Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
- SNI 7717:2011 Survei dan pemetaan mangrove
- SNI 7513:2008 Penanganan benih dan bibit bakau (mangrove)
- SNI 7717:2020 Spesifikasi informasi geospasial mangrove skala 1:25000 dan
1:50000

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 2 dari 10


A.4. Tahap Kluster Kegiatan
Kegiatan pemulihan fungsi ekosistem mangrove meliputi kegiatan:

A.4.1. Perencanaan Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove


Perencanaan pemulihan fungsi Ekosistem Mangrove didasarkan pada hasil survei
lapangan (biofisik dan sosial ekonomi) atau hasil analisis dari data spasial.
Perencanaan pemulihan ekosistem mangrove di laksanakan pada lahan yang akan di
restorasi atau rehabilitasi secara cermat karena setiap lokasi memiliki karakteristik dan
permasalahan atau tantangan yang berbeda-beda.

Rencana pemulihan fungsi ekosistem mangrove memuat beberapa hal sebagai berikut:
a) lokasi pemulihan;
b) luas lahan pemulihan;
c) Kondisi lahan: kondisi geo-hydrology, kondisi ekologis dan lingkungan (contoh:
pencemaran, bekas tambang, dll), dan kondisi sosial-ekonomi
d) cara atau teknik pemulihan (teknik/teknologi restorasi dan rehabilitasi) yang sesuai;
e) komponen dan jadwal kegiatan;
f) rencana biaya;
g) manajemen pelaksanaan;
h) target capaian per 6 (enam) bulan; dan/atau
i) teknik dan jadwal pemeliharaan dan pemantauan.

Melalui kajian mendalam dan perencanaan pemulihan ekosistem yang cermat maka
didapat informasi tentang rona dan kondisi lahan yang akan diplihkan dan teknik
pemulihan termasuk penanaman, perawatan, pemeliharaan yang tepat. Sehingga
pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

A.4.2. Pelaksanaan Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove


Pemulihan fungsi ekosistem mangrove secara hidrologis dapat dilakukan dengan
pembuatan bangunan konservasi tanah dan air, berupa:
a) pagar pelindung;
b) guludan;
c) bronjong; dan/atau
d) perangkap sedimen
e) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pelaksanaan pembuatan bangunan tersebut berdasarkan pada Peraturan Menteri LHK
Nomor 23 Tahun 2021.
Pemulihan fungsi ekosistem mangrove dilakukan dengan cara melaksanakan:
a) rehabilitasi;
b) suksesi alami;
c) restorasi; dan/atau
d) cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 3 dari 10


Pemulihan dengan cara rehabilitasi dilakukan dengan revegetasi atau penanaman
kembali pada areal:
a) bekas tambak;
b) bekas tambang;
c) terbuka dengan kondisi vegetasi jarang;
d) bekas pelabuhan atau sandaran kapal yang telah mengalami suksesi alami
(menurut kebutuhan dan setelah penilaian teknis);
e) ekosistem pesisir yang rusak
f) area invasive species
g) bekas tebang liar, dan/atau;
h) areal mangrove lainnya yang terdegradasi atau tercemar.
Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan menggunakan jenis tanaman asli dan telah
mempertimbangkan:
a) kesesuaian lahan;
b) aspek ekologi dan lingkungan;
c) aspek sosial-ekonomi.
Jenis-jenis mangrove yang di tanam harus variatif yang mewakili biodiversitas
mangrove dan merupakan jenis mangrove asli (native). Tanaman asli yang dapat
digunakan untuk kegiatan rehabilitasi disesuaikan dengan formasi vegetasi yang umum
dijumpai pada ekosistem mangrove, jenis-jenis tanaman tersebut antara lain:
a) Bakau (Rhizophora sp)
b) Burus/Tanjang (Bruguiera sp)
c) Pedada/Perepat (Sonneratia sp)
d) Api-api/Mangi-mangi Putih (Avicennia sp)
e) Nipah (Nypa fruticans)

Pemilihan teknik pemulihan ekosistem mangrove berdasarkan hasil kajian kondisi lahan
yang akan di pulihkan dan perencanaan pemulihan ekosistem mangrove (A4.1) serta
kriteria-kriteria tertentu. Teknik EDCMR (persiapan lahan berbasis ecosystem design,
pemulihan kualitas lahan berbasis bioteknologi, teknik penanaman, perawatan dan
monitoring) dapat di terapkan pada lahan marginal seperti bekas tambang, bekas
tambak, lahan tercemar, dan lahan lain yang nyaris tidak cocok untuk pertumbuhan
mangrove seperti berpasir, kerikil/koral mati, berarus dan berombak. Suksesi alam
dapat diterapkan untuk lahan yang hanya memerlukan perbaikan sistem hidrologis
sehingga cocok untuk pertumbuhan mangrove. Syarat penting dari suksesi alam adalah
lahan yang akan di tanam harus benar-benar cocok bagi propagule atau buah/biji
mangrove untuk berkecambah dan sesuai untuk pertumbuhan mangrove, serta terdapat
sumber propagule atau buah/biji yang tidak jauh dari lokasi yang akan dipulihkan.
Teknik penanaman dapat diterapkan untuk lahan yang secara alami sudah cocok untuk
pertumbuhan mangrove dan tinggal dilakukan penanaman. Teknik-teknik tersebut dapat
dilakukan secara mandiri maupun hybrid sesuai dengan kondisi lahan dan kebutuhan.
Tahapan lain yang penting adalah pemeliharaan dan monitoring hingga fungsi
ekosistem mangrove benar-benar pulih.
Suksesi alami dilakukan terhadap ekosistem mangrove yang kondisi geo-hydrology dan
lingkungannya telah disesuaikan untuk pertumbuhan mangrove, terdapat ekosistem

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 4 dari 10


mangrove disekitarnya sebagai sumber benih mangrove, dan tidak terdapat gangguan
dari aktivitas manusia.
Kemudian kegiatan restorasi dilakukan untuk menjadikan ekosistem mangrove atau
bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula, melalui suksesi alami,
penunjang suksesi alami, pengayaan, dan/atau penanaman (Gambar 1).

Gambar 1. Pola Pemulihan Ekosistem


Restorasi mangrove melalui suksesi alami, dapat dilaksanakan melalui:
- Restorasi hidrologi, yaitu memodifikasi atau memperbaiki proses hidrologi yang
terganggu termasuk regim pasang surutnya menjadi seperti kondisi hidrologi
aslinya.
- Perbaikan kondisi lingkungan terutama jika lahan yang di pulihkan tercemar atau
bekas tambang atau bekas tambak.
- Melakukan perlindungan regenerasi vegetasi alami dari gangguan alam, binatang,
dan manusia.
Restorasi mangrove melalui penunjang suksesi alami, dapat dilaksanakan melalui:
- Melakukan patroli dan penjagaan agar terhindar dari gangguan yang menghambat
pertumbuhan anakan. Gangguan tersebut dapat berupa penggembalaan liar, hama,
serta satwa.
- Membuka pintu air dan atau membuka sebagian tanggul agar pada saat air pasang
bisa masuk bebas ke dalam tambak.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 5 dari 10


- Perbaikan kondisi substrat lumpur untuk menunjang regenerasi dan pertumbuhan
mangrove secara alami, misalnya dengan perbaikan hidrologi, membangun
perangkap lumpur, dan lain-lain.
- Perawatan dan Penyiangan gulma.
- Monitoring pertumbuhan anakan alam.
Restorasi mangrove melalui pengayaan dan penanaman, dapat dilakukan melalui:
- Pembuatan persemaian dan pembibitan termasuk aplikasi inovasi teknologi terkini
untuk meningkatkan survival rate, memacu pertumbuhan mangrove, meningkatkan
keragaman jenis bibit mangrove, dan penanggulangan hama dan penyakit.
- Persiapan lahan (land preparation) yang akan dipulihkan termasuk sistem hidrologi
dan perbaikan kondisi lahan yang tercemar atau pasca tambang atau tambak.
- Melakukan kajian teknik penanaman yang sesuai dengan kondisi lahan
- Melakukan penanaman dengan teknik penanaman yang sesuai dan menggunakan
beragam jenis mangrove asli (native) dan memilki fungsi ekologi dan jasa ekosistem
serta manfaat ekonomi seperti mangrove sebagai bahan pangan, obat-obatan,
kerajinan, pakan satwa, dan sarang lebah madu.
- Melakukan perawatan rutin, patrolatau penjagaan rutin agar terhindar dari gangguan
yang menghambat pertumbuhan anakan. Gangguan tersebut dapat berupa
penggembalaan liar, hama, dan satwa.
- Monitoring dan evaluasi
Pola penanaman yang sesuai dengan kondisi lahan seperti berdasarkan Peraturan
Menteri LHK Nomor 23 Tahun 2021 antara lain: 1) Pola tanam murni, 2) Wana mina
(Silvofishery), 3) Pola tanam rumpun berjarak, dan Pola tanam lain yang sesuai dengan
kondisi lahan serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

A.4.3. Penilaian Keberhasilan Pemulihan Fungsi Ekosistem Mangrove

Penilaian keberhasilan pemulihan fungsi ekosistem mangrove dapat melalui berbagai


kajian seperti kajian spasial untuk mengetahui pertambahan luas ekosistem mangrove,
kajian ekologis untuk mengetahui kondisi atau kesehatan ekosistem termasuk fungsi
ekologis dan jasa ekosistem, valuasi sosial-ekonomi untuk mengetahui dampak dari
pemulihan ekosistem terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Indek
kesehatan ekosistem (Ecosystem Health Index) mangrove dapat digunakan untuk
mengetahui level keberhasilan pemulihan fungsi ekosistem mangrove. Indek kesehatan
ekosistem (Ecosystem Health Index) dilakukan secara komprehensif mulai dari aspek
spasial, aspek ekologis, dan aspek sosial-ekonomi.
Pemulihan fungsi ekosistem mangrove dinyatakan berhasil apabila:
a) mengikuti standar pemulihan ekosistem secara menyeluruh dan tuntasyang
meliputi:
1. Penyusunan rencana pemulihan ekosistem mangrove;
2. Persiapan lahan (land preparation);
3. Pembibitan (nursery) untuk penyediaan bibit mangrove asli (native) dan
beragam;
4. Penanaman mangrove yang mengikuti teknik dan pola tanam yang sesuai;

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 6 dari 10


5. Pemeliharaan yang melipui perawatan dan monitoring.
b) menerapkan teknik konservasi tanah secara sipil teknis melalui pembuatan
bangunan konservasi tanah dan air.
c) jumlah tanaman yang tumbuh sehat dan menjadi pohon (tingkat pohon) paling
sedikit 600 batang/hektar, dengan sedikitnya 50% jenis asli, dan memiliki struktur
dan komposisi jenis yang sesuai atau mendekati ekosistem alami/referensinya (pola
tanam murni dan rumpun berjarak).
d) tutupan dan luasan mangrove meningkat.
e) Fungsi ekologis dan jasa ekosistem sesuai atau mendekati ekosistem
alami/referensinya.

A.5 Lokasi Kegiatan


Kawasan Ekosistem mangrove

B. URAIAN STANDAR

B.1. Besaran Dampak

Sejak awal tahun 1990-an, fenomena degradasi biogeofisik sumberdaya pesisir


semakin berkembang dan meluas. Laju kerusakannya telah mencapai tingkat yang
mengkhawatirkan, terutama pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan estuari
(muara sungai). Rusaknya ekosistem hutan mangrove berimplikasi terhadap penurunan
kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan serta erosi pantai. Ancaman langsung yang
paling serius terhadap mangrove diakibatkan oleh pembukaan liar Kawasan mangrove
untuk pembangunan tambak ikan dan udang, serta eksploitasi produk kayu atau industri
pembuat arang. Kayu-kayu mangrove tersebut biasanya dibuat untuk chip (bahan baku
kertas) dan bahan baku pembuat arang untuk diekspor keluar negeri.
Dampak yang akan timbul dengan adanya standar ini adalah meningkatnya efektivitas
dan keberhasilan upaya pemulihan ekosistem mangrove, mencegah terjadinya
kerusakan mangrove, mencegah kerusakan habitat bagi satwa liar dan penurunan
produksi sumber daya ikan sebagai habitat pemijahan/reproduksi. Dampak yang paling
besar dengan kondisi rusaknya hutan mangrove adalah terhadap keseimbangan
ekologi, sehingga perlu dilakukan pemulihan fungsi ekosistem mangrove secara
berkelanjutan, agar menciptakan ekosistem yang produktif dan berkelanjutan untuk
menopang berbagai kebutuhan pengelolaannya.

B.2. Standar Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan


B.2.1. Bentuk Pengelolaan dan Pengendalian
Bentuk pengelolaan dan pengendalian lingkungan terhadap dampak yang timbul dari
kegiatan pemulihan fungsi ekosistem mangrove disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1. Bentuk pengelolaan dan pengendalian lingkungan terhadap dampak yang


timbul dari kegiatan pemulihan fungsi ekosistem mangrove

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 7 dari 10


No. Kegiatan Dampak Pengelolaan dan Pengendalian

1. Persiapan lahan Pada kondisi tertentu dapat - Monitoring kondisi fungsi


(Land preparation) mengubah sistem hidrologi ekosistem mangrove
dan lansekap - Pemulihan fungsi ekosistem
mangrove

B.2.2. Lokasi
Kawasan ekosistem mangrove

B.2.3. Periode Pengelolaan


Selama operasi kegiatan pemulihan fungsi ekosistem mangrove mulai dari persiapan
lahan (land preparation), pembibitan (nursery), perawatan/pemeliharaan, hingga
pemantauan/monitoring.

B.3. STANDAR PEMANTAUAN

B.3.1. Bentuk Pemantauan


Pemantauan restorasi Mangrove dilakukan untuk memastikan proses restorasi berjalan
dengan baik dan menghasilkan kualitas suksesi yang baik dengan indikator 1)
meningkatnya survival (hidup dan tumbuh dewasa) mangrove yang di tanam, 2)
meningkatnya luas tutupan mangrove, dan 3) meningkatnya fungsi ekologis dan jasa
ekosistem untuk masyarakat. Dengan demikian, pemantauan dan evaluasi ditujukan
pada proses dan hasil.

B.3.1.1. Pemantauan Kegiatan Restorasi


Pemantauan kegiatan restorasi ditujukan untuk mengidentifikasi kendala, masalah, dan
tantangan yang mungkin dihadapi selama proses restorasi, baik pada tahap
perencanaan, maupun tahap pelaksanaan. Berdasarkan kegiatan pemantauan,
pelaksana kegiatan berkewajiban mencari solusi pemecahan masalah, baik solusi
teknis, administratif, maupun solusi non-teknis lainnya.

B.3.1.2. Pemantauan Hasil Restorasi


Pemantauan hasil restorasi mangrove dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu fase awal
pertumbuhan sampai dengan 3 tahun dan fase lanjutan untuk pertumbuhan 3 tahun ke
atas. Pemantauan pada fase awal pertumbuhan perlu dilakukan secara intensif karena
pertumbuhan mangrove sampai dengan 3 tahun masih sangat rentan (Kusmana et al.,
2008).

- Pemantauan pada 3 tahun pertama


Teknik pemantauan yang paling tepat adalah dengan melakukan sampling berupa
plot untuk untuk memperoleh data tentang jumlah/persen tumbuh, pertumbuhan
mangrove (diameter, tinggi, tutupan kanopi), dan kondisi kesehatan dari
masing-masing pohon yang ditanam. Teknik plot tersebut di integrasikan dengan

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 8 dari 10


teknik pemantauan secara spasial menggunakan foto dari drone. Teknik
pemantauan tersebut dapat dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Pembuatan peta situasi tanaman.


Peta situasi dapat dibuat dengan menggunakan foto dari drone dan dalam skala
yang besar, yaitu skala 1:5000, sehingga dapat menampilkan informasi yang
lebih detail tentang pembagian blok dan petak tanaman.
2. Pembuatan plot/denah sensus pohon
Plot/denah dibuat dalam bentuk grid atau kotak-kotak kecil yang masing-masing
memiliki koordinat (x,y). Setiap grid merepresentasikan satu batang mangrove.
Denah sensus pohon didasarkan atas peta situasi tanaman yang dapat dibagi ke
dalam beberapa petak tanaman dengan luasan tertentu. Denah sensus pohon
bermanfaat untuk memudahkan tim teknis dalam melakukan pengukuran secara
sistematis, dan mengetahui posisi tempat tumbuh yang tepat.
3. Sensus pohon/Pengambilan data
Sensus/pengambilan data pohon mangrove dilakukan untuk mengetahui
informasi tentang jumlah/persen tumbuh, pertumbuhan mangrove (diameter,
tinggi, tutupan kanopi), dan kondisi kesehatan dari masing-masing pohon yang
ditanam.
4. Pengukuran perkembangan dimensi pohon mangrove
Pengukuran dan pencatatan diameter dan tinggi pohon dilakukan pada plot
sampel dengan intensitas sampling 0,5-5%.

- Pemantauan pada periode 4 tahun ke atas


Setelah 3 tahun restorasi mangrove (terutama pada situs restorasi dengan
intervensi penanaman, pengayaan, dan pada restorasi alami dengan anakan
mangrove yang dipelihara), pertumbuhan mangrove akan berkembang menjadi
tegakan dengan peningkatan ukuran/dimensi pohon yang ada di dalamnya
(diameter, tinggi, luas bidang dasar, dan volume). Pemantauan tegakan pada fase
ini dilakukan dengan mengukur: jumlah pohon, diameter, tinggi, volume, dan tingkat
serangan hama penyakit.
Pemantauan pertumbuhan tegakan dilakukan dengan pengukuran pada plot contoh
(sample) dari setiap blok restorasi. Plot contoh berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran tertentu sesuai tingkat pertumbuhan pohon. Ukuran plot 2x2 m untuk tingkat
pertumbuhan semai, plot 5x5 m untuk tingkat pertumbuhan pancang, plot 10x10 m
untuk tingkat pertumbuhan tiang, dan plot 20x20 m untuk tingkat pertumbuhan
pohon. Plot contoh diletakkan secara sistematis dalam situs restorasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemantauan hasil restorasi ekosistem
adalah sebagai berikut:
● Pemantauan hasil restorasi ditujukan untuk mengetahui fluktuasi pasang surut
air laut dan salinitasnya serta kualitas pertumbuhan mangrove dan kualitas
proses suksesi yang terjadi secara biofisik pada periode tertentu.
● Pemantauan kondisi tanaman dilaksanakan setahun sekali sampai tanaman
berumur lima tahun.
● Pemantauan dilaksanakan setiap akhir tahun. Laporan hasil pemantauan dibuat
dan disampaikan bersama dengan laporan kegiatan akhir tahun.

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 9 dari 10


Hasil pemantauan dipakai untuk bahan pertimbangan kegiatan penyulaman dan
pemeliharaan tanaman serta intervensi lainnya yang diperlukan untuk perbaikan
pencapaian hasil restorasi mangrove. Hasil pemantauan juga dipakai sebagai bahan
penyempurnaan pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Kekurangan atau kesalahan akan
diperbaiki pada tahun berikutnya.

B.3.2. Lokasi Pemantauan


Kawasan ekosistem mangrove

B.3.3. Periode Pemantauan


Selama operasi kegiatan pemulihan fungsi ekosistem mangrove

Daftar Pustaka

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi


Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
24/Permen-Kp/2016 Tentang Tata Cara Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
4. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Departemen Kelautan dan Perikanan,
Direktorat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Bina Pesisir, Tahun 2004
5. Buku Panduan Perencanaan Strategi Reboisasi, Yayasan Mangrove Lestari (YML)
Delta Mahakam dan Planete Urgence, Tahun 2016
6. JICA. 2014. Panduan Teknis Restorasi di Kawasan Konservasi: Ekosistem
Mangrove Lahan Bekas Tambak. JICA-RECA

Badan Standardisasi Instrumen LHK |Halaman 10 dari 10

Anda mungkin juga menyukai