13
STANDAR 2. STANDAR RESTORASI HUTAN TROPIKA BASAH
KELAS RISIKO:
Menengah Rendah
REVISI: 0
KELAS PENGGUNA:
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN: 21 April 2022
Operasional - Teknis
JUMLAH HALAMAN: 26
A.1. Tujuan
Tujuan Standar ini adalah sebagai panduan dalam penyusunan desain dan
pelaksanaan pembangunan hutan tropika basah pada lokasi eks HTI melalui
penanaman dan pengayaan jenis asli dan endemik Kalimantan dengan menggunakan
teknik silvikultur dan bioteknologi yang tepat guna.
A.2. Pelaksana
Pelaksana kegiatan ini adalah Badan Otorita dan tim infrastruktur, kementerian
terkait, kontraktor, swasta, masyarakat lokal, dan komunitas masyarakat peduli
lingkungan.
15
A.3.3. Melakukan penyusunan Detail Engineering Design (DED)
Dalam penyusunan DED akan mencakup hal-hal sebagai berikut :
16
A.3.3.2. Tahapan Kegiatan Restorasi
A.3.3.2.1. Kegiatan Pra Penanaman
A.3.3.2.1.1 Pemilihan Jenis dan Komposisi
Penanaman dilakukan secara bertahap dengan komposisi jenis menggunakan pola
campuran tanaman asli dari ekosistem dipterokarpa. Tegakan yang diharapkan adalah
tegakan hutan campuran yang berasal dari jenis dipterokarpa dan non dipterokarpa.
rancangan penanaman menggunakan penanaman campuran dalam satu petak,
penanaman jalur-jalur jenis yang berbeda atau penanaman dalam bentuk blok-blok jenis
yang berbeda.
Untuk jenis-jenis dipterokarpa, di Kalimantan Timur, ada sekitar 8 marga. Marga
tersebut antara lain Shorea (meranti), Dryobalanops (kapur), Dipterocarpus (keruing),
Anisoptera (mersawa), Parashorea (meranti bunga), Cotylelobium (giam), Vatica (resak)
dan Hopea (merawan). Dari marga tersebut ada jenis-jenis yang sudah dikenal untuk
kegiatan penanaman yaitu Shorea balangeran, Shorea leprosula, Shorea parvifolia,
Shorea agamii, Shorea atrinervosa, Shorea ovalis, Shorea pinanga, Dryobalanops
aromatic, Dryobalanops lanceolata, Dipterocarpus borneensis, Dipterocarpus tempehes,
Anisoptera costata, Anisoptera polyandra, Parashorea smythiesii, Parashorea
malaanonan, Cotylelobium burckii, Vatica javanica, Vatica oblongifolia, Hopea
mengarawan, Hopea sangal. Jenis-jenis tersebut biasa ditanam untuk kegiatan rehabilitasi
lahan dan hutan.
Selain jenis dipterokarpa, dalam ekosistem hutan tropika basah di Kalimantan Timur
terdapat jenis-jenis non dipterokarpa yang cukup dikenal dan biasa ditanam juga untuk
kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan, seperti ulin (Eusideroxylon zwageri), gaharu
(Aquilaria mallacensis), pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack), laban (Vitex Pinnata) dari,
parang-parang (Fordia splendidissima), medang (Litsea spp.), mahang (Macaranga
hypoleuca), jambu-jambu (Syzygium spp.), jengkol hutan (Archidendron microcarpum),
pulai (Alstonia spp.), kayu bawang (Cratoxylum sumatranum), Kareumbi (Homalanthus
populneus), dan Arang sungsang (Vernonia arborea).
Untuk jenis pohon penghasil buah asli hutan tropika basah di Kalimantan Timur bisa
dibudidayakan dan ditanam untuk kegiatan rehabilitasi lahan dan hutan, seperti dari jenis
dipterokarpa penghasil tengkawang yaitu: Shorea macrophylla dan Shorea stenoftera, dan
jenis non dipterokarpa seperti ara (Ficus carica), terap (Artocarpus elasticus), keledang
(Artocarpus Longifolius), kalangkala (Litsea Garciae Vidal), lai (Durio kutejensis (Hassk.)
Becc.). Penanaman tanaman buah asli hutan tropika basah ini diharapkan bisa memacu
pembentukan ekosistem hutan dengan kehadiran satwa liar penyebar biji seperti burung,
kelalawar, babi hutan, dan binatang mamalia lainnya.
17
hutan berdasarkan hasil pengukuran untuk jenis-jenis dipterokarpa yaitu tinggi bibit ≥ 40
cm, diameter pangkal batang bibit ≥ 3,5 cm, jumlah daun atau LCR ≥ 7.
Sumberdaya bibit Dipterokarpa bisa berasal dari sekitar kawasan IKN Nusantara,
yaitu PT. ITCIKU, PT. Balikpapan Wana Lestari, dan hutan lindung Gunung Lumut yang
kaya akan pohon-pohon dari jenis dipterokarpa. Penyiapan bibit dipterokarpa hingga
pemeliharaan sampai dengan siap tanam dapat dilakukan di :1) Persemaian milik PT.
ITCI Hutani Manunggal (IHM) di Kabupaten Penajam Paser Utara Persemaian milik PT.
IHM dengan luas sekitar 10 Ha dan kapasitas persemaian kurang lebih 1 juta bibit.
Persemaian ini merupakan persemaian modern dengan standar internasional sehingga
penyiapan bibit hingga siap tanam dilakukan dengan sangat hati-hati dan profesional; 2)
Persemaian BPDAS dan RH di Kabupaten Penajam Paser Utara Persemaian milik
BPDAS ini rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 120 Ha, rencana
lokasinya di kawasan Hutan Produksi Mentawir pada areal IUPHHK-HTI PT. Inhutani
1. Selain itu, untuk kapasitas produksi bibit, direncanakan sebesar 15-20 juta
bibit per tahun;3) Persemaian milik Balai Besar Pengujian Standar Instrumen
Lingkungan Hidup (BBPSILH) di Kota Samarinda Persemain BBPSILH memiliki
luas sekitar 3.479,34 m 2 dengan kapasitas 20 ribu bibit. Meskipun relatif kecil
dari sisi luasan, namun persemaian BBPSILH mempunyai koleksi bibit jenis-
jenis dipterokarpa endemik Kalimantan yang sekarang mulai terancam punah.
18
Tabel 2. Perlakuan pengolahan lahan.
No Perlakuan Dosis
1. Perlakuan pupuk tahun ke-1
Dolomit (kg/lubang/th) 2
Asam humat (gr/lubang/th) 8
Pupuk kandang (kg/lubang/th) 8-16
Biochar (kg/lubang/th) 5
2. Perlakuan pupuk tahun ke-2 2
Asam humat (gr/lubang/th) 8
Pupuk kandang (kg/lubang/th) 8-16
3. Perlakuan pupuk tahun ke-3 2
Asam humat (gr/lubang/th) 8
Pupuk kandang (kg/lubang/th) 8
Keterangan:
* Pemeliharaan sampai tahun ke-3,
* Pemberian amelioran 4x/tahun
19
Gambar 1. Penanaman pohon berdiameter besar.
21
c. Kondisi lahan sudah ternaungi dengan lanskap alami
Penanaman pada hutan tanaman >2 tahun (sekunder muda) dan kawasan lindung
PT. IHM (hutan sekunder tua), jenis-jenis dipterokarpa yang direkomendasikan adalah
S. leprosula, S. pauciflora, S. parvifolia, S. smithiana, S. maxwelliana, S. macrophylla,
S. atrinervosa, S. ovalis, S. johorensis, D. tempehes, D. stellatus, P. smythiesii, C.
burckii, V. rassak, dan H. mengarawan. Sumber bibit direkomendasikan dari cabutan
alam dimana perakarannya masih membawa tanah yang mengandung mikoriza
sehingga dapat bersimbiosis dalam membantu akar untuk menyerap sumber air dan
hara dari tanah. Bibit yang siap tanam dilapangan merupakan bibit cabutan alam yang
sudah terseleksi. Penanaman menggunakan sistem jalur dengan jarak tanam 10m x
2,5m, 10m x 5m, 6m x 3m, 5m x 5m, dan 2,5m x 2,5m. Ukuran lubang tanam 30cm x
30cm x 30cm; 40cm x 40cm x 30cm. Pemupukan dapat menggunakan pupuk kandang
sebanyak 2-4 kg/lubang tanam, kompos 1 kg/lubang tanam atau pupuk tablet NPK
sebanyak 4 tablet/lubang tanam.
Adapun desain pola tanam campuran jenis dipterokarpa dan non dipterokarpa bisa
dilihat pada Gambar 3 berikut ini :
KETERANGAN
: Tanaman pionir
Gambar 4. Desain pola tanam campuran jenis dipterokarpa dan non dipterokarpa.
22
b. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit harus menggunakan perlakuan alami seperti
penggunaan predator dan pembersihan tanaman utama dari tanaman bawah dan
pengaturan cahaya yang masuk ke tanaman utama agar tidak diserang penyakit
seperti jamur, bakteri, dll.
c. Penyulaman ulang
Penyulaman merupakan kegiatan penggantian tanaman-tanaman yang mati
dengan tanaman yang baru.
d. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 4 kali dalam setahun khususnya pada fase
pertumbuhan tanaman pada waktu 3 tahun pertama setelah penanaman.
24
1) Membentuk hutan alam yang baru melalui penanaman jenis asli dan endemic yang
diarahkan untuk jasa lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan
mengembangkan kebijakan tata ruang rendah karbon;
2) Mendorong terjadinya regenerasi hutan alam terdegradasi, dalam scenario LTS-
LCCP, perlindungan hutan sekunder untuk mengoptimalkan proses regenerasi
memegang bagian penting untuk menuju net sink.
3) Efisiensi penggunaan lahan dan optimasi lahan tidak produktif, melalui penurunan
angka deforestasi sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi penggunaan lahan.
4) Akselerasi kegiatan penyerapan karbon dalam kawasan hutan untuk menjamin
keberlangsungan layanan jasa ekosistem, melalui kegiatan rehabilitasi dan
perlindungan hutan alam tidak hanya berkontribusi pada penyerapan cadangan
karbon, tapi juga menjaga dan meningkatkan jasa lingkungan dari suatu ekosistem
untuk mendukung kegiatan ekonomi pada sektor lain.
5) Kegiatan penguatan basis data sektor FOLU, melalui beragam aksi mitigasi yang
dilakukan harus terukur dan perlu didokumentasikan dalam suatu basis data yang
tertata dan berkualitas, serta memenuhi kaidah kebutuhan Measuring, Reporting and
Verification (MRV) sektor FOLU.
B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
B.1.1. Luas Areal
Luas areal pembangunan hutan tropika basah masuk dalam Strategi Lingkungan
Hidup dan Kehutanan di IKN Berdasarkan Key Performance Indicator (KPI), yaitu:
1. Bagian dari 75% kawasan IKN yang ditetapkan menjadi ruang terbuka hijau
(RTH) termasuk hutan kota dengan persentase untuk area hijau yang dilindungi
sekitar 65% dan 10% untuk produksi pangan.
2. Pembangunan hutan tropika basah disesuaikan dengan Permen PU No.5 Tahun
2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan.
25
No Kriteria Keterangan
1. Jenis asli dan endemik Tanaman khas Kalimantan
Bernilai ekonomi tinggi ▪ Memiliki fungsi multiguna dalam
pemanfaatannya
▪ Memiliki manfaat secara ekonomi
2. Cepat tumbuh tetapi tidak ▪ Efektif dalam menyerap air, unsur hara
memerlukan hara yang banyak dan energi matahari serta CO2
3. Menghasilkan serasah yang ▪ Serasah dapat berperan sebagai mulsa
banyak dan mudah yang dapat membantu meningkatkan
terdekomposisi kelembaban tanah
▪ Mudah terdekomposisi berarti mampu
menyerap air, memiliki kandungan kimia
yang kaya karbohidrat, dan tidak banyak
mengandung lignin serta zat-zat lainnya
yang sulit diuraikan
4. Sistim perakaran yang baik ▪ Mempunyai sistem perakaran dengan
dan mampu bersimbiosis asosiasi tanaman inang dan jamur mikoriza
dengan mikroba tertentu sehingga meningkatkan penyerapan unsur
hara, memperbaiki struktur tanah
meningkatkan toleransi tanaman terhadap
kekeringan juga faktor pengganggu lain,
seperti salinitas tinggi, logam berat, dan
ketidakseimbangan hara
5. Merangsang datangnya vektor ▪ Memiliki daya tarik bagi hadirnya satwa liar
pembawa biji misalnya memiliki bunga, buah, biji atau
daunnya disuka satwa liar
▪ Membantu proses regenerasi
6. Mudah dan murah dalam ▪ Mudah dibudidayakan, ditanam dan
perbanyakan, penanaman dan dipelihara
pemeliharaan
26
b. Pembentukan unit pembangunan dan pengelolaan hutan alam tropika dibawah
Badan Otorita IKN Nusantara.
B.2.2. Lokasi
Lokasi kegiatan direncanakan pada Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN
pada zonasi RTH rimba kota, dan wilayah penyanggah IKN yang berdampingan dengan
areal budidaya HTI dan kawasan lindung PT IHM.
27
Gambar 5. Anakan Shorea balangeran, S. leprosula, S. laevis
28
Gambar 8. Anakan Shorea beccariana, S. pinanga, S. macroptera
29
Gambar 11. Anakan Hopea odorata, Anisoptera sp, Vatica sp
30
Daftar Pustaka
Armundito, E. 2022. Arah Standar Bidang Lingkungan Hidup dalam Mendukung Ekonomi
Sirkular dan Ibu Kota Negara. Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur. 2020. Inventarisasi SDA Dan
Lingkungan Hidup Dalam Rangka Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Di Provisi
Kalimantan Timur. Disampaikan secara Daring (Video Konferensi) Direktorat
Pencegahan Dampak Lingkungan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Fajri, M. 2022. Menggagas Ide Miniatur Hutan Dipterokarpa Ibu Kota Negara Nusantara.
Standar, 1 (2): 4-14. ISSN : 2827-9867.
Fajri, M. 2008. Pengenalan umum Dipterocarpaceae, kelompok jenis bernilai ekonomi
tinggi. Info Teknis Dipterokarpa 2(1): 9-21.
Hermawan, B., Junaidah, & Priyanto, E. 2017. Taman Hutan Hujan Tropis Indonesia.
Kerjasama Pusat penelitian dan Pengembangan Hutan, Balai penelitian dan
Pengembangan Banjar Baru dengan Dinas Kehutanan Provinsi kalimantan Selatan.
Newman, M F. et al. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpaceae Pulau
Kalimantan. Prosea.
Ngatiman, Saridan, A. 2012. Ekplorasi jenis-jenis dipterokarpa di Kabupaten Paser,
Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Dipterokarpa 6(1): 1-10
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 23. 2021. Tentang Pelaksanaan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Primiantoro, E.T. 2022. Konsep Awal Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan Di Wilayah Ibu Kota Negara. Kementerian lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
PT. ITCI Hutani Manunggal. 2019. Laporan hasil inventarisasi kawasan lindung PT. IHM.
Tidak diterbitkan.
PT. ITCI Hutani Manunggal. 2017. Profil PT. ITCI Hutani Manunggal.
Sari, N. dan Karmilasanti. (2015). Kajian tempat tumbuh jenis Shorea smithiana, S.
johorensis dan S. leprosula di PT. ITCI Hutani Manunggal, Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Ekosistem Dipterokarpa 1(1):15-28.
Standar Nasional Indonesia No 8420. 2018. Tentang Bibit tanaman hutan. Badan Standar
Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3. 2022.tentang Ibu Kota Negara.
Wahyudi, A., Fajri, M. 2016. Karakteristik kondisi habitat dan keragaman jenis
dipterocarpaceae pada hutan tropika dataran rendah. Prosiding Ekspose Hasil- Hasil
Penelitian B2P2EHD.
31
ISTILAH DAN DEFINISI
32
Lampiran 1. Detil Teknis Kegiatan Standar Restorasi Hutan Tropika Basah di IKN
Nusantara
33