Anda di halaman 1dari 7

Tugas Kliping

Mengenai kelestarian dan kehancuran hutan di Riau

Budaya Melayu Riau

Oleh :

Rasyifa Rasyid

Kelas :

10 TLM

SMKS KESEHATAN
TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
TAHUN AJARAN 2021/2022
1. Mengenai Kelestarian hutan di Riau

Permasalahan terkait
waktu ke waktu. Hallingkungan
ini perluhidup merupakan
perhatian khususpersoalan
karena yang perlu diperhatikan
meningkatnya dari
pertumbuhan
pembangunan di
berbagai bidang yang dinilai kurang diimbangi dengan pengelolaan lingkungan yang baik.

Untuk mencegah dan menghambat laju penurunan kualitas lingkungan hidup, maka diperlukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang memadai. Terpeliharanya kualitas dan
fungsi lingkungan hidup secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab serta keterbukaan dan
peran serta masyarakat.

Hal itu disampaikan Prof Dr Ir Thamrin MSc Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Riau
(UR) pada acara Seminar Nasional Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup di
Provinsi Riau Model Pengelolaan Bentang Alam Mandau Berkelanjutan yang bertempat Hotel
Pangeran Pekanbaru, Rabu (8/2) kemarin.

Dikatakan, keresahan pemerhati lingkungan terhadap kondisi maraknya perusakan lingkungan.


Upaya perlindungan dan pelestarian alam menjadi kompleks, disebabkan maraknya aksi
perusakan habitat yang juga diperburuk oleh terjadinya perburuan secara liar, perubahan iklim.
Kondisi ini berdampak langsung bagi kehidupan satwa liar.

“Selain itu, adanya alih guna lahan akibat deforestasi menyebabkan berkurangnya kemampuan
hutan dalam menyerap karbon, yang juga berakibat pada rusak atau hilangnya habitat satwa
liar, sehingga terjadi peralihan fungsi dari kawasan tersebut,” jelasnya, seperti dalam rilis yang
diterima redaksi, Kamis (9/2).
Karena itu, Thamrin menyebut perlu adanya pemahaman akan kompleksitas masalah yang
mengancam keberlangsungan hidup tumbuhan dan satwa liar yang kita miliki. “Melalui
kegiatan seminar ini, kita berharap dapat memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh
terhadap ancaman kelestarian keanekaragaman hayati kita dan dengan berbagai permasalahan
lingkungan lainnya yang menjadikan wacana akan lingkungan menjadi salah satu isu dunia saat
ini,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Al Azhar
menegaskan keberadaan hutan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat Riau
yang memegang adat Melayu. Untuk itu, pengelolaan hutan harus juga memperhatikan
keberlanjutan ekosistem hutan agar kesejahteraan manusia ikut terjamin

“Kita sudah mendapat informasi tentang restorasi ekosistem ini 80 persen luas daratan di
permukaan Riau sudah menjadi kawasan perkebunan dan perindustrian. selanjutnya, agar
keterlibatan masyarakat dalam hal ini bisa maksimal. Jadi rerstorasi ekosistem Riau ini bisa
membantu memulihkan kearifan lokal dan Melayu. Disamping juga memberikan sumbangan
signifikan terhadap masyarakat local,” tambah Al Azhar.

“Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas, kearifan lokal juga merupakan produk budaya masa lalu yang patut
secara terus menerus dijadikan pegangan hidup. Dalam hal ini, lingkungan alam dan manusia
saling berkaitan dan saling memberi. Alam merupakan tempat berguru, dan ketika alam sudah
mulai rusak, maka manusialah yang akan menerima dampaknya,” jelasnya.

2. Mengenai Kehancuran hutan di Riau

Provinsi Riau melalui BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) menyatakan


bahwa telah terjadi perluasan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di 12 Kabupaten dan

Kteorsteab. uKt omnednisgialkaembiakpaernaingtkearstaenbustebt ersuasr


7m0e0luhaesktharinpgagda msepneckapnaite2ra.7k1h9ir,hkeokntadri,siktebrsasekbaurat n
berpotensi masih terus meluas karena BMKG (Badan Meoteorologi Klimatologi dan
Geofisika) melalui pengamatannya menggunakan Satelit Terra dan Aqua mengatakan
bahwa masih mendeteksi titik-titik api yang dapat menjadi indikasi awal kebakaran lahan
dan hutan (cnnindonesia, 2019).

Kebakaran terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Riau, kebakaran didominasi


dimana termpat tersebut berkontor gambut. Kebakaran terjadi seperti di bagian timur Provinsi
Riau yang batasnya langsung dengan Malaysia. Kebakaran yang terjadi menghasilkan asap
tebal yang meluas hingga Kota Dumai. Di Rokan Hilir kebakaran mencapai luas 407 ha,
222,4 ha di Meranti, ditambah 192.25 ha di Dumai. Kebakaran juga terpantau meluas di
beberapa daerah seperti Kabupaten Siak, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, pekanbaru, kampar,
Rokan Hulu dan Kuantan Singingi dengan jumlah lahan yang terbakar berturut-turut adalah
315.5 hektar, 107.1 hektar, 64.5 hektar, 37.75 hektar, 26.6 hektar dan 2 dan 5 hektar
(cnnindonesia, 2019).

Emisi karbon yang dihasilkan dari kebakaran hutan telah meningkat sangat signifikan
sebesar 20%. Karbondioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca akan berimbas
pada pemanasan global. Efek dari pemanasan global tersebut adalah dimana suhu permukaan
laut yang semakin meningkat dan juga salju dan juga penutup es telah menurun. Peningkatan
suhu lautan yang mencapai 100-200 mm selama abad terakhir. Para ilmuawan memprediksi
o
bahwa bumi akan mengalami peningkatan rata-rata suhu bumi sebesar 1 C dan akan
mengalami peningkatan panas pada 2025 apabila laju pemanasan tersebut masih berlanjut.
Dari pemanasan global tersebut dapat berdampak pada peningkatan permukaan laut yang bisa
menenggelamkan beberapa wilayah di dunia, kekeringan, banjir, atau bahkan angin kencang
yang disebabkan karena cuaca yang ekstrem (Rasyid, 2014).

Kebakaran hutan mempunyai dampak yang ditibulkan bagi lingkungan. dampak


kerusakan yang ditimbulkan dari kebakaran hutan adalah seperti rusaknya ekologi,
keanekaragaman hayari yang semakin menurun, nilai produktivitas tanah yang semakin
menurun dan dapat menimbulkan kemerosotan ekonomi. Asap yang dihasilkan dari
kebakaran hutan dapat mengganggung kesehatan dan transportasi baik darat, laut, maupun
udara, selain itu kebakaran hutan juga dapat menyebabkan perubahan iklim mikro karena
produksi karbondioksida. Kebakaran hutan yang menghasilkan gangguan asap pada akhir-
akhir ini telah melampaui batas negara (Rasyid,
2014). Upaya Penanganan dan Pencegahan

Sejak pada tahun 1982 terjadi kebakaran hutan dan lahan yang dapat dikatakan besar,
dengan terjadi rangkaian kebakaran hutan lagi pada tahun tahun selanjutnya, indonesia telah
mengeluarkan kebijakan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan. peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan lebih menekankan kepada sanksi hukuman yang
berat bagi sipelaku pembakaran hutan dan lahan, beberapa peraturan tersebut adalah
undang- undang No. 41 Tahun 1999 yaitu tentang kehutanan; Undang-Undang tentang
Perkebunan yaitu Nomor 18 Tahun 2004, dimana undang-undang ini sedang dalam
proses revisi; Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yaitu UU Nomor 32 Tahun 2009; ditambah lagi dengan Peraturan Pemerintah nomor 45
Tahun 2004 tentang

P20er0l9in(dQuondgrainyaHtunta, n20y1a4n)g. sudah direvisi ke dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 60 Tahun
Upaya yang dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan adalah dilakukan
menggunakan metode kampanye sadar masyarakat; kemudian disediakannya teknologi
guna pencegahan ditingkatkan lagi; teknologi tersebut berupa peringatan dan pencegahan
dalam kebakaran hutan, dibangunnya embung, Green Belt, menara untuk pengawasan,
dan lain sebagainya. Serta disediakannya perangkat lunak yang memadai. Upaya
pemadaman dilakukan dengan meningkatkan teknologi dalam pemadaman, kemudian
dilakukannya operasi pemadaman (pemadaman sedini mungkin dan pemadaman tingkat
lanjut), dan juga
evakuasi dan penyelamatan. Sedangkan usaha yang dilakukan setelah kebakaran adalah
dikakukannya monitoring dan evaluasi, selain itu, inventarisasi hutan bekas terbakar juga
dilakukan, dan yang tidak kalah penting adalah dilakukkannya sosialisasi dan penegakan
hukum serta dilakukan rehabilitasi hutan terbakar (Qodriyatun, 2014).

Selain itu, dilakukannya pemberdayaan masyarakat dengan tujuan untuk mendukung


upaya-upaya tersebut. Pemberdayaan dilakukan kepada masyarakat dengan wilayah
dikawasan hutan yang rawan dengan kebakaran dikarenakan masyarakat ini merupakan
masyarakat yang berhadapan langsung jika terjadi kebakaran hutan. Pencegahan dan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang sangat penting, Kebijakan dikeluarkan oleh
Kementerian Kehutanan untuk melibatkan masyarakat dengan membentuk organisasi yang
berbasis masyarakat dalam tujuannya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Melalui
Peraturan menteri Kehutanan nomor 12/ Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran
Hutan seperti organisasi Masyarakat Peduli Api dan Kelompok Peduli Api (Qodriyatun,
2014).

Dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan telah dilakukan beberapa upaya


menurut Soemarsono (1997) dalam (Suryani, 2012) antara lain:

a. Pembentukan Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non Strukturan dengan
tujuan untuk pemantaban kelembagaan, sub kelembagaan tersebut berupa Pusat
Pengendalian Kebakaran Hutan Nasional (Pusdalkarhutnas), kemudian (pusdalkarhutda)
yaitu Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan Daerah, dan juga Satuan Pelaksana (Satlak),
ditambah dengan brigade pemadaman kebakaran hutan yang masing-masing merupakan
Hak Pengusaha Hutan (HPH) dan juga HTI (Hutan Tanaman Industri);

b. Perlengkapantentangpetunjukdanpedomandalampencegahan, penanggulangan serta


kebakaran hutan berupa atau dalam bentuk perangkat lunak;
Meningkatkan perlengkapan berupa alat-alat untuk mencegah dan memadamkan
kebakaran hutan;
Pemberian pelatihan terhadap aparat pemerintah, pegawai BUMN dan perusahaan
kehutanan ditambah dengan masyarakat sekitar hutan berupa pelatihan pengendalian
kebakaran hutan;
e. Penyuluhan dan kampanye yang dilakukan melalui Apel Siaga dalam pengendalian
kebakaran hutan;
Pengusaha, kepala Wilayah, kementerian dan jajaran Pembda diberikan pembekalan
terkait dengan penanganan kebakaran hutan; dan
Persyaratan bagi kawasan hutan yang akan dibuka bagi pembangunan non kehutanan
dalam persetujuannya adalah tanpa dibakar.
Selain upaya pencgahan, pemerintah juga melakukan penanggulangan yang berupa kegiatan seperti menurut

Memberdayakan posko kebakaran dan dilakukannya pembinaan terkait dengan siaga I


dan II
Mobilitas sumber daya baik manusia, peralatan dan dana dari semua tingkatan, mulai dari Jajaran Kementeri
KoordinasilebihditingkatkanantarainstansiterkaitmelaluiPusdalkarhutnasdi

tingkat pusat dan di tingkat daerah melalui Pusdalkarhutda Daerah


d. Bantuan luarnegerisepertipasukan BOMBA dariMalaysia guna memadamkan kebakaran.

Selain itu, upaya Pemerintah Provinsi Riau dalam mengantisipasi kebakaran adalah
dengan pembangunan sekat dan kanal yang dibangun dibeberapa daerah dengan kerentanan
kebakaran hutan. Pembangunan kanal tersebut telah mencapai jumlah 3.354 sekat kanal
yang dibangun bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasonal, selain itu telah
dibangun juga 1.105 embung yang dibangun di wilayah bambut di sebar di Provinsi Riau.
Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk menjaga kadar air yang berada diwilayah
gambut agar tetap basah dan menjaganya agar tetap lembab(nasional.tempo, 2015).

bSerljailnani,tud,iapnetamraenriynat ahdaRlaihauditlealkauhkamnneryeanacuandait
kaenpa1t6uhraen cbangai paekrsuisayhanagn ps eu rdkaehb u n a n dan hutan industri, serta
dilakukannya moratorium perizinan lahan gambut. Ditambah lagi setiap perusahaan
wajib untuk memiliki fasilitas dalam pemadaman dan tersedianya personel siaga khusus
dalam pemadaman api. Perusahaan berwajib untuk memberi pembinaan kepada
masyarakat sekitar konsensi agar bersama melakukan pencegahan dan tidak melakukan
pembakaran lahan dan hutan. Anggaran khusus juga telah disiapkan oleh Pemerintah Riau
dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2015. Namun tidak disebutkan secara pasti
berapa jumlah anggaran tersebut (nasional.tempo, 2015).

Dalam rangka mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, pada
tanggal 18 januari 2017 pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup menempatkan
1

bkuebahakhaerlainkohputearn Bdaenll la4h2a1nydanrgi udigauran.aSkealnaiun

dtuigkunbaekrpaanantruonltiukudbaerapdatarloalmi, hrealgi k oa p t e nr cineigajuhgan


digunakan untuk materbombing, yaitu menjatuhkan air dari ketinggian seperti yang dilakukan
pada wilayah operasi Kabupaten pelalawan dan Siak, Riau yaitu menjatuhkan air sebanyak
43.200 liter pada tanggal 14-20 Februari 2017 (ditjenppi.menlhk, 2017).

3. Kesimpulannya

Dalam upaya penanganan dan pencegahan kebakaran hutan di Provinsi Riau,


pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah tersebut
seperti pembuatan peraturan yang bertujuan untuk penegakan hukum bagi pelaku
pembakaran hutan. Selain itu, dibangunnya embung dan kanal di beberapa tempat dengan
tujuan untuk menjaga tanah yang kering agar tetap lembab. Pemberdayaan masyarakat
dilakukan mengiat bahwa masyarakat sekitar hutan merupakan aktor pertama yang
berhadapan dengan kebakaran jika terjadi kebakaran. Selain masalah teknis, juga
disiapkan
peralatan penunjang siaga kebakaran seperti helikopter yang digunakan untuk
melakukan patroli dan juga penyiraman air melalui udara jika terjadi kebakaran. Salah
satu hal yang penting adalah dimana penyediaan sumber daya, baik dari segi sumber
daya manusia, maupun sumber daya biaya sangatlah diperlukan agar kita siap dalam
menghadapi kebakaran hutan dan lahan.

Nasib suku adat atau orang asli Riau terus terpinggirkan. Sejak industri-industri masuk, lahan
dikapling untuk lahan konsesi. orang asli Riau kini kesulitan bercocok tanam secara tradisional.
Mereka terpaksa harus mengikuti pola pertanian modern.

“Suku adat atau orang asli Riau terus terdesak akibat industri pertambangan dan industri
kehutanan. Masyarakat asli Riau ini selalu jadi korban industrialisasi sejak pembukaan ladang
minyak pertama Riau. Terus tergusur seiring pembukaan kawasan hutan tanaman industri dan
perkebunan sawit. ‘'Mereka seolah terbuang di tanah negeri sendiri di zaman sekarang,” kata Al
Azhar.

“Kondisi saat ini masyarakat adat asli Riau semakin terdesak. Perubahan ekologis dari masa ke
masa, disesalkan masyarakat suku asli Riau. Padahal masyarakat melayu, kata Al Azhar, hidup
selaras dengan alam. Bahkan 8o persen pantun pusaka Riau berasal dari flora dan fauna yang

berkhaui dtaenagha,n hailamng, ytaunagh sehjablaisnladhenmg anrwpaehtu, shiadpuapti


ttan aahpdabrilatokhouhtaTn e tnansaEh ffseundayh “bhailrang kdiatka
marwah terhilang,” tutupnya.

Acara yang diselengarakan oleh Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM UR) bekerjasama dengan Conservation Internasional
Indonesia, Provinsi Riau dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menghadirkan
pembicara dari Lembaga Adat Melayu (LAM), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
(DLHK), PT Arara Abadi Sinarmas Forestry dan Akademisi Universitas Riau. (MC Riau/mad)

Anda mungkin juga menyukai