Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGRAAN

PANCASILA KE EMPAT

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. ARIFAH
2. ERIKKA
3. NINDY
4. BINTANG
5. SAKTI
6. RADID
7. RIZKI

GURU PEMBIMBING : ADITYA SOFYAN M,S.Pd


KELAS : X. 8

SMA NEGERI 1 TUALANG

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang tiada henti memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.Kami dari kelompok 4 sebagai penulis mengucapkan syukur kepada Allah
SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu menyelesaikan makalah ini sebagai tugas kelompok dari mata kuliah
Pendidikan Pancasila dengan judul “Sila Keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan”.
Kami berterima kasih kepada Bapak Aditya SofyanM, S.Pd.yang telah
memberikan tugas ini kepada kami. Kami berharap dengan adanya tugas yang
diberikan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kami. Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang kami miliki dalam pembuatan
tugas ini, kami yakin masih banyak kekurangan dalam tugas ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari Bapak demi kesempurnaan tugas ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1
1.2. RUMUSAN MASALAH .........................................................................................1
1.3. TUJUAN ................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
2.1 SEJARAH PANCASILA ........................................................................................ 3
2.2 DEFINISI PANCASILA ......................................................................................... 4
2.2.1 Secara Etimologis ................................................................................................. 4
2.2.2 Secara Terminologis ............................................................................................ 5
2.2.3 Menurut Para Ahli ............................................................................................... 5
2.3 FUNGSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA ...................................... 5
2.4 MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM SILA KEEMPAT ............................. 7
2.5 NILAI – NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SILA KEEMPAT ................... 9
2.6 MAKNA LAMBANG BANTENG PADA SILA KEEMPAT ................................. 9
2.7 KEBERADAAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR) RI SEBAGAI
PERWUJUDAN SILA KEEMPAT ............................................................................... 10
2.8 BUTIR – BUTIR SILA KEEMPAT ....................................................................... 11
2.9 BENTUK PENYIMPANGAN DARI SILA KEEMPAT ......................................... 12
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 13
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................... 13
3.2 SARAN ................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
Sanskerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila juga diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam
pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yang merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya,
sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan pancasila
dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian, kemampuan dan kesaktian Pancasila, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai - nilai luhur
yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara, serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan,
baik di pusat maupun di daerah.
Dan salah satu yang akan kita bahas disini adalah butir - butir Pancasila yang
terkandung pada sila keempat yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”. Sila ini mengungkapkan
bahwa bangsa ini adalah bangsa yang mengutamakan musyawarah dan perwakilan untuk
mengambil suatu keputusan atau rencana. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik di dalam masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur.

1.1. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah yang akan
dibahas sebagai acuan dalam makalah ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah Pancasila ?
2. Apa yang dimaksud dengan Pancasila ?
3. Apa fungsi dari Pancasila sebagai ideologi negara ?
4. Apa makna yang terkandung dalam sila keempat ?
5. Apa saja nilai – nilai yang terkandung dalam sila keempat ?
6. Apa makna lambang banteng pada sila keempat ?
7. Bagaimana keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
perwujudan dari sila keempat?
8. Apa saja butir – butir yang terdapat pada sila keempat?
9. Apa saja bentuk penyimpangan dari sila keempat ?

1.3.TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejarah Pancasila

4
2. Untuk mengetahui definisi Pancasila
3. Untuk mengetahui fungsi dari Pancasila sebagai ideologi negara
4. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam sila keempat
5. Untuk mengetahui nilai – nilai yang terkandung dalam sila keempat
6. Untuk mengetahui makna lambang banteng pada sila keempat
7. Untuk mengetahui keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai
perwujudan dari sila keempat
8. Untuk mengetahui butir – butir apa saja yang terdapat pada sila keempat
9. Untuk mengetahui bentuk penyimpangan apa saja yang terjadi pada sila keempat

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. SEJARAH PANCASILA
Istilah “ Pancasila” pertama kali dapat ditemukan dalam buku “ Sutasoma” karya
Mpu Tantular yang ditulis pada zaman Majapahit (abad ke 14). Dalam buku itu istilah
Pancasila diartikan sebagai perintah kesusilaan yang jumlahnya lima (Pancasila
karma) dan berisi lima larangan untuk :
1. Melakukan kekerasan
2. Mencuri
3. Berjiwa dengki
4. Berbohong
5. Mabuk akibat minuman keras.
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, tidak
semata-mata terbentuk begitu saja dengan hanya diciptakan oleh seseorang seperti
yang terjadi pada ideologi - ideologi lain di dunia. Akan tetapi terbentuknya
Pancasila mengalami proses yang sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak
400 tahun yang lalu pada masa kejayaan kutai dimana pada masa ini masayarakat
kutai yang membuka zaman sejarah indonesia pertama kali, sudah terlihat
menampilkan nilai-nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan.
Secara kausalitas Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat negara nilai -
nilainya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri, seperti adat - istiadat,
kebudayaan, dan nilai - nilai religius. Kemudian para pendiri negara mengangkat
nilai - nilai tersebut kemudian dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral
- moral luhur diantaranya dalam sidang BPUPKI yang pertama, sidang panitia
sembilan yang kemudian melahirkan piagam jakarta yang memuat Pancasila yang
pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI yang kedua. Setelah
kemerdekaan Indonesia sebelum sidang PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat
negara dibahas serta disempurnakan lagi dan akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945
disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia (Kaelan, 2008:103).
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia
dijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa - bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di
Indonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama
menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing
tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaan - kerajaan besar yang merdeka, misalnya
Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan
tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan
bersenjata maupun politik. Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir
penjajah, dalam hal ini Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu
mengalami kegagalan.
Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu
Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki
Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu.
Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam

6
melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian
hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh
karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji
kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat
yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah
Militer Jepang di Jawa dan Madura).
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik
Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah
menyelidiki dan mengumpulkan usul - usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada
pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan
sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang
dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti.
Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah
Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar
negara untuk Indonesia merdeka.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat
untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul - usul
yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap -
tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai
dengan tanggal 20 Juni 1945.
Tokoh - tokoh BPUPKI yang diberi nama Panitia Sembilan mengadakan
pertemuan untuk membahas pidato serta usulan - usulan mengenai dasar negara
yang telah dikemukakan dalam sidang BPUPKI. Panitia Kecil yang beranggotakan
sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan
calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan
“Piagam Jakarta”. Dalam pembahasan tersebut didalamnya terdapat rumusan dan
sistematika Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2.2. DEFINISI PANCASILA


2.2.1. Secara Etimologis
Secara etimologis istilah ”Pancasila” berasal Sansekerta dari India (Bahasa kasta
Brahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta. Menurut Muhammad
Yamin dalam bahasa Sangsekerta perkataan “Pancasila” memiliki dua macam arti secara
leksial yaitu :

7
• “panca” artinya “lima”
• “syila” vokal i pendek artinya “batu sendi” , “alas”, atau “dasar”
• “syila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau
senonoh”

2.2.2. Secara Terminologis.


Pada sidang Badan Penyelidikan Usaha - Usaha Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, Pancasila yang memiliki arti lima asas dasar. Ini
digunakan oleh Presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara
Indonesia yang diusulkannya. Pernyataan tersebut juga dikaitkan dengan ahli bahasa, M.
Yamin yang saat itu duduk di samping Soekarno.
Setelah mendeklarasikan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal
17 Agustus, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), mengadakan beberapa
kali sidang. Salah satu sidangnya, yakni tanggal 18 Agustus 1945 berisi tentang
pengesahan Undang - Undang Dasar 1945 (UUD1945). Di dalam Undang – Undang Dasar
tersebut sudah termuat tentang lima prinsip dasar Negara Indonesia yang disebut
Pancasila. Sejak itu pula istilah pancasila menjadi umum di telinga masyarakat, bahkan
sudah biasa di pendegarkan setiap upacara bendera.

2.2.3. Menurut Para Ahli


Berikut ini merupakan pengertian Pancasila menurut para ahli :
1.Ir. Soekarno
Menurut Ir. Soekarna, Pancasila adalah isi dalam jiwa bangsa Indonesia yang turun-
temurun lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila
tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
2.Muhammad Yamin
Menurut Muhammad Yamin, Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan
Sila yang berarti sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik.
Dengan demikian, Pancasila diartikan sebagai lima dasar yang berisi pedoman atau
aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
3.Notonegoro
Menurut Notonegoro, Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia, sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi
negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar
pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan
negara Indonesia.

2.3. FUNGSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ideologi didefinisikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan
tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir
seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang

8
merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).
Dalam pengertian tersebut kita dapat menangkap menangkap beberapa komponen penting
dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan
politik.
Setiap bangsa memiliki ciri khas ideologi yang berbeda dan menentukan ideologi
bangsa atau ideologi nasionalnya. Indonesia memilih dan menentukan Pancasila
sebagai ideologi bangsa. Pancasila bukanlah ideologi hasil tiruan dari negara - negara lain.
Ideologi Pancasila digali berdasarkan budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian
Pancasila merupakan ideologi khas bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara berarti bahwa Pancasila rmerupakan suatu
gagasan yang berkenaan dengan kehidupan negara. Kehidupan bernegara, seperti yang
terurai dalam Undang - Undang Dasar 1945, menunjukkan bahwa bidang-bidang yang
ditangani oleh negara meliputi ideologi, politik, sosial - budaya, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan, serta hak-hak asasi manusia. Ciri khas ideologi Pancasila
adalah nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, tidak pula diciptakan oleh
negara melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakatnya sendiri. Hal ini pula yang memberikan ciri bahwa Pancasila sebagai
ideologi terbuka.
Sebagai ideologi bangsa, Pancasila adalah gagasan dan cita - cita bangsa
Indonesia. Cita - cita bangsa itu harus dapat diwujudkan dalam berbagai aspek
pembangunan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Pelaksanaan pembangunan tersebut
seyogyanya harus berdasarkan nilai - nilai Pancasila yang mesti diterapkan secara utuh dan
bersinergi dengan semua nilai - nilai yang terdapat dalam Pancasila.
Greetz dalam Slamet (2006), menjelaskan bahwa fungsi yang mendalam dan
hakiki dari sebuah ideologi adalah fungsi integrasi berdasarkan atas kenyataan
metaforis bahwa tindakan sosial manusia selalu penuh dengan simbol. Fungsi
integratif ideologi ini berada sepenuhnya dalam kawasan hidup kebudayaan manusia,
sebagai mediasi simbolik yang memungkinkan warga masyarakat menginterpretasikan
dunianya sendiri. Pentingnya ideologi bagi suatu negara dapat dilihat dari fungsi
ideologi itu sendiri. Adapun fungsi ideologi adalah membentuk identitas atau ciri
kelompok atau bangsa. Ideologi berfungsi sebagai pemersatu bangsa dan juga sebagai
pemecahan konflik.
Fungsi dan peran Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat :
1. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
3. Pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia.
4. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
5. Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.
6. Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia.
7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
8. Pancasila sebagai moral pembangunan.
9. Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

9
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia memiliki fungsi sebagai pemersatu
bangsa. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945
meletakkan kebangsaan sebagai sila pertama, yang berarti fungsi utama Pancasila adalah
ideologi pemersatu. Bangsa Indonesia utuh bersatu padu di bawah NKRI karena
dilandasi oleh ideologi yang sama, yaitu Pancasila.
Winarno (2007) menjelaskan, bahwa makna Pancasila sebagai ideologi nasional
menurut ketetapan tersebut adalah bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi
Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan bernegara. Secara luas dapat
diartikan bahwa visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia adalah terwujud kehidupan yang ber-Ketuhanan, yang ber-
Kemanusiaan, yang ber-Kerakyatan, dan yang ber-Keadilan. Secara rinci paling sedikit
Pancasila memiliki dua fungsi, yaitu:
1. Ideologi Pancasila berfungsi sebagai cita-cita yang harus diwujudkan.
2. Ideologi Pancasila berfungsi sebagai sarana pemersatu bangsa sehingga digunakan
sebagai prosedur penyelesaian konflik.

2.4. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM SILA KEEMPAT


Dalam pidato tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mencoba memenuhi permintaan Ketua
BPUPKI dr. K. R. T. Radjiman Wediodiningrat tentang philosofische grondslag
Indonesia Merdeka. Untuk dasar ketiga, Sang Proklamator tersebut menguraikan
tentang “dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan”. Sang Orator
haqqul yakin bahwa “syarat multak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
permusyawaratan, perwakilan”. Indonesia adalah Negara “’semua buat semua’, ‘satu buat
semua, semua buat satu.
Proses persidangan berikut kemudian merumuskan dasar itu menjadi sila ke-4 yang
kita kenal sekarang: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
Sila ini kerap kita pahami secara parsial. Hal ini terutama terjadi ketika kita fokus
pada satu aspek, seperti “permusyawaratan” saja. Perbuatan ini tentunya adalah suatu
perbuatan tidak adil terhadap sila ke-4. Untuk pemahaman yang benar, kita kupas
satu persatu aspek yang ada. Setelah itu kita akan menemukan betapa dalamnya
makna sila berlambang kepala banteng ini. Adapun beberapa aspek yang perlu kita
pahami, sebagai berikut :
1.Aspek Kerakyatan.
Awal kata kerakyatan yang pertama kali adalah tentang (segala sesuatu yang
mengenai rakyat), di dalam kehidupan politik nasional, maka makna kerakyatan
kemudian mengerucut pada (demokrasi). Kita juga harus camkan, Berdemokrasi
adalah kata serapan dalam bahasa Indonesia, Untuk penyerapan suatu kata, mustahil
kita teliti makna atau konsep aslinya. Maka kerakyatan Iyalah segala sesuatu yang
mengantarkan dalam mewujudkan satu tujuan Indonesia yang Merdeka, atau demokrasi
merupakan alat untuk mencapai suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.Aspek Dipimpin.

10
Sifat pasif sangat dominan dalam penyusunan kalimat dalam bahasa Indonesia.
Hal ini terjadi sebagian karena budaya ewuh-pakewuh; sebagian lagi karena pribadi /
subyek penerima perbuatan adalah lebih penting ketimbang pribadi / subyek pemberi
perbuatan. Kepasifan ini lebih jelas melalui “tut wuri handayani” dari belakang
mendukung / mendorong. Jadi kerakyatan yang didukung / didorong “hikmat
kebijaksanaan”, yang merupakan buah dari “permusyawaratan perwakilan”, akan
mengantarkan rakyat Indonesia kepada tujuan Indonesia Merdeka.
3.Aspek Hikmat Kebijaksanaan.
Pancasila dengan akurat merumuskan kekhasan demokrasi kita. Bukan tokoh atau
suara mayoritas, tapi hikmat kebijaksanaan yang merupakan penentu keberhasilan
demokrasi. Demikian tinggi kearifan lokal kita dalam menentukan kriteria
kepemimpinan. Akibatnya pribadi tanpa hikmat kebijaksanaan tidaklah layak
memimpin Indonesia. Pimpinan tanpa hikmat kebijaksanaan tidak akan jauh dari kubang
kesesatan. Bukankah hikmat kebijaksanaan suatu utopia? Bukankah hanya para filsuf yang
mengejar kebijaksanaan?
Ada dua cara untuk memperoleh “hikmat kebijaksanaan”. Pertama, kedalaman
penguasaan ilmu pengetahuan yang melibatkan kontemplasi. Kedua, pengalaman
langsung (first-hand experience) menghadapi berbagai macam masalah.
Cara kedua terangkum dalam perumusan sila ke-4. “Permusyawaratan perwakilan” akan
memberikan kita pengalaman yang langsung berbuah pada hikmat kebijaksanaan.
Jadi “hikmat kebijaksanaan” adalah daya pimpin satu - satunya yang bisa
mewujudkan kerakyatan yang kita cita-citakan.
4.Aspek Permusyawaratan dan Perwakilan.
Bung Karno menyarankan agar segala tuntutan dan pertarungan ide berlangsung
di forum badan perwakilan. Kita boleh mati - matian berdebat, tapi hanya terbatas di
forum ini. Setelah selesai proses disini, kita semua bersatu - suara sebab kepentingan
bangsa di atas segalanya. Namun kita juga belajar memahami permasalahan sesama.
Dengan kata lain lebih berhikmat kebijaksanaan setiap usai suatu permusyawaratan.
Siapa yang sudi membaca risalah sidang BPUPKI akan menemukan penjelasan
adisarjana hukum kita, Supomo, bahwa “permusyawaratan” dan “perwakilan” adalah
dua konsep yang berbeda dalam UUD 1945 sebelum Perubahan.
Pertama , musyawarah adalah pembahasan bersama oleh semua pihak. Itu sebabnya
UUD 1945 sebelum Perubahan mengenal Fraksi Utusan Golongan dan Utusan Daerah di
MPR. Kursi di MPR diperoleh bukan lewat pemilu, tetapi sudah teralokasi sejak awal.
Apapun hasil pemilu, semua elemen di masyarakat harus tetap terwakili. Kedua, forum
musyawarah berbeda dengan forum perwakilan. DPR hanya mengakomodasi hasil
pemilu, tapi MPR mengakomodasi semua elemen masyarakat. DPR sebagai mitra kerja
Presiden, yang adalah “mandataris MPR”. Karena komposisi dan sifat kerjanya, secara
konseptual DPR sulit mencapai “hikmat kebijaksanaan”.
Sulit, tapi bukannya mustahil. MPR yang adalah lembaga tertinggi negara dan
pemegang kedaulatan rakyat, mutlak dituntut untuk melulu tergerak oleh “hikmat
kebijaksanaan”. Timbul pertanyaan-pertanyaan: Bukankah setelah Perubahan Ketiga
UUD 1945, MPR tidak lagi memegang kedaulatan rakyat? Apakah MPR sekarang,

11
yang terdiri dari anggota DPR dan DPD hasil pemilu, sepadan dengan MPR
sebelum Perubahan? Apakah tidak mungkin permusyawaratan bersatu dalam perwakilan
di DPR?
Jawab: Pasca Perubahan rakyat kembali memegang penuh kedaulatan, kecuali
yang sudah dinyatakan dengan jelas dalam UUD 1945. Tidak, MPR sekarang tidak
sepadan dalam komposisi dengan MPR sebelumnya. Mungkin saja permusyawaratan
bersatu dalam perwakilan di DPR jika anggota DPR mampu meraih kebijaksanaan
karena penguasaan ilmu pengetahuannya ataupun karena pengalaman langsung
membimbingnya demikian.
Jelas Perubahan UUD 1945 mengeser sebagian penting dari konsep sejati
“permusyawatan perwakilan” ke luar forum lembaga tertinggi negara. Namun karena
Perubahan mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, maka lembaga-lembaga negara
harus mampu menangkap dan menampung aspirasi sekecil apapun di dalam
masyarakat. Ulangi: lembaga negara, bukan anggota MPR, bukan anggota DPR,
bukan anggota DPD, tapi lembaga negara. Jadi “permusyawaratan” tidak identik
dengan“perwakilan”.

2.5. NILAI – NILAI YANG TERKANDUNG DALAM SILA KEEMPAT.


Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan” yang dimana di dalamnya
terkandung nilai – nilai kerakyatan. Pada hal ini ada beberapa hal yang perlu kita
cermati, yaitu :
1. Kedaulatan negara berada di tangan rakyat.
2. Manusia di Indonesia sebagai warga negara memiliki kedudukan, hak serta
kewajiban yang sama.
3. Keputusan diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat dilaksanakan
bersifat kekeluargaan.
4. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan serta meningkatkan kesadaran akan
tanggung jawab para pengambil keputusan di dalam pengelolaan lingkungan hidup
tersebut.
5. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan serta meningkatkan kesadaran akan
hak serta tanggung jawab masyarakatnya di dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut.
6. Paham kedaulatan rakyat yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan,
dan kegotong-royongan.
7. Musyawarah merupakan cermin sikap dan pandangan hidup bahwa kemauan
rakyat adalah kebenaran dan keabsahan yang tinggi.
8. Mendahulukan kepentingan negara dan masyarakat.
9. Menegakkan nilai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan yang bebas, aman, adil dan
sejahtera.

2.6. MAKNA LAMBANG BANTENG PADA SILA KEEMPAT


Kepala Banteng yang Menyimbolkan Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaadalam Permusyawaratan / Perwakilan, maksudnya disini kita sebagai rakyat

12
Indonesia tidak boleh egois dengan hanya mementingkan kepentingan pribadi dan tidak
mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Kepala Banteng digunakan untuk
melambangkan sila keempat karena ia merupakan hewan sosial yang suka berkumpul.

Simbol Kepala Banteng pada sila keempat Pancasila memiliki makna bahwa
seperti halnya musyawarah, orang - orang akan berdiskusi dan berkumpul untuk
memutuskan sesuatu. Banteng juga suka berkumpul dan jiwa ancas yang tinggi, ia
menjadi salah satu kawanan hewan yang kuat. Hal ini juga bisa berlaku untuk
menggambarkan kita sebagai masyarakat Indonesia. Semakin rakyatnya berkumpul,
ancasi, dan bermusyawarah maka Indonesia akan dapat mewujudkan cita – citanya. Karena
itu, tidak heran jika banteng menjadi pilihan yang tepat untuk melambangkan sila keempat
ancasila kita.

2.7. KEBERADAAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (MPR) RI


SEBAGAI PERWUJUDAN SILA KE EMPAT
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) diatur dalam
Undang – Undang Dasar 1945, mengenai organ atau lembaganya terdapat pada pasal 2 dan
kewenangan lembaga MPR terdapat pada pasal 3. Untuk lebih jelasnya bunyi pasal 2 dan
pasal 3 sebagai berikut :

Pasal 2
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih
lanjut dengan undang-undang.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di
ibukota negara.
3.Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang
terbanyak.

Pasal 3
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang -
Undang Dasar.
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

13
3. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.
Dapat dikatakan bahwa Pasal 2 UUD 1945 tersebut mengatur mengenai organ
atau lembaganya, sedangkan Pasal 3 mengatur kewenangan lembaga MPR itu. Di
samping itu, ada beberapa pasal lain dalam UUD 1945 yang juga mengatur tentang MPR,
termasuk mengenai kewenangannya. Akan tetapi, pada bagian ini, yang dititik-beratkan
hanya penegasan bahwa dalam UUD 1945, status MPR itu sebagai lembaga atau organ
negara diatur secara eksplisit. Pengaturan kedudukan dan fungsi MPR di dalam UUD 1945
yang asli (sebelum amandemen) menegaskan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia
dijelmakan dalam tubuh MPR sebagai pelaku utama dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan
rakyat itu. Karena itu, bunyi rumusan asli Pasal 1 ayat (2) Bab I UUD 1945 adalah
“Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Di samping
itu, pada Bab III Pasal 6 ayat (2) ditentukan pula bahwa “Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak”.
Dalam UUD 1945 setelah perubahan keempat (amandemen keempat), organ
MPR juga tidak dapat lagi dipahami sebagai lembaga yang lebih tinggi kedudukannya
daripada lembaga negara yang lain atau yang biasa dikenal dengan sebutan lembaga
tertinggi negara. MPR sebagai lembaga negara sederajat levelnya dengan lembaga-
lembaga negara yang lain seperti DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Mahkamah
Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Bahkan dalam
hubungan dengan fungsinya, organ MPR dapat dikatakan bukanlah organ yang
pekerjaannya bersifat rutin. Meskipun di atas kertas, MPR itu sebagai lembaga negara
memang terus ada, tetapi dalam arti yang aktual atau nyata, organ MPR itu sendiri
sebenarnya baru dapat dikatakan ada (actual existence) pada saat kewenangan atau
fungsinya sedang dilaksanakan. Kewenangannya itu adalah mengubah dan
menetapkan Undang - Undang dasar (UUD), memberhentikan presiden dan/atau wakil
presiden, memilih presiden atau wakil presiden untuk mengisi lowongan jabatan
presiden atau wakil presiden, dan melantik presiden dan/atau wakil presiden.
Sebagai perbandingan dalam Konstitusi Amerika Serikat disebutkan bahwa “All
legislative power vested in Congress which consist of the Senate and the House of
Representative dan Senat”. Akan tetapi, dalam Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 ketentuan
mengenai MPR, dirumuskan secara berbeda, yaitu “MPR terdiri atas anggota DPR dan
anggota DPD yang dipilih melalui pemilu dan diatur lebih lanjut dengan Undang -
Undang”. Dengan demikian, MPR tidak dikatakan terdiri atas DPR dan DPD, melainkan
terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Dengan demikian, MPR itu merupakan
lembaga yang tidak terpisah dari institusi DPR dan DPD.

2.8. BUTIR – BUTIR SILA KEEMPAT


Adapun butir - butir yang terkandung dalam sila keempat, sebagai berikut :
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.

14
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
keputusan musyawarah.
6. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
7. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
8. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai - nilai
kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil - wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan permusyawaratan.

2.9. BENTUK PENYIMPANGAN DARI SILA KEEMPAT


Adapun bentuk penyimpangan yang terjadi sehingga menyalahi nilai – nilai dari sila
keempat, sebagai berikut :
a. Banyak warga Negara/masyarakat belum terpenuhi hak dan kewajibannya didalam
hukum.
b. Ketidak-transparan lembaga - lembaga negara yang menyebabkan masyarakat
enggan lagi percaya kepada pemerintah.
c. Banyak keputusan-keputusan lembaga hukum yang tidak sesuai dengan azas untuk
mencapai mufakat.
d. Demonstrasi yang berujung anarki.
e. Banyak para wakil rakyat justru merugikan negara dan rakyat yang memilihnya, di
mana seharusnya mereka sebagai penyambung aspirasi demi kemajuan dan
kesejahteraan rakyat Indonesia.
f. Masyarakat pun kurang bisa menghormati adanya peraturan-peraturan yang dibuat
oleh pemerintah.
g. Kecurangan dalam pemilu, yang melihat bukan dari sisi kualitas, tetapi dari
mementing kuantitas.
h. Lebih mementingkan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan
bersama atau masyarakat.

Adapun solusi dari penyimpangan yang terjadi pada sila keempat sebagai
berikut :
a. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
b. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan

15
c. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama Penjabaran makna adil yang
sesungguhnya terkadang memberikan pro dan kontra antar manusia
d. Menghormati hak orang lain.

BAB 3
PENUTUP

3.1.KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, tidak
semata - mata terbentuk begitu saja dengan hanya diciptakan oleh seseorang seperti yang
terjadi pada ideologi - ideologi lain di dunia. Akan tetapi terbentuknya Pancasila
mengalami proses yang sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Sejak 400 tahun
yang lalu pada masa kejayaan kutai dimana pada masa ini masayarakat kutai yang
membuka zaman sejarah indonesia pertama kali, sudah terlihat menampilkan nilai -
nilai sosial politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan.
Pancasila sebagai ideologi negara berarti bahwa Pancasila merupakan suatu
gagasan yang berkenaan dengan kehidupan negara. Kehidupan bernegara, seperti yang
terurai dalam Undang - Undang Dasar 1945, menunjukkan bahwa bidang - bidang
yang ditangani oleh negara meliputi ideologi, politik, sosial - budaya, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan, serta hak-hak asasi manusia. Ciri khas ideologi Pancasila
adalah nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, tidak pula diciptakan oleh
negara melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakatnya sendiri. Hal ini pula yang memberikan ciri bahwa Pancasila sebagai
ideologi terbuka.
Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan” yang dimana Sila ini kerap kita
pahami secara parsial. Hal ini terutama terjadi ketika kita fokus pada satu aspek, seperti
“permusyawaratan” saja. Perbuatan ini tentunya adalah suatu perbuatan tidak adil
terhadap sila keempat. Untuk pemahaman yang benar, kita kupas satu persatu aspek yang
ada. Setelah itu kita akan menemukan betapa dalamnya makna sila berlambang kepala
banteng ini. Adapun beberapa aspek yang perlu kita pahami, sebagai berikut :
a. Aspek Kerakyatan
b. Aspek Di pimpin
c. Aspek Hikmat kebijaksanaan
d. Aspek Permusyawaratan dan perwakilan
Keberadaan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI)
sebagai perwujudan sila keempat dalam UUD 1945, yang dimana pengaturan
kedudukan dan fungsi MPR di dalam UUD 1945 yang asli (sebelum amandemen)
menegaskan bahwa kedaulatan rakyat Indonesia dijelmakan dalam tubuh MPR
sebagai pelaku utama dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat itu. Karena itu, bunyi
rumusan asli Pasal 1 ayat (2) Bab I UUD 1945 adalah “Kedaulatan adalah di tangan

16
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”. Di samping itu, pada Bab III Pasal 6
ayat (2) ditentukan pula bahwa “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.
Tetapi setelah perubahan keempat (amandemen keempat), organ MPR juga
tidak dapat lagi dipahami sebagai lembaga yang lebih tinggi kedudukannya daripada
lembaga negara yang lain atau yang biasa dikenal dengan sebutan lembaga tertinggi
negara. MPR sebagai lembaga negara sederajat levelnya dengan lembaga - lembaga negara
yang lain seperti DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah
Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Yang dimana dalam Pasal 2 ayat (1) UUD
1945 ketentuan mengenai MPR, dirumuskan secara berbeda, yaitu “MPR terdiri atas
anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu dan diatur lebih lanjut
dengan Undang - Undang”. Dengan demikian, MPR tidak dikatakan terdiri atas DPR dan
DPD, melainkan terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD. Dengan demikian, MPR
itu merupakan lembaga yang tidak terpisah dari institusi DPR dan DPD.
MPR itu sebagai lembaga negara memang terus ada, tetapi dalam arti yang
aktual atau nyata, organ MPR itu sendiri sebenarnya baru dapat dikatakan ada (actual
existence) pada saat kewenangan atau fungsinya sedang dilaksanakan.
Kewenangannya itu adalah mengubah dan menetapkan Undang - Undang dasar
(UUD), memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden, memilih presiden atau
wakil presiden untuk mengisi lowongan jabatan presiden atau wakil presiden, dan
melantik presiden dan/atau wakil presiden.

3.2.Saran
Dalam menghadapi berbagai permasalahan Indonesia, pemerintah dan wakil
rakyat dalam mengambil keputusan jangan sepihak tanpa mendiskusikan hal tersebut ke
masyarakat yang pada akhirnya akan terjadi kekacauan di negara kita, sebagai contoh
demo besar-besaran yang terjadi tentang RUU KUHP dan RUU KPK yang dimana
DPR langsung memutuskan untuk mengubah secara tiba-tiba tanpa ada
pemberitahuan di masyarakat terlebih dahulu yang menyebabkan masyarakat menjadi
curiga dan takut bahwa ada golongan tertentu yang ingin berkuasa dan
menyengsarakan rakyat.
Selain itu yang lagi hangat adalah RUU Omnibus Law yang dalam
penyusunannya masyarakat tidak bisa mengakses informasi tentang RUU tersebut dan
dirasa pemerintah terlalu terburu-buru untuk mengesahkan Omnibus Law ini yang pada
akhirnya setelah kita mengetahui informasi tentang RUU ini, masyarakat merasa
pemerintah lebih mementingkan investor daripada kesejahteraan rakyat, banyak pasal
kontroversial yang merugikan rakyat seperti contoh menghapus Upah Minimum,
Kemudahan bagi pengusaha dalam merekrut TKA, serta tidak ada kepastian kerja. Inilah
akibat ketika kita tidak mengamalkan sila keempat. Kami harap pemerintah dan wakil
rakyat dapat berbenah dan memperbaiki diri agar membuat suatu peraturan yang
tidak menyengsarakan rakyat.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Vita. (2020, April 14). Nilai – Nilai Pancasila dan Maknanya dalam Kehidupan
sehari – hari. Diakses pada 17 April 2020 pukul 09.30 WITA melalui :
https://dosenpintar.com/nilai-nilai-pancasila/

Anonim. (2014, Agustus 24). Makna Sila Ke-4 dalam Konteks Pilkada. Diakses pada
19 April 2020 pukul 02.15 WITA melalui : https://law.ui.ac.id/v3/makna-sila-ke-4-dalam-
konteks-pilkada-2/

Anwar, Nadia. (2017, November 3). Sejarah Lahirnya Pancasila. Diakses pada 18 April
2020 pukul 17.45 WITA melalui :
https://www.academia.edu/14835900/SEJARAH_LAHIRNYA_PANCASILA

Dhea, Fina. (2019, Desember 19). Nilai – Nilai Pancasila. Diakses pada 17 April
2020 pukul 09.15 WITA melalui : https://rumusrumus.com/nilai-nilai-pancasila/

Dosen Pendidikan. (2019, November 19). Nilai – Nilai Pancasila. Diakses pada 17 April
2020 pukul 10.15 WITA melalui : https://www.dosenpendidikan.co.id/nilai-nilai-
pancasila/

Dosen Pendidikan. (2020, Januari 27). Pancasila : Pengertian, Proses, Butir, Makna,
Fungsi dan Isi. Diakses pada 18 April 2020 pukul 15.40 WITA melalui :
https://www.dosenpendidikan.co.id/makna-pancasila/

Guru Dadang. (2020, Februari 27). Makna Sila Ke-4. Diakses pada 18 April 2020
pukul 02.28 WITA melalui : https://rumus.co.id/makna-sila-ke-4/

Herlambang. 2017. Perwujudan Sila Ke Empat Pancasila Setelah Perubahan Undang


– Undang Dasar 1945. Supremasi Hukum, 26(2), 51-68.

Jealousbird32. (2017, September 16). Pengertian Pancasila secara Etimologis, Historis dan
Terminologis. Diakses pada 18 April 2020 pukul 20.53 WITA melalui :
https://jasmerahmaroon.blogspot.com/2017/09/pengertian-pancasila-secara-
etimologis.html

MA, Sulaiman. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Banda


Aceh : Yayasan PeNa.

Nafisah, Sarah. (2019, November 26). Makna Lambang Banteng dalam Sila
Keempat Pancasila dan Penerapannya. Diakses pada 15 April 2020 pukul 20.35
WITA melalui : https://bobo.grid.id/amp/081932198/makna-lambang-banteng-dalam-sila-
keempat-pancasila-dan-penerapannya?page=all

19
RomaDecade. (2019, Maret 9). Pengertian Pancasila. Diakses pada 18 April 2020
pukul 22.53 WITA melalui : https://www.romadecade.org/pengertian-pancasila/#!

Setiawan, Parta. (2020, Maret 7). Pengertian Pancasila : Sejarah, Makna, Teks,
Fungsi, Penyebutan, Dasar Negara dan Para Ahli. Diakses pada 18 April 2020
pukul 23.15 WITA melalui https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-pancasila/

Tim Penyusun Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Buku Ajar
Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Pancasila. Jakarta : Kementerian Riset Teknologi
dan Pendidikan Tinggi

Umbara, Raditya P. 2017. Panduan Resmi Tes CPNS Computer Assisted Test
(CAT). Jakarta : Bintang Wahyu.

Yusdiyanto. 2016. Makna Filosofis Nilai – Nilai Sila Keempat Pancasila dalam
Sistem Demokrasi di Indonesia. Fiat Justisia, 10(2), 259-272.

Zakky. (2020, Januari 15). Pengertian Pancasila : Sejarah, Teks, Fungsi, Nilai – Nilai dan
Maknanya. Diakses pada 18 April 2020 pukul 20.40 WITA melalui :
https://www.zonareferensi.com/pengertian-pancasila/

20
21

Anda mungkin juga menyukai