Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH


BANGSA INDONESIA

Disusun oleh:
Kelompok 1

1. SELVI HERMAYANI :
2. SEMAYANG PUTRI :
3. FIRA HAYATUN NUFUS :
4. CUT ITA :

PROGRAM STUDI PGSD


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN - ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia.
Makalah ini telah kami susun secara maksimal dengan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Pancasila Dalam
Kajian Sejarah Bangsa Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Bireuen , September 2022

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
2.1 Lambang Pancasila Dan Artinya............................................................................... 3
2.2 Makna Dan Arti Lambang Garuda Pancasila............................................................ 5
2.3 Pancasila Dalam Kajian Sejarah Indonesia............................................................... 6
2.3.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan ............................................................................ 6
2.3.2 Teori Nilai Budaya................................................................................................. 7
2.3.3 Pancasila Era Kemerdekaan................................................................................... 9
2.3.4 Pancasila Era Reformasi ...................................................................................... 10
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 11
3.2 Saran ....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah diterima secara luas dan
bersifat final. Namun, walau Pancasila saat ini telah dihayati sebagai filsafat hidup bangsa
dan dasar negara yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa, sikap mental, budaya dan
karakteristik bangsa, hingga saat ini asal-usul dan kapan dikeluarkan atau disampaikannya
Pancasila masih dijadikan kajian yang menimbulkan banyak sekali penafsiran dan konflik
yang belum selesai hingga saat ini.
Di balik itu semua, nyatanya Pancasila memang mempunyai sejarah yang panjang
tentang perumusan pembentukannya dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah
ini begitu sensitif dan bisa saja mengancam keutuhan negara Indonesia. Hal ini
dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik
mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Soekarno pernah mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Dari
perkataan tersebut dapat dimaknai, bahwa sejarah mempunyai fungsi yang beragam bagi
kehidupan. Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero (106-43 SM)
yang mengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yang bermakna “sejarah memberikan
kearifan”. Sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu
konsepsi dan cita-cita.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan
negara Republik Indonesia.
Kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila terus
berjaya sepanjang masa. Karena ideologi Pancasila tidak hanya sekedar “confirm and
deepen” identitas bangsa Indonesia semata.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila?
2. Bagaimanakah Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia?

1.3 Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila.
2. Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lambang Pancasila Dan Artinya


Pancasila terdiri atas lima sila, tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-IV dan ini
diperuntukkan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Meskipun di dalam Pembukaan
UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata Pancasila, namun sudah dikenal
luas bahwa lima sila yang dimaksud adalah dasar negara.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang merupakan hasil antara proses
sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa mendatang, yang
secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sehingga, kepribadian itu ditetapkan
sebagai pandangan hidup dan dasar negara, yakni Pancasila.
Nama Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu panca yang berarti
lima dan sila yang berarti dasar. Pancasila memiliki arti lima dasar kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang tersusun dari 5 sila ini
tergambar pada bagian perisai dari lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila.

Gambar 1.1 Lambang Pancasila Gambar 1.2 Garuda Pancasila

1. Sila Pertama
Simbol bintang yang memiliki lima sudut melambangkan Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Bintang melambangkan seperti sebuah cahaya yang
dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia. Lambang bintang juga diartikan sebagai
sebuah cahaya untuk menerangi dasar negara yang lima (Pembukaan UUD 1945 alinea ke-
4), sifat negara yang lima (Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2), dan tujuan negara yang
lima (Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4). Sedangkan latar berwarna hitam menunjukan

3
warna alam dan mengandung arti bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi
sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.

2. Sila Kedua
Rantai melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan lingkaran
yang saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-
laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait
pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu
sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.

3. Sila Ketiga
Pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih melambangkan sila ketiga,
yaitu Persatuan Indonesia. Pohon beringin merupakan sebuah pohon Indonesia yang
berakar tunjang, sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar ini
dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini mencerminkan kesatuan dan
persatuan Indonesia. Pohon beringin juga mempunyai banyak akar yang menggelantung
dari ranting-rantingnya, ini mencerminkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun
memiliki berbagai latar belakang budaya yang bermacam-macam.

4. Sila Keempat
Kepala banteng melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Kepala
banteng melambangkan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di
mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.

5. Sila Kelima
Padi dan kapas melambangkan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas dapat mewakili sila kelima, karena padi dan
kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang, sebagai
syarat utama untuk mencapai kemakmuran tanpa melihat suku, ras, dan golongan. Ini
mencerminkan persamaan sosial di mana tidak adanya kesenjangan sosial antara satu dan
yang lainnya, tapi hal ini (persamaan sosial) bukan berarti bahwa Indonesia memakai
ideologi komunisme.

4
2.2 Makna Dan Arti Lambang Garuda Pancasila
Garuda Pancasila adalah Lambang Negara Republik Indonesia. Hal ini tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan dipertegaskan oleh Peraturan Pemerintah No. 66
Tahun 1951. Penulisan nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat dalam
pasal 36A UUD 1945 yang berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.

1. Sejarah Penetapan Garuda sebagai Lambang Negara


Parada Harahap sebagai anggota Panitia Perancangan UUD dalam rapat pada
tanggal 13 Juli 1945 mengusulkan tentang lambang negara dan disetujui oleh seluruh
anggota. Kemudian dibentuk Panitia Indonesia Raya yang memiliki tugas untuk
menyelidiki lambang yang sesuai untuk bangsa Indonesia. Panitia tersebut diketuai oleh Ki
Hajar Dewantara dan sekretaris umum dijabat oleh Muhamad Yamin.
Pada tahap pertama rancangan lambang negara yang terbaik diusulkan oleh Sultan
Hamid II dan Muhamad Yamin. Namun usulan Muhamad Yamin ditolak. Tanggal 10
Februari 1950 Sultan Hamid II mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah
disempurnakan berdasarkan usulan-usulan yang berkembang. Tanggal 11 Februari 1950
lambang Garuda Pancasila ditetapkan oleh Pemerintah/Kabinet RIS dan diresmikan
pemakaiannya dalam Sidang Kabinet.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara diajukan kepada
Presiden Soekarno. Rancangan final tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi,
karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu
manusia yang memegang perisai dan bersifat mitologis.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen
Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan
Hamid II akhirnya diresmikan dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu, gambar bentuk
kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjambul seperti sekarang ini.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali
Garuda Pancasila yang gundul menjadi berjambul dilakukan. Bentuk cakar kaki yang
mencengkeram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan
juga diperbaiki atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir lambang negara yang telah diperbaiki
mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana,

5
Dullah untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri
Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk
final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara yang dimana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung,
Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan lambang negara yang ada disposisi
Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno
pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.

2. Arti dan Makna Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara


Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan gagah
menoleh ke kanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar dari Pancasila. Di tengah
tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis tebal yang bermakna
garis khatulistiwa, yang merupakan lambang geografis lokasi Indonesia. Kedua kakinya
yang kokoh kekar mencengkeram kuat semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal
Ika” yang berarti “berbeda-beda, namun tetap satu“.
Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara yang
merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945 tertera lengkap dalam
lambang garuda. 17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah melambangkan
tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya melambangkan bulan
Agustus, dan 45 helai bulu pada lehernya melambangkan tahun 1945, tahun kemerdekaan
Indonesia. Semua itu memuat kemasan historis bangsa Indonesia sebagai titik puncak dari
segala perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya yang panjang.
Dengan demikian lambang burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap empat arti
visual sekaligus, yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan historis.

2.3 Pancasila Dalam Kajian Sejarah Indonesia


2.3.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa
unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun secara formal
Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945,
namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur
Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia
memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa,

6
kesenian, kepercayaan, agama, dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984:1). Dengan
rinci, Sunoto menunjukkan fakta historis, di antaranya adalah:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya
orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun,
bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18


Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara, dan
berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada
kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktikkan oleh nenek moyang
bangsa Indonesia dan kita praktikkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak
zaman nenek moyang.

2.3.2 Teori Nilai Budaya


Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan yang
cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan cara manusia menjawab
baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-masalah yang mendasar di dalam
hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-
hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974: 32).
A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan menjelaskan
bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat dilakukannya, dan tak
seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya sebelum dia mencoba, satu-satunya
petunjuk yang dapat ditemukan untuk mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia

7
adalah dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang
terdahulu. Oleh karena itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa
yang telah dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia.
Tanpa mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari
gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci, Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa fungsi
pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi :

1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air.


2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah.
3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah.
4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah.
5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait dengan


Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-nilai Pancasila telah
menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu :

1. Cita-cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi kenyataan.


2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan
menggunakan cara yang bermacam-macam.
3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah
perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila.
4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945.
5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 paham negara persatuan,
negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara
berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila.
7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar
kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji Darmodihardjo,
1978:40).

8
2.3.3 Pancasila Era Kemerdekaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh
Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian
BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepang
menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka
pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua
dalam penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00
dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr.
Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di Jalan Imam
Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda)
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang
dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan
melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara
Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco
(26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang
memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam
Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan
Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang
Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau
weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah
kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di

9
antara golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan Takdir Alisyahbana
dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk)
mengenai dasar negara.

2.3.4. Pancasila Era Reformasi


Pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila pada masa orde lama dan orde baru telah
terjadi deviasi oleh oknum-oknum penyelenggara Pemerintah, sehingga mendorong
terjadinya reformasi oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa. Sehingga negara ini telah
dilanda kritis, baik krisis di bidang ekonomi, politik maupun kepemimpinan. Reformasi
lahir dengan tujuan untuk memperbaiki krisis yang berkepanjangan serta menata kearah
yang lebih baik.
Memahami peran Pancasila di era reformasi, Pancasila sebagai paradigma
ketatanegaraan artinya Pancasila menjadi kerangka berpikir bangsa Indonesia, khususnya
sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
kaitannya dengan pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya
hukum yang dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti


bahwa Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka diimplementasikan sebagai
berikut:

1. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mementingkan kepentingan rakyat/demokrasi dalam mengambil keputusan.
3. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan
konsep mempertahankan kesatuan.
4. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
5. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan toleransi bersumber pada nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan
negara Republik Indonesia.
Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia terbagi menjadi beberapa tahap,
yaitu Pancasila era pra kemerdekaan, Pancasila era kemerdekaan, Pancasila era orde lama,
Pancasila era orde baru, dan Pancasila era reformasi.

3.2 Saran
Pancasila yang merupakan ideologi dan jati diri bangsa Indonesia, saat ini nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan oleh
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, para generasi muda harus dapat bersatu dan damai
walau berbeda suku, budaya, dan agama. Dapat berpikir rasional, demokratis, dan kritis
dalam menuntaskan berbagai persoalan yang terjadi. Memiliki semangat jiwa muda yang
membangun Negara Indonesia, dengan cara cinta tanah air dan rela berkorban, serta
menjunjung tinggi nilai nasionalisme anatara agama, budaya, dan suku bangsa agar tidak
terjadi perpecahan antar sesama bangsa Indonesia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries Lima

Yuniarsih, Yuyun dkk. 2017. Kajian Pancasila. Bandung: Lekkas.

http://makalahanakkuliah.blogspot.co.id/2016/08/pancasila-era-orde-baru.html
Diakses pada 12 September 2022.

https://prezi.com/0e94io7swjr-/pancasila-pada-era-reformasi/
Diakses pada 13 September 2022.

12

Anda mungkin juga menyukai