SEJARAH PANCASILA
DISUSUN OLEH:
JURUSAN GIZI
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik, serta ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan makalah ini.
Ahza Melisa
i
DAFTAR ISI
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
BAB II .................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 4
PENUTUP .......................................................................................................................... 12
3.1 Simpulan.............................................................................................................................. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai sebuah ideologi dan acauan sistem demokrasi di Indonesia telah
melampaui waktu yang panjang. Memang, sebuah negera apabila hendak menjadi sesuatu
yang ideal, maka dalam penyelenggaraannya haruslah berlandaskan demokrasi. Bukankah
pemerintahan yang demokrasi akan mencurahkan kebaikan pada rakyat secara keseluruhan.
Pada dasarnya demokrasi melekat pada kebebasan dan partisipasi individu. Menggunakan
kebebasan, hak- hak sipil, dan politik, merupakan bagian dari kehidupan yang melekat pada
individu sebagai makhluk sosial. Partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik mengandung
nilai intrinsik bagi kehidupan manusia. Semua itu sejalan dengan cita-cita demokrasi
Pancasila. Untuk itu, artikel ini mencoba menyuguhkan praktik demokrasi di Indonesia dalam
sejarahnya.
Dasar negara sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa dasar negara, negara akan
goyah, tidak mempunyai tujuan yang jelas dan tidak tahu apa yang ingin dicapai setelah
negara tersebut didirikan. Sebaliknya dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan
terombang ambing dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dapat datang darimana
saja.
i
Di Indonesia, setiap tanggal 1 Juni akan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila
yang merujuk pada pidato yang dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno pada 1
Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.Pancasila menjadi ideologi bagi negara Indonesia. Secara bahasa
nama Pancasila berasal dari dua kata Bahasa Sanskerta “pañca” berarti lima dan śīla” berarti
prinsip atau asas. Apabila diartikan secara bahasa, Pancasila menjadi rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebelum kita mengetahui sejarah lahirnya Pancasila, berikut adalah lima sila Pancasila
yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Kita sebagai bangsa Indonesia mengetahui bahwa dasar negara Indonesia adalah
Pancasila. Pancasila adalah lima dasar, pancasila sebagai dasar negara memiliki sejarah yang
tak lepas dari kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia harus mengenal sejarah
pancasila.
2
9. Kenapa pancasila sebagai “meja statis” dan “leitstar dinamis”?
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama Pancasila ini terdiri dari
dua kata sansekerta. Panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Notonegoro Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia serta pemersatu, lambing persatuan
dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Muhammad Yamin Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan
sila yang berarti sendi, asas, dasar atau pengaturan tingkah laku yang penting dan baik.
Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang
tingkah laku yang penting dan baik.
Menurut Ir. Soekarno pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun menurun
yang sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian,
Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia
Sejarah Pancasila tidak bisa dipisahkan dari kisah perjuangan bangsa Indonesia
mengusir kolonialisme dan mendirikan Negara merdeka bernama Republik Indonesia.
Sejarah resmi yang diajarkan di SD menyebut Indonesia dijajah 350 tahun atau tiga
setengah Abad lamanya. Tetapi angka ini masih kontroversi. Sebab, Belanda dengan nama
VOC baru muncul pada 1602 (343 tahun). Sementara ada yang mengatakan, VOC itu hanya
kongsi dagang, belum mewakili Belanda. VOC bubar tahun 1799. Artinya, Belanda secara
4
resmi mengambil-alih Indonesia pada 1800-an. Tetapi, terlepas dari kontroversi itu, Belanda
menjajah Indonesia cukup lama. Salah satu penyebabnya adalah keberhasilan Belanda
menjalankan politik pecah-belah atau devide et impera.
Baru setelah memasuki abad ke-20 muncul semangat perlawanan baru, yaitu
kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia. Alat perlawanannya pun sudah sangat
modern, yaitu organisasi. Dimulai dari gagasan-gagasan Kartini, Tirto Adhisuryo (pendiri
Sarekat Priayi tahun 1906 dan Sarekat Dagang Islamiyah/SDI tahun 1909), hingga pendirian
Boedi Oetomo.
Sejak saat itu mulai muncul kesadaran baru tentang bangsa (Nation), bahwa manusia
yang mendiami kepulauan Nusantara punya kesamaan nasib, kesamaan kehendak untuk
bersatu, dan punya kesamaan cita-cita (menjadi bangsa Merdeka yang adil dan makmur). Para
penjajah Eropa menyebut daerah jajahannya di Asia tenggara dengan sebutan Hindia timur.
Masing-masing wilayah di Hindia Timur ini disesuaikan dengan nama penjajahnya. Hindia-
Belanda untuk wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Ada juga Hindia-Spanyol (Indias
Orientales Españolas), dan Hindia-British (jajahan Inggris).
Pergerakan nasional di masa awal pun masih memakai nama Hindia. Misalnya
Indische Partij, yang didirikan oleh tiga serangkai Ernest Douwes Dekker, Tjipto
Mangkukusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), menggunakan nama
“Hindia”. Nama Indonesia, yang berasal dari istilah etnologi, baru dipakai tahun 1913 oleh Ki
Hajar Dewantara untuk menamai kantor berita Bumiputera di negeri Belanda: Indonesische
Persbureau. Kemudian, pada 1922, pelajar Indonesia di negeri Belanda sepakat mengadopsi
nama Indonesia. Mereka mengubah nama organisasinya dari Indische Vereeniging menjadi
Indonesische Vereeniging. Kemudian, di tahun 1924, koran organisasi ini, Hindia Poetra,
5
berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Setahun kemudian, giliran nama Indonesische
Vereeniging resmi diubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di tanah air, organisasi
pertama yang memakai nama Indonesia adalah Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924—
sebelumnya bernama Perserikatan Komunis Hindia.
Pada 4 Juli 1927, Soekarno bersama mahasiswa lain yang tergabung dalam Studie
Club mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Setahun kemudian berganti nama
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno dan PNI berjasa besar dalam
mempopulerkan nama Indonesia. Sejak awal PNI mengambil program politik cukup radikal:
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Strategi perjuangannya pun radikal, yakni non-
kooperasi alias menolak bekerjasama dengan Belanda. PNI juga menggunakan massa actie
(massa aksi) sebagai senjata perjuangannya.
Jauh sebelum mendirikan PNI, Soekarno sudah gandrung bicara persatuan. Tidak ada
kemerdekaan tanpa persatuan nasional, kata dia. Tahun 1926, dia menulis risalah berjudul
“Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”, yang menganjurkan persatuan di kalangan
pergerakan untuk mengusir Belanda. Desember 1929, karena politiknya yang radikal,
Sukarno ditangkap Belanda. Dia kemudian dijebloskan ke penjara Bantjeuj di Bandung, Jawa
Barat. Di dalam ruang penjara yang sempit, gelap, pesing dan pengap itu Soekarno menulis
pledoi yang terkenal, Indonesia Menggugat.
Soekarno keluar penjara tahun 1931 dan langsung kembali ke dunia pergerakan. Tak
lama kemudian, tepatnya 1933, dia menulis artikel yang keras, Mencapai Indonesia Merdeka,
yang mengantarkannya pada penjara dan pembuangan. Tahun 1933, Sukarno Kembali
ditangkap, tetapi kali ini mengalami pembuangan. Dia dibuang ke Ende, Flores, Nusatenggara
timur. Istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya (Ibu Amsi), dan anak angkatnya bernama Ratna
Djuami, ikut Soekarno ke pembuangan di Ende.
6
di bawah naungan sebuah pohong sukun, Soekarno menemukan ilham tentang lima dasar
Indonesia merdeka kelak, atau Pancasila. Soekarno menyebutnya 5 butir mutiara. “Di pulau
Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya
merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan
mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak
mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali
tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang
indah,” kata Sukarno dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia.
2.4 BPUPKI
BPUPKI memulai sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945. Sidang pertama ini
berlangsung hingga tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini, berbagai tokoh berpidato
tentang negara Indonesia, seperti Mohammad Yamin, Soepomo, dan Hatta. Namun, dari
semua tokoh yang berpidato, tak satupun yang menyinggung dan menjawab pertanyaan Ketua
BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat: "Jika Indonesia merdeka, di atas dasar apa negara ini
akan kita dirikan?".
Baru pada saat giliran Soekarno, yang berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, pertanyaan
itu terjawab. Soekarno berpidato tentang arti penting Philosofische grondslag (filosofi dasar)
dan Weltanschauung (pandangan hidup) bagi sebuah negara yang merdeka. Sukarno juga
menguraikan lima nilai dasar filosofis tersebut, yakni kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi
7
atau mufakat, keadilan sosial dan percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Sukarno kemudian
menamai lima nilai filosofi dasar itu dengan nama Pantja-Sila atau Pancasila.
Pancasila ditetapkan sebagai Dasar Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan
mengubah bunyi sila pertama Piagam Djakarta, menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Tahun 1947, Departemen Penerangan Republik Indonesia (RI)
mempublikasikan pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dengan nama Lahirnya Pancasila.
Kata pengantar buku tersebut ditulis oleh Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat,
menyebut bahwa pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari Lahirnya Pancasila.
Sedangkan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila baru dimulai secara resmi di
tahun 1964.
Desain Garuda dengan lima perisainya mulai muncul tahun 1950. Tahun 1950,
pemerintahan RIS menyelenggarakan sayembara desain lambang negara. Ada dua desain
yang menang: karya Sultan Hamid II dan karya Mohammad Yamin. Tetapi karya Yamin
gugur, karena menggunakan sinar-sinar matahari yang identik dengan fasisme Jepang.
Alhasil, pemenangnya adalah desain karya Sultan Hamid II, putra sulung Sultan Pontianak
ke-6.
8
Desain Sultan Hamid II menyerupai Garuda tunggangan suci Dewa Wisnu, yang
banyak ditemukan dalam arca dan relief candi-candi Nusantara. Dalam desain awal itu,
Garuda duduk di atas takhta bunga dengan dada terlindungi perisai. Kemudian, setelah dialog
dengan Soekarno dan Hatta, desain Sultan Hamid II itu disempurnakan. Sang Garuda tidak
lagi duduk bertakhta di atas bunga teratai, tetapi Garuda dengan sayap membentang dan dua
tangan memegang perisai Pancasila. Ditambah juga dengan pita putih yang dijepit oleh kaki
Garuda dengan tulisan “Bhineka Tunggal Ika”. Tetapi kepala Garuda masih gundul dan
belum berjambul. Desain ini kemudian diperkenalkan Soekarno kepada khalayak ramai di
Hotel Des Indes, Jakarta, pada 15 Februari 1950. Desain Sultan Hamid II ini kemudian
disempurnakan oleh pelukis Istana, Dullah. Dengan penambahan jambul dan posisi cakar kaki
mencengkeram pita dari depan.
Lirik lagu Garuda Pancasila, seperti yang kita nyanyikan sekarang, digubah oleh
seorang komponis muda anggota Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA) bernama Sudharnoto.
Komponis kelahiran Kendal, Jawa Tengah, itu menggubah lagu Garuda Pancasila pada tahun
1956. Namun, karena peristiwa G 30 S/1965, Sudharnoto ditangkap dan dipenjara oleh rezim
Orde Baru. Keluar dari penjara, penggubah lagu Garuda Pancasila ini berjuang hidup dengan
menjadi penyalur es petojo, sopir taksi, dan pemain orkes.
Pada masa Orde Baru berlangsung intensif apa yang disebut “De-Sukarnoisasi”, yaitu upaya
menghapus peranan dan pemikiran Sukarno dalam perjuangan bangsanya dalam ingatan
rakyat Indonesia. Salah satu bentuk dari proyek de-Sukarnoisasi itu adalah manipulasi sejarah
Pancasila. Orde baru melalui ideolognya, Nugroho Notosusanto, mulai menyusun sejarah
manipulatif yang menghilangkan peran Soekarno sebagai penggali Pancasila.
Dalam uraian Nugroho, Soekarno bukanlah penemu Pancasila, orang pertama yang
mempidatokan lima dasar itu adalah Mohammad Yamin. Soekarno hanya memberi nama
“Pancasila”. Nugroho juga menyebut rumusan Pancasila yang otentik adalah yang termaktub
dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945. Klaim Nugroho itu
9
menuai banyak bantahan. Pada Januari 1975, dibentuk Panitia Lima yang terdiri dari
Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, A.A. Maramis, A.K. Pringgodidgo, dan Soenario—
semua bekas anggota BPUPKI. Panitia Lima menegaskan bahwa Sukarnolah yang
pertamakali berpidato tentang lima dasar yang kelak dinamai Pancasila. Mereka membantah
klaim Yamin dan menuduhkan “pinter nyulap”.
Di masa Orde Baru, kendati Pancasila masih diakui sebagai Dasar Negara, tetapi
prakteknya banyak menyimpang. Mulai dari penggunaan Pancasila sekedar sebagai alat
“menjaga stabilitas” hingga penjaga kekuasaan Orde Baru. Di zaman itu, siapapun yang
mengeritik kebijakan pemerintah dicap “anti-Pancasila”.
Di zaman Orba, Pancasila dijadikan doktrin kaku yang disakralkan. Diajarkan secara
dotriner melalui Penataran P4 bagi semua aparatus negara dan pelajar/mahasiswa (dari SD
hingga perguruan tinggi). Akibatnya, Pancasila kehilangan keunggulannya sebagai
pengetahuan dan nilai filosofis yang hidup dan membumi. Di sisi lain, banyak kebijakan orde
baru yang menghianati nilai-nilai Pancasila, mulai dari praktik Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme, pembungkaman demokrasi, pelanggaran HAM, pembangunan yang timpang, dan
pengelolaan ekonomi yang hanya memakmurkan keluarga Soeharto dan kroninya. Setelah
Orde Baru tumbang, lahir pemerintahan reformis yang tetap berjarak dengan Pancasila.
Kendati Pancasila tetap diakui sebagai Dasar Negara, tetapi perilaku dan kebijakan
penyelenggara negara tetap memunggungi nilai-nilai Pancasila.
10
2.9 Pancasila sebagai “Meja Statis” dan “Leitstar Dinamis”
Bung Karno, sang penggali Pancasila, pernah bicara tentang Pancasila sebagai “Meja
Statis” dan “Leitstar Dinamis”. Pancasila sebagai “meja statis”berarti Pancasila sebagai dasar
negara atau fondasi bernegara yang statis, kokoh, tidak berubah sampai kapan pun. Di sini,
nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi atau titik temu berbagai keragaman manusia Indonesia
dari suku, agama, ras, adat-istiadat, dan corak berpikir. Sebagai meja statis, Pancasila menjadi
dasar negara yang mempersatukan Bangsa Indonesia. Tetapi Pancasila juga sebagai leitstar
atau bintang pimpinan yang memberi arah bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam
menggapai cita-cita nasionalnya. Ibarat kita sedang menumpang kapal di tengah laut, agar
sampai di pelabuhan yang bernama masyarakat adil dan makmur, maka Pancasila menjadi
bintang penuntun arahnya. Dan sebagai leitstar, Pancasila harus dinamis, harus selalu senapas
dengan perkembangan zaman.
Kenapa harus dinamis? Pertama, Pancasila itu harus bisa melakukan appeal, atau
ajakan/seruan, agar rakyat terus mengikuti panggilannya. “Pancasila harus bisa menggerakkan
rakyat untuk berjuang menggapai cita-cita,” kata Bung Karno. Tentu saja, agar Pancasila bisa
menjadi appeal, dia tidak bisa menjadi doktrin yang kaku dan disakralkan seperti
dipraktekkan di zaman Orde Baru. Sebaliknya, Pancasila harus tampil sebagai perangkat
gagasan atau pengetahuan yang senapas dengan perkembangan zaman.
Kedua, Pancasila harus bisa menjawab persoalan kebangsaan setiap zaman. Di sini
Pancasila diharapkan tidak menjadi seperangkat gagasan yang menggantung di langit retorika,
tetapi bisa dipraktekkan sekaligus menjawab berbagai persoalan kebangsaan. Karena itu,
sebagai leitstar yang dinamis, Pancasila tidak perlu dipertentangkan dengan setiap upaya
untuk menggali dan memperkaya Pancasila dengan gagasan-gagasan yang memajukan dan
lebih praksis.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sanskerta: Panca berarti lima danSila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
3.2 Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan
falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan
mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung
jawab.
12
DAFTAR PUSTAKA
Gesmi, I., Sos, S., & Yun Hendri, S. H. (2018). Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Uwais
Inspirasi Indonesia.
Adha, M. M., & Perdana, D. R. (2020). Pendidikan Pancasila.
Nurgiansah, T. H. (2021). Pendidikan Pancasila. CV. Mitra Cendekia Media.
Perdana, R. Y. (2018). Megenal Sejarah Pancasila.
Antari, L. P. S., & De Liska, L. (2020). Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Penguatan
Karakter Bangsa. Widyadari: Jurnal Pendidikan, 21(2), 676-687.
13