Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PANCASILA

SEJARAH PANCASILA

DOSEN PENGAMPU : DEWI SEPTIANA, M.H.

DISUSUN OLEH:

AHZA MELISA P032213411042

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

JURUSAN GIZI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik, serta ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan makalah ini.

Dalam makalah yang berjudul “Sejarah Pancasila” dibuat agar sejarah-sejarah di


Indonesia tidak terlupakan.

Dalam pembuatan makalah ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan,


koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih saya sampaikan kepada: Ibu Dewi Septiana, M.
H. selaku dosen mata kuliah pancasila, dan teman-teman yang telah banyak memberikan
masukan makalah ini. Demikian makalah ini saya buat semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca, terimakasih.

Pekanbaru, 14 Januari 2023

Ahza Melisa

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I ................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 3

BAB II .................................................................................................................................. 4

PEMBAHASAN .................................................................................................................. 4

2.1 Pengertian Pancasila ............................................................................................................. 4

2.2 Kolonialisme Belanda .......................................................................................................... 4

2.3 Soekarno Dan Pembuangan Ke Ende .................................................................................. 6

2.4 BPUPKI ................................................................................................................................. 7

2.5 Lambang Garuda Pancasila .................................................................................................. 8

2.6 Lagu “Garuda Pancasila” ..................................................................................................... 9

2.7 Manipulasi Sejarah Pancasila .............................................................................................. 9

2.8 Penyelewengan Pancasila ................................................................................................... 10

2.9 Pancasila sebagai “Meja Statis” dan “Leitstar Dinamis” ................................................. 11

BAB III .............................................................................................................................. 12

PENUTUP .......................................................................................................................... 12

3.1 Simpulan.............................................................................................................................. 12

3.2 Saran .................................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pancasila sebagai sebuah ideologi dan acauan sistem demokrasi di Indonesia telah
melampaui waktu yang panjang. Memang, sebuah negera apabila hendak menjadi sesuatu
yang ideal, maka dalam penyelenggaraannya haruslah berlandaskan demokrasi. Bukankah
pemerintahan yang demokrasi akan mencurahkan kebaikan pada rakyat secara keseluruhan.
Pada dasarnya demokrasi melekat pada kebebasan dan partisipasi individu. Menggunakan
kebebasan, hak- hak sipil, dan politik, merupakan bagian dari kehidupan yang melekat pada
individu sebagai makhluk sosial. Partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik mengandung
nilai intrinsik bagi kehidupan manusia. Semua itu sejalan dengan cita-cita demokrasi
Pancasila. Untuk itu, artikel ini mencoba menyuguhkan praktik demokrasi di Indonesia dalam
sejarahnya.

Diketahui bahwa Pancasila adalah landasan demokrasi dalam penyelenggaraan negara di


Indonesia. Pancasila memeng menawarkan demokrasi yang ideal dan sebenarnya. Hanya saja,
Pancasila sebagai ideologi negara dalam kurun waktu 70 tahun, dan juga menjadi pilar dalam
berdemokrasi, ternyata telah memiliki rupa yang berbeda seiring dengan perubahan wajah
perpolitikan di negeri ini. Apakah ini merupakan pertanda bahwa bangsa ini memang sedang
belajar untuk mencari format yang tepat dalam berdemokrasi, yang sesuai dengan jiwa
Pancasila. Terlepas dari itu, upaya mewujudkan Demokrasi Pancasila yang ideal harus terus
dilakukan dengan melakukan dekontruksi secara berkelanjutan. Dekonstruksi yang dimaksud
adalah upaya untuk melakukan pembacaan ulang seluruh realitas yang seakan jauh dari tujuan
cita-cita Pancasila.

Dasar negara sangat penting bagi suatu bangsa. Tanpa dasar negara, negara akan
goyah, tidak mempunyai tujuan yang jelas dan tidak tahu apa yang ingin dicapai setelah
negara tersebut didirikan. Sebaliknya dengan adanya dasar negara, suatu bangsa tidak akan
terombang ambing dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dapat datang darimana
saja.

i
Di Indonesia, setiap tanggal 1 Juni akan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila
yang merujuk pada pidato yang dilakukan oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno pada 1
Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.Pancasila menjadi ideologi bagi negara Indonesia. Secara bahasa
nama Pancasila berasal dari dua kata Bahasa Sanskerta “pañca” berarti lima dan śīla” berarti
prinsip atau asas. Apabila diartikan secara bahasa, Pancasila menjadi rumusan dan pedoman
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebelum kita mengetahui sejarah lahirnya Pancasila, berikut adalah lima sila Pancasila
yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

1. Ketuhanan yang Maha Esa.


2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita sebagai bangsa Indonesia mengetahui bahwa dasar negara Indonesia adalah
Pancasila. Pancasila adalah lima dasar, pancasila sebagai dasar negara memiliki sejarah yang
tak lepas dari kemerdekaan Indonesia. Kita sebagai bangsa Indonesia harus mengenal sejarah
pancasila.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Pancasila?


2. Bagaimana kolonialisme Belanda masuk ke Indonesia?
3. Kenapa Bung Karno di buang ke Ende?
4. Apa itu BPUPKI?
5. Siapa yang mendesain lambang Garuda Pancasila?
6. Siapa yang menciptakan lagu Garuda Pancasila?
7. Mengapa sejarah pancasila harus dimanipulasi?
8. Mengapa pancasila diselewengkan?

2
9. Kenapa pancasila sebagai “meja statis” dan “leitstar dinamis”?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu Pancasila.


2. Untuk mengetahui bagaimana kolonialisme Belanda masuk ke Indoneisa.
3. Untuk mengetahui kenapa Bung Karno di buang ke Ende.
4. Untuk mengetahui tentang BPUPKI.
5. Untuk mengetahui siapa yang mendesain Lambang Garuda Pancasila.
6. Untuk mengetahui siapa pencipta lagu Garuda Pancasila.
7. Untuk mengetahui mengapa sejarah Pancasila harus dimanipulasi.
8. Untuk mengetahui mengapa Pancasila diselewengkan.
9. Untuk mengetahui kenapa Pancasila disebut sebagai “meja statis” dan “leitstar
dinamis”?

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama Pancasila ini terdiri dari
dua kata sansekerta. Panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Notonegoro Pancasila adalah dasar falsafah negara Indonesia, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia serta pemersatu, lambing persatuan
dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.

Menurut Muhammad Yamin Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan
sila yang berarti sendi, asas, dasar atau pengaturan tingkah laku yang penting dan baik.
Dengan demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang
tingkah laku yang penting dan baik.

Menurut Ir. Soekarno pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun menurun
yang sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian,
Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia

2.2 Kolonialisme Belanda

Sejarah Pancasila tidak bisa dipisahkan dari kisah perjuangan bangsa Indonesia
mengusir kolonialisme dan mendirikan Negara merdeka bernama Republik Indonesia.

Sejarah resmi yang diajarkan di SD menyebut Indonesia dijajah 350 tahun atau tiga
setengah Abad lamanya. Tetapi angka ini masih kontroversi. Sebab, Belanda dengan nama
VOC baru muncul pada 1602 (343 tahun). Sementara ada yang mengatakan, VOC itu hanya
kongsi dagang, belum mewakili Belanda. VOC bubar tahun 1799. Artinya, Belanda secara
4
resmi mengambil-alih Indonesia pada 1800-an. Tetapi, terlepas dari kontroversi itu, Belanda
menjajah Indonesia cukup lama. Salah satu penyebabnya adalah keberhasilan Belanda
menjalankan politik pecah-belah atau devide et impera.

Sejak kemunculan VOC di Indonesia, hingga berganti nama menjadi Hindia-Belanda,


perlawanan bangsa Indonesia tidak pernah terhenti sama sekali. Aceh baru takluk pada 1904,
sedangkan Bali dikuasai Belanda tahun 1906. Memang, perlawanan sejak kedatangan VOC
hingga 1906 itu mengalami kekalahan. Ada beberapa penyebab: pertama, perlawanan itu
dilakukan terpecah-pecah, sendiri-sendiri, di masing-masing daerah; dan kedua, semangat
perlawanan itu masih didorong sentimen yang bersifat primordial, seperti semangat
mempertahankan daerah, tradisi dan agama.

Baru setelah memasuki abad ke-20 muncul semangat perlawanan baru, yaitu
kebangsaan Indonesia atau nasionalisme Indonesia. Alat perlawanannya pun sudah sangat
modern, yaitu organisasi. Dimulai dari gagasan-gagasan Kartini, Tirto Adhisuryo (pendiri
Sarekat Priayi tahun 1906 dan Sarekat Dagang Islamiyah/SDI tahun 1909), hingga pendirian
Boedi Oetomo.

Sejak saat itu mulai muncul kesadaran baru tentang bangsa (Nation), bahwa manusia
yang mendiami kepulauan Nusantara punya kesamaan nasib, kesamaan kehendak untuk
bersatu, dan punya kesamaan cita-cita (menjadi bangsa Merdeka yang adil dan makmur). Para
penjajah Eropa menyebut daerah jajahannya di Asia tenggara dengan sebutan Hindia timur.
Masing-masing wilayah di Hindia Timur ini disesuaikan dengan nama penjajahnya. Hindia-
Belanda untuk wilayah yang dikuasai oleh Belanda. Ada juga Hindia-Spanyol (Indias
Orientales Españolas), dan Hindia-British (jajahan Inggris).

Pergerakan nasional di masa awal pun masih memakai nama Hindia. Misalnya
Indische Partij, yang didirikan oleh tiga serangkai Ernest Douwes Dekker, Tjipto
Mangkukusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), menggunakan nama
“Hindia”. Nama Indonesia, yang berasal dari istilah etnologi, baru dipakai tahun 1913 oleh Ki
Hajar Dewantara untuk menamai kantor berita Bumiputera di negeri Belanda: Indonesische
Persbureau. Kemudian, pada 1922, pelajar Indonesia di negeri Belanda sepakat mengadopsi
nama Indonesia. Mereka mengubah nama organisasinya dari Indische Vereeniging menjadi
Indonesische Vereeniging. Kemudian, di tahun 1924, koran organisasi ini, Hindia Poetra,

5
berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Setahun kemudian, giliran nama Indonesische
Vereeniging resmi diubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di tanah air, organisasi
pertama yang memakai nama Indonesia adalah Partai Komunis Indonesia pada tahun 1924—
sebelumnya bernama Perserikatan Komunis Hindia.

2.3 Soekarno Dan Pembuangan Ke Ende

Pada 4 Juli 1927, Soekarno bersama mahasiswa lain yang tergabung dalam Studie
Club mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Setahun kemudian berganti nama
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno dan PNI berjasa besar dalam
mempopulerkan nama Indonesia. Sejak awal PNI mengambil program politik cukup radikal:
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Strategi perjuangannya pun radikal, yakni non-
kooperasi alias menolak bekerjasama dengan Belanda. PNI juga menggunakan massa actie
(massa aksi) sebagai senjata perjuangannya.

Jauh sebelum mendirikan PNI, Soekarno sudah gandrung bicara persatuan. Tidak ada
kemerdekaan tanpa persatuan nasional, kata dia. Tahun 1926, dia menulis risalah berjudul
“Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”, yang menganjurkan persatuan di kalangan
pergerakan untuk mengusir Belanda. Desember 1929, karena politiknya yang radikal,
Sukarno ditangkap Belanda. Dia kemudian dijebloskan ke penjara Bantjeuj di Bandung, Jawa
Barat. Di dalam ruang penjara yang sempit, gelap, pesing dan pengap itu Soekarno menulis
pledoi yang terkenal, Indonesia Menggugat.

Soekarno keluar penjara tahun 1931 dan langsung kembali ke dunia pergerakan. Tak
lama kemudian, tepatnya 1933, dia menulis artikel yang keras, Mencapai Indonesia Merdeka,
yang mengantarkannya pada penjara dan pembuangan. Tahun 1933, Sukarno Kembali
ditangkap, tetapi kali ini mengalami pembuangan. Dia dibuang ke Ende, Flores, Nusatenggara
timur. Istrinya, Inggit Garnasih, mertuanya (Ibu Amsi), dan anak angkatnya bernama Ratna
Djuami, ikut Soekarno ke pembuangan di Ende.

Di Ende, sifat pergerakan Soekarno tidak hilang. Selain mengorganisir kelompok


sandiwara bernama “Kalimutu”. Selama 4 tahun pembuangan di Ende, selama empat tahun
(14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938), dia membuat 12 naskah sandiwara. Di ende pula,

6
di bawah naungan sebuah pohong sukun, Soekarno menemukan ilham tentang lima dasar
Indonesia merdeka kelak, atau Pancasila. Soekarno menyebutnya 5 butir mutiara. “Di pulau
Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya
merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan
mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak
mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali
tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang
indah,” kata Sukarno dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia.

Namun, karena sakit Malaria, tahun 1938, Soekarno dipindahkan ke Bengkulu. Di


Bengkulu, kekuasaan Belanda dikalahkan oleh Jepang. Pada tahun 1942, demi kepentingan
Jepang, Soekarno dikembalikan ke Jakarta.

2.4 BPUPKI

Di awal 1945, tanda-tanda melemahnya kekuasaan fasisme Jepang mulai terlihat.


Untuk itu, pemerintah pendudukan Jepang mulai menjanjikan Kemerdekaan kepada
Indonesia. Tanggal tangga 29 April 1945, dibentuklah badan bernama Dokuritsu Junbi
Cosakai alias Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan
yang beranggotakan 59 orang ini didominasi oleh tokoh-tokoh pergerakan, termasuk Sukarno
dan Hatta. Tugas BPUPKI adalah merancang pembentukan negara Indonesia.

BPUPKI memulai sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945. Sidang pertama ini
berlangsung hingga tanggal 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini, berbagai tokoh berpidato
tentang negara Indonesia, seperti Mohammad Yamin, Soepomo, dan Hatta. Namun, dari
semua tokoh yang berpidato, tak satupun yang menyinggung dan menjawab pertanyaan Ketua
BPUPKI, dr. Radjiman Wediodiningrat: "Jika Indonesia merdeka, di atas dasar apa negara ini
akan kita dirikan?".

Baru pada saat giliran Soekarno, yang berpidato pada tanggal 1 Juni 1945, pertanyaan
itu terjawab. Soekarno berpidato tentang arti penting Philosofische grondslag (filosofi dasar)
dan Weltanschauung (pandangan hidup) bagi sebuah negara yang merdeka. Sukarno juga
menguraikan lima nilai dasar filosofis tersebut, yakni kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi
7
atau mufakat, keadilan sosial dan percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Sukarno kemudian
menamai lima nilai filosofi dasar itu dengan nama Pantja-Sila atau Pancasila.

Pidato Soekarno mendapat tepuk-tangan bergemuruh dari peserta sidang. Usulannya


disetujui. Untuk mematangkan rumusan Sukarno itu, dibentuklah Panitia Sembilan yang
diketuai oleh Soekarno sendiri. Panitia Sembilan inilah yang mengubah sedikit urutan
rumusan Soekarno: Ketuhanan pindah ke sila pertama, dan ditambahi kata-kata “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Rumusan ini disebut
Piagam Djakarta. Karena itu, Soekarno boleh dikatakan sebagai penemu dari Pancasila.
Tetapi dia sendiri menolak istilah “penemu” itu. Menurutnya, lima nilai dasar itu sudah ada
dan hidup di bumi Indonesia jauh sebelum kolonialisme datang. Hanya sempat terkubur oleh
kolonialisme. Soekarno hanya menggalinya kembali. Maka ada istilah: Sukarno penggali
Pancasila.

Pancasila ditetapkan sebagai Dasar Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dengan
mengubah bunyi sila pertama Piagam Djakarta, menjadi: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Tahun 1947, Departemen Penerangan Republik Indonesia (RI)
mempublikasikan pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 dengan nama Lahirnya Pancasila.
Kata pengantar buku tersebut ditulis oleh Ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat,
menyebut bahwa pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari Lahirnya Pancasila.
Sedangkan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila baru dimulai secara resmi di
tahun 1964.

2.5 Lambang Garuda Pancasila

Desain Garuda dengan lima perisainya mulai muncul tahun 1950. Tahun 1950,
pemerintahan RIS menyelenggarakan sayembara desain lambang negara. Ada dua desain
yang menang: karya Sultan Hamid II dan karya Mohammad Yamin. Tetapi karya Yamin
gugur, karena menggunakan sinar-sinar matahari yang identik dengan fasisme Jepang.
Alhasil, pemenangnya adalah desain karya Sultan Hamid II, putra sulung Sultan Pontianak
ke-6.

8
Desain Sultan Hamid II menyerupai Garuda tunggangan suci Dewa Wisnu, yang
banyak ditemukan dalam arca dan relief candi-candi Nusantara. Dalam desain awal itu,
Garuda duduk di atas takhta bunga dengan dada terlindungi perisai. Kemudian, setelah dialog
dengan Soekarno dan Hatta, desain Sultan Hamid II itu disempurnakan. Sang Garuda tidak
lagi duduk bertakhta di atas bunga teratai, tetapi Garuda dengan sayap membentang dan dua
tangan memegang perisai Pancasila. Ditambah juga dengan pita putih yang dijepit oleh kaki
Garuda dengan tulisan “Bhineka Tunggal Ika”. Tetapi kepala Garuda masih gundul dan
belum berjambul. Desain ini kemudian diperkenalkan Soekarno kepada khalayak ramai di
Hotel Des Indes, Jakarta, pada 15 Februari 1950. Desain Sultan Hamid II ini kemudian
disempurnakan oleh pelukis Istana, Dullah. Dengan penambahan jambul dan posisi cakar kaki
mencengkeram pita dari depan.

2.6 Lagu “Garuda Pancasila”

Lirik lagu Garuda Pancasila, seperti yang kita nyanyikan sekarang, digubah oleh
seorang komponis muda anggota Lembaga Kesenian Rakyat (LEKRA) bernama Sudharnoto.
Komponis kelahiran Kendal, Jawa Tengah, itu menggubah lagu Garuda Pancasila pada tahun
1956. Namun, karena peristiwa G 30 S/1965, Sudharnoto ditangkap dan dipenjara oleh rezim
Orde Baru. Keluar dari penjara, penggubah lagu Garuda Pancasila ini berjuang hidup dengan
menjadi penyalur es petojo, sopir taksi, dan pemain orkes.

2.7 Manipulasi Sejarah Pancasila

Pada masa Orde Baru berlangsung intensif apa yang disebut “De-Sukarnoisasi”, yaitu upaya
menghapus peranan dan pemikiran Sukarno dalam perjuangan bangsanya dalam ingatan
rakyat Indonesia. Salah satu bentuk dari proyek de-Sukarnoisasi itu adalah manipulasi sejarah
Pancasila. Orde baru melalui ideolognya, Nugroho Notosusanto, mulai menyusun sejarah
manipulatif yang menghilangkan peran Soekarno sebagai penggali Pancasila.

Dalam uraian Nugroho, Soekarno bukanlah penemu Pancasila, orang pertama yang
mempidatokan lima dasar itu adalah Mohammad Yamin. Soekarno hanya memberi nama
“Pancasila”. Nugroho juga menyebut rumusan Pancasila yang otentik adalah yang termaktub
dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945. Klaim Nugroho itu

9
menuai banyak bantahan. Pada Januari 1975, dibentuk Panitia Lima yang terdiri dari
Mohammad Hatta, Ahmad Soebardjo, A.A. Maramis, A.K. Pringgodidgo, dan Soenario—
semua bekas anggota BPUPKI. Panitia Lima menegaskan bahwa Sukarnolah yang
pertamakali berpidato tentang lima dasar yang kelak dinamai Pancasila. Mereka membantah
klaim Yamin dan menuduhkan “pinter nyulap”.

Yamin sendiri diketahui menyembunyikan dokumen arsip Sidang BPUPKI dari


Pringgodigdo (Pringgodigdo Archief), yang memuat arsip pidato tokoh-tokoh yang berpidato
dalam sidang BPUPKI dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Dokumen itu baru ditemukan
kembali oleh seorang sejarawan UI, AB Kusuma, pada tahun 1990. Dokumen itu membantah
klaim Yamin dan Nugroho Notosutanto. Selain memanipulasi sejarah penemu Pancasila,
Orde Baru juga melarang peringatan Hari Lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni sejak tahun
1970. Sebagai gantinya, Orde Baru menjadikan tanggal 1 Oktober, yang identik dengan
keberhasilan Soeharto menumpas G.30 S/PKI, sebagai hari Kesaktian Pancasila. Hari lahirnya
Pancasila baru dirayakan kembali tahun 2010 dan dinyatakan hari Libur Nasional oleh
Presiden Joko Widodo sejak 2017.

2.8 Penyelewengan Pancasila

Di masa Orde Baru, kendati Pancasila masih diakui sebagai Dasar Negara, tetapi
prakteknya banyak menyimpang. Mulai dari penggunaan Pancasila sekedar sebagai alat
“menjaga stabilitas” hingga penjaga kekuasaan Orde Baru. Di zaman itu, siapapun yang
mengeritik kebijakan pemerintah dicap “anti-Pancasila”.

Di zaman Orba, Pancasila dijadikan doktrin kaku yang disakralkan. Diajarkan secara
dotriner melalui Penataran P4 bagi semua aparatus negara dan pelajar/mahasiswa (dari SD
hingga perguruan tinggi). Akibatnya, Pancasila kehilangan keunggulannya sebagai
pengetahuan dan nilai filosofis yang hidup dan membumi. Di sisi lain, banyak kebijakan orde
baru yang menghianati nilai-nilai Pancasila, mulai dari praktik Kolusi, Korupsi dan
Nepotisme, pembungkaman demokrasi, pelanggaran HAM, pembangunan yang timpang, dan
pengelolaan ekonomi yang hanya memakmurkan keluarga Soeharto dan kroninya. Setelah
Orde Baru tumbang, lahir pemerintahan reformis yang tetap berjarak dengan Pancasila.
Kendati Pancasila tetap diakui sebagai Dasar Negara, tetapi perilaku dan kebijakan
penyelenggara negara tetap memunggungi nilai-nilai Pancasila.
10
2.9 Pancasila sebagai “Meja Statis” dan “Leitstar Dinamis”

Bung Karno, sang penggali Pancasila, pernah bicara tentang Pancasila sebagai “Meja
Statis” dan “Leitstar Dinamis”. Pancasila sebagai “meja statis”berarti Pancasila sebagai dasar
negara atau fondasi bernegara yang statis, kokoh, tidak berubah sampai kapan pun. Di sini,
nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi atau titik temu berbagai keragaman manusia Indonesia
dari suku, agama, ras, adat-istiadat, dan corak berpikir. Sebagai meja statis, Pancasila menjadi
dasar negara yang mempersatukan Bangsa Indonesia. Tetapi Pancasila juga sebagai leitstar
atau bintang pimpinan yang memberi arah bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam
menggapai cita-cita nasionalnya. Ibarat kita sedang menumpang kapal di tengah laut, agar
sampai di pelabuhan yang bernama masyarakat adil dan makmur, maka Pancasila menjadi
bintang penuntun arahnya. Dan sebagai leitstar, Pancasila harus dinamis, harus selalu senapas
dengan perkembangan zaman.

Kenapa harus dinamis? Pertama, Pancasila itu harus bisa melakukan appeal, atau
ajakan/seruan, agar rakyat terus mengikuti panggilannya. “Pancasila harus bisa menggerakkan
rakyat untuk berjuang menggapai cita-cita,” kata Bung Karno. Tentu saja, agar Pancasila bisa
menjadi appeal, dia tidak bisa menjadi doktrin yang kaku dan disakralkan seperti
dipraktekkan di zaman Orde Baru. Sebaliknya, Pancasila harus tampil sebagai perangkat
gagasan atau pengetahuan yang senapas dengan perkembangan zaman.

Kedua, Pancasila harus bisa menjawab persoalan kebangsaan setiap zaman. Di sini
Pancasila diharapkan tidak menjadi seperangkat gagasan yang menggantung di langit retorika,
tetapi bisa dipraktekkan sekaligus menjawab berbagai persoalan kebangsaan. Karena itu,
sebagai leitstar yang dinamis, Pancasila tidak perlu dipertentangkan dengan setiap upaya
untuk menggali dan memperkaya Pancasila dengan gagasan-gagasan yang memajukan dan

lebih praksis.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sanskerta: Panca berarti lima danSila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

3.2 Saran

Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan
falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan
mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung
jawab.

12
DAFTAR PUSTAKA

Gesmi, I., Sos, S., & Yun Hendri, S. H. (2018). Buku Ajar Pendidikan Pancasila. Uwais
Inspirasi Indonesia.
Adha, M. M., & Perdana, D. R. (2020). Pendidikan Pancasila.
Nurgiansah, T. H. (2021). Pendidikan Pancasila. CV. Mitra Cendekia Media.
Perdana, R. Y. (2018). Megenal Sejarah Pancasila.
Antari, L. P. S., & De Liska, L. (2020). Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Penguatan
Karakter Bangsa. Widyadari: Jurnal Pendidikan, 21(2), 676-687.

13

Anda mungkin juga menyukai