Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Sayu Karinda, S. Pd., M. Pd
Disusun oleh:
1. Evi Amalia : 2018.13.1331
2. Dewi Kartika Wulandari : 2019.13.1367
3. Ulfa Ulviana : 2019.13.1356
4. Vina Marliana : 2019.13.1373
5. Muhammad Yahya : 2019.13.1366
6. Lanang Demas Igusti : 2020.13.1441
PARIS BARANTAI
KOTABARU
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Pancasila Dalam Konteks Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah diterima secara luas dan
bersifat final. Namun, walau Pancasila saat ini telah dihayati sebagai filsafat hidup bangsa
dan dasar negara yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa, sikap mental, budaya dan
karakteristik bangsa, hingga saat ini asal-usul dan kapan dikeluarkan atau disampaikannya
Pancasila masih dijadikan kajian yang menimbulkan banyak sekali penafsiran dan konflik
yang belum selesai hingga saat ini.
Di balik itu semua, nyatanya Pancasila memang mempunyai sejarah yang panjang
tentang perumusan pembentukannya dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah
ini begitu sensitif dan bisa saja mengancam keutuhan negara Indonesia. Hal ini
dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik
mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Soekarno pernah mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Dari
perkataan tersebut dapat dimaknai, bahwa sejarah mempunyai fungsi yang beragam bagi
kehidupan. Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero (106-43 SM)
yang mengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yang bermakna “sejarah memberikan
kearifan”. Sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu
konsepsi dan cita-cita.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan
negara Republik Indonesia.
Kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila terus
berjaya sepanjang masa. Karena ideologi Pancasila tidak hanya sekedar “confirm and
deepen” identitas bangsa Indonesia semata.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila?
2. Bagaimanakah Pancasila dalam Konteks sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia?
1.3 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila.
2. Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Sila Pertama
Simbol bintang yang memiliki lima sudut melambangkan Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Bintang melambangkan seperti sebuah cahaya
yang dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia. Lambang bintang juga
diartikan sebagai sebuah cahaya untuk menerangi dasar negara yang lima
(Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4), sifat negara yang lima (Pembukaan UUD
1945 alinea ke-2), dan tujuan negara yang lima (Pembukaan UUD 1945 alinea
ke-4). Sedangkan latar berwarna hitam menunjukan warna alam dan
mengandung arti bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi
sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
2. Sila Kedua
Rantai melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan
lingkaran yang saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat
melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan
perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap
manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu
bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
3. Sila Ketiga
Pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih melambangkan sila
ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Pohon beringin merupakan sebuah pohon
Indonesia yang berakar tunjang, sebuah akar tunggal panjang yang menunjang
pohon yang besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini
mencerminkan kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon beringin juga
mempunyai banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya, ini
mencerminkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai
latar belakang budaya yang bermacam-macam.
4. Sila Keempat
Kepala banteng melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
4
Kepala banteng melambangkan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti
halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk
mendiskusikan sesuatu.
5. Sila Kelima
Padi dan kapas melambangkan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas dapat mewakili sila kelima,
karena padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni
pangan dan sandang, sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran tanpa
melihat suku, ras, dan golongan. Ini mencerminkan persamaan sosial di mana
tidak adanya kesenjangan sosial antara satu dan yang lainnya, tapi hal ini
(persamaan sosial) bukan berarti bahwa Indonesia memakai ideologi
komunisme.
5
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab”, untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan
Hamid II dan karya Muhamad Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima
pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II, sedangkan karya
Muhamad Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan
menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara
perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno, dan Perdana Menteri
Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.
Terjadi kesepakatan mereka bertiga mengganti pita yang dicengkeram Garuda,
yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara diajukan kepada
Presiden Soekarno. Rancangan final tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan
dan bahu manusia yang memegang perisai dan bersifat mitologis.
6
Untuk terakhir kalinya Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk
final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara yang dimana lukisan otentiknya diserahkan kepada H.
Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan lambang negara
yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang
diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan
oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu
menyerahkan berkas dokumen proses perancangan lambang negara disebutkan “Ide
Perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, dimana sila-sila
dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai lambang
kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh percaya diri,
enerjik, dan dinamis. Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri,
tak suka bergantung pada yang lain. Garuda yang merupakan lambang pemberani
dalam mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati wilayah milik
yang lain sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih kecil. Warna kuning emas
melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati.
Burung garuda yang juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai dengan
budaya bangsa yang dihayati secara turun temurun. Burung garuda pantang mundur
dan pantang menyerah. Legenda semacam ini juga diabadikan sangat indah oleh
7
nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai prasasti sejak abad ke-
15.
Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam
mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan
separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran
kendaraan Batara Wisnu yakni Garudeya. Garudeya sendiri dapat kita temui pada
salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya Desa
Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai
lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan warna emas
melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan
Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan.
8
dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984:1). Dengan rinci, Sunoto
menunjukkan fakta historis, di antaranya adalah:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil
terhadap sesama.
9
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi
pandangan hidup. Pandangan hidup sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat
memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan
manusia dengan yang transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan
manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-
istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan mendasar yaitu theo-
genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
10
3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah
perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila.
4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 paham negara persatuan,
negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila.
7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan
berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji
Darmodihardjo, 1978:40).
Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga kelompok
(Bakry, 1998:20):
a. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap
pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam
Djakarta.
b. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat
hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
c. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum
berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945.
Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September 1944,
perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah Jepang
mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24
Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada tanggal 1
Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-
11
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini
baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama pada
tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal
10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada dasarnya bukan dasar
negara merdeka, akan tetapi tentang paham negaranya yaitu negara yang berpaham
integralistik. Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang
12
akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang sesuai dengan
struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia yaitu: struktur
kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan
dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan
pemimpin-pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya daerah, rakyat,
dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang akan didirikan, ada tiga
persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara.
2. Hubungan antara negara dan agama.
3. Republik atau monarchie.
Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan lima dasar
bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai Dasar Indonesia
merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima
dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang
Berkebudayaan.
Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi
nama Tri-Sila yaitu dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan
internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar kedua,
demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi nama sosio-
demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang berkebudayaan yang
menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari M. Yamin
dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka untuk menampung
perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-
usul yang terdiri atas Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut
dengan Panitia Sembilan.
13
Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan
Pancasila yang tata urutannya tersusun secara sistematis:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum
Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai Declaration of Indonesian
Independence.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil. Perancang
Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya
14
tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum
Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah
rumusan panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar
yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai
pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang
penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi.
Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan
dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang.
Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada
empat macam:
1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945,
yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yakni usul
pribadi dalam bentuk tertulis,
3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi dengan
nama Pancasila,
4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, hasil
kesepakatan bersama pertama kali.
Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia, namun
unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah menjadi dorongan
perjuangan bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari
berbagai lapisan masyarakat bersatu dan siap mempertahankan serta mengisi kemerdekaan
yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah revolusi Pancasila.
15
Indonesia dalam membentuk negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil
mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan
(Kaelan, 1993: 43-45):
a. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar
oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
b. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945
setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
c. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno sebagai
Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
d. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945,
maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah perumusan
Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar filsafat negara
secara formal.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian yang
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai,
norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik
yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu,
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara
hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
16
Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Pertama: Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum
atau sumber tertib hukum Indonesia.
2. Kedua: Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.
3. Ketiga: Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar
negara Indonesia.
4. Keempat: Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma yang mengharuskan
UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara
negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang
dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan
melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara
Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco
(26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang
17
memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam
Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan
Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang
Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau
weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah
kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di
antara golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan Takdir Alisyahbana
dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk)
mengenai dasar negara.
18
1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Oleh karena itu, mereka yang berseberangan paham memilih taktik “gerilya” di dalam
kekuasaan Ir. Soekarno. Mereka menggunakan jargon-jargon Ir. Soekarno dengan agenda
yang berbeda. Taktik demikian digunakan oleh sebagian besar kekuatan politik. Tidak
hanya PKI, mereka yang anti komunisme pun sama (Ali, 2009: 33). Walaupun kepentingan
politik mereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama menggunakan Pancasila sebagai
justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara beragam golongan dan ideologi
termasuk komunis, di bawah satu payung besar, bernama Pancasila (doktrin
Manipol/USDEK), sementara golongan antikomunis mengkonsolidasi diri sebagai
kekuatan berpaham Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan paham
komunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34). Dengan adanya pertentangan
yang sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir. Soekarno pun
dilengserkan sebagai Presiden Indonesia, Melalui sidang MPRS.
19
Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi
pada masa orde lama, yaitu pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar, rezim,
otoritarian di bawah Soeharto.
Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde
baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga
pancasila oleh rezim orde baru ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan
memperkuat otoritarianisme Negara. Maka dari itu, Pancasila perlu disosialisasikan
sebagai doktrin komperehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan
legitimasi atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa dalam diri masyarakat Indonesia.
Pada era orde baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap Pancasila,
pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR
NO. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4) disekolah
dan masyarakat. Tujuan dari P4 antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan
persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Selain sosialisasi nilai
Pancasila dan menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan
penataran juga disampaikan pemahaman terhadap UUD 1945 dan Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).
20
lahir dengan tujuan untuk memperbaiki krisis yang berkepanjangan serta menata kearah
yang lebih baik.
21
bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam
upayanya untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Epistimologis, yaitu bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti
dijadikan dasar dan arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aksiologis, yaitu bahwa
dengan epistimologis tersebut, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan
seacar negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai Pancasila.
Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila
telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia
(Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar
negara dalam tiga tahap yaitu:
22
c. Tahap 1995 – 2020 sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara
cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh
penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang
sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi
kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa urgensinya untuk menjadi Pancasila
sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jati diri bangsa dan persatuan
dan kesatuan nasional. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila
yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila
harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan
pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan
sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara,
merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia,
termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan
rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia terbagi menjadi beberapa tahap,
yaitu Pancasila era pra kemerdekaan, Pancasila era kemerdekaan, Pancasila era
orde lama, Pancasila era orde baru, dan Pancasila era reformasi. Pancasila adalah
lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa
Indonesia sejak dulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling
berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
3. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang
dari Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
atau Ekaprasetia Pancakarsa.
4. Gerakan Reformasi telah membawa perubahan-perubahan dalam bidang politik
dan usaha penegakan kedaulatan rakyat, serta meningkatkan peran serta
masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam kehidupan politik.
5. Masa demokrasi pancasila pada Era Reformasi berusaha mengembalikan
perimbangan kekuatan antara lembaga Negara,antara eksekutif, legeslatif dan
yudikatif Mengutamakan musyawarah mufakat,Mengutamakan kepentingan
masyarakat, bangsa dan Negara Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
6. Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang
komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan
norma dan karena itu harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat.
24
3.2 Saran
Pancasila yang merupakan ideologi dan jati diri bangsa Indonesia, saat ini nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan oleh
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, para generasi muda harus dapat bersatu dan
damai walau berbeda suku, budaya, dan agama. Dapat berpikir rasional, demokratis,
dan kritis dalam menuntaskan berbagai persoalan yang terjadi. Memiliki semangat
jiwa muda yang membangun Negara Indonesia, dengan cara cinta tanah air dan rela
berkorban, serta menjunjung tinggi nilai nasionalisme anatara agama, budaya, dan
suku bangsa agar tidak terjadi perpecahan antar sesama bangsa Indonesia.
25