Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN


BANGSA INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Sayu Karinda, S. Pd., M. Pd

Disusun oleh:
1. Evi Amalia : 2018.13.1331
2. Dewi Kartika Wulandari : 2019.13.1367
3. Ulfa Ulviana : 2019.13.1356
4. Vina Marliana : 2019.13.1373
5. Muhammad Yahya : 2019.13.1366
6. Lanang Demas Igusti : 2020.13.1441

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PARIS BARANTAI

KOTABARU

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Pancasila Dalam Konteks Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia.

Makalah ini telah kami susun secara maksimal dengan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Pancasila Dalam


Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Batulicin, 22 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3
2.1 Lambang Pancasila Dan Artinya ..............................................................................3
2.2 Makna Dan Arti Lambang Garuda Pancasila ...........................................................5
2.3 Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia .............................8
2.3.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan ............................................................................8
2.3.2 Teori Nilai Budaya ................................................................................................9
2.3.3 Pancasila Era Kemerdekaan ................................................................................17
2.3.4 Pancasila Era Orde Lama ....................................................................................18
2.3.5 Pancasila Era Orde Baru......................................................................................19
2.3.6 Pancasila Era Reformasi ......................................................................................20
2.3.7 Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan batang tubuh UUD 1945, dan dengan
Manusia Indonesia .......................................................................................................23
BAB III PENUTUP .........................................................................................................24
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................24
3.2 Saran ......................................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah diterima secara luas dan
bersifat final. Namun, walau Pancasila saat ini telah dihayati sebagai filsafat hidup bangsa
dan dasar negara yang merupakan perwujudan dari jiwa bangsa, sikap mental, budaya dan
karakteristik bangsa, hingga saat ini asal-usul dan kapan dikeluarkan atau disampaikannya
Pancasila masih dijadikan kajian yang menimbulkan banyak sekali penafsiran dan konflik
yang belum selesai hingga saat ini.
Di balik itu semua, nyatanya Pancasila memang mempunyai sejarah yang panjang
tentang perumusan pembentukannya dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah
ini begitu sensitif dan bisa saja mengancam keutuhan negara Indonesia. Hal ini
dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik
mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Soekarno pernah mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Dari
perkataan tersebut dapat dimaknai, bahwa sejarah mempunyai fungsi yang beragam bagi
kehidupan. Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero (106-43 SM)
yang mengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yang bermakna “sejarah memberikan
kearifan”. Sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu
konsepsi dan cita-cita.
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan
sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan
negara Republik Indonesia.

Kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila terus
berjaya sepanjang masa. Karena ideologi Pancasila tidak hanya sekedar “confirm and
deepen” identitas bangsa Indonesia semata.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila?
2. Bagaimanakah Pancasila dalam Konteks sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia?

1.3 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila.
2. Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lambang Pancasila Dan Artinya


Pancasila terdiri atas lima sila, tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-IV dan ini
diperuntukkan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Meskipun di dalam Pembukaan
UUD 1945 tersebut tidak secara eksplisit disebutkan kata Pancasila, namun sudah dikenal
luas bahwa lima sila yang dimaksud adalah dasar negara.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang merupakan hasil antara proses
sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa mendatang, yang
secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sehingga, kepribadian itu ditetapkan
sebagai pandangan hidup dan dasar negara, yakni Pancasila.
Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa,
maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraannya. Pancasila
yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, yang selalu menjadi pegangan
bersama saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita,
merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negara, dikehendaki oleh bangsa
Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbu rakyat Indonesia. Oleh karena
itu, ia juga merupakan dasar yang mampu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Nama Pancasila sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yaitu panca yang berarti
lima dan sila yang berarti dasar. Pancasila memiliki arti lima dasar kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang tersusun dari 5 sila ini
tergambar pada bagian perisai dari lambang negara Indonesia, yaitu Garuda Pancasila.

Gambar 1.1 Lambang Pancasila Gambar 1.2 Garuda Pancasila

3
1. Sila Pertama
Simbol bintang yang memiliki lima sudut melambangkan Pancasila, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Bintang melambangkan seperti sebuah cahaya
yang dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia. Lambang bintang juga
diartikan sebagai sebuah cahaya untuk menerangi dasar negara yang lima
(Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4), sifat negara yang lima (Pembukaan UUD
1945 alinea ke-2), dan tujuan negara yang lima (Pembukaan UUD 1945 alinea
ke-4). Sedangkan latar berwarna hitam menunjukan warna alam dan
mengandung arti bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi
sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.

2. Sila Kedua
Rantai melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan
lingkaran yang saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat
melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan
perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap
manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu
bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.

3. Sila Ketiga
Pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih melambangkan sila
ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Pohon beringin merupakan sebuah pohon
Indonesia yang berakar tunjang, sebuah akar tunggal panjang yang menunjang
pohon yang besar ini dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini
mencerminkan kesatuan dan persatuan Indonesia. Pohon beringin juga
mempunyai banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya, ini
mencerminkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai
latar belakang budaya yang bermacam-macam.

4. Sila Keempat
Kepala banteng melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.

4
Kepala banteng melambangkan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti
halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk
mendiskusikan sesuatu.

5. Sila Kelima
Padi dan kapas melambangkan sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas dapat mewakili sila kelima,
karena padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni
pangan dan sandang, sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran tanpa
melihat suku, ras, dan golongan. Ini mencerminkan persamaan sosial di mana
tidak adanya kesenjangan sosial antara satu dan yang lainnya, tapi hal ini
(persamaan sosial) bukan berarti bahwa Indonesia memakai ideologi
komunisme.

2.2 Makna Dan Arti Lambang Garuda Pancasila


Garuda Pancasila adalah Lambang Negara Republik Indonesia. Hal ini tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan dipertegaskan oleh Peraturan Pemerintah No. 66
Tahun 1951. Penulisan nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat dalam
pasal 36A UUD 1945 yang berbunyi “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.
1. Sejarah Penetapan Garuda sebagai Lambang Negara
Parada Harahap sebagai anggota Panitia Perancangan UUD dalam rapat pada
tanggal 13 Juli 1945 mengusulkan tentang lambang negara dan disetujui oleh
seluruh anggota. Kemudian dibentuk Panitia Indonesia Raya yang memiliki tugas
untuk menyelidiki lambang yang sesuai untuk bangsa Indonesia. Panitia tersebut
diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dan sekretaris umum dijabat oleh Muhamad
Yamin.
Pada tahap pertama rancangan lambang negara yang terbaik diusulkan oleh Sultan
Hamid II dan Muhamad Yamin. Namun usulan Muhamad Yamin ditolak. Tanggal
10 Februari 1950 Sultan Hamid II mengajukan rancangan gambar lambang negara
yang telah disempurnakan berdasarkan usulan-usulan yang berkembang. Tanggal
11 Februari 1950 lambang Garuda Pancasila ditetapkan oleh Pemerintah/Kabinet
RIS dan diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet.

5
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab”, untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan
Hamid II dan karya Muhamad Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima
pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II, sedangkan karya
Muhamad Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan
menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara
perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno, dan Perdana Menteri
Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu.
Terjadi kesepakatan mereka bertiga mengganti pita yang dicengkeram Garuda,
yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara diajukan kepada
Presiden Soekarno. Rancangan final tersebut mendapat masukan dari Partai
Masyumi, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan
dan bahu manusia yang memegang perisai dan bersifat mitologis.

AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Departemen


Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya
Sultan Hamid II akhirnya diresmikan dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu,
gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan tidak
berjambul seperti sekarang ini. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus
diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang gundul menjadi
berjambul dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkeram pita dari semula
menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki atas
masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir lambang negara yang telah diperbaiki
mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis
istana, Dullah untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir
rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi
sampai saat ini.

6
Untuk terakhir kalinya Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk
final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna
gambar lambang negara yang dimana lukisan otentiknya diserahkan kepada H.
Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan lambang negara
yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang
diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan
oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.

Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu
menyerahkan berkas dokumen proses perancangan lambang negara disebutkan “Ide
Perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara
mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, dimana sila-sila
dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

2. Arti dan Makna Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara


Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan gagah
menoleh ke kanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar dari Pancasila. Di
tengah tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis tebal
yang bermakna garis khatulistiwa, yang merupakan lambang geografis lokasi
Indonesia. Kedua kakinya yang kokoh kekar mencengkeram kuat semboyan bangsa
Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “berbeda-beda, namun tetap satu“.

Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai lambang
kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh percaya diri,
enerjik, dan dinamis. Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri,
tak suka bergantung pada yang lain. Garuda yang merupakan lambang pemberani
dalam mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati wilayah milik
yang lain sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih kecil. Warna kuning emas
melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati.

Burung garuda yang juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai dengan
budaya bangsa yang dihayati secara turun temurun. Burung garuda pantang mundur
dan pantang menyerah. Legenda semacam ini juga diabadikan sangat indah oleh

7
nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai prasasti sejak abad ke-
15.

Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara yang


merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945 tertera lengkap dalam
lambang garuda. 17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah
melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya
melambangkan bulan Agustus, dan 45 helai bulu pada lehernya melambangkan
tahun 1945, tahun kemerdekaan Indonesia. Semua itu memuat kemasan historis
bangsa Indonesia sebagai titik puncak dari segala perjuangan bangsa Indonesia
untuk mendapatkan kemerdekaannya yang panjang. Dengan demikian lambang
burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap empat arti visual sekaligus,
yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan historis.

Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam
mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan
separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran
kendaraan Batara Wisnu yakni Garudeya. Garudeya sendiri dapat kita temui pada
salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya Desa
Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai
lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan warna emas
melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan
Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan.

2.3 Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


2.3.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan
bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun
secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia
telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam
kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita
cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama,

8
dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984:1). Dengan rinci, Sunoto
menunjukkan fakta historis, di antaranya adalah:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil
terhadap sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal


18 Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa,
bernegara, dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada
Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah
dipraktikkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktikkan hingga
sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek
moyang.

2.3.2 Teori Nilai Budaya


Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan
yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan cara
manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-masalah
yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu sistem yang di
dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian
besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat
bernilai dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974: 32).

9
Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi
pandangan hidup. Pandangan hidup sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat
memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan
manusia dengan yang transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan
manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-
istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan mendasar yaitu theo-
genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.

A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan


menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat
dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya
sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat ditemukan untuk
mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah dengan mengetahui
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang terdahulu. Oleh karena
itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah
dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa
mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari
gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci, Sartono Kartodirdjo menjelaskan
bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi :
1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air.
2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah.
3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah.
4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah.
5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait dengan


Pancasila, Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-nilai
Pancasila telah menjiwai tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu :
1. Cita-cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi
kenyataan.
2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap
dan menggunakan cara yang bermacam-macam.

10
3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah
perjuangan bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila.
4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 paham negara persatuan,
negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
negara berdasarkan kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila.
7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan
berdasar kepada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. (Dardji
Darmodihardjo, 1978:40).

Secara historis rumusan- rumusan Pancasila dapat dibedakan dalam tiga kelompok
(Bakry, 1998:20):
a. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap
pengusulan sebagai dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam
Djakarta.
b. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat
hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan.
c. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum
berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945.

Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September 1944,
perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah Jepang
mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24
Agustus 1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada tanggal 1
Maret 1945 Jepang mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-

11
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini
baru terbentuk pada tanggal 29 April 1945.

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada


tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di
Jawa), dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT. Radjiman
Wedyodiningrat, ketua muda Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa
Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso (merangkap Tata Usaha), sedangkan
anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk ketua dan ketua muda.

Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama pada
tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal
10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.

 Masa Sidang Pertama BPUPKI


Pada sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan usul yang
disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara Kebangsaan Indonesia
di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia
Merdeka yang akan dibentuk meliputi peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan,
peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan dalam bentuk
tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan isi
pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan perihal yang pada dasarnya bukan dasar
negara merdeka, akan tetapi tentang paham negaranya yaitu negara yang berpaham
integralistik. Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara nasional bersatu yang

12
akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik tersebut yang sesuai dengan
struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia yaitu: struktur
kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan hidup, persatuan kawulo gusti, persatuan
dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan
pemimpin-pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya daerah, rakyat,
dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang akan didirikan, ada tiga
persoalan yaitu:
1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara.
2. Hubungan antara negara dan agama.
3. Republik atau monarchie.

Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan lima dasar
bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai Dasar Indonesia
merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M. Yamin. Lima
dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang
Berkebudayaan.

Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi
nama Tri-Sila yaitu dasar pertama, kebangsaan dan perikemanusiaan (nasionalisme dan
internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi nama sosio-nasionalisme. Dasar kedua,
demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan biberi nama sosio-
demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang berkebudayaan yang
menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.

Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari M. Yamin
dan Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka untuk menampung
perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik usul-
usul yang terdiri atas Sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno, yang kemudian disebut
dengan Panitia Sembilan.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan


pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan Jakarta Charter atau

13
Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan
Pancasila yang tata urutannya tersusun secara sistematis:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum
Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai Declaration of Indonesian
Independence.

 Masa Sidang Kedua BPUPKI


Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945,
merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai
hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam
orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil
panitia kecil atau Panitia Sembilan yang disebut dengan Piagam Jakarta. Di samping
menerima hasil rumusan Panitia Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar
yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:
a. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota yang
berjumlah 19 orang.
b. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan 23
orang.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23 orang anggota.

Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil. Perancang
Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya

14
tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum
Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah
rumusan panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar, dan pada tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar
yang sudah selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai
pembukaan.

Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang
penutupan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi.
Dengan berakhirnya sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan
dijadikan dasar bagi negara Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang.
Sampai akhir sidang BPUPKI ini rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada
empat macam:
1. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945,
yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato,
2. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yakni usul
pribadi dalam bentuk tertulis,
3. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi dengan
nama Pancasila,
4. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, hasil
kesepakatan bersama pertama kali.

Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia, namun
unsur-unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah menjadi dorongan
perjuangan bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari
berbagai lapisan masyarakat bersatu dan siap mempertahankan serta mengisi kemerdekaan
yang telah diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah revolusi Pancasila.

Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945,


diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah Rancangan Hukum Dasar yang akan
ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar (1945). Tugas PPKI semula hanya memeriksa
hasil sidang BPUPKI, kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini
menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa

15
Indonesia dalam membentuk negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan
17 Agustus 1945. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil
mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan
(Kaelan, 1993: 43-45):
a. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar
oleh BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
b. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945
setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
c. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno sebagai
Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
d. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah darurat.

Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945,
maka lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah perumusan
Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar filsafat negara
secara formal.

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian yang
meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai,
norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik
yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu,
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara
hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, ia tercantum dalam


ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih lanjut di dalam
pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya
dikonkrietisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya.

16
Konsekuensi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Pertama: Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum
atau sumber tertib hukum Indonesia.
2. Kedua: Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.
3. Ketiga: Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar
negara Indonesia.
4. Keempat: Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma yang mengharuskan
UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara
negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.

2.3.3 Pancasila Era Kemerdekaan


Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika
Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian BPUPKI
berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan
Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepang menyerah
kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada
tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua
dalam penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00
dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr.
Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di Jalan Imam
Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda)
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang
dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan
melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara
Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco
(26 Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang

17
memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam
Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan
Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang
Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau
weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah
kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di
antara golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan Takdir Alisyahbana
dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk)
mengenai dasar negara.

2.3.4 Pancasila Era Orde Lama


Terdapat dua pandangan besar terhadap dasar negara yang berpengaruh terhadap
munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut yaitu mereka yang memenuhi “anjuran”
Presiden/Pemerintah untuk “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan Pancasila
sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak
lainnya menyetujui “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya
dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang
disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun, kedua usulan
tersebut tidak mencapai kuorum keputusan Sidang Konstituante (Anshari, 1981:99).
Majelis (baca: konstituante) ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Kejadian ini
menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang
disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor
pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli
1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden
tersebut berisi:

18
1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sementara. sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusif menjadi prelude


penting bagi upaya selanjutnya, Pancasila dijadikan “ideologi negara” yang tampil
hegemonik. Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi tafsir Pancasila sebagai
satu kesatuan paham dalam doktrin “Manipol/USDEK”. Manifesto Politik (Manipol)
adalah materi pokok dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” yang kemudian ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Belakangan, materi pidato
tersebut dikukuhkan dalam Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan
Ketetapan MPRS No. 1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali, 2009: 30). Manifesto Politik
Republik Indonesia tersebut merupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpin oleh
D.N. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30 September 1959 sebagai haluan
negara (Ismaun, 1978: 105).

Oleh karena itu, mereka yang berseberangan paham memilih taktik “gerilya” di dalam
kekuasaan Ir. Soekarno. Mereka menggunakan jargon-jargon Ir. Soekarno dengan agenda
yang berbeda. Taktik demikian digunakan oleh sebagian besar kekuatan politik. Tidak
hanya PKI, mereka yang anti komunisme pun sama (Ali, 2009: 33). Walaupun kepentingan
politik mereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama menggunakan Pancasila sebagai
justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara beragam golongan dan ideologi
termasuk komunis, di bawah satu payung besar, bernama Pancasila (doktrin
Manipol/USDEK), sementara golongan antikomunis mengkonsolidasi diri sebagai
kekuatan berpaham Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan paham
komunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34). Dengan adanya pertentangan
yang sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir. Soekarno pun
dilengserkan sebagai Presiden Indonesia, Melalui sidang MPRS.

2.3.5 Pancasila Era Orde Baru


Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen, semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah
dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari pancasila serta UUD 1945.

19
Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi
pada masa orde lama, yaitu pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar, rezim,
otoritarian di bawah Soeharto.

Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde
baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga
pancasila oleh rezim orde baru ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan
memperkuat otoritarianisme Negara. Maka dari itu, Pancasila perlu disosialisasikan
sebagai doktrin komperehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan
legitimasi atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa dalam diri masyarakat Indonesia.

Retorika mengenai persatuan kesatuan menyebabkan pemikiran bangsa Indonesia


yang sangat plural kemudian diseragamkan. Gagasan mengenai pluralisme tidak mendapat
tempat untuk didiskusikan secara intensif. Sebagai puncaknya, pada tahun 1985 seluruh
organisasi sosial politik digiring oleh hukum untuk menerima Pancasila sebagai satu-
satunya dasar filosofis, sebagai asas tunggal dan setiap warga negara yang mengabaikan
Pancasila atau setiap organisasi sosial yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal akan
dicap sebagai pengkhianat atau penghasut. Dengan demikian, jelaslah bahwa orde baru
tidak hanya monopoli kekuasaan, tetapi juga memonopoli kebenaran.

Pada era orde baru, selain dengan melakukan pengkultusan terhadap Pancasila,
pemerintah secara formal juga mensosialisasikan nilai-nilai Pancasila melalui TAP MPR
NO. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4) disekolah
dan masyarakat. Tujuan dari P4 antara lain adalah membentuk pemahaman yang sama
mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan
persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Selain sosialisasi nilai
Pancasila dan menerapkan nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, dalam kegiatan
penataran juga disampaikan pemahaman terhadap UUD 1945 dan Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).

2.3.6 Pancasila Era Reformasi


Pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila pada masa orde lama dan orde baru telah
terjadi deviasi oleh oknum-oknum penyelenggara Pemerintah, sehingga mendorong
terjadinya reformasi oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa. Sehingga negara ini telah
dilanda kritis, baik krisis di bidang ekonomi, politik maupun kepemimpinan. Reformasi

20
lahir dengan tujuan untuk memperbaiki krisis yang berkepanjangan serta menata kearah
yang lebih baik.

Memahami peran Pancasila di era reformasi, Pancasila sebagai paradigma


ketatanegaraan artinya Pancasila menjadi kerangka berpikir bangsa Indonesia, khususnya
sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
kaitannya dengan pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya
hukum yang dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti


bahwa Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka diimplementasikan sebagai
berikut:
1. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mementingkan kepentingan rakyat/demokrasi dalam mengambil keputusan.
3. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan.
4. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
5. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan toleransi bersumber pada nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional di bidang ekonomi mengandung pengertian


bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan
nyata. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan
mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana
kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam budaya majemuk. Pancasila sebagai
paradigma dalam pembangunan nasional bidang hankam, maka paradigma baru TNI terus
diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya
atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
nasional.

Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat


ilmu pengetahuan yang diletakkan di atas Pancasila perlu dipahami sebagai dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistimologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu

21
bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam
upayanya untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Epistimologis, yaitu bahwa Pancasila
dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti
dijadikan dasar dan arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aksiologis, yaitu bahwa
dengan epistimologis tersebut, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu pengetahuan
seacar negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif mendukung atau
mewujudkan nilai-nilai Pancasila.

Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945), Pancasila
telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa Indonesia
(Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar
negara dalam tiga tahap yaitu:

a. Tahap 1945 – 1968 sebagai Tahap Politis


Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and
Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk
survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dari dalam maupun luar negeri,
sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Pancasila sebagai dasar
Negara, menurut Notonagoro dan Driarkara, bahwa Pancasila mampu dijadikan
pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan
Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat Indonesia, sehingga Pancasila
tidak lahi djadikan alternatuf melainkan menjadi suatu imperative dan suatu
philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat persatuan
dan keatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan yang Bhineka Tunggal Ika.

b. Tahap 1969 – 1994 sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi


Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi
pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung
menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi
menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan itu
muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan.

22
c. Tahap 1995 – 2020 sebagai Tahap Repositioning Pancasila
Karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara
cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh
penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang
sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi
kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa urgensinya untuk menjadi Pancasila
sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan jati diri bangsa dan persatuan
dan kesatuan nasional. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila
yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila
harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan
pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya dikonkritisasikan
sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat,
suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan sollen im sein”.

2.3.7 Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17


Agustus 1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan batang tubuh
UUD 1945, dan dengan Manusia Indonesia
Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
dengan Pembukaan UUD 1945, dengan batang tubuh UUD 1945, dan dengan
manusia Indonesia, yaitu (Darmodihardjo, 1991:57):
1. Nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan atau dasar serta
motivasi segala perbuatannya, baik dalam hidup sehari-hari maupun dalam
hidup kenegaraan.
2. Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memperjuangkan
terwujudnya nilai-nilai Pancasila itu dengan bermacam-macam cara dan
bertahap.
3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah
perjuangan bangsa Indonesia yang didorong oleh amanat penderitaan rakyat
dan dijiwai Pancasila pada taraf yang tertinggi.
4. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum lengkap isi-isi Pancasila dan dapat
dilihat pada tiap-tiap alinea dan pokok pikiran di dalamnya.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara,
merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia,
termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan
rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia terbagi menjadi beberapa tahap,
yaitu Pancasila era pra kemerdekaan, Pancasila era kemerdekaan, Pancasila era
orde lama, Pancasila era orde baru, dan Pancasila era reformasi. Pancasila adalah
lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa
Indonesia sejak dulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling
berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang.
3. Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang
dari Pancasila melalui P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
atau Ekaprasetia Pancakarsa.
4. Gerakan Reformasi telah membawa perubahan-perubahan dalam bidang politik
dan usaha penegakan kedaulatan rakyat, serta meningkatkan peran serta
masyarakat dan mengurangi dominasi pemerintah dalam kehidupan politik.
5. Masa demokrasi pancasila pada Era Reformasi berusaha mengembalikan
perimbangan kekuatan antara lembaga Negara,antara eksekutif, legeslatif dan
yudikatif Mengutamakan musyawarah mufakat,Mengutamakan kepentingan
masyarakat, bangsa dan Negara Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan
6. Kecenderungan orde baru dalam memandang Pancasila sebagai doktrin yang
komprehensif terlihat pada anggapan bahwa ideologi sebagai sumber nilai dan
norma dan karena itu harus ditangani (melalui upaya indoktrinasi) secara terpusat.

24
3.2 Saran
Pancasila yang merupakan ideologi dan jati diri bangsa Indonesia, saat ini nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan oleh
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, para generasi muda harus dapat bersatu dan
damai walau berbeda suku, budaya, dan agama. Dapat berpikir rasional, demokratis,
dan kritis dalam menuntaskan berbagai persoalan yang terjadi. Memiliki semangat
jiwa muda yang membangun Negara Indonesia, dengan cara cinta tanah air dan rela
berkorban, serta menjunjung tinggi nilai nasionalisme anatara agama, budaya, dan
suku bangsa agar tidak terjadi perpecahan antar sesama bangsa Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai