Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
EVI AMALIA
2018.13.1331
i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikiran.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bantuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
Daftar Isi
Cover…………………………………………………………………………………………....... i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………......... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………......... 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………........ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum.........................……………………..................................................... 3
2.2 Konsep Dasar Kurikulum........................................................................................................ 4
2.3 Sejarah Perkembangan Kurikulum Di Indonesia....…………………………………............. 5
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah Pengertian Kurikulum ?
b. Apakah konsep dasar Kurikulum ?
c. Bagaimana sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus diorganisasikan
dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives) pendidikan yang telah ditetapkan
dapat tercapai.
c. Purwadi (2003)
Memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2)
kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum
operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5)
kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6)
kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
d. Hilda Taba (1962)
Kurikulum sebagai a plan for learning, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari
oleh siswa. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa kurikulum sebagai
dokumen tertulis yang memuat rencana untuk peserta didik selama di sekolah.(Hilda
Taba ;1962 dalam bukunya “Curriculum Development Theory and Practice).
Dari berbagai definisi kurikulum yang telah diuraikan diatas,maka dapat kita simpulkan
bahwa definisi kurikulum itu adalah suatu perangkat yang dijadikan acuan dalam
mengembangkan suatu proses pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan siswa yang akan
dapat diusahakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran khususnya dan tujuan
pendidikan secara umum.
2.2 Konsep Dasar Kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai
sistem, dan sebagai bidang studi.
a. kurikulum sebagai suatu substansi
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-
murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu
kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang
tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga
dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara
para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat.
4
b. kurikulum sebagai suatu sistem
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan,
sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem
kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah
bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
c. kurikulum sebagai suatu bidang studi
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli
pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami
bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi
kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal
barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum. Seperti halnya
para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk: (1)
mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis, (2)
mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-
pengetahuan baru, (3) melakukan penelitian inferensial dan prediktif, (4)
mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-
model kurikulum. Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori
kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai
sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan.
5
dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu
Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
a. Kurikulum Pendidikan Pra Kemerdekaan
Pendidikan pada prakemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme. Hasilnya bangsa ini
dididik untuk mengabdi kepada penjajah. Karena, pada saat penjajahan semua bentuk
pendidikan dipusatkan untuk membantu dan mendukung kepentingan penjajah. Pada
mulanya, mereka tidak pernah terpikirkan untuk memperhatikan pendidikan namun murni
hanya mencari rempah-rempah. Meski demikian, bangsa Eropa ini juga memiliki misi
penyebaran agama. Karena itu pada abad ke-16 dan 17, mereka mendirikan lembaga
pendidikan dalam upaya penyebaran agama Kristen di Nusantara. Pendidikan tersebut
tidak hanya diperuntukkan bagi mereka tapi juga penduduk pribumi yang beragama
Kristen.
Selanjutnya, pihak penjajah yang merasakan perlu adanya pegawai rendahan yang dapat
membaca dan menulis guna membantu pengembangan usaha, khususnya tanam paksa,
maka dibentuklah lembaga-lembaga pendidikan. Namun kelas ini masih hanya
diperuntukkan untuk kalangan terbatas, yaitu anak-anak priyai. Konsep ideal pendidikan
kolonialis adalah pendidikan yang mampu mencetak para pekerja yang dapat
dipekerjakan oleh penjajah pula. Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada
pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya
sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat
penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi
menjadi budak dari pemerintahan kolonial. Pendidikan model bentukan Belanda pada
masa ini terdapat dua macam. Pertama, Sekolah Kelas Dua untuk anak pribumi dengan
lama pendidikan 3 tahun. Sementara kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung,
menulis dan membaca. Kedua, Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan untuk anak
pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama pendidikan ini awalnya 4 tahun, kemudian 5
tahun dan terakhir 7 tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi ilmu bumi, sejarah, ilmu
6
hayat/ menggambar dan ilmu mengukur tanah. Sementara bahasa pengantarnya
menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda.
Diberlakukannya politik etis pada awal-awal abad ke-20 berpengaruh pula terhadap
perkembangan pendidikan di Indonesia. Pada masa ini, di Jawa khususnya, Sekolah Kelas
Dua yang mulanya hanya 3 tahun berubah menjadi 5 tahun. Kemudian pada tahun 1914
didirikan sekolah sambungan yang lamanya 2 tahun. Pada prinsipnya Undang -Undang
Hindia Belanda membagi jenis penduduk menjadi 3 golongan, yaitu Eropa, Timur Asing,
dan Bumiputera. Klasifikasi ini berpengaruh pula terhadap sistem pendidikan ketika itu,
yaitu:
1. ELS (Europe Lagere School) yaitu sekolah untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, dan
Indonesia yang menurut undang-undang disamakan haknya dengan bangsa Eropa.
2. HCS (Holand Chinese School) yaitu sekolah untuk golongan Tionghoa.
3. HIS (Holand Inlandse School) yaitu sekolah untuk rakyat pribumi atau bumiputra
golongan atas.
Ini merupakan gambaran pendidikan rendah di Indonesia masa Belanda yang berlangsung
sampai dengan tahun 1942.
Sementara untuk kelas menengah didirikan Gymnasium yang terbatas siswanya hanya
orang-orang Barat atau golongan ningrat. Masa belajar pendidikan ini berlangsung
selama 3 tahun. Pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan pegawai-pegawai menengah
dan tingkat tinggi. Sedang mata pelajaran yang diajarkan meliputi Bahasa Belanda,
bahasa Inggris, Ilmu Hitung, Aljabar, ilmu ukur, ilmu alam atau kimia, ilmu hayat, ilmu
bumi, sejarah dan tatabuku. Perkembangan selanjutnya, Gymnasium berubah menjadi
OSVIA dan HBS. OSVIA sebagian diperuntukkan golongan ningrat bumiputera, sedang
HBS (Hogore Burgere School) untuk orang Belanda dari golongan tinggi. Dari model
pendidikan ini kemudian menjelma menjadi MULO (Meer Uifgebried Order Wijs) yang
lama pendidikannya ditambahkan 1 tahun dengan dasar bahwa anak-anak pribumi
dianggap kesulitan memahami pelajaran. Bahasa pengantar yang digunakan adalah
bahasa Melayu.
Sementara untuk tingkatan atas, Belanda mendirikan AMS (Algemene Midelbare
School). Sekolah ini didirikan pada 1919, sebagai lanjutan dari sekolah lanjutan pertama
atau MULO. Lama pendidikan ini berlangsung selama 3 tahun yang terbagi pada bagian
7
A dan bagian B. Bagian A spesifikasinya adalah ilmu kebudayaan yaitu kesusatraan timur
dan kesusatraan klasik barat. Kesusastraan timur meliputi bahasa Jawa, Melayu, Sejarah
Indonesia dan ilmu bangsa-bangsa. Sedang kesusatraan klasik barat lebih kepada bahasa
latin. Sedang bagian B spesifikasi pelajarannya adalah Ilmu Pengetahuan Kealaman yang
meliputi ilmu pasti dan ilmu alam.
Sementara ketika kependudukan beralih dari Belanda ke Jepang, maka pendidikan yang
berbau Belanda disingkirkan dengan diganti pendidikan berciri khas Jepang dan sesuai
dengan tujuan mereka. Pada pendidikan tingkat rendahan Jepang menggantinya dengan
sebutan Kokumin Gako dengan lama pendidikan 6 tahun. Kurikulum pendidikan ini lebih
menitik beratkan pada olahraga kemiliteran yang memang bertujuan untuk membantu
pertahanan Jepang. Anak-anak masa ini diajarkan untuk mengumpulkan kerikil dan pasir
untuk pertahanan, serta menanam pohon jarak untuk membuat minyak sebagai
kepentingan perang. Namun masa ini, bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa
Indonesia. Dengan demikian penggunaan bahasa Indonesia hampir merata di semua
sekolah. Materi yang dipelajari sebenarnya tidak jauh beda dengan masa pendudukan
Belanda, namun hanya saja yang awalnya semua hal yang berbau Belanda tergantikan
dengan model-model Jepang.
b. Kurikulum Pendidikan Masa Orde Lama
Sebagaimana yang disebutkan pada pendahuluan, bahwa kurikulum pendidikan nasional
telah beberapa kali mengalami perubahan. Perubahan kurikulum disesuaikan dengan
tujuan yang ingin dicapai oleh para penguasa. Tentu saja ada beberapa hal yang memang
tujuannya disesuaikan dengan tuntutan kondisi zaman.
Jika kita berbicara tentang kurikulum, maka sudah sepatutnya kita membicarakan
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 2
kurikulum di antaranya:
1. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa
Belanda “leer plan”artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan lebih bersifat
politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan, asas
8
pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan
sebutan “Rencana Pelajaran 1947”, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi
Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan
adalah: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
Pada masa tersebut siswa lebih diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan
masyarakat. Proses pendidikan sangat kental dengan kehidupan sehari-hari. Aspek
afektif dan psikomotorik lebih ditekankan dengan pengadaan pelajaran kesenian dan
pendidikan jasmani. Oleh karena itu, yang lebih penting adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran bela negara. Kemungkinan model ini masih terkontamninasi
dengan model pendidikan yang diterapkan oleh Jepang sebelumnya.
2. Kurikulum 1952 - 1964
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut “Rencana Pelajaran
Terurai 1952”. Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru mengajar satu
mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan ilmu
pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih dirincikan. Namun,
dalam kurikulum ini siswa masih diposisikan sebagai objek karena guru menjadi
subjek sentral dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Guru yang menentukan apa saja
yang akan diperoleh siswa di kelas, dan guru pula yang menentukan standar-standar
keberhasilan siswa dalam proses pendidikan.
Sistem pendidikan masa ini dikenal dengan Sistem Panca Wardana atau sistem lima
aspek perkembangan yaitu perkembangan moral, perkembangan intelegensia,
perkembangan emosional/artistik, perkembangan keprigelan dan perkembangan
jasmaniah. Sistem panca wardana ini dapat diuraikan menjadi beberapa mata
pelajaran:
1. Perkembangan moral; pendidikan kemasyarakatan dan pendidikan agama/budi
pekerti.
2. Perkembangan intelegensia; bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung dan
pengetahuan alamiah.
3. Perkembangan emosional/artistik; seni sastra/musik, seni lukis/rupa, seni tari, seni
drama.
9
4. Perkembangan keprigelan; pertanian/peternakan, industry kecil/pekerjaan tangan,
koperasi/tabungan dan keprigelan-keprigelan lain.
5. Perkembangan jasmaniah; pendidikan jasmaniah dan pendidikan kesehatan.
Fokus kurikulum 1964 ini lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis. Pada kurikulum 1964 ini, arah pendidikan mulai merambah lingkup
praksis. Dalam pengertian bahwa setiap pelajaran yang diajarkan disekolah dapat
berkorelasi positif dengan fungsional praksis siswa dalam masyarakat. Kurikulum
masa ini dapat pula dikategorikan sebagai Correlated Curriculum.
c. Kurikulum Pendidikan Masa Orde Baru
Kurikulum pada era Orde Baru dibagi manjadi 4 kurikulum di antaranya:
1. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan tonggak awal pendidikan masa orde baru. Kelahiran
Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Dengan suatu pertimbangan untuk tujuan
pada pembentukan manusia Pancasila sejati.
Dasar pendidikan masa ini adalah Falsafah Negara Pancasila sesuai dengan
Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966. Sedang Tujuan pendidikan nasional
adalah membentuk manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan ketentuan seperti
yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-
Undang Dasar 1945 ( Tap. MPRS No. XXVII/MPRS/1966).
Sementara isi pendidikan nasionalnya adalah; memperingati mental budi pekerti dan
memperkuat keyakinan agama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan,
membina dan mempertimbangkan fisik yang kuat dan sehat ( Tap. MPRS No.
XXVII/MPRS/1966).
Kurikulum pada tingkatan SD 1968 dibagi menjadi tiga kelompok besar. Pertama,
kelompok pembinaan Pancasila; pendidikan agama, pendidikan kwarganegaraan,
pendidikan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan olahraga. Kedua, Kelompok
pembinaan pengetahuan dasar; berhitung, ilmu pengetahuan alam, pendidikan
kesenian, pendidikan kesejahteraan keluarga (termasuk ilmu kesehatan). Ketiga,
Kelompok kecakapan khusus; kejuruan agragia (pertanian, peternakan, perikanan),
10
kejuruan teknik (pekerjaan tangan/perbekalan), kejuruan ketatalaksanaan/jasa
(koperasi, tabungan).
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya
menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek
afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini
hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien
berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran
dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal
dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU), tujuan
instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-
mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk
membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar
berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar
mengajar. Setiap tatap muka telah diatur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan
kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
Dasar pendidikan masa ini adalah KTPD, MPR-RI No. IV/MPR/1973, yaitu;
pendidikan nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi
budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun diri sendiri
dan bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Sementara tujuan pendidikan dan pengajaran terbagi pada tujuan pendidikan umum,
tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting
dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati
11
sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA
memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi
ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek
dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu
pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya,
dan mendiskusikan sesuatu. Sementara dasar dan tujuan pendidikan sama dengan
kurikulum 1975.
4. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Dalam ranah pendidikan dasar, isi
kurikulum sekurang-kurangnya wajib memuat bahan kajian dan pelajaran:
pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa
Indonesia, membaca dan menulis, matematika, pengantar sains dan teknologi, ilmu
bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan
jasmani dan kesehatan, menggambar, bahasa Inggris.(PP. No. 28 tahun 1990. Pasal
14:2). Sementara materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-
masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Dalam kurikulum pendidikan kelas dasar (SD/MI/SMP/MTS) ini, pengantar Sains
dan Tekhnologi menempati peran penting untuk dipelajari anak didik meskipun tidak
mengabaikan aspek yang lain. Hal ini dimungkinkan sebagai upaya mempersiapkan
anak didik memasuki era industrialisasi abad ke-21 dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia.
Sementara berkaitan dengan isi kurikulum tingkat pendidikan menengah, maka
setidaknya wajib memuat tiga aspek kajian dan pelajaran yaitu; Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan. Disamping itu,
kurikulum sekolah menengah dapat menjabarkan dan menambahkan mata pelajaran
sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas sekolah menengah yang
bersangkutan dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional
(Pasal 15:5)
12
Atas dasar inilah berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat mendesak
agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar
yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima
atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai berikut:
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul
beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada
pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran.
Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait
dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
d. Pendidikan pada Masa Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi perumusan kebijakan-
kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif dan revolusioner. Bentuk kurikulum
menjadi berbasis kompetensi. Begitu pula bentuk pelaksanaan pendidikan berubah dari
sentralistik (orde lama) menjadi desentralistik. Pada masa ini pemerintah menjalankan
amanat UUD 1945 dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
13
20% dari anggaran pendapatan belanja negara. Dengan didasarkan oleh UU No. 22 tahun
1999 tentang pemerintahan daerah, yang diperkuat dengan UU No. 25 tahun 1999
tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, maka pendidikan digiring pada
pengembangan lokalitas, di mana keberagaman sangat diperhatikan. Masyarakat dapat
berperan aktif dalam pelaksanaan satuan pendidikan.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem pendidikan Indonesia melalui
UU No 22 tahun 1999, dengan ini pendidikan menjadi sektor pembangunan yang
didesentralisasikan. Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasis
Sekolah”. Sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi” atau yang kerap
disebut kurikulum KBK.
Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989, dan sejak saat itu pendidikan
dipahami sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara.”.
1. Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004)
Pada pelaksanaan kurikulum ini, posisi siswa kembali ditempatkan sebagai subjek
dalam proses pendidikan dengan terbukanya ruang diskusi untuk memperoleh suatu
pengetahuan. Siswa justru dituntut untuk aktif dalam memperoleh informasi. Peran
guru diposisikan kembali sebagai fasilitator dalam perolehan suatu informasi. KBK
berupaya untuk menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal, berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman.
Kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi,
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif. Hal ini mutlak diperlukan mengingat KBK juga memiliki visi untuk
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik siswa sebagai subjek pendidikan.
14
KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil
belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan
pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah
(Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik beratkan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga
hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat
kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan
sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung
jawab.
Diantara karakteristik utama KBK, yaitu:
Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa
(normal, sedang, dan tinggi).
Berpusat pada siswa.
Orientasi pada proses dan hasil.
Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
Belajar sepanjang hayat;
Belajar mengetahui (learning how to know),
Belajar melakukan (learning how to do),
Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
Meski demikian, kurikulum 2004 merupakan kurikulum eksperimen yang diterapkan
secara terbatas di beberapa sekolah/madrasah. Ketentuan ini belum mendapatkan
payung hukum dari peraturan pemerintah. Namun demikian, pemerintah tetap
menghargai terhadap sekolah/madrasah yang menerapkan kurikulum KBK tersebut.
Setidaknya ini tercermin dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 20/2005
tentang ujian nasional tahun ajaran 2005/2006 yang menyatakan bahwa bahan ujian
15
nasional disusun berdasarkan kurikulum 1994 atau standar kompetensi lulusan
kurikulum 2004.
16
bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih
didorong untuk memeiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan
interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritias.
Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus
untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative member kesempatan siswa untuk
mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA
ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Seperti yang dirilis kemdikbud dalam kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus
diberi perhatian khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum
2013.
Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut
metodologi pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru
(UKG) baru mencapai rata-rata 44,46
Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu
pengetahuan kepada siswa.
Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada
siswa dan teman sejawat lainnya.
Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang
akan digugu dan ditiru siswa.
Kesiapan guru ini akan berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu
lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
apa yang telah mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia sejalan dengan sejarah perkembangan bangsa
Indonesia itu sendiri. Ketika Indonesia dalam cengkeraman kolonial, maka kurikulum
pendidikan yang dikembangkan adalah demi kepentingan penjajah itu sendiri, baik
penjajahan Belanda maupun Jepang. Masa kolonialisme yang panjang dan begitu mengakar
dalam kebudayaan Indonesia, disadari ataupun tidak, turut pula memberikan pengaruh
terhadap pola pendidikan Indonesia ketika merdeka meskipun dalam hal ini nuansanya lebih
keindonesiaannya.
Pendidikan di Indonesia juga tidak jarang masuk dalam bidikan politisi. Ketika orde lama
berkuasa, pertentangan ideologi juga menyusupi dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Sekolah sempat dijadikan wahana ideologisasi atau proses internalisasi sosial komunis.
Begitu pula ketika orde baru memimpin, maka pelanggengan kekuasaan juga dikoarkan
dalam dunia pendidikan dengan pendidikan Pancasilanya, dan menghilangkan hal-hal yang
berbau orde lama.
Meski demikian, sejarah kurikulum pendidikan nasional senantiasa mencari formula sesuai
dengan perkembangan zaman. Ketika posisi sentralisasi pendidikan dianggap sudah usang
dan kurang relevan dengan otonomi daerah, maka pendidikan juga turut mengalami
desentralisasi dengan memberikan daerah otonomi sendiri. Bahkan terakhir, pemerintah
pusat memberikan kebijakan kepada masing-masing satuan pendidik untuk menentukan
silabus yang sesuai dengan kondisi peserta didik. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya
menentukan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya.
3.2 Saran
Penulis sangat menyadari jika dalam makalah sederhana ini masih banyak kekurangan.
Karena itu, penulis membuka diri untuk menerima kritik yang membangun guna
tersempurnanya makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
http://malikabdulkarim.blogspot.com/2011/05/sejarah-perkembangan-kurikulum.html
Kurnia, Imas . berlin, sani . 2014. Implementasi Kurikulum 2013 konsep dan penerapan.
Surabaya : Kata Pena, halaman 20
http://filsufgaul.wordpress.com/2009/08/30/sejarah-pendidikan-indonesia/http://
ebookbrowse.com/sejarah-pendidikan-dari-zaman-kolonial-belanda-sampai-kurikulum-ktsp-pdf-
d339796568
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media. 2011
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.1997.
19