PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Dari berbagai pengertian kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa
kurikulum ditinjau dari pandangan modern merupakan suatu usaha terencana
dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar pada siswa
dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai
suatu tujuan.
Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan
(1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat
dimensi, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide, yang dihasilkan melalui teori-teori dan
penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari
kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan,
bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari
kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dalam bentuk praktek
pembelajaran.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari
kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan
kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu
dari para peserta didik.
Sementara Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam
bagian :
a. Kurikulum sebagai ide
b. Kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman
dan panduan dalam melaksanakan kurikulum
c. Kurikulum menurut persepsi pengajar
d. Kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh
pengajar di kelas
e. Kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta
didik
f. Kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
3
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat
dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003
menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”. Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam
implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang
tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) tersebut.
4
kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil
dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan
fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum
agar tetap dinamis.
3. kurikulum sebagai suatu bidang studi
Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan
dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka
yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar
tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan
penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal baru yang dapat
memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
Para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk:
a. Mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari
istilah-istilah teknis
b. Mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam
pengetahuan-pengetahuan baru
c. Melakukan penelitian inferensial dan prediktif
d. Mengembangkan sub-sub teori kurikulum, mengembangkan
dan melaksanakan model-model kurikulum.
Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori
kurikulum. Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi,
sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan
dikembangkan.
5
Menurut Oemar Hamalik (1993) pengertian Desain adalah suatu
petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh
dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.
Menurut Nana S. Sukmadinata (2007:113) desain kurikulum adalah
menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen
kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi,
yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan
dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi
vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan
tingkat kesukaran.
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Desain kurikulum
merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang
akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam
desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan
antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian,
serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaannya. Seorang desain
kurikulum harus menentukan dan merancang model kurikulum, kemudian
membangun dan mengaplikasikan apa yang telah dirancangnya.
6
akan dipelajari oleh siswa. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata
pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa secara terpisah-pisah.
Karena terpisah inilah maka desain kurikulum ini disebut pula
dengan separated subject curriculum, dan subject itu merupakan
himpunan pengalaman dan pengetahuan yang diorganisasikan
secara logis dan matematis oleh para ahli kurikulum
Kurikulum mata pelajaran dapat menetapkan syarat-syarat
minimum yag harus dikuasai siswa sehingga siswa bisa naik kelas.
Biasanya alat dan sumber utama pelajaran adalah bahan pelajaran
itu sendiri dan textbook.
b. Correlated Curriculum
Kurikulum ini mengandung makna bahwa sejumlah mata
pelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain sehingga
ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas, contohnya
seperti pada mata pelajaran fiqh dapat dihubungkan dengan mata
pelajaran Al-Qur’an dan Hadits. Pada saat anak didik mempelajari
shalat, dapat dihubungkan dengan pelajaran Al-Qur’an (surat Al-
Fatihah dan surat lainnya) dan hadits yang berhubungan dengan
shalat, dan sebagainya.
Terdapat tipe korelasi utnuk menghubungkan pelajaran dalam
kegiatan kurikulum, diantaranya:
1) Korelasi okasional/insidental, maksudnya korelasi
didasarkan secara tiba-tiba atau insidental, contohnya pada
pelajaran sejarah dapat dibicarakan tentang geografi dan
tumbuh-tumbuhan.
2) Korelasi etis, yang bertujuan mendidik budi pekerti
sehingga konsentrasi-konsentrasi pelajarannya dipilih
pendidikan agama. Contohnya pada pendidikan agama itu
dibicarakan cara-cara menghormati guru, orang tua,
tetangga, teman, dan lain sebagainya.
7
3) Korelasi sistematis, yaitu yang biasanya direncanakan oleh
guru. Misalnya bercocok tanam padi dibahas dalam
geografi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
c. Integrated Curriculum
Integrated curriculum merupakan konsep desain kurikulum
yang menggunakan model integrated, yakni tidak lagi
menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi.
Belajar dari suatu pokok permasalahan yang harus diselesaikan,
masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan
unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga mencari
dan menganalisis fakta-fakta sebagai bahan materi dalam
memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu
diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi
intelektual saja, tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, dan
keterampilan.
8
memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik
sebagai persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam
kehidupan masyarakat. Maka aspek-aspek penting dalam
kehidupan masyarakat dijadikan sebagai dasar kurikulum oleh para
perancangnya.
Franklin Bobbit mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan
masyarakat yang harus menjadi isi kurikulum. Ia berpendapat
bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus
mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam
masyarakatnya. Kemudian ia menemukan kegiatan-kegiatan utama
dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi
kurikulum, diantaranya:
Kegiatan berbahasa atau komunikasi sosial.
Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan
berkelompok dengan orang lain.
Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati
rekreasi.
Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.
Kegiatan yang berhubungan dengan religius.
Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti
membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang
harmonis.
Kegiatan praktis yang bersifat vokasi atau keterampilan
tertentu.
Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.
b. Perspektif Pembaharuan (The Reformist Perspective)
Kurikulum dalam perspektif ini dikembangkan untuk lebih
meningkatkan kualitas masyarakat pada daerah tersebut,
disebabkan karena hal tersebut merupakan menghendaki peran
serta masyarakat total dalam proses pendidikan. Menurut
pandangan beberapa ahli yang menganut perspektif ini, dalam
9
proses pembangunan pendidikan sering digunakan untuk menindas
masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa atau
untuk mempertahankan struktur sosial yang sudah ada. Dengan
demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam
ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis,
pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat tersebut,
baik pendidikan formal maupun non-formal harus mengabdikan
diri semi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian
kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
Paulo Friere dan Ivan Illich, tokoh dalam perspektif ini
berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan
masalah sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan seharusnya mampu merombak tata sosial dan lembaga-
lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial
baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan
negara bersifat opresif dan tidak humanistik serta digunakan
sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
c. Perspektif Masa Depan (The futurist Perspective)
Perspektif ini sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi
sosial, yang menekankan pada proses mengembangkan hubungan
antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan
kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu
harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat
cepat. Tujuan utama dalam perspektif ini adalah mempertemukan
siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia.
Terdapat 3 kriteria yang harus diperhatikan dalam proses
mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menuntut
pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan
mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah:
10
1) Siswa harus memfokuskan pada salah satu aspek yang ada di
masyarakat yang dianggapnya perlu diubah.
2) Siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang
dihadapi masyarakat itu.
3) Tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah
tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan
kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.
11
masyarakat (The child-in-society perspective) dan perspektif psikologi
(The psychological curriculum perspective).
1) Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat
Francis Parker menganjurkan siswa sebagai sumber
kurikulum percaya bahwa hakikat belajar bagi siswa adalah
apabila siswa belajar secara nyata dari kehidupan mereka di
masyarakat, sebagaimana dimulai dari apa yang pernah dialami
siswa seperti pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan
lingkungan sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di
sekeliling mereka.
Parker juga mengemukakan bahwa desain dalam perspektif
ini berbeda dengan kurikulum yang konvensional, yang mana
proses pembelajarannya menghafal dan menguasai materi yang
ada di buku cetak, tetapi siswa harus belajar mengetahui secara
sadar bagaimana kehidupan nyata di masyarakat. Contohnya
seperti belajar Geografi, siswa tidak hanya dituntut untuk
membaca dan menghafal sejumlah data, tetapi siswa juga harus
memahami data-data Geografi melalui karya wisata. Demikian
pula dengan belajar tata bahasa, siswa tidak perlu menghafal
aturan bahasa, tetapi bagaimana aturan tata bahasa diterapkan
dalam percakapan sehari-hari.
2) Perspektif Psikologi
Perspektif psikologi dalam desain kurikulum yang
berorientasi pada siswa sering diartikan sebagai kurikulum
yang bersifat humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap
proses pendidikan yang hanya mengutamakan segi intelektual.
Menurut para ahli dalam perspektif ini, tugas dan tanggung
jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan
segi intelektual, tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa
sehingga dapat membentuk manusia yang utuh.
Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru dalam
mengimplementasikan kurikulum ini:
12
Dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa;
Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap siswa;
dan
Bersikap wajar dan alami terhadap siswa serta jangan
berpura-pura.
Kriteria keberhasilan dalam kurikulum ini ditentukan oleh
perkembangan anak supaya menjadi manusia terbuka dan
berdiri sendiri, dan mengevaluasi berbagai kegiatan yang telah
dilaksanakan, apakah kegiatan tersebut mampu memberikan
nilai untuk kehidupan masa yang akan datang. Maka proses
pembelajaran menurut kurikulum ini ialah ketika memberikan
kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai
dengan potensi yang dimilikinya.
13
6) Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang
berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan
dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman
berikutnya.
7) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa
mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai
demokrasi yang menjiwai kultur.
8) Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.
14
Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka
dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak
kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan,
kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
4. Problem solving curriculum
Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang
dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampian yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin
ilmu.
Pada kurikulum model ini, guru cenderung lebih banyak dimaknai
sebagai seseorang yang harus ”digugu” dan ”ditiru”. Menurut Idi
(2007:126), ada empat cara dalam menyajikan pelajaran dari
kurikulum model subjek akademis.
1) Materi disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan
dari yang lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai
contoh, dalam pengajaran pada jenjang kelas yang rendah
diperlukan alat bantu mengajar yang masih kongkret. Hal ini
dilakukan guna membentuk konsep riil ke konsep yang lebih
abstrak pada jenjang berikutnya. Dalam Matematika, misalnya,
konsep penjumlahan selalu disampaikan terlebih dahulu sebelum
konsep perkalian, karena perkalian untuk bilangan bulat positif
dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang dari bilangan
tersebut.
2) Penyajian dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu
konsep tertentu diperlukan pemahaman konsep lain yang telah
diperoleh atau dikuasai sebelumnya. Perhatikan 3 x 4, yang
mempunyai makna 4 + 4 + 4. Seseorang hanya bisa menghitung
perkalian tersebut jika telah memahami dengan baik makna dari
penjumlahan.
3) Pendekatan yang digunakan cenderung induktif, yaitu disampaikan
dari hal-halyang bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang
lebih spesifik.
15
4) Urutan penyajian bersifat kronologis. Penyampaian materi selalu
diawali denganmenggunakan materi-materi terdahulu. Hal ini
dilakukan agar sifat kronologis/urutan materi tidak terputus.
b) Kurikulum Humanistik
Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan
humanistik. Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (
personalized education) yaitu john dewey (progressive education) dan J.J
Rousseau (romantic education).
Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Bahwa anak itu
memiliki potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Hal ini
sejalan dengan teori Gestalt yang mengatakan bahwa individu atau
anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh (Sukmadinata:
2005:86). Pendidikan yang menggunakan kurikulum ini selalu
mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan situasi seperti ini, anak
diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Pendidikan dianggap sebagai unit proses yang dinamis serta merupakan
upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi
dirinya.
Dalam proses penerapan di kelas, kurikulum humanistik menuntut
hubungan emosinal yang baik antara guru dan siswa. Guru harus bisa
memberikan layanan. yang membuat siswa merasa aman sehingga
memperlancar proses belajar mengajar. Guru tidak perlu memaksakan
segala sesuatu jika murid tidak menyukainya. Dengan rasa aman ini siswa
akan lebih mudah menjalani proses pengembangan dirinya. Kurikulum
humanistik merupakan kurikulum yang lebih mementingkan proses dari
pada hasil. Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah
bagaimana memaksimalkan perkembangan anak supaya menjadi manusia
yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah aktivitas yang mampu
memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk
mengembangkan potensinya. Dalam evaluasinya, guru lebih
cenderung memberikan penilaian yang bersifat subyektif.
16
c) Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum rekontruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-
problema yang dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber
pada aliran pendidikan interaksional. Dalam aliran ini kurikulum
merupakan sebuah kerjasama.. Melalui kerjasama, siswa berusaha
memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Pandangan rekonstruksi sosial di dalam kurikulum dimulai sekitar tahun
1920-an. Harold Rug mulai melihat dan menyadarkan kawan-kawannya
bahwa selama ini terjadi kesenjangan antara kurikulum dengan
masyarakat. Ia menginginkan para siswa dengan pengetahuan dan konsep-
konsep baru yang diperolehnya dapat mengidentifikasi dan memecahkan
masalah-masalah sosial.
Theodore Brameld, pada awal tahun 1950-an menyampaikan gagasannya
tentang rekonstruksi sosial. Dalam masyarakat demokratis, seluruh warga
masyarakat harus ikut serta dalam perkembangan dana pembaharuan
masyarakat. Untuk melaksanakan hal itu sekolah mempunyai posisi yang
cukup penting. Sekolah bukan saja dapat membantu individu
mengembangkan kemampuan sosialnya, tetapi juga dapat membantu
bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Pada rekontruksionis tidak mau terlalu menekankan kebebasan individu.
Mereka ingin meyakinkan murid-murid bagaimana masyarakat membuat
warganya seperti yang ada sekarang dan bagaimana masyarakat memenuhi
kebutuhan pribadi warganya melalui konsesus sosial. Perubahan sosial
tersebut harus dicapai melaui prosedur demokrasi. Para rekontruksionis
sosial menentang intimidasi, menakut nakuti dan kompromi semu. Mereka
mendorong agar para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
masalah- masalah sosia yang mendesak ( crusial ) dan kerja sama atau
bergotong royong untuk memecahkannya.
d) Kurikulum Teknologi
Model Teknologis abad dua puluh ditandai dengan perkembangaan
teknologi yang pesat. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam
17
pendidikan, tetapi yang digunakan adalah teknologi sederhana seperti
penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan grip, dan
lain-lain. Dewasa ini, sesuai dengan tahap perkembangnnya yang
digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video casssette,
overhead projector, film slide, dan motion film, mesin pengajaran,
komputer, CD-rom dan internet.
Persepektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas
program metode dan material/bahan untuk mencapai suatu manfaat dan
keberhasilan.
Ciri-ciri kurikulum teknologis
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku. Tujuan yang masih bersifat umum dijabarkan
menjadi tujuan-tujuan yang bersifat khusus, yang didalamnya
terkandung aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
2. Metode pengajarannya bersifat individual, dimana setiap siswa
mendapat tugasnya masing-masing sesuai dengan kemampuan
tingkatbelajarnya. Siswa yang kecepatan belajarnya bagus, sedang
maupun lambat mendapat perhatian semua. Tetapi tak menutup
kemungkinan para siswa mendapat tugas yang bersifat kelompok
untuk mengurangi rasa individual mereka supaya merangsang rasa
sosialisasi.
3. Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang kecil
sesuai dengan urutannya. Penjabaran seperti ini memudahkan
penyampaian materi yang hendak dicapai. Sesuai dengan landasannya,
kurikulum teknologi lebih ditekankan pada sifat ilmiah.
4. Penyampaian materi pada umumnya hanya penegasan kepada para
siswa materi yang dipelajari, selanjutnya para siswa belajar mandiri
dengan buku-buku dan bahan ajar lainnya.
5. Evaluasi dapat dilakukan kapan saja, setelah siswa mendapat topik
pelajaran siswa dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi
18
evaluasi sebagai umpan balik untuk mengetahui tingkat kemampuan
siswa dalam menerima dan memahami topik yang telah
disampaikan. Bentuk evaluasi pada umumnya obyektifitas.
19
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan
dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada 8 Standar
Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Tantangan internal
lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia
b. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan
berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan
teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan
perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Tantangan
eksternal juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia,
pengaruh dan imbas teknosains serta mutu, investasi, dan transformasi
bidang pendidikan.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai
berikut:
1) Pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran
berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-
pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk memiliki kompetensi
yang sama;
2) Pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi
pembelajaran interaktif (interaktif guru-peserta didik-masyarakat-
lingkungan alam, sumber/ media lainnya);
3) Pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring
(peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana
saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet);
4) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari
(pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model
pembelajaran pendekatan sains);
5) Pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);
20
6) Pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat
multimedia;
7) Pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan
(users) dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang
dimiliki setiap peserta didik;
8) Pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline)
menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines);
9) Pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.
21
Pengembangan kurikulum 2013 dilandasi secara filosofis, teoritis, dan
yuridis sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan
kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan
isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian
hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan
lingkungan alam di sekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang
memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik
menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional. Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi
pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan
kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas.
Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan
menggunakan filosofi sebagai berikut.
a. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun
kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang.
b. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif.
c. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan
intelektual dan kecemerlangan akademik melalui pendidikan
disiplin ilmu.
d. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa
depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan
intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian,
dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik (experimentalism and social
reconstructivism).
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi
sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu
peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai
22
dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang
peserta didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan ummat manusia.
2. Landasan Teoritis
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan
standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis
kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan
standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal
warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-
luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk
bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan
berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan
(2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum)
sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal
peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik
menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh
peserta didik menjadi hasil kurikulum.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis Kurikulum 2013 menurut pemendikbud no.67 tahun
2013 adalah:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
c. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala
ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional; dan
23
d. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
24
BAB III
PENUTUP
25
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah. (2013). Pengembangan Kurikulum: Teori & Praktik. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Ibtidaiyah
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/08/pengertian-kurikulum.html
http://suratmanskaters.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-konsep-fungsi-dan-
peranan.html
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/
196209061986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/
Konsep_Dasar_Kurikulum.pdf
http://www.idsejarah.net/2014/01/model-model-kurikulum.html
http://oktariyani37.blogspot.co.id/2015/01/konsep-dasar-kurikulum-2013.html
26