Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Istilah kurikulum banyak dijumpai dan digunakan hampir dalam setiap
aktivitas pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum memiliki peranan
yang sangat strategis dan menentukan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan.
Dengan demikian keberadaan kurikulum menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
proses pendidikan itu sendiri.
Kurikulum, sebagai program pendidikan, berfungsi sebagai pedoman umum
dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Kurikulum memuat garis-garis besar
program kegiatan yang harus dilakukan dalam setiap penyelenggaraan pendidikan,
antara lain tujuan pendidikan sebagai sasaran yang harus diupayakan untuk
dicapai atau direalisasikan, pokok-pokok materi, bentuk kegiatan, dan kegiatan
evaluasi. Gambaran proses dan hasil yang akan dilahirkan dari setiap lembaga
pendidikan, secara umum sudah tercermin dari kurikulum yang digunakan.
Dengan kata lain, kualitas siswa atau manusia, seperti apa yang diharapkan
dapat dilahirkan dari program pendidikan untuk mengisi kehidupan (individu,
masyarakat, berbangsa, dan bernegara) di masa yang akan datang, banyak
diwarnai dan ditentukan oleh kurikulum yang dikembangkan oleh pendidikan itu
sendiri. Pendekatan pengembangan kurikulum yang digunakan pada setiap
lembaga pendidikan, mungkin memiliki tekanan atau fokus yang berbeda atau
penggunaan kurikulum suatu program pendidikan mengalami perubahan dan
penyempurnaan dari satu periode ke periode berikutnya.
Hal ini sangat dimungkinkan, mengingat tuntutan dan kebutuhan dalam setiap
aspek kehidupan yang terus berkembang, yang tidak kalah pentingnya,
perkembangan pemahaman para ahli terhadap konsep atau batasan kurikulumitu
sendiri juga berpengaruh terhadap pelaksanaan kurikulum.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kurikulum?
2. Bagaimana peranan dan fungsi kurikulum?
3. Apa saja komponen Kurikulum?
4. Apa saja yang menjadi struktur dari kurikulum?
1.3 Tujuan Penulisan
2. Apa pengertian kurikulum?
3. Bagaimana peranan dan fungsi kurikulum?
4. Apa saja komponen Kurikulum?
5. Apa saja yang menjadi struktur dari kurikulum?
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum


Istilah kurikulum digunakan pertama kali pada dunia olahraga pada zaman
Yunani kuno yang berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu).
Pada waktu itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh
seorang pelari. Orang mengistilahkannya dengan tempat berpacu atau tempat
berlari mulai start sampai finish untuk memperoleh penghargaan . 1
Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi
sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari
awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh ijazah.
Berdasarkan pengertian di atas, dalam kurikulum terkandung dua hal
pokok, yaitu :
1. Adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa,
2. Tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah.
Dalam arti sempit kurikulum diartikan sebagai “sejumlah mata pelajaran
yang harus ditempuh untuk mendapatkan ijazah”. Sedangkan pengertian lain
yaitu “kurikulum merupakan sekumpulan mata pelajaran yang bersifat
sistematis dan diperlukan untuk mendapatkan ijazah dalam bidang studi
tertentu”.2
1
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : P2PLTK ), h. 3.
2
Sulanam.sunan-ampel.ac.id/?p=85 diakses tanggal 15 Februari 2013.
Menurut pandangan lama kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran
yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan ini telah ada
sejak zaman Yunani Kuno, dalam lingkungan atau hubungan tertentu,
pandangan ini masih dipakai, yaitu kurikulum sebagai ‘….a racecourse of
subject matters to be mastered” (Robert S. Zais, 1976, hlm.7).
Beberapa ahli berpendapat kurikulum sebagai rencana pendidikan atau
pengajaran. Mac Donald (1965, hlm.3) menurut dia, system persekolahan
terbentuk atas empat subsistem, yaitu mengajar, belajar, pembelajaran dan
kurikulum. Mengajar (teaching) merupakan kegiatan atau perlakuan
professional yang diberikan oleh guru. Belajar (learning) merupakan kegiatan
atau upaya yang dilakuakn siswa sebagai respon terhadap kegiatan belajar
mengajar yang diberikan oleh guru. Kurikulum (curriculum) merupakan suatu
rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam kegiatan belajar
mengajar.
B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang
diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities
that are provided for the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada
kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan
pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974)
yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk
mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman
sekolah, maupun di luar sekolah (the curriculum is the sum total of school’s
efforts to influence learning, whether in the classroom, on the playground, or
out of school).
Banyak ahli pendidikan yang memiliki pandangan atau tafsiran yang
beragam, bahkan ada di antaranya yang sangat kontradiktif sehingga hal ini
menyebabkan sulitnya mengambil suatu pengertian yang mewakili pandangan-
pandangan tersebut. Selain itu, pengertian kurikulum senantiasa berkembang
terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan.
Dengan demikian, implikasinya terhadap praktek pengajaran, yaitu setiap
siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan
guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa
ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya
disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Namun, pengertian kurikulum seperti itu dianggap terlalu sempit atau sangat
sederhana. Istilah kurikulum pada dasarnya tidak hanya terbatas pada sejumlah
mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar yang dialami
siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Dalam UU Sisdiknas No.
20 Tahun 2003, kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya pada dan setiap tahun pendidikan kegiatan belajar
mengajar.3
Batasan menurut undang-undang itu tampak jelas, bahwa kurikulum
memiliki dua aspek. Aspek pertama sebagai rencana yang harus dijadikan
sebagai pedoman dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dan kedua
pengaturan adalah isi yaitu cara pelaksanaan rencana yang digunakan sebagai
upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Setelah kita kaji berbagai konsep kurikulum, maka kurikulum dapat
diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang
harus dicapai, isi materi, dan pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa,
strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implementasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.4
Dari penelusuran konsep, pengertian kurikulum memiliki tiga dimensi
pengertian yakni kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai
pengalaman belajar dan kurikulum sebagai perencanaan program  pembelajaran.

3
Zaenal Arifin, Pegembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam ( Jogjakarta : DIVA
Press, h. 36.
4
http://deluk12.wordpress.com/makalah-kurikulum/ diakses tanggal 12 Januari 2013.
 Kurikulum sebagai mata pelajaran (content oriented) Dari konsep
kurikulum sebagai mata pelajaran, ada beberapa ahli yang mengemukakan
pendapatnya di antaranya; Robert M. Huntchins (1936) “the curriculum
should include grammar, reading, theory and logic, and mathematic, and
addition at the secondary level introduce the great books of western
world ” (Kurikulum seharusnya memasukkan tata bahasa, membaca,
teori dan logika, dan matematika dan pembelajaran lebih di tingkat
mengengah dengan mengenalkan buku-buku hebat dari dunia barat). Teori
berdasarkan kaitan tentang bagaimana peserta didik mendapatkan ijazah.
Di mana ijazah sendiri dianggap sebagai kemampuan, sehingga
pandangan ini berorientasi kepada isi atau mata pelajaran (content
oriented).
 Kurikulum sebagai pengalaman belajar (learning experiences) Konsep ini
hadir karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berdampak di berbagai aspek kehidupan. Hal ini menimbulkan semacam
kebutuhan dan tuntutan hidup, di mana sekolah dituntut untu
mengembangkan minat da bakat, membentuk moral dan kepribadian,
bahkan keterampilan. Konsep ini didukung oleh Tokoh Romine (1945) yang
mengatakan; “Curriculum is interpreted to mean all of the organized
courses, activities, and experiences which pupils have under direction of
the school, whether in the classroom or not”(Kurikulum diintrepretasi
bahwa arti dari mata pelajaran yang telah terorganisir, aktivitas–aktivitas
dan  pengalaman–pengalaman yang mana peserta didik di bawah arahan
sekolah, baik di kelas maupun tidak)
 Kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran (planned  program
learning) Konsep ini didukung oleh Hilda Taba (1962) yang mana
mengatakann; “A curriculum is a plan for learning, therefore, what is
known about the learning process and the development of the individual
has bearing on the shaping a curriculum” (Sebuah kurikulum adalah
sebuah rencana pembelajaran, yang mana, untuk mengetahui proses
pembelajaran dan perkembangan individu yang secara tegas membentuk
sebuah kurikulum) Konsep ini muncul karena konsep dari keluasan konsep yang
membuat makna kurikulum kabur dan tidak fungsional karena dalam
kaitannya dengan evaluasi.
Pandangan lain yang dikemukakan Schubert (1986) yang menyatakan
bahwa kurikulum memuat; sejumlah mata pelajaran, program kegiatan
pembelajaran yang direncanakan, hasil belajar yang diharapkan, reproduksi
kebudayaan dan pengembangan kecakapan hidup.
2.2 Peranan dan Fungsi Kurikulum
Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi yang sangat sentral dalam
keseluruhan proses pendidikan, bahkan kurikulum merupakan syarat mutlak
dan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri. Apabila dirinci
secara lebih mendetail peranan kurikulum sangat penting dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan, paling tidak terdapat tiga peranan yang dinilai sangat
penting, yaitu peranan konservatif, peranan kritis atau evaluatif, dan peranan
kreatif (Hamalik,1990).
1. Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan
sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu
yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam
hal ini para siswa. Dengan demikian, peranan konservatif ini pada hakikatnya
menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau.
Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan
kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah
satu tugas pendidikan, yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesuai
dengan nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya.
2. Peranan Kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa
terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi
dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa
mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap
siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk
memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru,
serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya.
3. Peranan Kritis dan Evaluatif
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan
sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu,
perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum
tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan.
Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan
budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi,
melainkan juga memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan budaya
serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini,
kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam kontrol atau filter sosial. Nilai-
nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini
dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaan-penyempurnaan.
Ketiga peranan kurikulum tersebut harus berjalan secara seimbang dan
harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi
ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum pendidikan
menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut
menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, di
antaranya pihak guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan
masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat
memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang
diterapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses


belajar-mengajar. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi
sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua,
kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di
rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk
memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi
siswa sendiri, kurikulum berfungsi sebagai pedoman belajar.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa, dalam literatur lain, Alexander
Inglis (dalam Hamalik, 1990) mengemukakan enam fungsi
kurikulum sebagai berikut.
1. Fungsi penyesuaian (the adjustive or adaptive function).
2. Fungsi integrasi (the integrating function).
3. Fungsi diferensiasi (the differentiating function).
4. Fungsi persiapan (the propaedeutic function).
5. Fungsi pemilihan (the selective function).
6. Fungsi diagnostik (the diagnostic function).
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted,
yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami
perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa harus memiliki
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di
lingkungannya.
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya
merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa
harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi
dengan masyarakatnya.
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu
siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang
harus dihargai dan dilayani dengan baik.
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat
mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya ia karena
sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungs itersebut, kurikulum perlu
disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel (luwes/lentur).
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya.
Apabila siswa sudah mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan yang ada pada dirinya maka diharapkan siswa dapat mengembangkan
sendiri potensi/kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-
kelemahannya.
Keenam fungsi yang sudah dikemukakan harus dimiliki oleh suatu kurikulum
lembaga pendidikan secara menyeluruh (komprehensif). Dengan demikian
kurikulum dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan
siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.

2.3 Komponen Kurikulum


Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen
tertentu, diantaranya yaitu :5
A. Tujuan

5
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran,
(Bandung: RAJAWALI PERS, 2011), h. 9
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan.
Berhasil atau tidaknya program pengajaran di sekolah dapat diukur dari
seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat
umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur, yang
dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat
yaitu:

1) Tujuan Pendidikan Nasional


Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan yang bersifat paling umum dan
merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha
pendidikan.
2) Tujuan Institusional
Tujuan institusional merupakan tujuan antara mencapai tujuan umum yang
dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan.
3) Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga
pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional. Contoh
tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi matematika di SD, tujuan
pelajaran IPS di SLTP, dan sebagainya.
4) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat
didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik
setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu
dalam satu kali pertemuan.

B. Isi (Bahan Ajar)


Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut
semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi
pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran yang
diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas
seluruhnya yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan
bahan ajar. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub topik tertentu. Tiap
topik atau sub topik mengandung ide-ide pokok yang relevan dengan tujuan
yang telah ditetapkan.6 Bertolak dari uraian tersebut, tujuan pembelajaran
harus dapat dijembatani oleh bahan ajar yang telah diberikan kepada peserta
didik.
Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai-
nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran. 7 Artinya bahan ajar
yang terangkum dalam mata pelajaran tersebut harus memuat pengetahuan
(aspek kognitif), keterampilan (aspek motorik), dan nilai-nilai yang tercermin
dalam sikap dan perilaku (aspek afektif). Hal yang merupakan fungsi khusus
dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun ‘isi’ supaya
tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya
pengetahuan juga dapat disajikan kepada peserta didik dengan utuh.
Intisari uraian di atas adalah bahwa ‘isi’ atau ‘bahan ajar’ merupakan
materi yang diajarkan kepada siswa atau peserta didik, baik berupa
pengetahuan, nilai-nilai, maupun kemampuan tertentu, dimana siswa
diharapkan dapat menguasainya melalui pelaksanaan kurikulum yang
diberlakukan dalam institusi tertentu.
Berikut ini adalah seperangkat kriteria kurikulum yang relavan dengan
semua aspek program yang muncul sebagai karakteristik masyarakat (social
science). Kekuatan-kekuatan sosial sangat berpengaruh terhadap bidang-
bidang ilmu pengetahuan dalam rangka pendidikan guru.
Kriteria kurikulum tersebut adalah sebagai berikut :

6
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya, 2001), h. 105.
7
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hal. 276
a. Isi kurikulum harus up to date, artinya harus sesuai dengan cepatnya
ekspansi pengetahuan dan penemuan-penemuan baru.
b. Isi kurikulum memberikan kemudahan untuk memahami prisip-prinsip
pokok dan generalisasi-generalisasi. Generalisasi-generalisasi itu menjadi
landasan dalam memilih data faktual dalam ruang lingkup pengetahuan
yang sedang berkembang.
c. Isi kurikulum memberikan kontribusi pengembangan keterampilan,
kebiasaan berpikir bebas, dan disiplin berdasarkan pengetahuan. Individu
harus mampu menggunakan kemampuan rasional, berfikir logis, serta
membedakan fakta dan perasaan.
d. Isi kurikulum menyumbang terhadap pengembangan moralitas yang
esensial dan yang berkenaan dengan evaluasi dan penggunaan
pengetahuan. Pendidikan profesional harus mampu membuat keputusan
yang berjangka panjang.
e. Isi kurikulum mempunyai makna dan maksud bagi para siswa. Pemilihan
isi kurikulum harus berdasarkam pada maknanya bagi perubahan sosial
dan bermakna bagi tujuan/atau maksud-maksud para siswa.
f. Isi kurikulum menyediakan suatu ukuran keberhasilan dan suatu
tantangan. Belajar mempengaruhi tingkah laku dan mengembangkan
keinginan untuk belajar terus, karena itu pemilihan isi kurikulum harus
beradasaarkan tingkat kematangan dang pengalaman siswa.
g. Isi kurikulum menyumbang terhadap pertumbuhan yang seimbang, yakni
pertumbuhan siswa secara menyeluruh, seperti : pertumbuhan kepribadian,
kemasyarakatan, dan perkembangan sebagai tenaga pengajar.
h. Isi kurikulum mengarahkan tindakan sehari-hari dan mengarahkan
pelajaran serta pengalaman selanjutnya.

C. Metode/Strategi
Strategi pembelajaran sangat penting dikaji dalam studi tentang
kurikulum, baik secara makro maupun mikro. Strategi pembelajaran ini
berkaitan dengan masalah cara atau sistem penyampaian isi kurikulum
(delivery system) dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
Pengertian strategi pembelajaran dalam hal ini meliputi pendekatan, prosedur,
metode, model, dan teknik yang digunakan dalam menyajikan bahan/isi
kurikulum.
Sudjana (1988) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran pada
hakikatnya adalah tindakan nyata dari guru dalam melaksanakan pembelajaran
melalui cara tertentu yang dinilai lebih efektif dan lebih efisien. Dengan kata
lain, strategi berhubungan dengan siasat atau taktik yang digunakan guru
dalam melaksanakan kurikulum secara sistemik dan sistematik. Sistemik
mengandung arti adanya saling keterkaitan di antara komponen kurikulum
sehingga terorganisasikan secara terpadu dalam mencapai tujuan, sedangkan
sistematik mengandung pengertian bahwa langkah-langkah yang dilakukan
guru harus berurutan sehingga mendukung tercapainya tujuan.
Tinggi rendahnya kadar aktivitas belajar siswa banyak dipengaruhi oleh
strategi atau pendekatan mengajar yang digunakan. Banyak pendapat
mengenai berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam penyampaian
bahan/isi kurikulum ini. Richard Anderson (Sudjana, 1990) mengajukan dua
pendekatan, yaitu pendekatan yang berorientasi pada guru, di mana aktivitas
guru dalam suatu proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan siswa.
Pendekatan ini bersifat teacher centered. Pendekatan kedua lebih berorientasi
pada siswa. Pendekatan ini bersifat student centered yang merupakan
kebalikan dari pendekatan pertama, di mana aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran lebih dominan dibandingkan guru.
Pendekatan pertama disebut pula tipe otokratis dan pendekatan kedua
disebut tipe demokratis. Massialas (Sudjana, 1990) mengajukan dua
pendekatan, yaitu pendekatan ekspositori dan pendekatan inkuiri. Sementara
itu, studi yang dilakukan oleh Sudjana (1990) menghasilkan lima macam
model berkadar CBSA, yaitu model delikan (dengar-lihat-kerjakan), model
pemecahan masalah, model induktif, model deduktif, dan model deduktif-
induktif. Bruce Joyce dan Marsha Weil (1980) dalam bukunya yang terkenal
(Models of Teaching), mengemukakan empat kelompok atau rumpun model,
yaitu model pemrosesan informasi (information processing models), model
personal, model interaksi sosial, dan model tingkah laku (behavioral models).
Setiap rumpun model tersebut mengandung enam komponen umum, yaitu
orientasi, sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem bantuan (support
system), dan efek instruksional. Apabila ditelaah lebih jauh, hakikat dan isi
dari setiap strategi/pendekatan/model yang dikemukakan oleh para ahli
tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kutub strategi yang ekstrim, yaitu
strategi yang berorientasi kepada guru dan strategi yang berorientasi kepada
siswa.
Strategi pertama maksudnya bahwa titik berat kegiatan banyak berpusat
pada guru (biasa disebut model ekspositori atau model informasi). Sedangkan
pada strategi kedua, titik berat aktivitas pembelajaran ada pada para siswa
sehingga mereka lebih aktif melakukan kegiatan belajar (biasa disebut model
inkuiri atau problem solving). Strategi mana yang digunakan atau dipilih
biasanya diserahkan sepenuhnya kepada guru dengan mempertimbangkan
hakikat tujuan, sifat bahan/isi, dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan
siswa.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian
tujuan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui
apakah tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum, dan evaluasi
digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang telah
ditetapkan.
E. Standar Isi BSNP
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum.8

8
http://staff.unila.ac.id/ngadimunhd/files/2012/03/2-Standar-Penilaian-Sesuai-BSNP.pdf diakses
tanggal 10 Maret 2013
1. Kerangka Dasar Kurikulum
a. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi
peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan
2. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat,
serta status sosial ekonomi dan gender.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh
karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan hidup
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,
bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan
disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan
formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan
kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi
dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan
pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu :
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu
melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan
berguna bagi orang lain, belajar untuk membangun dan menemukan jati
diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.
3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan
yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan
potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap
memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang
berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan
pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan
hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing
ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya dan kekuatan, di
tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh
dan teladan).

5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi


dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial


dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan
muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,
muatan lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam
keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai
antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

2.4 Struktur Kurikulum

Struktur kurikulum meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam


satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas
VI. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan
standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan


pengembangan diri.
2. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA
Terpadu” dan “IPS Terpadu”.
3. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan
tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui
pendekatan mata pelajaran.
4. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana
tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan
menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan.

5. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.

6. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38
minggu.

DAFTAR PUSTAKA
 Arifin,Zaenal. Pegembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam (
Jogjakarta : DIVA Press.

 Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka


Cipta.

 Hamalik, Oemar. 2002. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan


Kompetensi. Bandung. PT. Bumi Aksara

 Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembahasan. Jakarta. Prenadia Group.

 Sukmadinata, Nana Syaodih.1997.Cet 1. Pengembangan Kurikulum.Bandung:


PT Reamaja Rosdakarya.

 Sukmadinata, Nana Syaodih. 2001. Cet 3. Pengembangan Kurikulum, Teori


dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

 Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan


Pembelajaran. Bandung: RAJAWALI PERS.

Anda mungkin juga menyukai