Anda di halaman 1dari 64

TUGAS AKHIR SEMESTER

RESUME BUKU PENGEMBANGAN KURIKULUM

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas individu, Akhir semester mata kuliah

PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

Dosen Pengampu : Moh. Zainal Fanani,, M.Pd.I

Oleh :
Siti Nurhalizah.M
22201253

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2023
“KONSEP DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM”
(Rangkuman Buku Karya Drs. Zainal Arifin, M.Pd.)

KATA PENGANTAR
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini
berkembang sangat pesat, baik secara teoretis maupun praktis. Jika dahulu
kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada mata pelajaran dengan sistem
penyampaian penuangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak diorientasikan
pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri,
pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai
permasalahannya, politik, bakan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi
teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum
harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat
memengarui dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum
Jika ada ingin membangun suatu bangsa, maka bangunlah yang pertama
sistem pendidikannya, dan jika anda ingin membangun pendidikan, maka
bangunlah yang pertama sistem kurikulumnya. Pernyataan ini perlu penulis
kemukakan karena ada dua alasan penting. Pertama, kurikulum sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, akrena itu kurikulum mutlah harus ada. kedua,
kurikulum pada hakikatnya merupakan ilmu tentang proses mencerdaskan anak
bangsa agar ia bermakna bagi kehidupannya, baik seagai individu, anggota
keluarga, anggota masyarakat maupun sebagai warga negara bangsanya, karena
itu kurikulum sebagai disiplin ilmu wajib dielajari oleh orang-orang yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan, apalagi orang tersebut adalah calon guru
atau sudah menjadi guru.
Ilmu kurikulum bukan ilmu “kira-kira”, kira-kira begini atau kira-kira
begitu. Kurikulum harus dipelajari secara ilmiah, baik secara teoretis maupun
praktis dengan berbagai dimensinya, seperti konsep, teori, prinsip, prosedur,
komponen, pendekatan, model, evaluasi sampai dengan inovasi kurikulum.
BAB I
KONSEP DASAR KURIKULUM
A. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis istilah kurikulum berasal dari bahsa yunani yaitu curir
yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. istilah kurikulum
berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada zaman Romawi
Kuno di Yunani. Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh seorang
pelari dari garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan. Jarak yang harus ditempuh tersebut kemudian diubah menjadi
program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian
secara terminologis istilah kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk
memperoleh ijazah. Sekalipun pengertian ini tergolong tradisional, tetapi paling
tidak orang bisa mengenal dan mengetahui pengertian kurikulum yang pertama.
Implikasi dari pengertian tradisional tersebut adalah (a) kurikulum terdiri
atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut harus mewakili semua
aspek kehidupan dan semua domain hasil belajar sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan, (b) peserta didik harus
mempelajari dan menguasai seluruh mata pelajaran, (c) mata pelajaran tersebut
hana dipelajari di sekolah secara terpisah-pisah, dan (d) tujuan akhir kurikulum
adalah untuk memperoleh ijazah.
Pengertian kurikulum secara modern adalah semua kegiatan dan
pengalaman potensial (isi/materi) yang telah disusun secara ilmiah baik yang
terjadi didalam kelas, di halaman sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung
jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Implikasi pengertian ini antara
lain: pertama, kurikulum tidak hanya terdiri atas sejumlah mata pelajaran, tetapi
juga meliputi semua kegiatan dan pengalaman potensial yang telah disusun secara
ilmiah. Kedua, kegiatan dan pengalaman belajar tidak hanya terjadi di sekolah,
tetapi juga di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah. Kegiatan belajar di
sekolah, meliputi: menyimak, bertanya, diskusi, melakukan demonstrasi, belajar
di perpustakaan, melakukan eksperimen di laboratorium, workshop, olahraga,
kesenian, Organisasi siswa dan lain-lain. Sedangkan kegiatan belajar di luar
sekolah seperti mengerjakan tugas di rumah, observasi, wawancara, studi banding,
pengabdian pada masyarakat, program pengalaman lapangan dan lain-lain begitu
juga dengan pengalaman belajar, ada pengalaman langsung dan ada pengalaman
tidak langsung. Dengan demikian, intra-curricular, extra-curricular dan co-
curricular termasuk kurikulum. Ketiga, guru sebagai pengembang kurikulum
perlu menggunakan multi strategi dan pendekatan, serta berbagai sumber belajar
secara bervariasi. Keempat, tujuan akhir kurikulum bukan untuk memperoleh
ijazah, tetapi untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut UU. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiqaatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (Bab 1
Pasal 1 ayat 19). Implikasi dari pengertian ini adalah pertama, kurikulum harus
memiliki rencana. Rencana tersebut berkaitan dengan proses belajar maupun
pengembangan peserta didik pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Kedua,
didalam kurikulum terdapat tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.

Dalam studi tentang kurikulum, dikenal pula beberapa konsep kurikulum,


seperti:
1. Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang baik, yang
diharapkan atau dicita-citakan, sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum
2. Kurikulum nyata, yaitu kegiatan-kegiatan nyata yang dilakukan dalam proses
pembelajaran atau yang menjadi kenyataan dari kurikulum yang direncanakan,
sebagaimana dimuat dalam buku kurikulum.
3. Kurikulum tersembunyi, yaitu sega sesuatu yang memengaruhi peserta didi
secara positif ketika sedang mempelajari sesuatu. Pengaruh itu mungkin dari
pribadi guru, peseta didik itu sendiri, karyawan sekolah, suasana pembelajaran
dan sebagainya.
4. Kurikulum dan pembelajaran, yaitu dua istilah yang berbeda tetapi tak dapat
dipisahkan satu sama lain, seperti dua sisimata uang. Perbedaannya hanya
terletak pada tingkatannya.
B. Dimensi-dimensi Kurikulum
Ada enam dimensi kurikulum, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide
Ide atau konsep kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu
berubah mengkuti perkembangan zaman, minat dan kebutuhan peserta didik,
tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Dimensi kurikulum
sebagai suatu ide biasanya dijadikan langkah awal dalam pengembangan
kurikulu, yaitu ketika melakukan studi pendapat.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan realisasi dari dimensi
kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu dibahas antara lain:
pengembangan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum, kegiatan dan
pengalaman belajar, organisasi kurikulum, manajemen kurikulum, hasil belajar
dan sistem evaluasi.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Kurikulum dalam dimensi ini merupakan kurikulu yang sesungguhnya
terjadi di lapangan. Kurikulum harus dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh
semua kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah
merupakan bagian dari kurikulum.
4. Kurikulum sebagai hasil belajar
hasil belajar dapat dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian
kurikulum, evaluasi kurikulum ditujukan untuk mengetahui efektivitas dan
efisiensi kurikulum, sedangkan fungsinya adalah untuk memperbaiki,
menyempurnakan atau mengganti kurikulum dalam dimensi sebagai rencana.
5. Kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu
Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum
6. Kurikulum sebagai suatu sistem
Kurikulum sebagai suatu sistem juga menggambarkan tentang komponen-
komponen kurikulum.
C. Fungsi dan peranan kurikulum
Fungsi kurikulum dalam berbagai perspektif, antara lain sebagai berikut :
1. Fungsi kurikulum dalam mencapai tujuan Pendidikan
Fungsi kurikulum merupakan alat ntuk mencapai tujuan pendidikan,
yaitu alat untuk membentuk manusia seutuhnya sesuai visi, misi, dan tujuan
pendidikan nasional, termasuk berbagai tingkatan tujuan pendidikan yang ada
di bawahnya.
2. Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah
Fungsi kurikulum bagi kepala sekolah merupakan pedoman untuk
mengatur dan membimbing kegiatan sehari-hari di sekolah, baik kegiatan
intrakurikuler, ekstrakurikuler maupun kokurikuler.
3. Fungsi kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan
Fungsi kurikulum bagi setiap jenjang pendidikan adalah pertama, fungsi
kesinambungan, yaitu sekolah pada tingkat yang lebih atas harus mengetahui
dan memahami kurikulum sekolah. kedua, fungsi penyiapan tenaga, yaitu
bilamana sekolah tertentu diberi wewenang mempersiapkan tenaga-tenaga
terampil.
4. Fungsi kurikulum bagi guru
Efektivitas suatu kurikulum tidak akan tercapai, jka guru tidak dapat
memahami dan melaksanakan kurikulum dengan baik sebagai pedoman dalam
proses pembelajaran artinya, guru tidak hanya berfungsi sebagai pengembang
kurikulum, tetapi juga sebagai pelaksanna kurikulum.
5. Fungsi kurikulum bagi pengawas (Supervisor)
Kurikulum dapat digunakan pengawas untuk menetapkan hal-hal apa
saja yang memerlukan penyempurnaan atau perbaikan dalam usaha
pengembangan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
6. Fungsi kurikulum bagi masyarakat
Bagi masyarakat, kurikulu dapat memberikan pencerahan dan perluasan
wawasan pengetahuan dalam berbagai bidang kehidupan.
7. Fungsi kurikulum bagi pemakai lulusan
Studi kurikulum akan banyak membantu pemakai lulusan dalam
menyeleksi calon tenaga kerja yang andal, energik, disiplin, bertanggung
jawab, jujur, ulet, tepat, dn berkualitas.

D. Peranan kurikulum
Menurut Oemar Hamalik 1990) terdapat tiga jenis peranan kurikulum
yang dinilai sangat penting yaitu “peranan konservaif, peranan kritis dan evaluatif,
dan peranan kreatif”. Peranan konservatif yaitu peranan kurikulum untuk
mewariskan, mentransmisikan dan menafsirkan nilai-nilai sosial dan budaya masa
lampau yang tetap eksis dalam masyarakat. Peranan kritis dan evaluatif, yaitu
peranan kurikulum untuk menilai dan memilih nilai-nilai sosial-budaa yang akan
diwariskan kepada peserta didik berdasarkan kriteria tertentu. Dan peranan kreatif,
yaitu peranan kurikulum untuk menciptakan dan menyusun kegiatan-kegiatan
yang kreatif dan konstruktif sesuai dengan perkembangan peserta didik dan
kebutuhan masyarakat.
E. Teori kurikulum
Dalam kamus filsafat yang ditulis oleh Tim Penulis Rosda (1995)
dijelaskan bahwa theory adalah “1. Pemahaman akan berbagai hal dalam
hubungannya universal dan idealnya satu sama lain. Lawan dari praktis dan/atau
eksistensi faktual. 2. Dalam prinsip abstrak atau umum dalam sebuah pengetahuan
yang menampilkan pandangan yang jelas dan sstematis tentang sebagian adri
materi pokoknya, seperti dalam teori seni atau teori atom. 3. Sebuah prinsip atau
model umum, abstrak, dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan fenomena,
seperti dalam teori seleksi alam.”. definisi yang senada juga dikemukakan
kerlinger.
Dari kedua definisi tersebut dapat diketahui karakteristik suatu teori, yaitu
(a) adanya serangkain pernyataan yang bersifat universal, (b) dalam pernyataan
tersebut terdapat konstruk (kosep, definisi dan preposisi yang saling berhubungan,
(c) merupakan lawan dari praktik. (d) menampilkan pandangan yang jelas dan
sistematik tentang suatu fenomena, (e) tujuannya adalah untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksi, dan memadukan fenomena.
Teori merupakan alat suatu disiplin ilmu yang berfungsi untuk
menentukan arah dari ilmu itu, menentukan data yang harus dikumpulan,
memberikan kerangka konseptual tentang cara mengelompokkan dan
mengubungkan data, merangkum fakta-fakta menjadi generalisasi empiris; sistem
generalisasi; menjelaskan dan memprediksi fakta-fakta; dan menunjukkan
kekurangan pengetahuan kita tentang
Teori kurikulum dapat ditinjau dari dua fungsi pokok, yaitu pertama, sebagai alat
dan kegiatan intelektual untuk memahami pengalaman belajar peseta didik dalam
proses pembelajaran yang dibantu oleh disiplin ilmu sosial lannya. Dalam fungsi
ini tidak digunakan data-data empiris. Kedua, sebagai suatu strategi atau metode
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan berdasarkan data-data empiris. Fungsi
kedua ini lebih banyak menganalisis hubungan antara teori dengan praktik.
Teori kurikulum harus dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi
para pengembang kurikulum untuk menyusun konsep tentang situasi pendidikan
yang mereka hadapi, sehingga dapat membantu mereka untuk menjawab
persoalan dan tantangan yang ada. Teori kurikulum dapat dilihat dari empat aspek
penting, yaitu: (a) hubungan antara kurikulum dengan berbagai faktor yang dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kurikulum; (b) hubungan antara kurikulum
dengan struktur kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai)
yang harus dikuasai peserta didik; (c) hubungan antara kurikulum dengan
komponen-komponen kurikulum itu sendiri, seperti tujuan, isi/materi, metode, dan
evaluasi; dan (d) hubungan antara kurikulum dengan pembelajaran.
Dalam mengembangkan teori kurikulum sebagai disiplin ilmu harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) menggunakan bahasa yang tepat dan
ilmiah agar lebih bersifat objektif dan bukan persuasif, (b) prinsip-prinsip dan
metode-metode baru yang lebih efektif, (c) peran teori dari disiplin ilmu lain
dalam kurikulum, (d) kontribusi teori kurikulum terhadap peningkatan mutu
pendidikan, dan (e) keseimbangan antara teori dan praktik.
F. Kedudukan kurikulum dalam Sisdiknas
Pendidikan di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Dalam penjelasan
atas UU.RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dikemukakan bahwa pendidikan nasional mempunyai visi, misi dan tujuan
pendidikan nasional.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan pendidikan nasionla tersebut, harus
ada suatu alat yang disebut dengan kurikulum. Disinilah awal dari kedudukan
kurikulum dalam sistem pendidikan nasional. Kedudukan kurikulum dalam sistem
pendidikan nasional dipandang sangat strategis dan vital karena kurikulum akan
mengarahkan semua kegiatan pendidikan, termasuk sarana dan prasarana serta
orang-orang yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kedudukan kurikulum dapat juga dilihat dari sistem pendidikan itu sendiri.
Pendidikan sebagai sistem tentu memiliki berbagai komponen yang saling
berhubungan dan saling ketergantungan. Komponen-komponen pendidikan itu,
antara lain tujuan pendidikan, kurikulum pendidik, peserta didik, lingkungan,
sarana dan prasarana, manajemen dan teknologi. Dalam undang-undang tentang
sistem pendidikan nasional Bab X tentang kurikulum pasal 36 dikemukakan
bahwa
Ayat (1): pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Ayat (2): kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik.
Ayat (3): kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidian dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan
peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi
daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional
dan nilai-nilai kebangsaan.
Berdasarkan kedudukan kurikulum dalam sistem pendidikan nasional,
maka ada beberapa implikasi terhadap hakikat dan pengembangan kurikulum,
yaitu: (1) kurikulum harus disusun sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat, berakar pada kebudayaan dan kepribadian bangsa serta diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, (2) kurikulum untuk semua jenis dan
jenjang pendidikan harus dikembangkan secara berkesinambungan dan fungsional
terhadap perkembangan peserta didik dan masyarakat, (3) sesuai dengan prinsip
persamaan dan perbedaan individual, dikaitkan pula dengan fungsi sekolah
sebagai wadah pewarisan pesan-pesan bangsa dan negara, (4) struktur materi dan
proses pembelajaran harus dirancang dengan sebaik-baiknya dan diarahkan untuk
mencapai keseimbangan antara perkembangan perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotor pada diri peserta didik, dan (5) kurikulum tidak hanya ditujukan untuk
membentuk kemampuan akademik dan nlai-nilai pribadi, tetapi juga untuk
menumbuhkan kemampuan belajar untuk belajar dan untuk mengembangkan diri
sendiri.
G. Hubungan kurikulum dengan pembelajaran
Kurikulum merupakan pengalaman belajar yang terorganisasi dalam
bentuk tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan sekolah, sedangkan
pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan guru untuk
membimbing dan mengarahkan peserta didik agar terjadi tindakan belajar
sehingga memperoleh pengalaman belajar. Kurikulum merupakan program
pembelajaran, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana
mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik. secara bersama-sama
digunakan oleh sekolah untuk mengembangka program pendidikan. dua istilah
yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Keduanya
mempunyai posisi yang sama. Kurikulum merupakan sesuatu yang ideal,
sedangkan pembelajaran merupkan realisasi dari idealisme suatu gagasan.
H. Manajemen kurikulum
Kegiatan pengembangan kurikulum harus dilakukan berdasarkan ilmu
manajemen karena pengembangan kurikulum menuntut adanya perencanaan
sampai dengan pengawasan, bahkan termasuk monitoring dan evaluasi. Ilmu
manajemen harus menjadi landasan pokok dalam studi pengembangan kurikulum.
Didalam ilmu manajemen dan kurikulum terdapat satu faktor kunci yang sama
dan harus ada yaitu orang. Artinya keberhasilan manajemen kurikulum sangat
dipengaruhi oleh faktor manusianya, mulai dari tingkat pusat sampai dengan
tingkat pelaksana di lapangan (guru). Tentu dalam pelaksanaannya, orang tersebut
harus didukung leh sumber-sumber lain, seperti sarana dan prasarana, biaya
waktu, teknologi, termasuk kemampuan manajerialnya.

BAB II
PRINSIP DAN TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN KURIKULUM
Esensi dari pengembangan kurikulum adalah proses identifikasi analisis,
sintesis, evaluasi, pengambilan keputusan, dan kreasi elemen-elemen kurikulum.
Proses pengembangan kurikulum harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
A. Sumber dan tipe prinsip pengembangan kurikulum
Menurut Oliva (1992) ada empat sumber prinsip pengembangan
kurikulum, yaitu “ data empiris (empirical data), data eksperimen (experimental
data), cerita/legenda yang hidup di masyarakat (folklore of curriculum), dan akal
sehat (common sense)”.
Tipe-tipe prinsip pengembangan kurikulum
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum bisa diklasifikasikan menjadi
tiga tipe prinsip, yaitu: anggapan kebenaran utuh atau menyeluruh, anggapan
kebenaran parsial, dan anggapan kebenaran yang masih memerlukan pembuktian.
Anggapan kebenaran utuh adalah fakta, konsep dan prinsip yang diperolah dan
telah diuji dalam penelitian yang ketat dan berulang sehingga bisa dibuat
generalisasi dan bisa diberlakukan di tempat yang berbeda. anggapan kebenaran
parsial, yaitu fakta,
Pada dasarnya, kesemua tipe prinsip itu bisa digunakan. Tipe prinsip mana
yang mendapat penekanan dalam penggunaanya, sangat bergantung pada
perspektif para pengembang kurikulum tentang kurikulum itu sendiri.
B. Prinsip-prinsip umum pengembangan kurikulum
Prinsip umum pengembangan kuikulum adalah:
1. Prinsip berorientasi pada tujuan dan kompetensi
Tujuan yang dimaksud merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam
pendidikan. Tujuan pendidikan mempunyai tingkatan/hierarki tertentu, mulai dari
tujuan yang sangat umum sampai dengan tujuan khusus.
Kompetensi adalah perpaduan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-
nilai yang direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Ciri utama prinsip
ini adalah digunakannya pemikirna yang sistematik dan sistemik didalam
pengembangan kurikulum.
2. Prinsip relevansi
Prinsip ini terdiri atas dua jenis, yaitu relevansi eksternal dan relevansi
internal. Relevansi eksternal menunjukkan relevansi antara kurikulum dengan
lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat, perkembangan kehidupan masa
sekarang dan masa yang akan datang serta tuntutan dan kebutuhan dunia
pekerjaan.
3. Prinsip efesiensi
Prinsip ini perlu dipertimbangkan terutama yang menyangkut tentang
waktu, tenaga, peralatan dan dana. Implikasinya adalah mengusahakan agar
kegiatan kurikuler mendayagunakan waktu, tenaga, biaya dan sumber-sumber lain
secara cermat dan teapt sehingga hasil kegiatan kurikuler itu memadai dan
memenuhi harapan.
4. Prinsip keefektifan.
Prinsip ini dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu proses dan produk.
Dimensi proses mengacu pada keefektifan proses pembelajaran sebagai real
curriculum (keefektifan guru mengajar dan keefektifan peserta didik belajar),
sedangkan dimensi produk mengacu pada hasil yang ingin dicapai.
5. Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hrus dikembangkan secara lentur (tidak kaku) baik dalam
dimensi proses maupun dimensi hasil yang diharapkan. Implikasinya adalah para
pengembang kurikulum harus mengusahakan agar kegiatan kurikuler bersifat
luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan serta ketersediaan
waktu tanpa merombak standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan.
6. Prinsip integritas
Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan suatu keseluruhan atau
kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Bermakna maksudnya adalah suatu
keseluruhan itu memiliki arti, nilai, manfaat atau faedah tertentu.
7. Prinsip kontinuitas
Kurikulum harus dikembangkan secara berkesinambungan , baik
sinambung antarmata pelajaran, antarkelas amupun antarjenjang pendidikan. Hal
ini dimaksudkan agar proses pendidikan atau belajar siswa bisa maju secara
sistematis, dimana pendidikan pada kelas atau jenjang yang lebih rendah harus
menjadi dasar untuk melanutkan pada kelas dan jenjang diatasnya.
8. Prinsip sinkronisasi
Kurikulum harus dikembangkan dengan mengusahkan agar semua
kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler serta pengalaman belajar
lainnya dapt serasi, selaras, seimbang, searah dan setujuan.
9. Prinsip objektivitas
Kurikulum harus dikembangkan dengan mengusahakan agar semua
kegiatan (intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler) dilakukan dengan
tatanan kebenaran ilmiah serta mengesampingkan pengaruh-pengaruh
subjektivitas, emosional dan irasional.
10. Prinsip demokrasi
Dalam mengembangkan kurikulum perlu memperhatikan nilai-nilai
demokratis. Tujuannya untuk menjadikan sekolah sebagai puasat kehidupan
demokrasi melalui proses pembelajaran yang demokratis.
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu
penghargaan terhadap kemampuan menjunjung keadilan, menerapkan persamaan
kesempatan dan memperhatikan keragaman peseta didik.
Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum biasanya ditulis secara eksplisit
didalam kurikulum sekolah, implementasi prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum tersebut dapat dikaji dari keseluruhan isi buku kurikulum tersebut atau
didalam pelaksanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum.
C. Prinsip-prinsip khusus pengembangan kurikulum
Disamping prinsip-prinsip umum diatas, ada juga prinsip-prinsip khusus
yang bersumber dari anatomi kurikulum, yaitu:
1. Prinsip-prinsip tujuan kurikulum
Nana, Sy. Sukmadinata (2005) mengemukakan sumber tujuan adalah (a)
ketentutan dan kebijakan pemerintah, yang dapat ditemkan dalam dokumen-
dokumen lembaga negara mengenai tujuan danstrategi pembangunan termasuk
didalamnya pendidikan, (b) survei mengenai kebutuhan-kebutuhan murid dengan
menggunakan angket, wawancara, observasi, (c) survei mengenai persepsi orang
tua/masyarakat tentang kebutuhannya yang dijaring melalui angket, wawancara,
observasi, dan dari berbagai media massa, (e) survei tentang manpower, (f)
pengalaman negara-negara lain dalam masalah yang sama, dan (g) penelitian lain.
2. Prinsip-prinsip isi kurikulum
Prinsip ini menunjukkan: (a) isi kurikulum harus mencerminkan falsafah
dan dasar suatu negara, (b) isi kurikulum harus diintegrasikan dalam nation dan
characer building, (c) isi kurikulum hanya mengembangkan cipta, rasa, karsa dan
karya agar peserta didik memiliki mental, moral, budi pekerti luhur, tinggi
keyakinan agamanya, cerdas, terampil, serta memiliki fisik yang sehat dan kuat,
(d) isi kurikulum harus mempersiapkan sikap dan mental peserta didik untuk
dapat mandiri dan bertanggung jawab dalam masyarakat, (e) isi kurikulum harus
memadukan teori dan praktik, (f) isi kurikulum harus memadukan pengetahuan,
keterampilan dan sikap dan nilai-nilai, (g) isi kurikulum harus diselaraskan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, (h) isi kurikulum
harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat, (i) isi
kurikulum harus dapat mengintegrasikan kegiatan intra, ekstra dan kokurikuler, (j)
isi kurikulum harus memungkinkan adanya kontinuitas antarasastu lembaga
dengan lembaga pendidikan lainnya, dan (k) isi kurikulum harus dapat
disesuaikan dengan kondisi-kondisi setempat.
3. Prinsip-prinsip didaktik-metodik
Prinsip ini meliputi: semua pengetahuan dan kegiatan yang diajarkan harus
fungsional dan praktis; pengetahuan dan kegiatan harus diselaraskan dengan taraf
pemahaman dan perkembangan peserta didik; guru harus membangkitkan dan
memupuk minat, perhatian dan kemampuan peserta didik; penyajian bahan
pelajaran harus berbentuk jalinan teori dan praktik;
Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan proses pembelajaran (pendekatan,
strategi, mtode dan teknik) adalah: harus sesuai dengan tujuan (kognitif, afektif,
dan psikomotor) dan materi pelajaran; bervariasi sehingga dapat melayani
perbedaan individual peserta didik; memberikan urutan kegiatan yang logis,
sistematis dan berjenjang;
4. Prinsip yang berkenaan dengan media dan sumber belajar
Prinsip ini menunjukkan kesesuaian media dan sumber belajar dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pelajaran, karakteristik media
pembelajaran, tingkat perkemangan peserta didik, tingkat kemampuan guru,
praktis-ekonomis.
5. Prinsip-prinsip evaluasi
Prinsip ini meliputi : prinsip mendidik, prinsip keseluruhan, prinsip
kontinuitas, prinsip objektivitas, prinsip kooperatif, prinsip praktis dan prinsip
akuntabilitas.
D. Tahap-tahap pengembangan kurikulum
Ada empat taham dalam pengembangan kurikulum yaitu:
1. Pengembangan kurikulum pada tingkat makro
Pada tingkat ini, pengembangan kurikulum dibahas dalam ruang lingkup
nasional yang meliputi tri-pusat pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan
informal, dan pendidikan nonformal dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
2. Pengembangan kurikulum pada tingkat institusi
Pengembangan kurikulum tingkat institutsi/lembaga mencakup tiga
kegiatan pokok, yaitu merumuskan tujuan sekolah atau standar kompetensi
lulusan masing-masing Lembaga.
3. Pengembangan kurikulum pada tingkat mata pelajaran (bidang studi)
Pengembangan kruikulum pada tingkat bidang studi ini dilakukan dalam
bentuk menyusun atau mengembangkan silabus bidang studi mata pelajaran untuk
setiap semester.
4. Pengembangan kurikulum pada tingkat pembelajaran di kelas
Untuk mengembangkan kurikulum pada tingkat pembelajaran di kelas,
maka guru perlu menyusun program pembelajaran, seperti paket modul, paket
belajar dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dalam pelaksanaannya, pengembangan kurikuilum harus menempuh tahap-tahap
sebagai berikut
Tahap 1: Studi kelayakan dan analisis kebutuhan
Tahap 2: perencanaan kurikulum (draft awal)
Tahap 3: pengembangan rencana operasional kurikulum
Tahap 4: pelaksanaan uji coba terbatas kurikulum dilapangan
Tahap 5: implementasi kurikulum
Tahap 6: monitoring dan evaluasi kurikulum
Tahap 7: perbaikan dan penyesuaian

BAB III
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. Landasan Filosofis
Kata filsafat bserasal dari bahasa yunani kuno yaitu philosophia (philore =
cinta, senang, suka dan sophia = kebaikan atau kebenaran). Menurut asal katanya,
filsafat berarti cinta akan kebenaran. Orang yang berfilsafat adalah orang yang
senang dengan kebenaran. Dengan demikian, filsuf adalah orang yang cinta akan
kebenaran, berusaha untuk mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya, dan
menciptakan sikap positif terhadapnya.
Meskipun demikian, kebenaran filsafat adalah kebenaran relatif. Artinya
kebenaran itu selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan
zaman dan peradaban manusia. Kebenaran filsafat adalah kebenaran yang
bergantung sepenuhnya pada kemampuan daya nalar manusia.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
timbul dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil
pemikiran yang menyeluruh, sistematis, logis dan radikal.
Para ahli filsafat membagi ruang lingkup filsafat berbeda-beda. Ruang
lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat
luas, segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar nyata (terlihat), baik
material konkret maupun non material abstrak (tidak terlihat). Will Durant dalam
Hamdani Ali (1990) membagi ruang lingkup filsafat sebagi berikut
1. Logika yaitu studi tentang metode-metode idela mengenai berpikir dan meneliti
dalam melakukan observasi, introspeksi, deduksi dan induksi, hipotesis dan
analisis, dan lain-lain yang merupakan bentuk-bentuk aktivitas manusia melalui
upaya logika agar bisa dipahami.
2. Estetika, yaitu studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang
sesungguhnya dan merupakan filsafat mengenai kesenian
3. Etika, yaitu studi tentan gtingkah laku yang terpuji dan dianggap sebagai ilmu
pengetahuan yang nilainya tinggi.
4. Politik, yaitu studi tentang organisasi sosial yang utama, seperti monarki,
demokrasi, sosialisme, aristokrasi, marksisme dan feminisme, sebagai ekspresi
aktual filsafat politik.
5. Metafisika, yaitu studi tentang realita tertinggi dari hakikat semua benda, nyata
dari benda dan dari akal pikiran manusia.
ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi (a) hakikat pendidikan, (b)
hakikat manusia, (c) hubungan antara filsfat manusia, pendidikan, agama dan
kebudayaan, (d) hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan,
(e) hubungan antara filsafat negara, filsafat pendidikan dan sistem pendidikan, (f)
sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Ilmu filsafat merupakan dua hal yang berbeda, tetapi mempunyai
hubungan yang sangat erat, saling mengisi, dan saling melengkapi. Ilmu
memberikan bahan-bahan untuk pemikiran filosofis, sedangkan filsafat
memberikan landasan yang kuat untuk ilmu.
Ada beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang
ontologi, epistemologi, dan aksiologi, yaitu:
1. Ontologi atau sering diidentikkan dengan metafisika yang juga disebut dengan
proto-filsafia atau filsfat yang pertama atau filsafat ketuhanan. Ontologi adalah
ilmu hakikat.
2. Epistemologi, yaitu pengetahuan yang berusaha menjawab pertanyaan-
pertanyaan, seperti apakah pengetahuan dan bagaimana cara manusia memperoleh
pengetahuan
3. Aksiologi, yaitu nilai-nilai, seperti baik, indah, bagus dan sebagainya.
Aksiologi dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yakni tindakan moral yang
melahirkan etika, ekspresi keindahan yang melahirkan estetika, dan kehidupan
sosio-politik yang melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional
secara formal adalah pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu: (a)ketuhanan yang
maha esa, (b)kemanusiaan yang adil dan beradab, (c) persatuan Indonesia, (d)
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implikasinya bagi pengembang kurikulum adalah (a) nilai-nilai pancasila harus
dipelajari secara mendalam dan komprhensif sesuai dengan sifat kajian filsafat,
baik dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi, (b) kelima sila tersebut berisi
nilai-nilai moral yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan
pendidikan pada setiap tingkatan, memilih dan mengembangkan isi/bahan
kurikulum, strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan sistem evaluasi.
Tujuan menjadi faktor penting dalam pengembangan kurikulum tidak
hanya memberikan arah kemana kurikulum harus dituju melainkan juga sebagai
acuan dan gambaran dalam memilih dan menentukan isi/materi, proses
pembelajaran dan sistem evaluasi.
B. Landasan psikologis
1. Psikologi belajar
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana
peserta didik melakukan perbuatan belajar
Teori disiplin mental
Teori ini sering juga disebut teori daya. Asumsinya adalah setiap manusia
memiliki berbagai daya, seperti daya melihat, meraba, mengingat, dan berpikir.
Teori behaviorisme
Belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dengan respon.
Kuat tidaknya hubungan sangat bergantung pada latihan yang dilakukan.
Teori gestalt
Teori ini disebut juga teori lapangan. Asumsinya adalah keseluruhan lebih
bermakna daripada bagian-bagian.
2. Psikologi perkembangan
Tujuan akhir pendidikan adalah agar peserta didik menjadi manusia-
manusia terdidik. Asumsinya, setiap peserta didik dapat dibimbing, dilatih dan di
didik. Selanjutnya dikatakan bahwa perkembangan afektif merupakan dasar
perkembangan manusia. Erikson mengembangkan teori perkembangan afektif
yang terdiri atas delapan tahap, yaitu :
a. Trust vs mistrust (0,0-1,0) yaitu masa bayi yang membutuhkan rasa kasih
sayang, selalu ingin dibuai dan dimanja, ingin diperlakukan sebaik-baiknya,
selalu ingin bermain dan bicara.
b. Autonomy vs shame and doubt (0,1-3,0) yaitu masa mulai adanya kemampuan
motorik dan mental anak.
c. Initiative vs Guilt (3,0-5,0) yaitu masa ketika anak sudah dapat menguasai
badan dan geraknya, seperti mengendarai sepedaroda tiga, dapat lari, memukul
dan memotong
d. Industry s inferiorit (6,0-11,0) yaitu masa anak sekolah dasar
e. Identity vs role confusion (12,0-18,0) yaitu masa remaja SMP dan SMA.
f. Intimacy vs isolation (19,0-25,0) yaitu masa berkeluarga dan untuk berbagi rasa
serta memperhatikan orang lain.
g. Generativity vs self-absorption (25,0-45,0) yaitu masa ketika orang mulai
memikirkan orang lain di luar keluarganya sendiri, mulai memikirkan orang lain
diluar keluarganya sendiri memikirkan generasi yang akan datang, masyarakat
dan dunia.
h. Integrity vs despair (45,0 -...) yaitu masa menikmati pergaulan dengan cucu-
cucu.
Tiap anak mempunyai tempo perkembangn sendiri. Tempo perkembangan
adalah lambat-cepatnya perkembangan seorang anak untuk suatu asek
perkembangan tertentu jika dibandingkan dengan anak lain yang sama
umurnya.
C. Landasan sosiologis
Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik
hidup daam kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta ddik berasal dari
masyarakat, dididik oleh masyarakat dan harus kembali ke masyarakat.
Masyarakat sebagai suatu sistem
pada dasarnya masyarakat adalah sebuah sistem yang memiliki tiga
subsistem, yaitu subsistem budaya, subsistem sosial, dan subsistem kepribadian.
Sistem budaya berisi nilai-nilai, norma, pengetahuan dan kepercayaan atau
keyakinan hidup yang dianut bersama.
Pendidikan sebagai pranata sosial
Pranat dapat diartikan sebagai lembaga. Pendidikan sebagai pranata sosial
berarti penidikan sebagai lembaga sosialpendidikan sebagai pranat sosial dan
kurikulum sebagai alatnya harus dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan
berbagai kehidupan di masyarakat
Pendidikan dan kehidupan ekonomi
Bentuk hasil penelitian yang menunukkan terdapat korelasi yang positif
dan signifikan antara tigkat pendidikan dengan kehidupan ekonomi. Artinya,
semakin tinggi tingkat pendidikan makin tinggi pula tingkat kehidupan ekonomi.
Pendidikan dan perubahan sosial
Tak ada seorangpun dari masyarakat yang tidak menginginkan perubahan,
baik dari segi struktur sosialnya maupun dalam interaksi antaranggota masyarakat.
Pendidikan di lingkungan keluarga
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah.
D. Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pengertian beberapa istilah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yaitu teori, ilmu, pengetahuan dan teknologi.
Kata “Ilmu” berasal dari baasa arab (‘alama) yang berarti pengetahuan.
Menurut Arthur Thoson dalam Sidi Gazalba (1973), ilmu adlah pelukisan fata-
fakta pengalaman secara lengkap dan konsisten dalam istilah-istilah sesederhana
mungkin. Pengalaman merupakan sumber pengetauan.
Teknologi pada hakikatnya adalah eneraan ilmu pengetahuan. Salah satu
indikator kemajuan peradaban manusia dapat diukur dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Sebagai gambaran, berikut akan dikemukakan beberapa perkembangan
penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dan banyak
mempengaruhi perkembangan masyarakat Indonsia seperti mikro elektronika,
yang melandasi terbukanya kesempatan untuk memanfaatkan kadar informasi
dalam sistem-sitem ciptaan manusia; telekomuikasi yang memperluas jangkauan
pengamatan dan penyebaran informasi ilmiah dan lainnya, pengembangan
material baru yang memungkinkan terwujudnya produk-produk baru dengan
kemampuan-kemampuan yang sebelumnya sukar diwujudkan, karena
keterbatasan sifat material yang ada.

BAB IV
KOMPONEN DAN ORGANISASI KURIKULUM
Program pendidikan ini biasanya disebut kurikulum. Kurikulum
merupakan bagian integral dalam pendidikan artinya, selagi manusia masih
membutuhkan pendidikan selagi itu pula kurikulum tetap harus ada. Dalam
konteks desain dan pengembangan kurikulum, maka para pengembang kurikulum
(termasuk guru) harus memperhatikan kerangka dasars kurikulum dengan
pendekatan sistem yaitu kurikulum yang emiliki komponen-komponen pokok
kurikulum, baik pada tingkat makro (nasional), institusi (lembaga), bidang studi
atau mata pelajaran maupun pada tingkat program pembelajaran (silabus dan
RPP)
Komponen kurikulum dapat juga dilihat berdasarkan siklus pengembangan
kurikulum. Setiap perbuatan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan
penidikan tertentu.
A. Komponen tujuan
Dalam kerangka dasar kurikulum, tujuan mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis, karena akan mengarahkan dan memengaruhi kompoen-
komponen kurikulum lainnya. Pembidangan ini sesuai dengan teori taksonomi
tujuan dari Bloom yang mengelompokkan tingkah laku manusia menjadi tiga
ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berkenaan dengan
pengenalan. Ranah afektif berkenaan dengan perubahan-perubahan dalam minat.
Sumber tujuan
Hilda taba mengemukakan sumber tujuan itu adalah kebudayaan masyarakat,
individu, mata pelajaran dan disiplin ilmu
B. Komponen isi/materi
Isi/materi kurikulum pada hakikatnya adalah semua kegiatan dan
pengalaan yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Secara umum, isi kurikulum itu dapat dikelompkkan menjadi tiga
bagian, yaitu; logika, yaitu pengetahuan tentang benar-salah, berdasarkan proses
keiluan; etika, yaitu pengetahuan tentang baik-buruk, nilai dan moral, dan;
estetika, yaitu pengetahuan tentang indah-jelek yang ada nilai seni.
Dalam pengembangan isi kurikulum, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu ruang lingkup, urutan dan penempatan bahan, dan bentuk
organisasi. Ruang lingkup menunjukkan apa yang dianggap paling penting untuk
disampaikan kepada peserta didik. Pada kurikulum pendidikan formal, pada
umumnya organisasi isi/materi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajran
dan/atau bidang studi yang tertuang dalam struktur kurikulum sesuai dengan
tujuan institusioal masing-masing. Ada beberapa jenis struktur kurikulum yaitu:
1. Pendidikan umum yaitu program pendidikan yang bertujuan membina
mahasiswa agar menajdi warga negra yang baik
2. Pendiidkan akademik yaitu program pendidikan yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan intelektual sehingga diharapka peserta didik
mempoeroleh kualifikas pengetahuan yang fungsional menurut tuntutan
disiplin ilmu masing-asing
3. Pendidikan kecakapan hidup, program pendiidkan yang bertujuan untuk
memperoleh kecapakan dan keterampilan tertentu,s ebagai bekal hidiup
peserta didik di masyarakat.
4. Pendidikan kejuruan yaitu program yang mempersiapan peserta didik untuk
memeperoleh keahlian atau pekerjaan tertentu sesuai dengan jenis sekolah yang
ditempuhanya.
5. Selanjutnya, M.D.Gall (1981) mengemukakan langkah-langkah pengembangan
isi kurikulum sebgai berikut: identifiaksi kebutuhan, merumuskan misi
kurikulum, menentukan anggaran biaya, membentuk tim pengembang,
menyusun ruang lingkup dan urutan bahan, menganalisis bahan, menilai bahan,
mengadopsi bahan dan, mendistribusikan, menggunakan, dan mengawasi
penggunaan bahan
C. Komponan proses
Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan
pembelajaran yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik baik di sekolah
melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur
dan mandiri. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru
dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain: strategi ekspositori klasikal yaitu
guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnya telah dilah sendiri,
sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi; strategi
pembelajaran heuristik; strategi pembelajran kelompok kecil: kerja kelompok dan
diskusi kelompok dan; strategi pembelajran individual.
D. Komponen evaluasi
Evaluasi kurikulum merupakan usaha yang sulit dan kompleks akrena
banyak aspek yag harus dievaluasi, banyak orang yang terlibat, dan luasnya
kurikulum yang harus diperhatikan. Hasil studi beberapa literatur dapat
dikemukakan beberapa model evaluasi kurikulum antara lain model measurement
(Thorndike dan Ebel), model congruence (Ralph W.Tyler), model CIPP (Daniel
L. Stufflebeam), model evaluasi sistem pendidikan model illuminative (Malcolm
Parlett) dan model formatifive dan suamtive (Scriven)
E. Organisasi kurikulum.
1. Konsep dan dimensi organisasi kurikulum
Organisasi kurikulum adalah susunan pengalaman dan pengetahuan baku
yang harus disampaikan dan dilakukan peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang telah ditetapkan. Organisasi kurikulum berhubungan erat
dengan kualitas kegiatan dan pengalaman belajar peseta didik.
Dimensi-dimensi organisasi kurikulum
Organisasi kurikulum mempunyai dua dimensi pokok yiatu dimensi isi
dan dimensi pengalaman belajar. Ralph Tyler melihat dimensi kurikulum dari dua
bentuk hubugan kesempatan belajar yaitu hubungan vertikal dan hubungan
horizontal hubugna organisasi vetikal adalah hubungan kesempatan belajar untuk
minggu pertama dan minggu kedua. Kedua dimensi tersebut memungkinkan
diperolehnya kurikulum yang mempunyai pengaruh kuat secara kumulatif.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam organisasi kurikulum antara lain
a. Konsep yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala
b. Generalisasi yaitu kesimpulan-kesimpulan yang merupakan kristalisme dari
suatu analisis.
c. Keterampilan yaitu kemampuan dalam merencanakan organisasi kurikulum
dan diguakan sebagai dasar untuk menyusun program yang
berkesinambungan
d. Nilai-nilai yaitu norma atau kepercayaan yang diagungkan, sesuatau yang
bersifat absolut untuk mengendalikan perilaku
2. Model organisasi kurikulum
Berikut akan dijelaskan beberapa model organisasi kurikulum yaitu
a. Subject-centered curriculum
Ciri-ciri organisasi kurikulum ini sebagai berikut: kurikulum terdiri atas
sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, tidak ada hubungan dan
kaitannya satu sama lain, mata pelajaran mata pelajaran tersebut berdiri
sendiri sebagai suatu disiplin ilmu.
b. Correlated curriculum
Ciri-ciri kurikulum korelasi ini antara lain adanya korelasi antar mata
pelajaran, adanya upaya untuk menesuaikan mata pelajaran dengan masalah
kehidupan sehari-hari, termasuk kebutuhan daan minat peserta didik, tujuan
kurikulum adalah untuk menguasai pengetahuan.
c. Broad fild curriculum
Ciri-ciri kurikulum bidang studi, antara lain kurikulum terdiri atas bidang
studi yang mrupakan perpaduan beberapa mata pelajaran yang serumpun
dan memiliki ciri-ciri yang sama, bahan pelajran bertitik tolak pada suatu
inti masalah tertentu kemudian dijabarkan menjadi pokok bahasan.
d. Integrated curriculum
Kurikulum terpadu bersifat fleksibel dan tidak mengharapkan hasil belajar
yang sama dari semua peserta didik. Tanggung jawab mengembangkan
kurikulum banyak dipercayakan kepaa guru-guru, orang tua, dan peserta
didik.
e. Core curriculum
Ciri-ciri kurikulum inti antara lain terdiri atas serangkaian pengalaman
yang penting dan saling berkaitan untuk pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik, berkaitan dengan pendidikan umum.
f. Activity curriculum
Organisasi kurikulum ini tidak memiliki struktur yang formal dan tidak
dirancang sebelumnya. Isi kurikulum ditentukan berdasarkan kebutuhan dan
minat peserta didik sehingga wajar apabila kurikulum ini lebih menonolkan
kegiatan dan pengalaman peserta didik.
Kelebihan kurikulum ini antara lain sesuai dengan kebutuhan dan minat
peserta didik, memperhatikan perbedaan individual dan memberikan bekal
kemampuan khusus untuk hidup di masyarakat, sedangkan kekurangannya antara
lain kebutuhan dan minat peserta didik belum tentu relevan dengan realitas
kehidupan yang begitu kompleks.
3. Faktor-faktor dalam organisasi kurikulum
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi
kurikulum yaitu :
a. Ruang lingkup
Ruang lingkup kurikulum menunjukkan keseluruhan, keluasan atau
kedalaman dan batas-batas bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada
peserta didik. Setelah memilih dan menentukan ruang lingkup bahan
pelajaran, kemudian disusun dalam organisasi kurikulum tertentu sesuai
dengan yang diinginkan.
Dalam pelaksanaan kurkulum hedaknya disesuaikan dengan kondisi
stetmpat, artinya guru (individual maupun kelompok) diberi kesempatan
untuk menyesuaikan ruang lingkup isi kurikulum dengan keadaan
masyarakat setempat, kemampuan sekolah dan tingkat kecerdasan peserta
didik.
b. Urutan
Urutan bahan pelajaran menunjukkan keteraturan bahan yang akan
disampaikan kepada peserta didik, kapan bahan tersebut sebaiknya
disampaikan, mana bahan yang harus disampaikan terlebih dahlu dan mana
bahan yang akan dipelajari kemudian.
c. Kesinambungan
Kesinambungan menunjukkan adanya peningkatan, pendalaman dan
perluasan bahan pelajaran sehingga peserta didik diharapkan dapat
mempelajari bahan yang lebih kompleks.
d. Terpadu
Keterpaduan ini dapat dilakukan dalam bentuk kurikulum korelasi,
kurikulum bidang studi atau kurikulu terpadu berdasarkan bidang-bidang
kehidupan.
e. Keseimbangan
Faktor keseimbangan yang dimaksudkan disini adalah keseimbangan isi
atau bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik dan
keseimbangan proses pembelajran.
e. Waktu
Alokasi waktu harus dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum
sering kali terjadi perbedaan pendapat tentang alokasi waktu, antara
pengembang kurikulum di tingkat pusat dengan guru mata pelajaran di
sekolah.
4. Prosedur mereorganisasi kurikulum
Terdapat beberapa cara untuk mereorganisasi kurikulum yaitu sebagai berikut:
a. Reorganisasi melalui buku pelajaran
Buku pelajaran merupakan sumber belajar yang penting bagi peserta didik
dalam mempelajari suatu isi kurikulum
b. Reorganisasi dengan cara tambal sulam
Jika di sekolah lain memiliki suatu kurikulum yang dianggap baik,
kurikulum tersebut dapat diambil untuk dipelajari.
c. Reorganisasi melalui analisis kegiatan
Kurikulum merupakan pengalaman yang diberikan kepada peserta didik
agar mencapai kehidupan seperti orang dewasa.
d. Reorganisasi melalui fungsi sosial
Rosedur ini dilakukan melalui dua tahap yaitu pertama merumuskan
strategi fungsi sosial yang meliputi bagaimana hidup yang ideal,
merumuskan sifat atau hakikat individu dalam kehidupan sosial,
mengemukakan sifat-sifat belajar, dan merumuskan peranan sekolah tertentu
dalam kehidupan sosial.
e. Reorganisasi melalui survei pendapat
Cara ini dilakukan melalui survei terhadap berbagai pendapat dari berbagai
pihak seperti peserta didik, orang tua, guru, pengawas, kepala sekolah, tokoh
masyarakt, dan mitra sekolah.
f. Reorganisasi melalui studi kesalahan
Prosedur ini dilakukan melalui analisis kesalahan dn kekurangan terhadap
proses dan hasil kegiatan kurikuler.

BAB V
PENDEKATAN DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. Pendekatan pengembangan kurikulum


1. Pendekatan kompetensi (Competency Approach)
Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah menetapkan standar kompetensi
lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan, memerinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para
lulusan, menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang
studi atau mata Pelajaran.
Selanjutnya, Warijan, dkk(1984) mengemukakan langkah-langkah pengembangan
kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi, yaitu
a. Mengidentifikasi kompetensi yaitu menetapkan dan mendeskripsikan ciri-
ciri, jenis dan mutu kompetensi yang harus dimiliki peserta didik
b. Merumuskan tujuan pendidikan, yaitu memperlakukan kompetensi yang
telah diidentifikasi pada poin (a) sebagai tujuan institusional.
c. Menyusun pengalaman belajar yaitu menyediakan pengalaman-pengalaman
belajar yang diperlukan peserta didik untuk dapat melaksanakan langkah-
langkah tugas yang disebutkan pada poin (b)
d. Menetapkan topik dan subtopik, yiatu mengidentifikasi pokok bahasan dan
subpokok bahasan sebagai isi atau persoalan-persoalan yang dibahas untuk
memeperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang disebutkan pada poin
(c)
e. Menetapkan waktu yang diperlukan untuk mempelajari topik dan subtopik
dengan memperhatikan kegiatan tatap muka, berstruktur dan mandiri,
f. Mengalokasikan waktu untuk tiap topik dan subtopik
g. Memberi nama mata pelajaran dengan cara mengorganisasikan terlebih
dahulu topik dan subtopik yang relevan menjadi satuan bahan pembelajaran.
h. Menetapkan bobot SKS setiap mata pelajaran sesuai dengan jumlah jam
pelajaran yang diperlukan peserta didik untuk mempelajari semua topik dan
subopik dari sesuatu mata pelajaran.
2. Pendekatan sistem
Pendekatan sistem dapat diartikan sebagai suatu sistem yang berupa
proses. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai
suatu tujuan. Komponen-komponennya adalah langkah-langkah kegiatan yang
terpadu secara integral dalam sautu ikatan sistem. Inti pendekatan sistem yang
berupa proses adalah merumuskan masalah, mengidentifikasi strategi pemecahan
masalah dan evaluasi.
3. Pendekatan klarifikasi nilai
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas
atas keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai
dengan perasaannya dan perasan orang lan serta aturan yang berlaku. Meskipu
demikian tidak berarti mata pelajaran lain tidak boleh menggunakan pendekatan
ini.
4. Pendekatan komprehensif
Langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan
komprehensif adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan filsafat pendidikan
2. Merumuskan visi dan tujuan pendidikan
3. Merumuskan target atau sasaran
4. Merancang perencanaan
5. Implementasi atau uji coba
6. Monitoring dan evaluasi sebagai bahan feedback untuk semua langkah yang
telah dilakukan dan selanjutnya dilakukan revisi dan penyempurnaan
terhadap pendekatan secara keseluruhan.
5. Pendekatan yang berpusat pada masalah
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara
mengidentifikasi berbagai masalah kurikulum secara khusus
6. Pendekatan terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan
keseluruhan bagian dan indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum
untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatan terpadu dapat dilaksanakan dalam
berbagai ingkatan baik pada tingkat makro, tingkat institusi, tingkat mikro
maupun tingkat individual.
B. Model Konsep Kurikulum
1. Konsep kurikulum subjek akademik
Kurikulum ini lebih menekankan isi. Kegiatan belajar lebih banak
diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Ditinjau dari kerangka
dasar kuriklum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki karakteristik
tertentu Evaluasi lebih mengutamakan hasil seusai dengan kriteria pencapaian.
2. Konsep kurikulum rekonstruksi sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidika interaksional yang
menekankan interaksi dan kerjasama antara siswa, guru, kepala sekolah,
orangtua dan masyarakat.
3. Konsep kurikulum humanistik
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum humanistik
mempunyai ciri tersendiri, antara lain tujuan pendidikan yaitu mengembangkan
pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integritas tinggi dan sikap positif.
4. Konsep kurikulum teknologis
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi
pendidikan dan dapt juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan perangkat
lunak dalam pendiidkan.
C. Model-model pengembangan kurikulum.
1. The Administrative model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum
dikenal adalah model administratif karena model ini menggunakan prosedur
“garis -staf” atau garis komando “dari atas ke bawah”.
2. The Grass-Roots model
Inisiatif pengembangan kurikulum dalam model ini berada di tangan
guru-guru sebagai pelaksana kurikulum di sekolah, baik yang bersumber dari
satu sekolah maupun dari beberapa sekolah sekaligus. Dalam pelaksanaan
kegiatannya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorongan
saja, sehingga guru-guru dapat melaksanaan tugas pengembangan
kurikulumnya secara demokratis.
3. The demonstration model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kurikulum dalam skala kecil. dalam pelaksanaannya, model ini menuntut
sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinyda dalam
memperbarui kurikulum.
4. Beauchamp;s system model
Sistem yang diformulasikan oleh Beauchamp mengemukakan adanya
lima langkah kritis dalam pengambilan keputusan pengembangan kurikulum
yaitu menentukan arena pengembangan kurikulum.
5. The systematic action-research model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini
adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekola dan masyarakat sert
otoritas ilmu.
6. Emerging Technical model
Model teknologis ini terdiri atas tiga variasi odel yaitu model analisis
tingkah laku, model analisis sistem dan odel berdasarkan komputer.
D. Analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum
Ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model
pengembangan tersebut yaitu penekanan pada suatu titik pandangan tertentu;
keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut dan; kekurangan-
kekurangannya. Model Action Researh mengutamakn penelitian sistematis oleh
orang lapangan tentang masalah-masalah kurikulum. Hal demikian jelas
mendekatkan permasalahn kurkulum dengan realitas penerapannya. Masing-
masing model memiliki keuntungan dan kekurangannya.
E. Model pengembangan kurikulum di Indonesia
Ada dua jenis model pengembangan kurikulum yang telah dan sedang
ditempuh di Indonesia yaitu model yang erorientasi pada tujuan dn model
kurikulum berbasis kompetensi Model kurikulum yang berorientasi pda tujuan
memiliki kebaikan-kebaikan antara lain tujuan yang ingin dicapai jelas bagi
penyusun kurikulum; tujuan-tujuan tersebut akan memberikan arah yang jelas
didalam menetapkan materi pelajaran, metode, jenis-jenis kegiatan dan alat yang
diperlukn untuk mencapai tujuan; tujuan-tujuan itu akan memberikan arah dalam
melakukan penilaian terhadap proses dan hasil yang akan dicapa dan; hasil
evaluasi yang berorientasi pada tujuan tersebut akan membantu pengembang
kurikulum didalam melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
BAB VI
MODEL KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
A. Visi Misi dan Tujuan
Pendidikan Nasional visi makro pendidikan nasional adalah terwujudnya
masyarakat madani sebagai tatanan kehidupan yang sesuai dengan amanat
proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui proses pendidikan.
Adapun misi pendidikan nasional dapat dibagi seperti berikut ini.
Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 dijelaskan
bahwa "pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Adapun ruang lingkup standar nasional Pendidikan meliputi:
1. Standar isi,
2. Standar proses,
3. Standar kompetensi lulusan,
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan,
5. Standar sarana dan prasarana,
6. Standar pengelolaan,
7. Standar pembiayaan,
8. Standar penilaian
B. Standar Kompetensi Lulusan
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional (2002) mengungkapkan salah satu kelemahan sistem
pendidikan nasional yang dikembangkan di tanah air kita adalah kurangnya
perhatian pada output. Standardisasi kurikulum nasional, buku, alat, pelatihan
guru, sarana, dan fasilitas sekolah merupakan wujud kendali pemerintah terhadap
input dan proses yang harus berlangsung dalam sistem.
Berdasarkan jenis dan jenjang pendidikan nasional, maka standar
kompetensi lulusan dapat diperinci sebagai berikut.
1. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah.
umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
4. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak
mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian dan sikap untuk
menemukan, mengembangkan serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni
yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Standar kompetensi pendidikan diperlukan agar tidak terjadi
penyimpangan, dan kesalahan dalam menafsirkan dan mengimplementasikan
kurikulum.
C. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu suatu konsep kurikulum
yang menekankan pada pengembangan dan penguasaan kompetensi bagi peserta
didik melalui berbagai kegiatan dan pengalaman sesuai dengan standar nasional
pendidikan sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, orang tua, dan
masyarakat, baik untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, memasuki
dunia
kerja maupun sosialisasi dengan masyarakat.
Implementasi kurikulum berbasis kompetensi memberikan keleluasaan
pada sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik.
Silabus ini dikembangkan oleh tiap sekolah sehingga memungkinkan
keseragaman kurikulum antarsekolah atau wilayah tanpa mengurangi standar
kompetensi yang telah ditetapkan dan berlaku secara nasional.
Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam
kurikulum adalah (1) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan
sesuatu dalam berbagai konteks, (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar
yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten, (3) kompetensi merupakan hasil
belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa
setelah melalui proses pembelajaran, (4) keandalan kemampuan siswa melakukan
sesuatu harus didefenisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat
dicapai melalui kinerja yang dapat diukur, (5) kompetensi berorientasi pada hasil
dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya, dan (6) kompetensi merupakan
pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan peserta
didik dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, sekaligus menggambarkan
kemajuan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran pada periode
tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah suatu konsep, pendekatan,
strategi kurikulum yang menekankan pada penguasaan berbagai kompetensi
tertentu. Depdiknas (2002) menjelaskan ciri-ciri kurikulum berbasis kompetensi,
yaitu: (a) menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal, (b) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan
keberagaman, (c) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode yang bervariasi, (c) sumber belajar bukan hanya guru, tetapai juga
sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, (d) penilaian menekankan
pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Kay (1977) mengemukakan bahwa pendidikan berbasis kompetensi
merupakan:"...an approach to instruction that aims to teach each student the basic
knowledge, skill, attitudes, and values esential to competence". Kompetensi selalu
dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran "mengapa"
dan "bagaimana" perbuatan tersebut dilakukan.
Adapun asumsi yang mendasari KBK adalah (a) banyak sekolah yang
memiliki sedikit guru profesional dan tidak mampu melakukan proses
pembelajaran secara optimal; (b) banyak sekolah hanya mengoleksi sejumlah
mata pelajaran dan pengalaman, sehingga mengajar diartikan sebagai kegiatan
menyajikan materi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran; (c) peserta didik
merupakan individu yang memiliki potensi yang perlu dikembangkan; (d) peserta
didik memiliki potensi yang berbeda dan bervariasi, maka dari itu guru harus
dapat membantu menghubungkan pengalaman yang sudah dimiliki dengan situasi
baru; (e) pendidikan berfungsi mengondisikan lingkungan untuk membantu
peserta didik mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal; (f)
kurikulum sebagai rencana pembelajaran harus diisi dengan kompetensi-
kompetensi potensial yang tersusun secara sistematis; dan (g) kurikulum sebagai
proses pembelajaran harus menyediakan berbagai kemungkinan kepada seluruh
peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi secara optimal.
Sesuai dengan kondisi negara, kondisi sekolah, kebutuhan masyarakat, dan
berbagai perkembangan serta perubahan yang sedang berlangsung dewasa ini,
maka dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi perlu memperhatikan
dan mempertimbangkan prinsip-prinsip, di antaranya keimanan dan nilai budi
pekerti luhur, penguatan integritas nasional, keseimbangan etika, logika, estetika,
dan kinestetika, kesamaan memperoleh kesamaan, abad pengetahuan dan
teknologi informasi, pengembangan keterampilan hidup, belajar sepanjang hayat,
berpusat pada anak dengan penilaian berkelanjutan dan komprehensif, serta
pendekatan menyeluruh dan kemitraan;
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) memfokuskan pada
kompetensi tertentu yang merupakan perpaduan pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai serta didemonstrasikan oleh peserta didik sebagai wujud
pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan kurikulum berbasis
kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam
proses pencapaian sasaran belajar yang mencerminkan penguasaan dan
pemahaman terhadap apa yang dipelajari. Oleh karena itu, peserta didik perlu
mengetahui cara penguasaan kompetensi yang akan dijadikan sebagai standar
penilaian hasil belajar sehingga ia dapat mempersiapkan dirinya melalui
penguasaan terhadap sejumlah kompetensi tertentu, sebagai prasyarat untuk
melanjutkan ke tingkat penguasaan kompetensi berikutnya. Model kurikulum
berbasis kompetensi (KBK) mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan model-model lainnya.
D. Prinsip dan Komponen KBK
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus mempertimbangkan
prinsip-prinsip berikut ini.
1. Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur. Keyakinan dan nilai-nilai yang dianut
masyarakat berpengaruh pada sikap dan arti kehidupannya.
2. Penguatan integritas nasional yang dicapai melalui pendidikan yang
memberikan pemahaman tentang masyarakat Indonesia yang majemuk dan
kemajuan peradaban bangsa Indonesia.
3. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika. Keseimbangan
pengalaman belajar peserta didik meliputi etika, logika, estetika, dan
kinestetika.
4. Kesamaan memperoleh kesempatan. Penyediaan tempat yang memberdayakan
semua peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap
sangat diutamakan.
5. Abad pengetahuan dan teknologi informasi. Kemampuan berpikir dan belajar
dengan mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi
yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian.
6. Pengembangan keterampilan hidup. Kurikulum perlu memasukkan unsur
keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kooperatif dan kompetitif dalam
menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari secara efektif.
7. Belajar sepanjang hayat. Pendidikan berlanjut sepanjang hidup manusia untuk
mengembangkan, menambah kesadaran, dan belajar memahami dunia yang
selalu berubah dalam berbagai bidang.
8. Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif.
Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerja sama, dan menilai
diri sendiri sangat perlu diutamakan.
Pendekatan menyeluruh dan kemitraan. Semua pengalaman belajar
dirancang secara berkesinambungan mulai dari TK dan RA sampai kelas XII.
Pendekatan ynag digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
berfokus pada kebutuhan peserta didik yang bervariasi dan mengintegrasikan
berbagai disiplin ilmu. Keberhasilan pencapaian pengalaman belajar menuntut
kemitraan dan tanggung jawab bersama dari peserta didik, guru, sekolah,
orangtua, perguruan tinggi, dunia usaha dan industri, dan masyarakat.
E. Tujuan Penyelenggaraan Sekolah dan Kompetensi Lulusan
1. Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA)
Penyelenggaraan TK dan RA difokuskan pada peletakan dasar- dasar
pengembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta suai dengan
pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Penyelenggaraan SD dan M1 dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan
yang mempunyai dasar dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan
pengetahuan yang memadai.
3. Sekolah Menengah
Penyelenggaraan sekolah menengah dimaksudkan untuk menghasilkan
lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk
digunakan dalam menjalin hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,
budaya, dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam
dunia kerja atau pendidikan lebih lanjut.
F. Sistem Penilaian dan Program Peningkatan Mutu
Semua program pendidikan harus diterapkan mulai dari jenjang
pendidikan dasar. Hal ini sesuai dengan esensi penerapan KBK menyeluruh dan
yaitu untuk membekali peserta didik dalam menghadapi tantangan hidupnya di
kemudian hari secara mandiri, kritis, cerdas, rasional, kreatif dan berbudi-pekerti
yang baik. Para pengelola pendidikan dasar, khususnya guru-guru perlu
memahami KBK secara utuh, baik teoretis maupun praktis, termasuk di dalamnya
manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya merupakan suatu strategi
dan pendekatan tentang bagaimana para penyelenggara pendidikan, pimpinan
sekolah dan guru mengelola semua kegiatan di sekolah sesuai dengan kebutuhan
realistik sekolah. Kepala sekolah dan guru harus bermitra dengan orang tua siswa
dan masyarakat, sehingga dapat saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan bersama.

BAB VII
MODEL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan
kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)
dan berpedoman pada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), maka materi bab ini akan mengacu pada Panduan
Penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun oleh
BSNP tahun 2006.
A. Pendahuluan
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar
nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum.
1. Landasan
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
c. Standar Isi
d. Standar Kompetensi Lulusan
2. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
3. Pengertian, KTSP adalah kurikulum operasional yangm disusun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
4. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Berpusat pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan
Peserta didik dan Lingkungannya
b. Beragam dan Terpadu
c. Tanggap terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni.
d. Relevan dengan Kebutuhan Kehidupan
e. Menyeluruh dan Berkesinambungan
f. Belajar Sepanjang Hayat
g. Seimbang antara Kepentingan Nasional dan Kepentingan Daerah
5. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Peningkatan Iman dan Takwa serta Akhlak Mulia
b. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, dan Minat sesuai dengan Tingkat
Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
c. Keragaman Potensi dan Karakteristik Daerah dan Lingkungan
d. Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
e. Tuntutan Dunia Kerja
f. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni
g. Agama
h. Dinamika Perkembangan Global
i. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
j. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat setempat
k. Kesetaraan Gender
l. Karakteristik satuan pendidikan
B. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
dirumuskan mengacu pada tujuan umum pendidikan
2. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
yang tertuang dalam SI
3. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender
pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat.
C. Pengembangan Silabus
1. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok
mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi
dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
2. Prinsip Pengembangan Silabus
Prinsip Pengembangan Silabus, meliputi: (a) ilmiah, (b) relevan,(c) sistematis,
(d) konsisten,(e) memadai, (f) aktual dan kontekstual (g) fleksibel, (h)
menyeluruh,
3. Unit Waktu Silabus
a. Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang
disediakan untuk mata pelajaran
b. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang disediakan per
semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang sekelompok.
c. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan
silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
untuk mata pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada
struktur kurikulum.
4. Pengembangan silabus
Dengan ketentuan: (a) disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang
bersangkutan mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan
lingkungannya; (b) apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat
melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri,
D. Pelaksanaan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Analisis Konteks
Analisis konteks, meliputi:(a) mengidentifikasi SI dan SKL (b)
menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidikan yang meliputi peserta didik,
(c) menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat dan lingkungan
sekitar
2. Mekanisme Penyusunan
a. Tim Penyusun, Terdiri atas guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua
merangkap anggota.
b. Kegiatan, penyiapan dan penyusunan draf, review dan revisi, serta finalisasi,
Pemantapan dan penilaian
c. Pemberlakuan.
BAB VIII
MODEL KURIKULUM BERMUATAN LOKAL
A. Dasar Pemikiran
1. Dalam UU.RI.No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
2. Pada Bab X Pasal 36 ayat (2) dalam undang-undang tersebut juga
dikemukakan, bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik. Implikasinya adalah dalam struktur
kurikulum harus ada muatan lokal (local content).
3. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi kekayaan alam yang
luar biasa, termasuk juga potensi sosial, seni-budaya, kebiasaan, adat istiadat,
bahasa, lingkungan, dan keterampilan fungsional yang menunjukkan
karakteristik tradisional daerah.
4. Penerapan muatan lokal di Indonesia sebenarnya sudah dirintis di Sekolah
Dasar (SD) sejak tahun 1987 melalui Keputusan Mendikbud.
B. Pengertian
Secara umum, pengertian muatan lokal adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran yang disusun oleh satuan
pendidikan sesuai dengan keragaman potensi daerah, karakteristik daerah,
keunggulan daerah, kebutuhan daerah, dan lingkungan masing-masing serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
1. Muatan lokal merupakan suatu program pendidikan dalam bentuk mata
pelajaran.
2. Muatan lokal berisi materi atau bahan pelajaran yang bersifat lokal.
3. Pengembangan materi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan dan
tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
4. Muatan lokal berorientasi pada kompetensi
5. Semua peserta didik wajib mempelajari muatan lokal di daerahnya masing-
masing secara berkesinambungan dalam bentuk kegiatan kurikuler.
Dalam Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh BSNP (2006)
dijelaskan bahwa muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi
daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian
dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata
pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan
dan tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
C. Landasan Yuridis-Formal
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab X Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 37 ayat (1),
Pasal 38 ayat (2).
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, Pasal 13 ayat (1) huruf f.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
D. Tujuan, Fungsi, dan Ruang Lingkup Muatan Lokal
Secara umum, tujuan muatan lokal adalah untuk mempersiapkan peserta
didik agar memiliki wawasan yang luas dan mantap tentang kondisi
lingkungannya, keterampilan fungsional, sikap dan nilai-nilai, bersedia
melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, serta meningkatkan
kualitas sosial dan budaya daerah sesuai dengan pembangunan daerah dan
pembangunan nasional.
Fungsi muatan lokal adalah (a) fungsi penyesuaian, yaitu mengembangkan
program-program yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah serta
mempersiapkan peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dan akrab dengan
lingkungannya; (b) fungsi integrasi, yaitu membentuk peserta didik menjadi
pribadi-pribadi yang terintegrasi dengan masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kompetensi sosialnya sesuai dengan karakteristik lingkungannya; dan (c) fungsi
perbedaan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memilih materi
muatan lokal sesuai dengan apa yang diinginkannya, sesuai dengan bakat, minat
dan kemampuannya sebagai pengakuan atas perbedaan individual. Bagi
pemerintah daerah, muatan lokal berfungsi untuk mengembangkan program-
program pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
pembangunan daerah.
Selanjutnya, Pusat Kurikulum Balitbang Kemdiknas (2006) mengemukakan
ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:
1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah
2. Lingkup Isi/Jenis Muatan Lokal
E. Kriteria Pemilihan dan Cara Pengembangan Muatan Lokal
kriteria pemilihan bahan atau materi pembelajaran bermuatan lokal, yaitu:
(a) sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan fisik, sosial dan mental
peserta didik, (b) tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, (c) tidak
bertentangan dengan upaya pelestarian lingkungan alam, sosial, dan budaya, (d)
berguna bagi kehidupan peserta didik dan pembangunan daerahnya, dan (e)
perhitungan dan perimbangan waktu yang diperlukan.
Cara menentukan dan mengembangkan materi pembelajaran bermuatan lokal
yang bertitik tolak dari silabus, yaitu (a) tentukan pola kehidupan, dengan kriteria
dekat dengan sekolah, dan merupakan suatu pola kehidupan, (b) tentukan gagasan
pokok, dengan kriteria timbul dari pengamatan lingkungan sekitar, berkaitan
dengan pola kehidupan yang telah ditetapkan, dan mempunyai cakupan informasi
yang luas dan dekat dengan anak, (c) analisis silabus mata pelajaran yang relevan,
seperti IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Olahraga dan
Kesehatan, Kesenian, dan Keterampilan, (d) catat pokok bahasan atau sub pokok
bahasan atau uraian materi pembelajaran dalam silabus yang mungkin dapat
dikaitkan dengan gagasan pokok yang telah ditentukan, (e) mengembangkan salah
satu pokok bahasan atau subpokok bahasan atau uraian materi pembelajaran yang
terpilih dari butir (d), (f) mengembangkan materi pembelajaran bermuatan lokal
dari gagasan pokok yang telah ditentukan melalui suatu tabel perincian atau tabel
terurai, dan (g) menyusun sun dan mengatur tabel perincian secara lebih sistematis
melalui jaringan gagasan pokok.
F. Model Rintisan Penerapan Muatan Lokal
Berikut dikemukakan model rintisan penerapan muatan lokal untuk Sekolah
Dasar.
1. Bertitik Tolak dari Silabus
a. Menentukan pola kehidupan dan gagasan pokok.
b. Menganalisis pokok bahasan, subpokok bahasan dan uraian materi
pembelajaran
2. Bertitik Tolak dari Pola Kehidupan
a. Menentukan Pola Kehidupan
b. Menentukan Gagasan Pokok
c. Membuat Tabel Perincian tentang Gagasan Pokok

G. Model Pengembangan Muatan Lokal SMA


Dapat disusun rambu-rambu kegiatan sebagai berikut: (a) membentuk tim
kerja pengembang muatan lokal; (b) menyusun rencana kerja dan jadwal kegiatan
pengembangan muatan lokal; (c) membuat rambu-rambu dan instrumen/format
yang akan digunakan; (d) mengumpulkan data dan informasi tentang potensi dan
kebutuhan daerah, potensi satuan pendidikan, daya dukung internal dan eksternal;
(e) membuat draf, membahas, dan memfinalkan hasil analisis potensi dan
kebutuhan daerah; (f) membuat draf, membahas, dan memfinalkan hasil analisis
potensi satuan pendidikan; (g) membuat draf, membahas, dan memfinalkan hasil
analisis daya dukung internal; (h) membuat draf, membahas, dan memfinalkan
hasil analisis daya dukung eksternal; (i) menentukan muatan lokal yang akan
dilaksanakan berdasarkan hasil analisis; (j) menugaskan guru yang akan mengajar
muatan lokal; (k) membuat kesepakatan kerja dengan instansi terkait; (1)
mengembangkan SKL, SK, dan KD muatan lokal; (m) menandatangani dokumen
muatan lokal lengkap dengan SKL, SK, dan KD; dan (n) menggandakan dan
mendistribusikan dokumen muatan lokal.
BAB IX
MODEL KURIKULUM BERORIENTASI KECAKAPAN HIDUP
A. Dasar Pemikiran
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
mengamanatkan pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam
penyelenggaraan pendidikan. Hal ini berdampak pada sistem penyelenggaraan
pendidikan dari sentralistik menuju desentralistik. Desentralisasi penyelenggaraan
pendidikan ini terwujud dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Salah satu substansi yang didesentralisasi adalah kurikulum. Ditegaskan
pada Pasal 36 ayat (1) bahwa "pengembangan kurikulum dilakukan dengan
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional."
B. Tujuan dan Ruang Lingkup
Secara khusus, pendidikan kecakapan hidup bertujuan untuk: (a)
mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk
memecahkan problem yang dihadapi; (b) memberikan wawasan yang luas
mengenai pengembangan karier peserta didik; (c) memberikan bekal dengan
latihan dasar tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari; (d)
memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran
yang fleksibel dan kontekstual sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas
(broad-based education); (e) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di
lingkungan sekolah dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (school-based
management); dan (f) memberdayakan aset kualitas batiniah, sikap dan perbuatan
lahiriah peserta didik melalui pengenalan, penghayatan, dan penerapan nilai
kehidupan sehari-hari sehingga dapat menjaga kelangsungan hidup dan
perkembangannya.
Dilihat dari jenis dan jenjang pendidikan, ruang lingkup kurikulum
berorientasi kecakapan hidup ini meliputi jenjang pendidikan dasar dan menengah
(SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/ SMAK).
Sedangkan, secara substantif, ruang lingkup kecakapan hidup meliputi aspek-
aspek: kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan.

C. Pengertian dan Jenis Kecakapan Hidup


Pengertian kecakapan hidup bukan sekadar keterampilan untuk bekerja
(vokasional) tetapi memiliki makna yang lebih luas. Menurut Tim Broad Based
Education (Tim BBE-Depdiknas, 2002), kecakapan hidup dapat diperinci sebagai
berikut.
a. Kecakapan Hidup Generik (Generic Life Skill)
1) Kecakapan personal (personal skill), terdiri atas.
a) Kecakapan memahami diri (self awareness skill),
b) Kecakapan berpikir (thinking skill)
2) Kecakapan sosial (social skill), yang meliputi:
a) Kecakapan berkomunikasi (communication skill)
b) Kecakapan bekerja sama (collaboration skill).
b. Kecakapan Hidup Spesifik (Specific Life Skill)
1) Kecakapan akademik (academic skill)
2) Kecakapan vokasional (vocational skill)

D. Model Pengembangan Kurikulum Berorientasi Kecakapan Hidup


(KBKH)
kedudukan kecakapan hidup dalam KTSP terintegrasi melalui kegiatan-
kegiatan pembelajaran yang ada pada setiap mata pelajaran sehingga tidak
berdampak pada alokasi waktu yang ditetapkan. kurikulum berorientasi
kecakapan hidup dengan sendirinya harus mengacu pada standar-standar yang
telah ditetapkan pemerintah. Standar isi terdiri atas ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Langkah-langkah yang dapat
ditempuh dalam mengembangkan Kurikulum Berorientasi Kecakapan Hidup
(KBKH) yang terintegrasi dalam mata pelajaran, adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi unsur kecakapan hidup yang dikembangkan dalam kehidupan
nyata yang dituangkan dalam bentuk kegiatan pembelajaran;
2. Mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
mendukung dan mengandung kecakapan hidup;

3. Mengklasifikasi materi/bahan dalam bentuk topik/tema dari mata pelajaran


yang sesuai dengan kecakapan hidup;
4. Menyusun skenario pembelajaran termasuk pendekatan, strategi, dan metode
pembelajaran; dan
5. Merancang bentuk dan jenis penilaian.
Pelaksanaan Kurikulum Berorientasi Kecakapan Hidup hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) tidak mengubah sistem
pendidikan dan kurikulum yang berlaku; (b) pembelajaran menggunakan prinsip
empat pilar, yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar menjadi
diri sendiri (learning to be). belajar untuk melakukan atau berbuat (learning to to),
dan belajar untuk mencapai kehidupan bersama (learning to live together); (c)
menggunakan model pembelajaran konstekstual (contextual teaching- leaming),
yaitu belajar mengkaitkan materi dengan kehidupan nyata dengan menggunakan
potensi lingkungan sekitar sebagai wahana pendidikan; (d) menggunakan model
pembelajaran pemecahan masalah (problem based instruction), (e) menggunakan
model pembelajaran terpadu (integrated learning) dan model pendidikan realistik
(realistic education); dan (f) berorientasi kepada tercapainya hidup sehat dan
berkualitas, memperluas wawasan dan pengetahuan, dan memiliki akses untuk
memenuhi standar hidup secara layak.
E. Pengembangan Silabus
langkah-langkah pengembangan silabus yang berorientasi kecakapan hidup secara
umum adalah sebagai berikut.
1. Menentukan Standar Kompetensi
2. Menentukan Kompetensi Dasar
3. Merumuskan Indikator
4. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran
5. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
6. Mempertimbangkan Alokasi Waktu
7. Menentukan Sumber/Bahan/Alat/Media
8. Menentukan Jenis dan Bentuk Penilaian
Dalam implementasinya, silabus perlu dijabarkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara
berkelanjutan dengan memperhatikan masukan dari evaluasi hasil belajar, evaluasi
proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran.
F. Penilaian dan Tindak Lanjut
Pengembangan kurikulum berorientasi kecakapan hidup berpijak pada
asumsi bahwa hasil belajar merupakan penguasaan berbagai kompetensi dasar,
rumpun pelajaran, kompetensi lintas kurikulum dan kompetensi tamatan,
termasuk kecakapan hidup yang diperoleh melalui berbagai pengalaman belajar.
Oleh sebab itu, penilaian terhadap kecakapan hidup perlu dilakukan. Penilaian
kecakapan hidup dapat diklasifikasikan ke dalam penilaian eksternal dan penilaian
internal.
Penilaian terhadap kecakapan hidup bertujuan untuk mengetahui tingkat
penguasaan peserta didik terhadap berbagai kecakapan hidup yang sesuai dengan
kebutuhannya untuk bertahan dan berkembang dalam kehidupannya di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Jenis kecakapn hidup yang perlu dinilai, antara lain: (a) kecakapan pribadi,
yang meliputi penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan YME., (b) kecakapan
berpikir rasional, yang meliputi: berpikir kritis dan logis, berpikir sistematis, (c)
keterampilan berpartisipasi, keterampilan mengelola konflik, keterampilan
memengaruhi orang lain; (d) kecakapan akademik, yang meliputi keterampilan
merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah, (e) kecakapan
vokasional, yang meliputi: keterampilan menemukan algoritma, model, prosedur
untuk mengerjakan suatu tugas.
Tindak lanjut merupakan langkah penting untuk dilakukan sebagai suatu
rencana kegiatan (action plan) untuk memaksimalkan atau mengoptimalkan
ketercapaian kompetensi peserta didik. Rencana tindak lanjut ini juga dapat
dipergunakan sebagai alat untuk "memantau dan mengevaluasi" efektivitas
pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri.
BAB X
EVALUASI KURIKULUM
A. Pengertian Evaluasi Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan salah satu
komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui
keefektifan kurikulum. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back)
bagi guru dalam memperbaiki dan menyempurnakan kurikulum. Di sekolah, kita
sering mendengar bahwa guru sering memberikan ulangan harian, ujian akhir
semester, ujian blok, tes tertulis, tes lisan, tes tindakan, dan sebagainya. Istilah-
istilah ini pada dasarnya merupakan bagian dari sistem evaluasi itu sendiri.
Dengan demikian, pengertian evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan
pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang
kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum, sedangkan penilaian
hasil belajar adalah suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan pertimbangan
dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
B. Kedudukan Evaluasi dalam Kurikulum
Evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Bagaimana mungkin
suatu kurikulum dapat diketahui efektivitasnya bila tidak dilakukan evaluasi.
Kedudukan evaluasi dalam kurikulum dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain:
1. Kurikulum adalah Suatu Program
Perencanaan kurikulum merupakan langkah pertama yang harus dilakukan
dalarn pengembangan kurikulum, kemudian dilaksanakan dalam situasi
nyata. Untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan
kurikulum, maka harus dilakukan evaluasi.
2. Guru sebagai Pengembang Kurikulum Perlu Mengetahui Keefektifan dan
Efisiensi Sistem Kurikulum
Ketika peserta didik selesai mengikuti kegiatan kurikulum, tentu mereka
ingin mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai. Untuk itu, guru harus
melakukan kegiatan evaluasi.
Dengan demikian, kedudukan evaluasi dapat dilihat sebagai salah satu
komponen penting dalam sistem kurikulum bahkan sebagai salah satu prinsip
kurikulum.
C. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Kurikulum
Tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan
efisiensi sistem kurikulum, baik yang menyangkut tentang tujuan, isi/materi,
strategi, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.
Menurut Zainal Arifin (2009) fungsi evaluasi dapat dilihat dari kebutuhan
peserta didik dan guru, yaitu:
1. Secara psikologis, peserta didik selalu butuh untuk mengetahui hingga mana
kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik
sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat.
3. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan
kemampuan dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam
usaha memperbaiki kurikulum.
4. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui status peserta didik di antara teman-
temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang pandai.
5. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam
menempuh program pendidikannya.
6. Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan
seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan, maupun
kenaikan kelas.
7. Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang
kemajuan peserta didik kepada orang tua, pejabat pemerintah yang
berwenang, kepala sekolah, guru-guru dan peserta didik itu sendiri.
D. Objek Evaluasi Kurikulum
Objek evaluasi kurikulum dapat dilihat dari berbagai segi. (a) dimensi-
dimensi kurikulum, mencakup dimensi rencana, dimensi kegiatan, dan dimensi
hasil, (b) komponen-komponen kurikulum, mencakup tujuan, isi, proses (metode,
media, sumber, lingkungan), dan evaluasi (formatif dan sumatif), dan (c) tahap-
tahap pengembangan kurikulum, mencakup tahap perencanaan (silabus dan RPP),
pelaksanaan (sekolah dan di luar sekolah), monitoring, dan evaluasi.
Objek evaluasi pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Program pembelajaran, yang meliputi:
a. Tujuan pembelajaran umum atau kompetensi dasar, yaitu target yang harus
dikuasai peserta didik dalam setiap pokok bahasan/topik.
b. Materi, yaitu berupa topik/pokok bahasan dan subtopik/subpokok bahasan
beserta perinciannya dalam setiap bidang studi atau mata pelajaran.
c. Metode pembelajaran, yaitu cara guru menyampaikan materi pelajaran,
seperti metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah.
d. Media pembelajaran, yaitu alat-alat yang membantu untuk mempermudah
guru dalam menyampaikan isi/materi pelajaran.
e. Sumber belajar, yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar.
f. Lingkungan, terutama lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga.
g. Penilaian proses dan hasil belajar, baik yang menggunakan tes maupun
non-tes.
2. Proses Pelaksanaan Pembelajaran:
a. Kegiatan, yang meliputi jenis kegiatan, prosedur pelaksanaan setiap jenis
kegiatan, sarana pendukung, efektivitas dan efisiensi, dan sebagainya.
b. Guru, terutama dalam hal menyampaikan materi.
c. Peserta didik, terutama dalam hal peran serta peserta didik dalam kegiatan
belajar dan bimbingan, memahami jenis kegiatan, dan sebagainya.
3. Hasil pembelajaran, baik untuk jangka pendek (sesuai dengan pencapaian
indikator), jangka menengah (sesuai dengan target untuk setiap bidang
studi/mata pelajaran), dan jangka panjang (setelah peserta didik terjun ke
masyarakat).
E. Prinsip, Jenis, dan Desain Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip umum sebagai
berikut.
1. Kontinuitas, artinya evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental, karena
kurikulum itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu.
2. Komprehensif, artinya objek evaluasi harus diambil secara menyeluruh sebagai
bahan evaluasi.
3. Adil dan objektif, artinya proses evaluasi dan pengambilan keputusan hasil
evaluasi harus dilakukan secara adil.
4. Kooperatif, artinya kegiatan evaluasi harus dilakukan atas kerja sama dengan
semua pihak.
Seorang evaluator kurikulum perlu juga memperhatikan prinsip- prinsip
yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan evaluasi, yang meliputi: (a) evaluasi
hendaknya dirancang sedemikian rupa, sehingga jelas tujuan dan kegunaannya,
objek evaluasinya, instrumen evaluasi dan interpretasi hasil evaluasi, (b) evaluasi
harus menjadi bagian integral dalam proses pengembangan kurikulum, (c) untuk
memperoleh hasil yang objektif, evaluasi harus menggunakan berbagai instrumen,
(d) pemilihan instrumen evaluasi harus sesuai dengan objek evaluasi, (e)
instrumen evaluasi harus mendorong kemampuan penalaran dan kreativitas
peserta didik, (f) objek evaluasi harus menyeluruh, (g) evaluasi harus mengacu
kepada prinsip diferensiasi, yaitu memberikan peluang kepada peserta didik untuk
menunjukkan apa yang diketahui, apa yang dipahami dan apa yang dapat
dilakukan, (h) evaluasi tidak bersifat diskriminasi, artinya, guru harus bersikap
adil, jujur dan tidak membeda-bedakan semua peserta didik, serta bertanggung
jawab kepada semua pihak, (i) evaluasi harus diikuti dengan tindak lanjut, dan (j)
evaluasi harus berorientasi pada kecakapan hidup dan bersifat mendidik.
1. Jenis-jenis Evaluasi Kurikulum
Dilihat dari kurikulum sebagai suatu program, maka jenis evaluasi dapat
dibagi menjadi lima jenis.
a. Evaluasi Perencanaan dan Pengembangan
b. Evaluasi Monitoring
c. Evaluasi Dampak
d. Evaluasi Efisiensi-ekonomis
e. Evaluasi Program Komprehensif
2. Desain Evaluasi Kurikulum
Menurut Oemar Hamalik (2008), desain evaluasi kurikulum meliputi
komponen-komponen sebagai berikut.
a. Penetapan Garis Besar Penilaian
1) Identifikasi tingkat perbuatan keputusan
2) Menetapkan situasi-situasi keputusan bagi masing-masing tingkat
3) Merumuskan kriteria bagi setiap situasi
4) Merumuskan kebijaksanaan untuk pelaksanaan evaluasi.
b. Pengumpulan Informasi.
1) Mernerinci sumber-sumber informasi.
2) Memerinci instrumen dan metode pengumpulan informasi.
3) Memerinci prosedur sampel.
4) Memerinci kondisi-kondisi dan jadwal pengumpulan informasi.
c. Organisasi Informasi:
1) Memerinci format informasi.
2) Memerinci alat untuk koding, penyusunan, penyimpanan.
d. Analisa Informasi:
1) Memerinci prosedur analisis.
2) Memerinci alat untuk melaksanakan analisis.
e. Laporan Informasi:
1) Menentukan penerima laporan.
2) Memerinci alat untuk menyampaikan informasi.
3) Memerinci format laporan.
4) Menetapkan jadwal pelaporan informasi.
F. Pendekatan Pengembangan Kriteria Evaluasi
Ada dua landasan pokok dalam pendekatan pengembangan kriteria
evaluasi kurikulum, yaitu (1) keterkaitan antara evaluasi dengan kurikulum itu
sendiri, (2) waktu, ketika kriteria untuk evaluasi tersebut dikembangkan. S.Hamid
Hasan dalam Zainal Arifin (2009) mengembangkan empat kelompok
pengembangan kriteria evaluasi yaitu "pre-ordinate, fidelity, mutual-adaptive, dan
process".
1. Pendekatan Pre-Ordinate
Pengembangan kriteria pre-ordinate ini banyak digunakan untuk
kurikulum sebagai hasil belajar maupun kurikulum sebagai kegiatan. Evaluasi
kurikulum dalam dimensi kegiatan memerlukan suatu alat standar yang ditetapkan
di luar kurikulum yang dipelajari.
2. Pendekatan Fidelity
Pendekatan fidelity tidak menggunakan kriteria yang bersifat umum.
Kriteria yang dikembangkan berasal dari kurikulum itu sendiri. Sebelum evaluator
mengembangkan
3. Pendekatan Gabungan
Evaluasi dengan pendekatan ini menggunakan sumber gabungan, yaitu
suatu kriteria baik yang dikembangkan dari karakteristik kurikulum maupun dari
luar. Kriteria dari luar kurikulum tersebut dapat saja berasal dari suatu pandangan
teoretis tertentu seperti pada pengembangan kriteria berdasarkan pendekatar pre-
ordinate.
4. Pendekatan Proses
Karakteristik pendekatan proses, antara lain: (a) kriteria yang
dipergunakan untuk evaluasi tidak dikembangkan sebelum evaluator berada di
lapangan, (b) sangat peduli dengan masalah yang dihadapi oleh para pelaksana
kurikulum di lapangan, dan (c) sangat terkenal dengan penggunaan studi kasus
untuk mendekati lapangan. Mengembangkan kriteria di lapangan membuat tugas
evaluator menjadi sangat berat karena (a) harus sensitif terhadap apa yang terjadi
di lapangan, (b) harus banyak berdialog dengan orang-orang yang terlibat dalam
kurikulum (c) harus menjadi pengamat yang tajam mengenai kenyataan-kenyataan
tidak pernah dipikirkan sebelumnya, (d) harus dapat menjadi "instrumen hidup"
(evaluator sebagai instrumen) sebelum kriteria dan alat evaluasi dapat
dikembangkan.
G. Model-Model Evaluasi Kurikulum
Model- model evaluasi tersebut akan dijelaskan secara singkat pada uraian
berikut ini.
1. Model Tyler (Tyler Model)
Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan
pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah
laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah
melaksanakan kurikulum (hasil).
2. Model yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Evaluation Model)
Tujuan model ini adalah membantu pengembang kurikulum merumuskan
tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dan kegiatan. Jika rumusan tujuan
kurikulum dapat diobservasi (observable) dan dapat diukur (measurable), maka
kegiatan evaluasi kurikulum akan menjadi lebih praktis dan simpel.
3. Model Pengukuran (R.Thorndike dan R.L.Ebel)
Model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran
digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki
oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu.
4. Model Kesesuain (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach)
Model ini memandang evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk melihat
kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai.
Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik
dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan
5. Model Evaluasi Sistem Pendidikan (Educational System Evaluation Model)
Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan dan merupakan
penggabungan dari beberapa model, seperti model countenance dari Stake; model
CIPP (Context, Input, Process, Product) dan CDPP yaitu (context, design, process,
product) dari Stufflebeam; model Scriven yang meliputi instrumental evaluation
and consequential evaluation; model Provus yang meliputi design, operation
program, interim products, dan terminal products; model EPIC (evaluative
innovative curriculum); model CEMREL (central Midwestern regional
educational laboratory) dari Howard Russell dan Louis Smith, dan model
Atkinson.
Model CIPP berorientasi pada suatu keputusan (a decision oriented
evaluation approach structured). Tujuannya adalah untuk membantu pengembang
kurikulum (kepala sekolah dan guru) di dalam membuat keputusan. Evaluasi
diartikan sebagai suatu proses mendeskripsikan, memperoleh dan menyediakan
informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan. Sesuai dengan nama
modelnya, model ini membagi empat jenis kegiatan evaluasi.
6. Model Alkin (Marvin Alkin, 1969)
Menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan,
mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis
informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih
beberapa alternatif.
7. Model Brinkerhoff
a Fixed vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara
sistematik-terstruktur sebelum program dilaksanakan.
b. Formative vs Summative Evaluation (Michael Scriven, 1967) Untuk dapat
memahami kedua jenis evaluasi ini dapat dilihat dari fungsinya
c . Desain eksperimental dan desain quasi eksperimental vs natural inquiri
Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random
sampling, memberikan perlakuan, dan mengukur dampak Tujuannya adalah
untuk menilai manfaat hasil percobaan dari suatu kurikulum.
8. Model Illuminatif (Malcom Parlett dan Hamilton)
Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif-terbuka (open-
ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, yaitu lingkungan
sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, di mana guru dan peserta
didik dapat berinteraksi.
9. Model Responsif (Responsive Model)
Model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif.
Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung
maupun tak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik.
10. Model Studi Kasus
Model ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain: (a) terfokus pada
kegiatan kurikulum di suatu sekolah, di kelas atau bahkan hanya kepada seorang
kepala sekolah atau guru, (b) tidak mempersoalkan pemilihan sampel, (c) hasil
evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi itu dilakukan, (d) tidak ada
generalisasi hasil evaluasi, (e) data yang dikumpulkan terutama data kualitatif,
dan (f) adanya realitas yang tidak sepihak (multiple realities).
BAB XI
INOVASI KURIKULUM
A. Dasar Pemikiran
Indonesia sebagai suatu negara berkembang telah dan terus melakukan
upaya-upaya pembaruan (inovasi) pendidikan, khususnya dalam bidang
kurikulum dan pembelajaran. Sepengetahuan penulis, sejak kurikulum 1975
sampaisekarang (kurikulum 2004) berbagai inovasi telah dilakukan,baik dalam
komponen tujuan, isi/materi, proses maupunevaluasi. Inovasi tersebut, antara lain
dari kurikulum yang berorientasi kepada tujuan (goal oriented) menjadi kurikulum
yang berorientasi pada kompetensi, dari subject- centered curriculum menjadi
broad-field curriculum, dari pembelajaran yang bersifat teacher-centered menjadi
child- centered dengan menggunakan pendekatan Student's Active Learning
(SAL) atau di Indonesia dikenal dengan istilah CBSA, sistem pengajaran pamong,
sistem belajar jarak jauh, pengembangan keterampilan proses, pengembangan life
skills, perubahan sistem penilaian dari yang hanya paper and pencil test menjadi
classroom-based assessment dengan salah satu tekniknya adalah portfolio, dan
tentu masih banyak lagi bentuk-bentuk inovasi lain. Dalam inovasi kurikulum
tertentu ada kecenderungan hanya memindahkan inovasi kurikulum dari berbagai
negara yang sudah maju. Walaupun sebenarnya telah dilakukan penyesuaian-
penyesuaian di sana-sini berdasarkan karakteristik daerah, kultur, lingkungan dan
sistem pendidikan di Indonesia.
B. Konsep, Jenis, dan Strategi Inovasi
Berbicara tentang inovasi (pembaruan) mengingatkan kita pada istilah
invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar
baru sebagai hasil karya manusia. Discovery adalah penemuan sesuatu (benda
yang sebenarnya telah ada sebelumnya). Dengan demikian, inovasi berarti usaha
menemukan sesuatu yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (upaya)
invention dan discovery. Inovasi dapat juga diartikan sebagai suatu upaya yang
secara sengaja dilakukan untuk membuat hal yang baru, yang secara kualitatif
berbeda dari sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan inovasi kurikulum, antara lain: (a) lebih meratanya kesempatan
belajar, (b) adanya keserasian antara kegiatan pembelajaran dengan tujuan
kurikulum, (c) implementasi kurikulum menjadi lebih efisien dan efektif, (d)
menghargai kebudayaan lokal/daerah, (e) tumbuhnya sikap, minat, dan motivasi
belajar peserta didik, (f) tersebarnya paket kurikulum yang menarik dan
menyenangkan semua pihak, mudah dicerna, mudah diperoleh, dan (g)
terpenuhinya kebutuhan tenaga terdidik dan terlatih yang bermutu. Adapun ciri-
ciri utama suatu inovasi, yaitu: (a) adanya sesuatu yang baru menurut persepsi
yang menerima, (b) diciptakan secara sengaja, (c) bertujuan untuk memperbaiki
sistem yang sudah ada, dan (d) kebaikan dari inovasi itu dapat ditunjukkan.
Inovasi kurikulum di Indonesia didasarkan pada tiga hal, yaitu: (a) visi,
misi, dan tujuan pendidikan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah melalui UU
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (b) tujuan inovasi
kurikulum adalah untuk memperbaiki sistem kurikulum yang ada agar lebih baik
lagi sehingga terasa manfaatnya bagi masyarakat pendidikan itu sendiri, dan (c)
sebagai usaha untuk mencari pemecahan masalah.
Inovasi kurikulum dibagi ke dalam dua jenis, yaitu top-down innovation
dan Buttom-up innovation.
1. Top-Down Innovation
Banyak contoh inovasi kurikulum "top-down innovation" yang dilakukan
oleh Departemen Pendidikan Nasional di Indonesia, antara lain: CBSA, guru
pamong, sekolah kecil, sistem pengajaran modul, sistem belajar jarak jauh, dan
lain-lain. Inovasi seperti ini akan berjalan dengan baik apabila pihak pembuat
kebijakan, para innovator, dan administrator menunjukkan sikap yang lebih baik.
2. Buttom-Up Innovation
Inovasi ini dibuat berdasarkan ide, pikiran, kreasi, inisiatif sekolah, guru
atau masyarakat. Jenis yang kedua ini jarang dilakukan di Indonesia karena sistem
pendidikan yang ada cenderung bersifat sentralistis.
a. Strategi Pemaksaan
Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide, dan pikiran
sepihak tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang
sebenarnya di mana inovasi itu akan dilaksanakan.
b. Strategi Empirik-Rasional
Dalam kaitan dengan ini, inovator bertugas mendemonstasikan
inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan valid untuk
memberikan manfaat bagi penggunanya.
c. Strategi Pendidikan yang Berulang Secara Normatif
menekankan bagaimana klien memahami permasalahan pembaruan,
seperti perubahan sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan
manusia.
C. Proses Pengembangan dan Keputusan Inovasi
1. Invention, meliputi penemuan-penemuan baru yang biasanya merupakan
adaptasi dari apa yang telah ada.
2. Development, yaitu suatu proses sebelum masuk ke dalam skala yang lebih
besar.
3. Diffusion. adalah proses di mana inovasi dikomunikasikan melalui saluran-
saluran tertentu secara terus menerus di antara anggota-anggota sistem sosial.
4. Adoption. Pada tahap penyerapan (adoption) terdapat beberapa unsur 4 penting
yang perlu dipertimbangkan, antara lain: penerimaan, waktu, tipe pembaruan, unit
pengadopsi, saluran komunikasi, struktur sosial, dan budaya.
Proses pengembangan inovasi perlu memperhatikan langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Memahami masalah atau kebutuhan yang timbul dalam masyarakat.
b. Melakukan penelitian dasar dan terapan.
c. Pengembangan. Kegiatan pengembangan selalu dikaitkan dengan penelitian.
d. Komersialisasi. Pada tahap ini proses penelitian dan pengembangan dikemas
dalam bentuk produk siap pakai oleh pengguna.
e. Difusi dan adopsi. Masalah yang paling krusial dalam proses pengembangan
inovasi adalah keputusan untuk memulai difusi kepada pengguna (adopter).
f. Konsekuensi. Tahap akhir dari proses pengembangan inovasi adalah
konsekuensi.
Proses keputusan inovasi adalah proses di mana seorang individu atau unit
pembuat keputusan mempertimbangkan langkah-langkah membuat keputusan,
mulai dari memahami tentang inovasi, menentukan sikap terhadap inovasi,
membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolaknya, implementasi inovasi,
sampai pada konfirmasi dari keputusan tersebut. Adapun uraian dari kelima
langkah utama dalam proses keputusan inovasi ini adalah sebagai berikut.
1. Pengetahuan,
2 Persuasi,
3. Keputusan,
4. Implementasi,
5. Konfirmasi,
Berkaitan dengan keputusan inovasi, perlu juga diketahui beberapa tipe
keputusan inovasi, yaitu (a) keputusan inovasi pilihan, yaitu pilihan- pilihan untuk
mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat oleh seseorang, yang bebas
dari keputusan-keputusan dari anggota kelompok sebuah sistem, (b) keputusan
inovasi kolektif, yaitu pilihan- pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu
inovasi yang dibuat secara konsensus di kalangan para anggota suatu sistem
sosial, dan (c) keputusan inovasi otoritas, yaitu pilihan-pilihan untuk mengadopsi
atau menolak suatu inovasi yang telah dibuat oleh individu dalam suatu sistem
yang mempunyai kekuatan, status atau keahlian teknis.

D. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan dari individu
kepada individu lain, baik langsung maupun tidak langsung. Saluran media massa
adalah semua alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan-pesan yang
melibatkan suatu media massa, seperti radio, televisi, dan surat kabar, yang
memungkinkan pesan-pesan tersebut sampai kepada khalayak. Saluran
antarmanusia melibatkan pertukaran secara tatap muka antara dua atau lebih
individu.
Prinsip dasar dari komunikasi manusia adalah bahwa transfer ide-ide
antara individu mempunyai sifat yang sama (homophilous). Homophily adalah
tingkat di mana individu-individu yang berinteraksi mempunyai ciri-ciri yang
sama, seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial dan kesenangan lainnya.
Sebaliknya, heteropili adalah derajat sampai di mana pasangan yang berinteraksi
itu memiliki sifat yang tidak sarna.
E. Implementasi Inovasi dan Kecepatan Adopsi
Implementasi merupakan salah satu bagian penting dari proses keputusan
inovasi. Nicholls (1983) dalam studinya mengemukakan enam kesimpulan
sebagai persyaratan penting untuk membantu keberhasilan implementasi inovasi,
yaitu: (a) guru harus memahami betul tentang inovasi tersebut, (b) guru harus
memiliki pengetahuan tentang proses perencanaan, keterampilan-keterampilan,
dan kemampuan tertentu untuk mengembangkan dan melaksanakan inovasi, (c)
kriteria penilaian terhadap inovasi harus sudah disusun terlebih dahulu, (d)
penolakan terhadap inovasi harus sudah diperhitungkan pada saat inovasi mulai
ditetapkan, (e) pengetahuan dan perhatian amat diperlukan saat proses
implementasi inovasi, dan (f) jalur komunikasi yang efektif harus dibangun dan
dapat digunakan oleh semua yang terlibat dalam inovasi.
Kecepatan adopsi merupakan kecepatan relatif di mana suatu inovasi
diadopsi melalui anggota-anggota kelompok sistem sosial. Hal itu diukur secara
umum melalui sejumlah individu yang mengadopsi ide-ide baru pada masa
tertentu. Jadi, kecepatan adopsi adalah suatu ukuran angka dari langkah-langkah
kurve adopsi untuk suatu inovasi. Tidak semua individu dalam suatu sistem sosial
mengadopsi suatu inovasi pada waktu yang sama. Mereka mengadopsi sesuai
dengan urutan waktu, dan mereka mungkin mengelompokkan kategori
pengadopsi ketika mereka mulai pertama kali menggunakan ide-ide baru.
Pemimpin Opini
Pemimpin opini adalah tingkat di mana seseorang secara informal dapat
memengaruhi sikap atau perilaku individu yang lain sesuai dengan cara yang
diharapkan dalam frekuensi tertentu. Pemimpin opini adalah seseorang yang
memimpin dalam memengaruhi pendapat orang lain tentang inovasi. Perilaku dari
pemimpin merupakan hal penting untuk menentukan kecepatan adopsi inovasi
dalam suatu sistem sosial.
Ada dua masalah pokok yang akan dihadapi agen perubahan, yaitu: (a)
marginalitas sosial, sehubungan dengan posisi agen di antara lembaga pembaruan
dengan sistem klien, (b) kelebihan informasi, yaitu keadaan individu atau sistem
mendapat masukan informasi yang berlebihan dan tidak dapat diproses atau
digunakan bahkan dapat menimbulkan kekacauan.
Banyak orang ketika membahas inovasi, tidak membicarakan
konsekuensinya. Konsekuensi inovasi adalah perubahan-perubahan yang terjadi
terhadap suatu sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan dari suatu
inovasi. Konsekuensi dapat dibagi ke dalam tiga bagian besar, yaitu:
a. Konsekuensi Fungsional dan Konsekuensi Disfungsional
Konsekuensi fungsional adalah akibat-akibat yang diinginkan dari
penyebaran suatu inovasi dalam suatu sistem sosial, sedangkan konsekuensi
disfungsional berhubungan dengan efek-efek yang tidak diinginkan
b. Konsekuensi Langsung dan Tak Langsung
Konsekuensi langsung adalah perubahan-perubahan dalam sistem sosial
yang terjadi sebagai respons segera suatu inovasi, sedangkan konsekuensi tak
langsung adalah perubahan-perubahan suatu sistem sosial yang terjadi sebagai
hasil konsekuensi langsung suatu inovasi.
C. Konsekuensi yang Tampak dan Laten
Konsekuensi yang tampak adalah perubahan-perubahan yang terlihat dan
dikehendaki oleh sistem sosial, sedangkan konsekuensi laten adalah berbanding
terbalik dari pengertian di atas.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh agen perubahan dalam menilai
kecepatan inovasi, antara lain: (a) keseimbangan yang stabil. Hal ini berhubungan
dengan kestabilan perubahan struktur atau fungsi sosial, (b) keseimbangan yang
dinamis. Pertimbangan ini berhubungan dengan perubahan sistem sosial dengan
kemampuan sistem untuk mengatasinya, dan (c) ketidakseimbangan akan terjadi
apabila kecepatan suatu perubahan itu sangat cepat sehingga tidak dapat diikuti
oleh sistem sosial.
F. Inovasi Kurikulum di Indonesia
Indonesia telah dilakukan berbagai upaya inovasi kurikulum dan
pembelajaran, seperti perubahan tujuan kurikulum, restrukturisasi kurikulum,
penyesuaian materi dan waktu, reorientasi pendekatan, dan strategi pembelajaran,
serta sistem penilaian. Untuk itu, sering dilakukan percobaan-percobaan atau studi
kasus pada sekolah tertentu. Ada beberapa pertimbangan perlunya inovasi
kurikulum di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
Pertama, relevansi, yaitu masih adanya ketidaksesuaian antara kurikulum
yang digunakan dengan kebutuhan di lapangan. Untuk mengatasi kesenjangan
relevansi tersebut, maka inovasi kurikulum mutlak harus dilakukan.
Kedua, mutu pendidikan di Indonesia sangat rendah Dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan ini, maka inovasi kurikulum harus terus dilakukan.
Ketiga, masalah pemerataan. Pembangunan pendidikan di Indonesia
sampai saat ini memang masih kurang merata.
Keempat, masalah keefektifan dan efisiensi pendidikan. Masalah efisiensi
berkenaan dengan manajemen kurikulum itu sendiri.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas, maka diperlukan
berbagai upaya atau terobosan dan pemikiran yang mendalam serta pendekatan
progresif dalam bentuk inovasi kurikulum sehingga diharapkan ada peningkatan
mutu pendidikan, baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang.
Setelah bentuk atau wujud inovasi kurikulum itu ada, kemudian
dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu, ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan.
1. Faktor Guru (Pendidik)
2. Faktor Peserta Didik (Siswa)
3. Faktor Program Pembelajaran
4. Faktor Fasilitas
5. Faktor Lingkungan Sosial Masyarakat
G. Ruang Lingkup dan Bentuk Inovasi Kurikulum
Secara garis besar, ruang lingkup inovasi kurikulum terdiri atas, tujuan
kurikulum, struktur kurikulum, isi/materi pelajaran, proses pembelajaran, dan
sistem penilaian. Tujuan kurikulum (tujuan kurikuler) bersumber dari setiap mata
pelajaran.
Perubahan kurikulum ini juga membawa implikasi terhadap cara guru
mengajar atau proses pembelajaran. Semula guru lebih menekankan pada
selesainya pokok bahasan (isi), tetapi melupakan hasil, tetapi sekarang justru lebih
menekankan pada hasil. Beberapa bentuk inovasi kurikulum yang pernah
dilakukan di Indonesia, terutama pada aspek proses pembelajaran, antara lain:
Dalam kurikulum 1975, kita mengenal strategi pembelajaran PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), dan pendekatan CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif), kemudian dalam kurikulum 1984 diberlakukan "sistem
kredit" dan sistem semester serta pendekatan keterampilan proses. Kurikulum
1994 dengan sistem catur wulannya lebih banyak menggunakan pendekatan-
pendekatan seperti kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2004, penyampaian dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi serta sumber
belajar, bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi
unsur edukatif.

H. Hambatan-Hambatan dalam Implementasi Inovasi Kurikulum


Hambatan itu, antara lain dapat disebabkan oleh tidak sesuainya latar
belakang kultur masyarakat (terutama guru) tempat inovasi itu dikembangkan
dengan budaya Indonesia. Penyebab lainnya adalah masih kurangnya sikap dan
kemampuan berpikir kritis, analitis, reflektif, konstruktif, dan antisipatif terhadap
inovasi yang dikenalkan, baik mengenai kegunaannya maupun implikasi yang
mungkin timbul, sekarang atau pada masa yang akan datang. Penerimaan inovasi
juga belum dibarengi dengan tekad dan semangat baru serta kerja keras dari guru,
sebab inovasi itu bukan "dukun" yang dapat mengobati segala macam penyakit.
Dengan demikian, "nilai dan esensi dari suatu inovasi belum menjadi milik
intrinsik manusia Indonesia sebagai akibat dari penerimaan inovasi demi target
formalistik belaka." (Soepardjo Adikusumo, 1986).
Guru memang memiliki potensi, tetapi guru juga memiliki keterbatasan.
Beberapa keterbatasan, keterbatasan tersebut mengimplikasikan perlunya
perencanaan yang matang dan komprehensif tentang inovasi kurikulum dalam
berbagai tingkatan dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan hambatan
yang akan terjadi sehingga keterbatasan tersebut dapat diatassi dengan segera.

Anda mungkin juga menyukai