Anda di halaman 1dari 18

Bahan Ajar

Pertemuan ke-2

KONSEP DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI

I. Latar Belakang
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup
sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan
dalam perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka pengembangan
kurikulum tidak bisa dikerjakan sembarangan harus berorentasi kepada tujuan yang
jelas sehingga akan menghasilkan hasil yang baik dan sempurna (Ahmadi, 2010: 61-
62).
Disamping itu, program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedang dan akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang
oleh guru bersama-sama masyarakat pemakai.
Untuk bisa merancang kurikulum yang demikian, guru harus memiliki peranan
yang amat sentral. Oleh karena itu pula, kompetensi manajemen pengembangan
kurikulum perlu dimiliki oleh setiap guru di samping kompetensi teori belajar.
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan
diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk
mengejawantahan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung
dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan
pendidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan
salah satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam (Muhaimin,
2005: 1).
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks
pengembangan kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebingungan dalam

1
menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderung bersifat top-down
innovation dengan strategi power coersiveatau strategi pemaksaan dari atasan (pusat)
yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk meningkatkan efisiensi
serta efektifitas pelaksanaan PAI dan sebagainya.
Kurikulum sebagai variabel sekaligus sebagai program belajar bagi siswa,
disusun secara sistematis dan logis oleh sekolah guna mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum sebagai program belajar adalah niat, rencana, atau harapan. Oleh karena
itu dapat pula dikatakan bahwa kurikulum adalah hasil belajar yang diniati.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh
terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam
pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat
dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan konsep-konsep
yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang
mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada konsep yang kuat
dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya,
akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
II. Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama Islam
A. Pengertian Kurikulum
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum PAI, perlu
dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata “Kurikulum”berasal dari kata
Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti
jarak tempuh lari, yakni  jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari
star hingga finish. Jarak dari star sampai finish ini kemudian yang disebut
dengan currere (Ahmad, 1998: 9).
Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni
jalan yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang
kehidupannya (Ramayulis, 2004: 128). Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti
jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk

2
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai (Muhaimin,
2005: 1).
Sementara itu menurut E. Mulyasa (2006: 46) bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi
standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil kompetensi dasar dan
tujuan pendidikan.
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang
dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai
pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities,
and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the
classroom or not”
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003
dikembangkan kearah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian,
ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan
pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun
evaluasinya (Muhaimin, 2005: 2).
B. Model Konsep Kurikulum
Menurut Moh Ali (1992: 10), kurikulum sebagai suatu rencana yang menjadi
panduan dalam menjalankan roda proses pendidikan di sekolah akan mempunyai
bentuk yang berbeda-beda sebagai akibat dipegangnya konsep tentang fungsi
pendidikan itu. Oleh sebab konsep tentang fungsi pendidikan itu bermacam-macam,
maka konsep kurikulum pun bermacam-macam pula. McNeil (1981),
mengkategorikan konsep kurikulum ini ke dalam empat macam, yaitu:
1. Konsep Kurikulum Subjek Akademik

3
Kurikulum ini merupakan model konsep kurikulum yang paling tua, sejak
sekolah yang pertama dulu berdiri. Kurikulum ini menekankan pada isi atau materi
pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu. Penyusunannya relatif mudah, praktis,
dan mudah digabungkan dengan model konsep yang lain. Kurikulum ini bersumber
dari pendidikan klasik, perenialisme (kurikulum berfokus pada pengembangan diri)
dan esensialisme (kurikulum berfokus pada keterampilan penting), yang berorientasi
pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditentukan oleh pemikir
masa lalu. Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan nilai-nilai budaya masa lalu kepada generasi yang baru.
2. Konsep Kurikulum Humanistik
 Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Mewey
dan J.J. Rousseau, yang lebih menekankan pada pengembangan kepribadian peserta
didik secara utuh dan seimbang antara perkembangan segi intelektual, afektif, dan
psikomotor. Kurikulum ini menekankan pengembangan dan kemampuan dengan
memperhatikan minat dan kebutuhan peseta didik dan pembelajarannya berpusat pada
peserta didik. Pembelajaran segi-segi sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian
utama dalam model kurikulum ini. 
3. Konsep Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Konsep kurikulum ini lebih memusatkan perhatiannya pada problema-problema
yang dihadapi dalam masyarakat, kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan
interaksional. Menurut mereka pendidikan bukanlah merupakan upaya sendiri, tetapi
merupakan kegiatan bersama, interaksi, dan kerjasama. Melalui interaksi dan
kerjasama ini peserta didik berusaha memecahkan problema-problema yang
dihadapinya dalam masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
4. Konsep kurikulum Teknologis (kompetensi)
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan
nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Perkembangan
teknologi mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang
pendidikan. Sejak dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang

4
digunakan adalah teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur,
pena dan tinta, sabak dan grib, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap
perkembangannya yang digunakan adalah teknologi maju, seperti audio dan video
cassette, overhead projektor, film slide dan motion film, mesin
pembelajaran, computer, CD-Room, andinternet.
C. Pengertian Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Kurikulum pendidikan Islam memiliki misi untuk menjabarkan pesan kitab
suci (wahyu ilahiyah) dan sunnah Nabi  serta realitas empirik yang mewadahinya
agar dapat membenahi kualitas hidup manusia ke arah lebih baik. Suatu misi (risalah)
kemanusiaan yang sangat mulia dalam rangka membentuk sikap mental lulusan yang
berperadaban dan menjunjung tinggi nilai insani.

III. Hakikat Pengembangan Kurikulum


Kurikulum pendidikan Islam pada hakekatnya merupakan kegiatan yang
mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-
bentuk materi pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar dan hal-hal yang
mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan dengan
mengacu pada nilai-nilai ajaran Islam.
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam
pendidikan dan Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan
suatu pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai
tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan dan proses pendidikan tidak akan
berjalan mulus. Kurikulum diperlukan sebagai salah satu komponen untuk
menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum terangkum berbagai
kegiatan dan pola pengajaran yang dapat menentukan arah proses pembelajaran. 
A. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Agama Islam

5
Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam Menurut al-Shaibani sebagaimana yang
dikutip oleh Anin Nurhayati, dalam bukunya “Kurikulum Inovasi” , dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Kurikulum pendidikan Islam harus mewujudkan tujuan pendidikannya, materi
pelajarannya.  Untuk pelajaran agama dan akhlak harus diambil dari al-qur’an
dan Hadist serta  contoh-contoh suri tauladan dari tokoh-tokoh terdahulu yang
baik.
b. Kurikulum pendidikan Islam sangat memperhatikan pengembangan
menyeluruh tentang aspek pribadi siswa, yaitu dari itelektual, psikologis,
sosila dan spitritual. Untuk pengembangan menyeluruh ini, kurikulum harus
dengan tujuan pembinaan pada setiap aspek tersebut. Untuk para peserta didik
harus diajarkan    berbagai ilmu pengetahuan.
c.  Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan keseimbangan antara
pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
Keseimbangan itu tentunya bersifat relatif karena tidak dapat di ukur secara
obyektif.
d. Kurikulum pendidikan Islam juga memperhatikan seni halus, yaitu seni ukir,
pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu harua memperharikan
pendidikan jasmani, lahtihan militer, teknik ketrampilan, latihan kejuruan,
pertukangan dan bahasa asing. Semuanya berdasarkan bakat dan minat.
e. Kurikulum Islam juga memperhatikan perbedaan-perbedaan kebudayaan di
tengah masyarakat, baik itu kaitannya dengan kebutuhan dan masalah-
masalah yang dihadapi masyarakat, keluwesan, serta perkembangan dan
perubahan. Kurikulum  pendidikan islam juga memiliki keserasian dengan
kdsesuaian perubahan zaman.

B. Azas-azas Kurikulum Pendidikan Agama Islam

6
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan
tiga macam, yaitu :
1. Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui
kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability
and needs of children).
2. Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari
masyarakat (the legitimate demands of society).
3. Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta
tempat kita hidup (the kind of universe in which we live)(Ramayulis, 2004:
131).
Sementara itu Al-Syaibani (dalam Ramayulis, 2004: 132) menawarkan
dasar-dasar/ azas-azas  kurikulum sebagai berikut :
1. Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan
segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas
harus berdasarkan pada al-Qur’an, al-Shunnah dan sumber-sumber yang
bersifat furu’ lainnya.
2. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam
secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung
suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini
sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology, epistimologi,
maupun aksiologi.
3. Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam
perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis
peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
4. Dasar Sosiologi, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan
Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat
Islam dan kebudayaannya. serta memperhatikan kebutuhan dan hakekat
manusia sebagai manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani, yang saling

7
bergantungan diantara sesamanya, dan saling bersinergi untuk tetap menjaga
keberlangsungan komunitas masyarakat di dalamnya.
5. Dasar Teknologi, yang dimaksud dengan dasar  pengembangan ilmu dan
teknologi adalah para pengambil kebijakan kurikulum hendaknya
memperhatikan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga menimbulkan kebutuhan baru, aspirasi baru,
sikap hidup baru. Hal-hal di atas menuntut perubahan pada sistem dan isi
pendidikan. Sehingga, pendidikan bukan hanya mewariskan nilai-nilai dan
hasil kebudayaan lama, tetapi juga mempersiapkan generasi muda agar
mampu hidup pada masa kini dan masa yang akan datang.
6. Dasar Organisatoris, kurikulum hendaknya di organisir dengan baik mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi di seluruh komponen
yang terkait. Baik dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana
pendukung, peserta didik, administrasi serta proses dalam pembelajarannya.
Karena segala sesuatu yang diorganisir dengan baik, tentu akan menghasilkan
yang lebih baik, sebagaimana hadits Nabi terhadap Ali bin Abi Tholib.

C. Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam


Dengan melihat ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam di atas, kurikulum
pendidikan Islam disusun dengan mengikuti tujuh prinsip sebagai berikut :
a. Prinsip pertautan dengan Agama, artinya bahwa semua elemen kurikulum
baik aspek tujuan, materi, alat dan metode dalam pendidikan Islam selalu
menyandarkan pada dasar-dasar ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an
dan Al-Hadits.
b.  Prinsip Universal, universal disini dimaksudkan bahwa tujuan dan cakupan
kurikulum pendidikan Islam harus mencakup semua aspek yang
mendatangkan manfaat, baik bagi peserta didik, baik yang bersifat jasmaniyah
maupun rohaniyah. Cakupan isi kurikulum menyentuh akal danqalbu peserta

8
didik. Pendidikan yang dikembangkan sebisanya dikembangkan bukan
pendidikan sekuler, melainkan sebaliknya yaitu pendidikan rasional yang
mempunyai arti mengajarkan materi-metari yang bermanfaat bagi kehidupan
akhirat dan dunia bagi peserta didik. Dengan demikian dalam pendidikan
Islam tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu Agama.
c. Prinsip keseimbangan antara tujuan yang ingin dicapai suatu lembaga
pendidikan dengan cakupan materi yang akan diberikan kepada peserta didik.
Keseimbangan ini meliputi materi yang bersifat religi-akhirat dan profane-
keduniaan dengan mencegah orientasi sepihak saja. Hakikat dari prinsip
keseimbangan ini, didasarkan pada firman Allah Swt dalam surat al-Qashas
ayat 77. Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri kalian, dan janganlah kamu melupakan
kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sessungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. Ayat tersebut adalah
perintah yang bersifat wajib, artinya umat Islam wajib melaksanakan
keseimbangan hidup antara keduniaan dan keakhiratan, kesimbangan cara
berfikir bersifat rasional dan hati nurani. Apabila kita kaitkan dengan
penyusunan kurikulum maka pedoman kurikulum mencerminkan
keseimbangan tujuan pembelajaran dan materi-materi yang diarahkan pada
pencapaian keseimbangan tujuan duniawi dan tujuan ukhrowi.
d. Prinsip keterkaitan dengan bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan
pelajar, dengan lingkungan sekitar baik fisik maupun social. Dengan prinsip
ini kurikulum pendidikan Islam berkeinginan menjaga keaslian peserta didik
yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini selaras dengan
pendapat Jean Peaget tentang pendidikan, ia mengatakan bahwa pindidikan
harus diindividulisasikan dengan menyadari bahwa kemampuan untuk
mengasimilasi akan berbeda dari satu individu dengan individu yang lain,

9
konsekuensinya materi pendidikan harus memperhatikan pebedaan peserta
didik.
e. Prinsip fleksibelitas, maksdunya kurikulum pendidikan Islam dirancang dan
dikembangkan berdasakan prinsip dinamis dan up to date terhadap
pekembangan dan kebutuhan masyarakat, bangsa dan Negara. Anak didik
yang berkarakte menjadi dambaan bukan hanya sebagai orang tua tetapi juga
menadi kebutuhan bangsa dan Negara mengingat anak merupakan generasi
penerus bangsa yang akan mengemban amanat kepemimpinan di masa yang
akan datang. 
f. Prinsip memperhatikan perbedaan individu, peserta didik merupakan
pribadi yang unik dengan keadaan latar belakang social ekonomi dan
psikologis yang beraneka macam, maka penyusunan kurikulum pendidikan
Islam haruslah memperhatikan keberAgamaan latar belakang tersebut demi
tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri.
g. Prinsip pertautan antara mata pelajaran dengan aktifitas fisik yang
tercakup dalam kurikulum pendidikan Islam. Petautan ini menjadi urgen
dalam rangka memaksimalkan peran kurikulum sebagai sebuah program
dengan tujuan tercapainya manusia yang berakhlak.
Dari prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, al-Syaibani mengatakan
bahwa kurikulum pendidikan Islam merupakan kurikulum yang diilhami oleh nilai
dan ajaran Agama Islam, yang selalu berkomitmen memperhatikan aktifitas manusia
modern. Meskipun dikatakan bahwa kurikulum pendidikan Islam bersifat fleksibel
dengan mengikuti dinamika perubahan zaman, namun tetap dengan memegang teguh
identitas keIslamannya.
Lebih lanjut, al-Abrasyi memberikan pemahaman tentang kurikulum
pendidikan   Islam berdasarkan prinsip-prinsip al-Syaibani dengan menitik beratkan
kepada 6 hal, yaitu :
a. Materi yang bersifat keagamaan diberikan kepada peserta didik dengan
maksud terbentuknya jiwa peserta didik yang sempurna dan utama.

10
b. Materi keAgamaan mendapatkan prosi yang lebih dibandingkan ilmu yang
lain karena materi ini merupakan sendi pembentukan moral yang luhur
c. Selain memberikan materi yang bersifat keAgamaan, kurikulum pendidikan
Islam juga menaruh perhatian terhadap materi yang bersifat keduniaan,
dengan tujuan memberikan pengalaman untuk bergaul dengan sesame
manusia.
d. Ilmu pengetahuan yang yang dipelajari dalam Islam memperhatikan prinsip
ilmu untuk ilmu, yang karenannya mempelajari pengetahuan dalam
pandangan para pemikir Islam merupakan suatu kenikmatan.
e. Pendidikan kejuruan, teknik dan perindutrian diperhatikan dalam pendidikan
Islam sebagai alat pencari penghidupan.
f. Suatu materi adalah alat dan pembuka untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. 
Dalam penilaian Al-Abrasy perbedaan penting antara kurikulum pendidikan
Islam denga kurikulum pendidikan pada umunya adalah bahwa kurikulum pendidikan
Islam tujuan utamanya adalah segi keruhanian, akhlak dan moral keIslaman,
sementara pendidikan umum tujuannya adalah menggapai segi keduniaan dan materi.
Dengan melihat cirri dan prinsip kurikulum diatas, Abdul Rahman Salih
Abdullah sebagimana dikutib oleh Toto Suharto mengkaalsifikasi domain kurikulum
kedalam 3 ranah sebagai berikut :
a. Al-Ulum al-Diniyah, yaitu ilmu-ilmu keIslaman normative yang menjadi
rujukan bagi segala ilmu yang ada.
b.  Al-Ulum al-Insyaniyah yang meliputi ilmu-ilmu social dan humaniora yang
berkaitan dengan manusia dan pergaulannya, seperti sosiologi, antropologi,
psikologi, pendidikan dan lain-lain.
c.  Al-Ulum Al-Kauniyah, merupakan ilmu alam dengan prinsip kea rah
kepastian, seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan lain-lain.
Dengan ketiga ranah ini pendidikan Islam  secara tegas menolak dualisme dan
sekulerisme kurikulum, sebab dulaisme kurikulum dapat mendatangkan dua macam
bahaya yang pertama ilmu-ilmu keIslaman akan mendapat derajat yang lebih rendah

11
dibandingkan dengan ilmu keduniaan, kedualahirnya integrasi sekulersme yang
mengorbankan domain Agama, yang selanjutnya dapat menstigmakan konsep anti
Agama.
D. Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1. Fungsi Kurikulum PAI
a. Bagi sekolah/madrasah yang bersangkutan:
1. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang
diinginkan atau dalam istilah KBK disebut standar kompetensi PAI, meliputi
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum,
kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata
pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), kompetensi mata
pelajaran kelas (I, II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII).
2. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama
Islam di sekolah/madrasah.
b.  Bagi sekolah/madrasah di atasnya :
1.  Melakukan penyesuaian.
2.  Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
3.  Menjaga kesinambungan
c.  Bagi masyarakat :
1. Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga
sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan
masyarakat dalam konteks pengembangan PAI.
2. Adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan
pengembangan kurikulum PAI (Muhaimin, 2005: 11-12).

2.        Pengembangan Kurikulum PAI


Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan
sebagai:
a. Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI, atau

12
b. Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk
menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; dan atau
c. Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan
penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata
mengalami perubahan-perubahan paradigma (Partanto, 1994: 566) walaupun dalam
beberapa hal tertentu paradigma sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga
sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut :
a. perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks
dari ajaran-ajaran agama Islam, kepada pemahaman tujuan, makna dan
motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI;
b. perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara
berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan
menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam;
c. perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan
Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga
menghasilkan produk tersebut;
d. perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya
mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi
kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru,
peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-
cara mencapainya (Muhaimin, 2005: 10-12).
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut
berpartisipasi, yaitu : administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta tokoh-tokoh
masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam
pengembangan kurikulum adalah: administrator, guru, dan orang tua
(Sukmadinata, op.cit: 155).

13
Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan
dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari :
a. Visi yang direncanakan. Visi (vision) adalah the statement of ideas or
hopes, yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin
dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang.
b. Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan
kebutuhan untuk studi lanjut.
c. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks
dan zaman.
d. Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
e. Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang untuk memiliki
etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan
teknologi (Muhaimin, 2005: 12-13).
Pendidikan Islam bertujuan menyiapkan para siswa memiliki ketrampilan
kemandirian, menghayati tugasnya, dan perannya menurut ajaran Islam dalam
bermasyarakat. Menurut Malik Padjar (1995: 5), mengenai orientasi pendidikan
Islam, tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a. Membentuk akademisi muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri,
berguna bagi bangsa dan agamanya, cerdas dan tangguh.
b. Terbinanya akademisi muslim yang cakap dan sadar menjalankan tugas
pengabdian.
c. Terbinanya suasana santri yang harmonis dan kondusif bagi
pengembangan nilai pendidikan Islam.
d. Terbinanya generasi Islam yang sanggup melanjutkan amal usaha islam
sebagai kader ummat dan kader  bangsa.
Fungsi Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung (1980: 23) memiliki
empat fungsi, yaitu :
a. Fungsi Edukatif, artinya mendidik dengan tujuan memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik agar terbebas  dari kebodohan.

14
b. Fungsi Pengembangan kedewasaan  berfikir melalui tranmisi ilmu
pengetahuan.
c. Fungsi Penguatan keyakinan terhadap kebenaran yang diyakini dengan
pemahaman ilmiah.
d. Fungsi Ibadah, sebagai bagian dari pengabdian hamba kepada Sang
Pencipta.
Pendidikan Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber utamanya,
menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya. Muhammad
Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Qur’an al-Karim adalah kitab terbesar yang
menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah
seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur’an dan
ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Di dalam al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar dan dapat
dijadikan sebagai pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka
dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer)
pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang
tidak dapat dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi
dilahirkan dengan memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang
dilahirkan.
2.        Kurikulum inti (Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-
ayat Allah yang meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan
wahyu. (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di
dalam alam semesta di luar diri manusia.
Firman Allah SWT:
 
Artinya : “Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang

15
mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq : 1-5).
Ditinjau dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu merupakan
bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan
oleh manusia. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan
(cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization),
pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity), juga sekaligus merupakan bahan
pendidikan itu sendiri. Mungkin tak ada satu kurikulum pendidikan di dunia ini yang
tidak mencantumkan membaca sebagai materinya, bahkan umumnya membaca ini
ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan tinggi dengan berbagai variasi
(Langgulung, op.cit: 166)
Pengembangan kurikulum pendidikan Islam dapat dilakukan apabila peran
serta para pendidik dilaksanakan secara terpadu. Para pendidik dalam arti luas bukan
hanya para guru atau dosen, melainkan semua warga masyarakat dapat
memfungsikan dirinya sebagai pendidik. Pendidikan pertama adalah orang tua di
rumah, para guru dan dosen, warga masyarakat secara umum dan pemerintah.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam berkaitan langsung
dengan kebijakan pemerintah dan undang-undang tentang Sistem Pendidikan Islam,
juga Undang-undang tentang Guru dan Dosen. Salah satu kebijakan yang
menguntungkan penyelenggaraan pendidikan Islam adalah disamakannya lembaga
pendidikan Islam yang berjenjang dan berjenis, seperti Sekolah Dasar sama dengan
Madrasah Ibtidaiyah, bahkan sekolah-sekolah Islam telah banyak yang terakreditasi,
guru-gurunya bersertifikasi dan memiliki kualifikasi yang sederajat dengan guru di
sekolah umum.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Bandung: CV Sinar Baru Offset,


1992

16
Arifin, Zainal. Pendekatan Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2001         
Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk menunjukan gugusan sistem pemikiran;
bentuk kasus dan pola pemecahannya. Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus
Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola, 1994)
Dedy Pradibto,. Belajar Sejati Versus Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2006)
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010)
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna)
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005)
Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988
M. Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia,1998)
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005)
Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalisasinya, (Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993)
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2006)
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2007)
Sofan Amri, dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya
Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka
Publisher, 2010)
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 1997
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004)

17
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 1997
Zainal Arifin,. Pendekatan Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2001

18

Anda mungkin juga menyukai