Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian kurikulum

Dalam konteks pendidikan kurikulum dimaksudkan sebagai jalan


terang yang dilalui oleh pendidik (guru) dengan anak didik (murid) untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.Secara
sederhana (tradisional), kurikulimdapatdiartikan dengan seperangkat materi
pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada muriddengan tujuan
pendidikan yang dicapai. Kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu
program pendiddikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.1

Atas dasar tersebut, definisi kurikulum yang digunakan yaitu


kurikulum dipandang sebagai “suatu program pendidikan yang direncanakan
dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tersebut”.2

Definisi ini menggambarkan suatu pendidikan dalam mana kurikulum


diartikan sebagai suatu program pendidikan.Definisi di atas mencerminkan
hal-hal sebagai berikut:

a. Pendidikan itu adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan


b. Didalam kegiatan pembelajaran pendidikan itu terdapat suatu
rencana yang disususun/diatur
c. Rencana tersebut dilaksanakan di sekolah melalui cara-cara yang
diterapkan.

Dilihat dari fungsinya, kurukulum berfungsi:

1. Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan


2. Bagi anak/murid sebagai salah satu konsumsi pendidikan mereka
3. Bagi guru dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran
4. Bagi Kepala Sekolah dan pembina sekolah
5. Bagi orang tua murid
1
ZakinahDaradjat, dkk, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2014) 122
2
Drs. H. Munarji, IlmuPendidikan Islam, (Tulungagung: BinaIlmu, 2004) 83
6. Bagi sekolah pada tingkat diatasnya dan
7. Bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah

2.2 Prinsip – Prinsip kurikulum pendidikan islam

Ada empat model konsel kurikulum, yaitu kurikulum subyek akademis,


kurikulum humanistik, kurikulum teknologi, dan kurikulum rekontruksi
sosial. Masing – masing lahir atas aliran pendidikan, yang pertama lahir dari
pendidikan klasik, yang kedua dari pendidikan kepribadian, yang ketiga dari
kependidikan teknologi dan yang keempat dari kependidikan nasional.

Kurikulum penididikan Islam dibangun atas dasar pemikiran yang


islamis. Bertolak dari pandangan tenrang manusia serta diarahkan kepada
tujuan pendidikan yang dilandasi kaidahdapat kaidah Islam. Pemikiran
tersebut pada gilirannya akan melahirkan kurikulum yang khas islami.

Kurikulum yang demikian, pada pendapat abdurrrahman Al – Nahlawi,


mengacu pada prinsip – prinsip sebagai berikut :

1. Sistem dan pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan fitrah


manusia, agar tetap berada dalam kesuciannya dan tidak menyimpang.
2. Kurikulum hendaknya mengacu kepada pencapaian tujuan akhir
pendidikan islam sambil memperhatikan tujuan – tujuan di bawahnya.
3. Kurikulum perlu disusun secara bertahap mengikuti periodisasi
perkembangan peserta didik. Perlu juga disusun kurikulum khusus
berdasarkan perbedaan jenis kelamin (wanita dan pria) …… adanya
perbedaan peranan dan tugas masing – masing dalam kehidupan sosial.
4. Kurikulum hendaknya memperhatikan kepentingan nyata masyarakat
seperti kesehatan, keamanan, administrasi dan pendidikan. Kurikulum
juga hendaknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan seperti iklim dan
kondisi alam yang memungkinkan adanya perbedaan pola kehidupan,
agraris, industri dan komersial.
5. Kurikulum hendaknya terstruktur dan terorganisasi secara integral.
Hubungan antar bidang studi, bahasan pokok, dan jenjang pendidikan
dijalin dengan suatu benang merah yang mengacu kepada tujuan akhir
pendidikan islam, serta bersumber pada suatu dasar pandangan bahwa
seluruh alam adalah milik Allah awt. Dan seluruh manusia adalah hamba
– hambaNya, yang hidup sesuai dengan kehendak syari’atNya. Dengan
prinsip ini segala peristiwa dan situasi kehidupan dibahas secara
interdisipliner. Implikasinya, didalam kurikulum pendidikan Islam tidak
ada dilihat lagi dikhotomi antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
6. Kurikulum hendaknya realistis. Artinya, kurikulum dapat dilaksanakan
sesuai dengan berbagai kemudahan yang dimilki setiap negara yang
melaksanakannya.
7. Metode pendidikan yang merupakan salah saru komponen kurikulum itu
hendaknya fleksibel. Artinya, metode pendidikan dapat disesuaikan
dengan berbagai kondisi dan situasi lokal, serta perbedaan – perbedaa
individual seperti bakat, minat, dan kemampuan peserta didik untuk
menangkap, mengorganisasi, dan menganalisis bahan ajar.
8. Kurikulum hendaknya efektif untuk mencapai tingkah laku dan emosi
yang positif.
9. Kurikulum hendaknya memperhatikan tingkat perkembangan peserta
didik, baik fisik, emosional, ataupun intelektualnya serta berbagai
masalah yang dihadapi dalam setiap perkembang seperti pertumbuhan
bahasa, kematangan sosial, dan kesiapan religius.
10. Kurikulum hendaknya memperhatikan aspek – aspek tingkah laku
alamiah islami yang mengejawantahkan segala rukun, syiar, dan etika
Islam. Baik dalam kehidupan individu maupun dalam hubungan sosial
dengan peserta didik.

Sepuluh prinsip kurikulum sebagaimana dikemukakan oleh


Abdurrahman Al Nahlawi diatas tampak sudah meliputi apa yang secara
teknis di sebut landasan kurikulum dan prinsip – prinsip umum kurikulum.
Yang dimaksud dengan landasan kurikulum ialah landasan filosofis, landasan
psikologis, landasan sosial budaya, kemudian yang dimaksud dengan prinsip
– ptrinsip umum kurikulum ialah prinsip relevandi, prinsip fleksibilitas,
prinsip kontiunitas, prinsip praktis atau efisiensi, dan prinsip efektivitas.
Sedangkan menurut Al – Syaibani Kurikulum pendidikan memilki
beberapa prinsip yang harus ditegakkan dalam hal ini Al – Syaibani
menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam yaitu :

Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran


dan nilai – nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari
tujuan, kandungan, metode mengajar cara – cara perlakuandan sebagainya
harus berdasar pada agama, dan ahlak Islam. Yakni harus berisi dengan jiwa
agama Islam, keutamaan, cita – cita, dan kemauan yang baik dengan ajaran
Islam.

Kedua, prinsip menyeluruh (Universal). Pada tujuan – tujuan dan kandungan


– kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membela akidah, akal dan
jasmaniahnya, dan hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam
perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, termasuk ilmu
– ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, profesional, seni rupa, dan
sabagainya.

Ketiga, prinsip keseimbangan yang relatif antara tujua – tujuan dan


kadnungan kurikulum.

Keempat, prinsip keterkaitan antara bakat, minat, kemampuan – kemampuan


dan kebutuhan pelajar. Begitu juga dengan alam sekitar baik yang bersifat
fisik maupun yang sosial dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi.

Kelima, prinsip pemeliharaan perbedaan individual – individual diantara para


pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya..

Keenam, prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai dengan


perkembangan zaman dan tempat.

Ketujuh, prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan


pengalaman – pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum.

Selain itu, kurikulum pendidikan islam juga harus memliki landasan meliputi
dasar agama, dasar filsafat, dasar psikologis, dan dasar sosial. Yakni secara
keseluruhan aspek yang ada dalam kurikulum itu harus didasarkan pada nilai
– nilai yang terkandung dalam agama, filsafat dan kecenderungan manusia
dari Segi psikologis dan kehidupannya masyarakat3.

2.3 Media Pendidikan Islam

Di dalam proses pendidikan terdapat media sebagai tempat


berlangsungnya pendidikan yang merupakan wahana proses berjalan di mana
pendidikan membicarakan, mencontohkan atau menugaskan kepada anak
didiknya untuk mendapatkan persepsi atau pengalaman tentang suatu materi
yang dibahas sesuai dengan kebutuhan dan rencana yang telah ditetapkan.

Secara global media pendidikan meliputi:

1. Alat, yaitu fasilitas-fasilitas dan sarana yang bisa menunjang dan


melengkapi pendidikan termasuk di dalamnya bangunan sampai kepada
alat-alat bantu yang dibutuhkan untuk memperjelas dan mencoba untuk
mengetahui, menganalisa serta mempraktekkan teori tertentu (AVA).
Dalam hubungan ini masjid merupakan salah satu media yang banyak
sekali menunjang pembentukan karakter individu, Rasulullah SAW
menganjurkan untuk menggunakan masjid sebagai pusat kegiatan
masyarakat yang kemudian dapat dikembangkan di tempat ini.
2. Kelembagaan, seperti organisasi social dan pendidikan merupakan tempat
berkumpul, mengembangkan dan membina individu di tempat tersebut
dilakukan proses interaksi dan sosialisasi, sehingga terjadi proses
pengaruh mempengaruhi dan membentuk pola perilaku tertentu bagi setiap
individu yang merupakan anggota kelembagaan tersebut.
3. Perilaku, yaitu penampilan (performance) informasi merupakan media
pencetusan dan sekaligus merupakan kembali penentuan system norma
yang telah diakuinya (rule of game), menjadi suatu alat untuk

3
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam.Yogyakarta:Gaya Media
Pratama 180 – 181.
mempengaruhi memberikan contoh atau melaksanakan sesuatu yang telah
ditetapkan.
4. Alam semesta, sebagai lingkungan yang mempengaruhi individu juga
merupakan media yang dapat membantu proses pendidikan di samping
sebagai bahan atau materi pelajaran yang perlu dipelajari dalam
hubungannya dengan konteks materi secara luas. Alam semesta
merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT yang diperlihatkan kepada
manusia sebagai hokum Allah SWT yang tidak tertulis dan sebagai media
untuk menjelaskan apa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Oleh karena
itu mempelajari secara alam benda tanpa menghubungkan kepada hokum-
hukum Allah SWT tersebut merupakan suatu proses pendidikan yang
meningkatkan penalaran individu secara tidak tuntas. Karena penalaran
tersebut akan terlepas dari hakikat ilmu yang merupakan hokum Allah
SWT.
5. Situasi, ia dapat membentuk pola pikir, sikap dan tingkah laku atau
berbuat bagi si individu tertentu, media ini lebih dikenal peranannya dalam
rangka menciptakan kondisi, yang dapat melahirkan sugesti ataupun
konflik atau antipasti terhadap suatu materi pendidikan. Situasi dapat pula
mempercepat dan memperlambat proses pendidikan, oleh karena itu guru
sebagai “mager of learning” pemimpin belajar harus menciptakan situasi
tertentu, agar proses pendidikan berjalan sesuai dengan tujuan.
6. Kultur, ia dapat berfungsi sebagai media pendidikan, kultur yang terdiri
dari system norma, idea, pola perilaku dan produk budaya, yang bersifat
konsep maupun yang bersifat karya budaya dapat menjadi materi
pendidikan yang ditransformasikan kepada generasi-generasi berikutnya
untuk dilakukan ulangan maupun dikembangkan kepada tingkat yang lebih
tinggi (liutammima makarimal akhlaq).4

Selanjutnya seorang guru dalam kelas belumlah cukup hanya mengetahui


media pendidikan, namun mereka harus tahu bagaimana cara untuk
menggunakannya. Dalam pembangunan ini tidak diuraikan secara rinci,

4
Munardji,ILMU PENDIDIKAN ISLAM,(Jakarta:PT Bina Ilmu,2004),93-95
namun cukup mengemukakan prinsip-prinsip umum yang berlaku untuk
segala media pendidikan, antara lain:

1. Pengunaan media bukan berarti mengurangi pentingnya peranan guru


dikelas atau sebagai pengganti guru dalam kegiatan mengajar di kelas.
Media berfungsi sebagai alat belajar.
2. Tidak ada satu media pun yang harus dipakai dengan meniadakan media
lain, artinya tiap jenis media dapat digunakan sesuai dengan
kepentingannya masing-masing.
3. Setiap media tertentu memiliki kelebihan dan kelemahan. Guru harus
memanfaatkan kelebihan dan kelemahan dari suatu jenis media
disesuaikan dengan tujuan instruksional yang dicapai.
4. Penggunaan media yang terlalu banyak sekaligus, justru akan
membingungkan dan tidak memperjelas pelajaran.
5. Dengan media apapun yang akan digunakan, guru harus mengusahakan
adanya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar (CBSA).
6. Hendaknya tidak menggunakan media pendidikan sekedar sebagai
selingan atau hiburan, pengisi waktu, kecuali memang tujuan
pengajarannya demikian.
7. Secara umum perlu diusahakan penampilan yang positif dari pada yang
negative. Bila guru melakukan demonstrasi, memberikan contoh,
menunjukkan model ataupun memperagakan sesuatu hendaknya selalu
mengambil yang positif, karena bila ditampilkan yang negative sangat
cepat untuk ditiru, titangkap atau dicobakan oleh anak-anak yang mula-
mula hanya sebagai selingan (kenangan) tetapi lama kelamaan dapat
menimbulkan kelebihan.
8. Pada waktu akan menggunakan media pendidikan harus benar-benar
dipersiapkan/ diperkirakan hal-hal yang akan dilakukan pada waktu
akan/persiapan, selama dan sesudah penampilan. Ini berarti bahwa
sewaktu akan menggunakan/taraf persiapan, perlu diperiksa lebih dahulu
tentang segala alat perlengkapan yang diperlukan.5

5
Ibid.,95-96
2.4 . Memilih Media Pendidikan Islam

Media pendidikan bukan resep yang lengkap dengan petunjuk-petunjuk


penggunaannya, lalu pendidik menerima resep itu begitu saja. Alat
hendaknya dipilih dan diadakan dengan sengaja tanpa tekanan sehingga
penggunaannya menyesuaikan berjalan dengan wajar. Untuk itu, pendidik
hendaknya menyesuaikan media dengan faktor-faktor yang dihadapapi, yaitu
tujuan apakah yang hendak dicapai, media apa yang tersedia, pendidik mana
yang akan mempergunakannya, dan peserta didik mana yang dihadapi. Faktor
lain yang hendaknya dipertimbangkan dalam pemilihan media pendidikan
adalah kesesuaian dengan ruang dan waktu. 6

1. Tujuan yang hendak dicapai


Muhammad Quthb mengemukakan masalah apa yang hendaknya
mendapat perhatian lebih di dalam pendidikan, apakah alat atau tujuan?
Alat pasti berubah dari masa dan dari generasi ke generasi. Suatu alat
tertentu mungkin dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, tetapi
mungkin pula tidak dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan
apapu. Pendidikan jasmani, misalnya merupakan alat pendidikan yang
memiliki multi guna, tidak terbatas pada pencapaian tujuan tertentu.
Pendidikan jasmani, dapat mendidik kepatuhan pada peraturan-peraturan
dan disiplin seperti diterapkan di Jerman pada masa Nazi. Para pemuda
pada masa itu dilatih berolah raga dengan disiplin yang keras, tidak hanya
agar mereka memiliki tubuh yang kuat, tetapi juga agar terbiasa patuh
pada pemerintah, lebur di dalam kepribadian Negara dan kepribadian
Hitler, Jendral diktator yang berkuasa mutlak.
Pendidikan jasmani dapat pula digunakan untuk mendidik nilai
kerjasama dan solidaritas seperti yang diinginkan oleh Inggris dan Negara-
negara utara. Namun dapat pula berubah menjadi alat untuk menanamkan
egoisme seperti terjadi pada sebagian olahragawan yang berusaha untuk
menonjolkan pribadi sendiri.

6
Ibid.,96-97
Pendidikan melalui cerita merupakan salah satu alat pendidikan
juga yang biasa digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, tetapi bisa
pula tidak berguna sama sekali untuk mencapai tujuan apapun. Pendidikan
seperti ini dapat membentuk orang-orang agar berjiwa seni dan memiliki
appresiasi terhadap keindahan. Pendidikan ini bisa membuat orang
merenungkan dirinya dan alam raya, serta membuat mereka dapat
mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, melihat kebenaran dan
terhindar dari kesesatan. Namun, pendidikan itu bisa pula hanya
merupakan “hiburan” semata, atau merupakan alat penyebaran
kebohongan dan omong kosong belaka.
Muhammad Quthb hanya ingin menekankan bahwa dalam
pemilihan alat, faktor tujuan hendaknya mendapat perhatian, sehingga alat
benar-benar fungsional, efektif dan efisien.7
2. Media yang tersedia
Media yang berujud benda tidak perlu benda-benda mahal. Bahkan
dengan media yang ada di rumah atau sekolahpun, pendidikan sudah bisa
berlangsung.
Dalam pelajaran berwudhu, umpamanya alat peraga yang
diperlukan adalah dalam bentuk air. Namun, dimusim kemarau, ketika
penghematan air dipandang penting, maka kran yang tidak mengalirkan air
bisa digunakan untuk pengajaran. Seperti dalam pepatah, “tak ada rotan
akarpun jadi”.
3. Penggunaan Media
Keberhasilan komunikasi dengan alat sangat dipengaruhi oleh
penggunanya. Pendidik yang kurang cakap dalam menggunakan suatu alat,
hekdaknya tidak menggunakan alat itu. Umpanya guru yang cakap
berceramah dan tidak cakap bermain peran dalam pelajaran sejarah,
hendaknya ia tidak menggunakan alat itu. Apabila memaksakan diri,
dikhawatirkan ia akan tampak seperti “badut”, dan tujuan pengajaran tidak
tercapai. Dalam hal ini sebaiknya ia menggunakan alat yang dikuasainya.
4. Peserta didik

7
Ibid.,97-98
Kondisi peserta didik, jenis kelamin, umur, perkembangan dan
lingkungannya hendaknya menjadi bahan pertimbangan pendidik dalam
memilih alat. Tidak semua alat dapat diberikan terhadap setiap anak didik.
Apabila pendidik salah mempergunakan alat, maka pendidik tidak akan
membawa hasil yang baik. Pendidik hendaknya tidak asal menggunakan
alat yang ada dengan tidak mempertimbangkan pribadi peserta didiknya,
sebab hal ini akan berbahaya bagi perkembangannya.
5. Ruang dan waktu
Pertimbangan terhadap ruang bisa didasarkan atas luas tidaknya
ruangan, bisa pula atas letak geografisnya. Pendidikan yang dilangsungkan
di dalam kelas, umpamanya bisa berbeda dengan yang dilangsungkan di
lapangan terbuka. Demikian pula pendidikan di pedesaan bisa berbeda
dengan pendidikan di perkotaan.
Persoalan waktu hendaknya menjadi perhatian pendidik pula dalam
memilih alat. Di waktu siang, ketika udara terasa panas, pelajaran yang
menguras pikiran tidak untuk diberikan. Persoalan waktu dalam
pendidikan telah menjadi perhatian Nabi Muhammad SAW dan para
sahabat.
Hal ini dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari disebutkan:

‫ ياأبا عبد الر حمن لو ددت‬:‫كان عبداهلل ينكر النا س فى كل خميس فقال رجل‬

‫ إنه يمنعني من ذلك أني أكره أن أملكم وإني أتخو لكم‬:‫أنك ذكر تنا كل يوم قال‬

‫بالمو عظة كما كان النبي صلى اهلل عليه و سلم يتخو لنا بها مخا فة السا ما علينا‬
Artinya: Abdullah (bin mas’ud) biasa mengajari kepada orang banyak di
setiap hari kamis. Seseorang berkata kepadanya, “wahai Abu
‘Abdurrahman, sungguh aku suka apabila engkau mengajari kami setiap
hari. “Dia menjawab, “Yang menghalangi aku untuk berbuat demikian
ialah bahwa aku tidak ingin membuat kalian merasa bosan, dan
sesungguhnya aku memilih waktu untuk mengajari kalian, sebagaimana
Nabi SAW biasa memilih waktu untuk mengajari kami karena khawatir
membuat kami merasa boas an.
Secara khusus, dalam pemilihan media instruksional, prosedurnya
yang tepat mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Tujuan pengajaran
b. Isi atau materi pelajaran
c. Struktur kurikuler
d. Karakteristik murid
e. Kondisi belajar
f. Satu atau kombinasi dari beberapa jenis media.

Perkembangan teknologi yang cepat dewasa ini sangat membantu


menciptakan berbagai macam alat pendidikan mulai dari alat yang
sederhana sampai kepada yang komplek. Satu hal yang perlu diperhatikan
oleh pendidik adalah hendaknya tidak membuat atau menggunakan alat
baik berupa gambar, film dan lainnya tentang Allah SWT dan Nabi
Muhammad SAW.8

8
Ibid.,98-101

Anda mungkin juga menyukai