Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

Kurikulum Pendidikan Islam

A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam

Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu curir yang artinya pelari, atau curere yang
berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga
yang berarti suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olahraga. Berdasarkan pengertian ini,
dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, member pengertian sebagai suatu lingkaran pengajaran di
mana guru dan murid terlibat di dalamnya.

Kurikulum ialah rencana atau bahasan pengajaran , sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan
terang.1 Zakiah Darajat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang
pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan itu. Kurikulum juga
bisa diistilahkan dengan sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga, dan kesenian
yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud
menolongnya berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dalam mengubah tingkah laku mereka
sesuai dengan tujuan pendidikan.2

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan
pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitasi,
pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik
kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.

Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang
dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap mereka. Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan.

B. Prinsip-prinsip Penyusunan Kurikulum Pendidikan Islam

Dalam penyusunan kurikulum, kita harus memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat mewarnai
kurikulum pendidikan Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

 Prinsip berasaskan Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan
kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar, cara-
cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan
harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.

 Prinsip mengarah kepada tujuan adalah seluruh aktivitas dalam kurikulum diarahkan untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan sebelumnya.

1
Nata Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup, 2010), hlm. 121.
2
Aziz Abd, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009),
hlm. 156.
 Prinsip integritas antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktivitas yang
terkandung di dalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum
dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.

 Prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup peserta didik,
relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan dating, relevansi dengan tuntutan
pekerjaan.

 Prinsip fleksibilitas, adalah terdapat ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam
bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibelitas pemilihan program pendidikan maupun
dalam mengembangkan program pengajaran.

 Prinsip integritas, adalah kurikulum tersebut dapat menghasilkan manusia seutuhnya, manusia
yang mampu menintegrasikan antara fakultas dzikir dan fakultas pikir, serta manusia yang dapat
menyelaraskan struktur kehidupan dunia dan struktur kehidupan akhirat.

 Prinsip efisiensi, adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan
sumber lain secara cermat, tepat, memadai, dan dapat memenuhi harapan.

 Prinsip kontinuitas dan kemitraan adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian
yang berkelanjutan dengan kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secara vertikal (perjenjangan,
tahapan) maupun secara horizontal.

 Prinsip individualitas adalah bagaimana kurikulum memperhatikan perbedaan pembawaan dan


lingkungan anak pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi anak didik, seperti
perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat serta kelebihan dan kekurangannya.

 Prinsip kesamaan memperoleh kesempatan, dan demokratis adalah bagaimana kurikulum dapat
memberdayakan semua peserta didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
sangat diutamakan. Seluruh peserta didik dari berbagai kelompok seperti kelompok yang kurang
beruntung secara ekonomi dan sosial yang memerlukan bantuan khusus, berbakat, dan unggul
berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.

 Prinsip kedinamisan, adalah agar kurikulum tidak statis, tetapi dapat mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan perubahan sosial.

 Prinsip keseimbangan, adalah bagaimana kurikulum dapat mengembangkan sikap potensi


peserta didik secara harmonis.

 Prinsip efektivitas, adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru yang mengajar dan
peserta didik yang belajar.3

C. Komponen Kurikulum Pendidikan Islam

Ahmad Tafsir (2006) menyatakan bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-
komponen : 1) tujuan ; 2) isi; 3) metode atau proses belajar mengajar, dan 4) evaluasi. Setiap komponen
dalam kurikulum diatas sebenarnya saling terkait, bahkan masing masing merupakan bagian integral dari
kurikulum tersebut.

3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Kurnia, 2008), hlm. 161-162.
Sedangkan komponen kurikulum menurut Ramayulis meliputi:

1. Tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan meliputi: tujuan akhir, tujuan umum, tujuan khusus dan tujuan sementara. Di dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) seorang pendidik harus pula dapat merumuskan kompetensi yang ingin
dicapai, yaitu: kompetensi lulusan, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi mata pelajaran, dan
kompetensi dasar.

Setiap tujuan tersebut minimal ada tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam pendidikan
Islam, domain afektif lebih utama dari yang lainnya.

2. Isi Kurikulum

Berupa materi pembelajaran yang diprogram untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Materi tersebut disusun ke dalam silabus, dan dalam mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam
satuan pembelajaran dan perencanaan pembelajaran.

3. Media (Sarana dan Prasarana)

Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah
dipahami oleh peserta didik. Media tersebut berupa benda (materiil) dan bukan benda (non-materiil).

4. Strategi

Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta teknik mengajar yang digunakan. Dalam strategi
termasuk juga komponen penunjang lainnya seperti: sistem administrasi, pelayanan BK, remedial,
pengayaan, dan senbagainya.

5. Proses Pembelajaran

Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan melalui proses pembelajaran akan terjadi perubahan
tingkah laku pada diri peserta didik sebagai indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena
itu, dalam proses pembelajaran dituntut sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan
dan mendorong kreativitas peserta didik.

6. Evaluasi

Dengan evaluasi (penilaian) dapat diketahui cara pencapaian tujuan. 4

D. Orientasi Kurikulum Pendidikan Islam

Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu
orientasi pada pelestarian nilai-nilai, orientasi pada kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga kerja,
orientasi pada peserta didik, dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.5

1. Orientasi Pelestarian Nilai

4
Ibid. hlm. 153-154.
5
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hlm. 135.
Dalam pandangan Islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai yang turun dari Allah SWT, yang disebut
nilai ilahiyah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut
dengan nilai insaniyah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah
kehidupan yang dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum
selanjutnya adalah menciptakan situasi-situasi dan program tertentu untuk tercapainya pelestarian
kedua nilai tersebut.

2. Orientasi pada Kebutuhan Sosial

Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan
kebudayaan sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat
walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Hal ini Karena kehidupan adalah
berkembang, tanpa perkembangan berarti tidak ada kehidupan.

Orientasi kurikulum adalah bagaimana memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan
kebutuhannya, sehingga output di lembaga pendidikan mampu menjawab dan mengatasi masalah-
masalah yang dihadapi masyarakat.

3. Orientasi pada Tenaga Kerja

Manusia sebagai makhluk biologis mempunyai unsur mekanisme jasmani yang membutuhkan
kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya makan minum, bertempat tinggal yang layak, dan kebutuhan
biologis lainnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus terpenuhi secara layak, dan salah satu di antara
persiapan untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan. Dengan
pendidikan, pengalaman dan pengetahuan seseorang bertambah dan dapat menentukan kualitas dan
kuantitas kerja seseorang. Hal ini karena dunia kerja dewasa ini semakin banyak saingan, dan jumlah
perkembangan penduduk jauh lebih pesat dari penyediaan lapangan kerja.

Sebagai konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja. Hal ini
ditujukan setelah keluar dari lembaga sekolah, peserta didik mempunyai kemampuan dan keterampilan
yang profesional, berproduktif dan kreatif, mampu mendayagunakan sumber daya alam, sumber daya
diri dan sumber daya situasi yang mempengaruhinya.

4. Orientasi pada Peserta Didik

Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang
disesuaikan dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik. Orientasi
ini diarahkan kepada pembinaan tiga dimensi peserta didiknya.

 Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas antara sikap,
tingkah laku, etiket, dan moralitas.

 Dimensi produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak didik dalam jumlah yang lebih
banyak, kualitas yang lebih baik setelah ia menamatkan pendidikannya.

 Dimensi kreativitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berpikir dan berbuat,
menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.

5. Orientasi pada Masa Depan Pekembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Kemajuan suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta produk-produk
yang dihasilkannya. Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan IPTEK, mulai dari
kehidupan yang paling sederhana sampai kehidupan dan peradaban yang paling tinggi. Dengan IPTEK,
masalah yang rumit menjadi lebih mudah, masalah yang tidak berguna menjadi lebih berguna, masalah
yang using dan kemudian dibumbui dengan produk IPTEK menjadi lebih menarik.

BAB V

1. Pengertian Sistem Pendidikan Islam

Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu
tujuan ( Oemar Hamalik, 2009: 1). Begitupun menurut Taqiyuddin (2011: 83) Sistem adalah suatu unit
yang terdiri dari beberapa sub unit dan masingmasing sub unit tersebut saling mendukung dan
mempengaruhi. Pendidikam islam sebagai sebuah sistem , karena didalamnya terdiri dari sub unit
Pendidikan islam. Dari pengertian tersebut, H.M Arifin (2011 : 90) menjelaskan bahwa pendidikan islam
sebagai di siplin ilmu dapat di analisis dari segi sistematis atau pendekatan sistem dalam konteks ini,
pendidikan islam di pandang sebagai proses yang terdiri dari sub-sub sistem atau komponen-komponen
yang saling berkaitan dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan agama islam.

Selanjutnya beralih kepada pengertiaan mengenai Sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-
unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan ( Oemar Hamalik, 2009: 1).Pendidikan islam,
Menurut Hasan Langgulung yang di kutip oleh Abuddin Nata ( 2003: 59) menyatakan bahwa Pendidikan
dapat di lihat dari dua segi, yakni dari sudut pandang masyarakat dan dari sudut pandang individu.
Masyarakat memandang Pendidikan sebagai pewarisan kebudayaan atau nilai-nilai budaya baik bersifat
intelektual, keterampilan, keahlian dari generasi tua kepada generasi muda agar masyarakat ytersebut
dapat memelihara kelangsungan hidupnya atau tetap memelihara kepribadiannya. Dari segi pandangan
individu Pendidikan berarti uoaya pengembangan potensi-potensi yang dimiliki individu yang masih
terpendam, agar dapat teraktualisasi secara konkrit , sehungga hasilnya dapat dinikmati oleh individu
tersebut dan juga masyarakat.

Dari pengertian di atas maka dapat di pahami bahw Pendidikan mempunyai dua fungsi, yakni pada satu
sisi Pendidikan berfunsi untuk memindahkan nilai – nilai dalam upaya memelihara kelangsungan hidup
suatu masyarakat dan peradaban. Sedangkan di sisi lain pendidiksn berfungsi untuk mengaktualisasikan
fitrah manusia agar dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota
masyarakat dan mampu memikul tanggung jawab, sehingga memperoleh kebahagiaan dan kehidupan
yangs sempurna.

Selanjutnya Azyumardi Azra (2012:6) menjelaskan tentang pengertian-pengertian Pendidikan islam


penekanannya pada ” Bimbingan”, bukan “pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak
pelaksana Pendidikan, misalnya guru. Dengan bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran islam maka anak
didik mempunyai ruang gerak yang cukup luas untuk mengaktualisasikan segala potensi yang di milikinya
dan guru hanya sebagai fasilitator.

Berkaitan dengan hal tersebut, lebih lanjut azumardi Azra (2012:10) menjelaskan Pendidikan islam
memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sistem, diantaranya:

a. Pendidikan islam penekannya pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan.
Ilmu ini merupakan suatu proses yang berkesinambunhgan dan pada prinsipnya berlaku seumur hidup
( life long education) dalam sistem Pendidikan modern. Sebagai suatu ibadah proses pengembangan ilmu
tersebut sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak. Dalam konteks ini maaka kejujuran, sikap tawdlu,
menghormati sumber pengetahuan murupakan prinsio-prinsip penting yang perlu dipegangi setiap
pencari ilmu .

b. Sikap pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu
kepribadian. Setiap pencari ilmu di pandang sebagai makhluk tuhan yang perlu di hormati dan di
santuni , agar potensi-potensi yang di milikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya.

Karakteristik Pendidikan islam berikutnya yaitu pengamalan ilmu pengetahuan atas dasar tanggung
jawab kepada tuhan dan masyarakat. Di sinilah pengetahuan bukan hanya untuk di ketahui dan di
kembangkan melainkan sekaligus di praktikan dalam kehidupan nyata . Dengan demikian
terdapatkonsistensi antara apa-apa yanhg di ketahui pengalamannya dalam kehidupan sehari- hari. Di
dalam islam mengetahui suatu ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan pengalamannya secara
konkret sehingga dapat terwujud kemaslahatannya (Azyumardi Azra, 2012 : 10)

2. Pemahaman Sistem Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga merupakan wadah atau tempat orang-orang berkumpul, bekerja sama secara berencana
terorganisasi, terkendali, terpimpin dengan memanfaatkan sumber daya untuk satu tujuan yang sudah di
tetapkan. Lembaga Pendidikan islam bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan
pengalaman peserta didik tentang agama islam , sehingga menjadi manusia beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Pendidikan islam umumnya muncul di Indonesia melalui tokoh-tokoh Pendidikan islam di Indonesia.
Pendidikan islam merupakan suatu pengajaran ilmu kepada peserta didk yang tidak hanya mengajarkan
ilmu pengetahuan umum atau dunia tetapi mengajarkan tentang akhirat. Jadi,Pendidikan islam dapat
dikatakan dapat mencakup segala aspek keilmuan,yaitu dapat ilmu didunia dan ilmu akhirat juga dapat.
Adapun Lembaga Pendidikan islam di Indonesia terdiri dari 3 jenis Lembaga yaitu:

A. Lembaga formal, merupakan Lembaga yang dibawah naungan pemerintah bersifat resmi. Contoh;
Madrasah ibtida’iyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah Aliyah.

B. Lembaga informal, Lembaga yang tidak dibawah naungan pemerintahbersifata tidak resmi.
Contoh;tempat kursus, taman Pendidikan al-qur’an dan karang taruna.

C. Lembaga nonformal, Lembaga yang berada disekitar keluarga.

Dalam Pendidikan kita tentunya memerlukan Lembaga yang bisa menampung kita dalam belajar. Apa
saja yang oerlu dilakukan? Yaitu salah satunya mendirikan TPA yaitu tempat belajar mengaji anak-anak.
Nah dengan mendirikan itu anak-anak bisa belajar mengaji tambahan diluar sekolah mereka.

Di TPA tersebut anak-anak akan bekajar mengaji dengan ustadz dan ustadzah yang ada di tpa itu, serta
selain mengaji juga anak-anakn diajarkan tentang agama yang lainya. Seperti diajarkan cara
sholat,bagaimana cara berwudhu yang benar dan lain-lain. Di TPA juga selain belajar materi dan mengaji
disana juga ada eksrakulikulernyaseperti hadrohdan lain sebagainya. Fungsi TPA lebih efektif dan lebih
nyaman juka fasilitasfasilitas didalamnya disediakan sehingga anak-anak yang belajar bisa lebih nyaman
dalam proses belajar mengajarnya.
Selain mendirikan TPA, masjid juga merupakan Lembaga Pendidikan islam. Masjid bisa digunakan untuk
tempat belajar. Karna masjid merupakan Lembaga tertua sebelum adanya pondok pesantren. Masjid
merupakan Lembaga Pendidikan setelah keluarga. Masjid ini mempunyai perana yang sangat penting
dalam penyelenggaraan Pendidikan islam.

Itulah alasan masjid menjadi sarana yang pokok dan mutlak keperluannya masyarakat islam. Terutama di
pondok pesantren, tempat belajar dipondok pesantren tidak hanya didalam kelas saja tetapi bisa dimana
saja. Salah satunya yaitu masjid. Masjid merupakan unsur pokok keduan dari pesantren, disamping
berfungsi sebagai tempat sholat berjama’ah setiap waktu juga sebagai tempat belajar mengajar biasanya
waktu belajar berkaitan dengan waktu sholat berjama’ah.

Selain masjid dan pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan islam. Madrasah juga merupakan
Lembaga Pendidikan islam yang bersifat resmi. Madrasah ini bisa dikatakan sebagai penyampurnaan
dipondok pesantren. Misal, seorang anak sudah menyelesaikan Pendidikan SMP nya dipondok
pesantren, dan dia memilih sekolah diluar yang lebih ke agama, yaitu di madrasah. Di madrasah juga ada
pelajaran umum seperti sekolah umum lainnya. Tetapi madrasah lebih mendalam ke pelajaran agama.
Madrasah juga diajarkan keterampilan sebagai bekal lulusnya Ketika terjun ke masyarakat.

Perspektif Islam Tentang Pendidik

1.      Pengertian pendidik

a)      Secara Etimologi

Dalam konteks Islam, pendidik disebut dengan murabbi. Muallim dan muaddib.  Kata  Murabbi  berasal
dari kata rabba, yurabbi. Kata muallim isim fail  dari allama, yuallimu sebagaimana ditemukan dalam al-
Qur’an (QS.2:31)

zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎzt䠒n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# t

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian


mengemukakannya kepada para malaikat”.

Sedangkan kata muaddib  berasal dari kata  addaba, yuaddibu. Seperi sabda Rasul : “Allah mendidikku,
maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baiknya pendidikan”.6

b)     Secara Terminologi

Dalam hal ini para pakar menggunakan rumusan yang berbeda-beda tentang pendidik.

(1)   Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di barat, yaitu siapa saja
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. 7

(2)   Ahmad Syauqi dalam bukunya M. Athiyah Al-Abrasyi bahwa pendidik adalah bapak “spiritual” atau
pemberi semangat bagi murid, dialah yang memberi santapan kejiwaan dengan ilmu (Taqhdziyah al
nafs ) membimbing dan meluruskan akhlaq kepada murid ( Tahdzjib

(3)   al-akhlaq taqwimuha ) dan mengantarkan mereka ke arah kehormatan hidup. 8


6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hal.56.
7
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam  (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2001), 74.
8
Muh Athiyah al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), 65.
2.      Jenis Pendidik

Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam.

a)      Allah SWT

Dari berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami
dalam firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Allah memeliki pengetahuan
yang amat luas. Ia juga sebagai pencipta.

Firman Allah SWT

Qs. Al-fatikah: 2

߉ôJysø9$# ¬! Å_Uu‘ šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ

 "Segala pujibagi Allah, Tuhan semesta alam”  .9

Qs. Al Baqorah ayat 31

zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎzt䠒n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# t

"Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian


mengemukakannya kepada para malaikat”.10

b)     Nabi Muhammad SAW

Nabi sendiri mengidentifikasi dirinya sebagai mualim  (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu al-Qur’an
yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan
mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan
nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.

c)      Orang Tua

Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena cara alami anak-anak
pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai
mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan ketrampilan hidup banyak tertanam
sejak anak berada di tengah orang tuanya.

d)     Guru

Pendidik di lembaga pendidikan sekolahan disebut dengan guru. Yang meliputi guru madrasah atau
sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah,  sampai dosen-dosen perguruan tinggi, kyai di
pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua
untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidik. 11

3.      Paradigma guru dalam era pendidikan kontemporer

a)      Guru sebagai ustadz

9
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: tp, 1992), 5.
10
Ibid., hal.14.
11
Ramayulis, Ilmu, 59-60.
Guru sebagai ustadz adalah orang yang berkomitmen terhadap profesionalisme yang melekat pada
dirinya sikap deduktif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja atau guru yang harus mengajar
bidang pengetahuan agama Islam.

b)     Guru sebagai muallim

Guru sebagai mualiam adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta
menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya serta transfer ilmu
pengetahuan.

c)      Guru sebagai Mudarris

Guru sebagai mudarris ialah orang yang memilki kepekaan intelektual dan informasi serta
memperbaharui keahliannya secara berkelanjutan dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan serta melatih kertrampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.

d)     Guru sebagai Muaddib

Guru sebagai muaddib ialah orang yang mampu mempersiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab
dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.

e)      Guru sebagai Murabby

Guru sebagai murabby ialah orang yang mendidik dan mempersiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi serta mampu mengatur  dan memelihara hasil kreasi untuk tidak menimbulkan malapetaka
bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.

f)       Guru sebagai Mursyid

Guru sebagai mursyid ialah orang yang mampu menjadi model dan sentral identifikasi diri atau menjadi
pusat satuan teladan dan konsultan bagi peserta didik. 12

4.      Keutamaan Pendidik

            Dalam ajaran Islam Pendidik sangat dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun
Rasul-Nya, di dalam firman-Nya:

Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ٍM»y_u‘yŠ ٍ

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS: Al-Mujaadilah: 11)13

            Sabda Rasulullah SAW:

Artinya:

            “Tinta para ulama’ lebih tinggi nilainya dari pada darah para syuhada”.14

Syarat-syarat Guru/ Pendidik dalam pendidikan Islam

12
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: PSAPM, 2003), hal.61-62.
13
Depag RI, Al-Qur’an, 190.
14
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 165.
            Dr. Ahmad Tafsir (2001: 80) menyatakan bahwa syarat guru:

a)      Dewasa, pendidikan amatlah penting karena menyangkut perkembangan anak didik, oleh karena
itu tanggung jawab ini dilakukan oleh orang dewasa.

b)     Sehat jasmani dan rohani

c)      Tentang kemampuan mengajar harus ahli.

d)     Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi. 15

            Berbeda dengan pendapat  H. Mubangid bahwa syarat guru:

a)      Harus orang yang beragama.

b)     Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama.

c)      Tidak kalah dengan guru-guru sekolah umum lainnya dalam membentuk  warga negara  yang
demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah air.

d)     Dia harus memiliki perasaan panggilan murni (roeping).16

            Dari syarat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah orang dewasa yang harus
berakhlaqul karimah dan mempunyai kecakapan mendidik.

5.      Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh Pendidik

                  Guru merupakan mata air tempat manusia menimba ilmu, pendidikan dan akhlak. Dan mata
air yang mulia inilah yang akan mengalirkan sifat-sifatnya.

                  Prof. Dr. Moh. Athi-yah al-Abrasy, seorang pendidik harus memilik sifat:

a)      Juhud dan mengajar karena mencari ridha Allah.

b)     Guru harus suci badan dan jiwanya, menjaga diri dari dosa, membebaskan diri dari perilaku
sombong, riya’, dengki, permusuhan, pemarah dan sifat tercela lainnya.

c)      Ikhlas dan melaksanakan tugas.

d)     Bersikap murah hati.

e)      Memiliki sikap tegas dan terhormat.

f)       Memiliki sifat kebapakan sebelum menjadi guru.

g)      Memahami karakteristik murid.

h)     Menguasai materi pelajaran.17

15
Tafsir, Ilmu, 80.
16
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 78-79.

17
Al-Abrasy, Beberapa Pemikiran, 66-70.
            Demikian juga Al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin tentang sifat-sifat guru dan
pembimbing di antaranya:

a)      Belas kasihan kepada murid dan memperlakukannya seperti anaknya.

‫ل َِولِ ِد ِه‬ ِ ‫َأ ْل َوالِد‬ ُ ‫ ِم ْثل‬ ‫لَ ُك ْم‬ ‫َأ َنا‬ ‫ِإ َّن َما‬

“Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya” (HR. Abu Daud, An –Nasa’i, dan
Ibnu Majah)

b)     Tidak mengharapkan balas jasa/ upah tetapi mengajar karena mencari ridha Allah dan mengikuti
pemilik syara’(Nabi ) SAW.

c)      Menasehatkan pelajar untuk mencegah memasuki tingkatan sebelum ia berhak dan sibuk dengan
ilmu yang samar sehingga menguasai ilmu yang jelas.

d)     Mencegah murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran , tidak diterangkan, dengan jalan
kasih sayang , tidak dengan membuka rahasia.

e)      Memperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara menurut kadar akalnya.

f)       Mengamalkan ilmunya dan jangan mendustakan perkataannya. Sebagaimana firman Allah:

 tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr&

“Mengapa kamu suruh manusia untuk berbuat kebajikan, sedang kamu melupakan    diri (kewajiban) mu
sendiri? (QS: Al-Baqarah: 44).18

      Az-Zarnuji  dalam karyanya Ta’limu Muta’alim menambahkan beberapa sifat guru yaitu:

a)      Guru yang alim (mempunyai kelebihan ilmu)

b)     Wara’: Kesanggupan menjaga diri dari perbuatan yang terlarang.

c)      Yang lebih tua

            Az Zarnuji mengutip pernyataan Imam Abu Hanifah ketika beliau mendapatkan Hammad ibn
Sulaiman, sebagai berikut:

            “Aku dapati dia (Hammad) sudah tua, berwibawa, santun dan penyabar maka memetaplah aku di
sampingnya dan akupun tumbuh sekarang”.19

            Demikian berat menjadi seorang guru sebagai tugas suci memenuhi panggilan agama dan sentral
proses pendidikan.

            Sementara Abdurrahnman An Nahlawi menyarankan agar guru bersifat:

a)      Rabbani                                         f)   Mampu mengelola siswa

b)     Ikhlas                                            g)   Bertindak tegas

c)      Sabar                                             h)   Menggunakan metode bervariasi


18
Imam Al-Ghazali, terj. Moh Zuhri,  Ihya’ Ulumuddin (Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1990), 171-180.
19
Az- Zarnuji, Ta’lim Muta’alim  ( Indonesia) : Maktabah dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, hal.13.
d)     Jujur                                              i)    Adil.20

e)      Membekali ilmu dan membiasakan terus mengkajinya.

6.      Tugas Pendidik

                  Allah mengisyaratkan dalam firman-Nya:

$uZ/u‘ ô]yèö/$#ur öNÎg‹Ïù Zwqߙu‘ öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gtƒ öNÍköŽn=tæ y7ÏG»tƒ#uä ÞOßgßJÏk=yèãƒur 
|=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkŽÏj.t“ãƒur 4 y7¨RÎ) |MRr& â“ƒÍ•yèø9$# ÞOŠÅ3ysø9$# 

  “ Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah
(As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana”.(QS: Al-Baqarah: 129)

            Al-Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas pokok guru ada dua:

a)      Pensucian, yaitu mengembangkan dan membersihkan jiwa pendidik agar dapat mendekatkan diri
kepada Allah, menjauhkan keburukan dan menjaga agar tetap pada fitrahnya.

b)     Pengajaran, yaitu menyampaikan pengetahuan dan pengalaman untuk dilaksanakan dalam tingkah
laku dan kehidupan.21

            Tugas pendidik jika diklasifikasiakan ada dua bagian:

a)      Tugas secara umum

            Hadits Nabi SAW

ِ‫اَأل ْن ِبيَاء‬ ‫ َو َر َث ُة‬ ‫ا ْل ُعلَ َما َ ُء‬


                   “Ulama’ adalah pewaris para nabi”

                  Pada hakekatnya pendidik adalah mengemban misi rahmat li al- alamin yaitu manusia untuk
tunduk dan patuh pada hakum Allah untuk  memperoleh keselamatan dunia akhirat.

b)     Tugas secara Khusus

(1)   Sebagai pengajar (instuksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan


melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.

(2)   Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaaan yag
berkepribadian insan kamil, seiring dengan tujuan Allah mencitakan manusia.

(3)   Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan
masyarakat yang terkait, Menyagkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan,
partisipasi atas program yang dilakukan itu.22

20
Abdurrhman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah: Wa-al alibiha fi al-baiti wa- al madrasati wa al-
mujtami’ ( Kairo: Darul Fikri, 1996), 176-180
21
Ibid., hal.171.
22
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakakrta: Ciputat Press, 2002), hal.44.
B.     Perspektif Islam tentang murid (peserta didik)

1. Pengertian Peserta Didik

                           Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan 
dan perkembangan baik fisik maupaun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari
seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik.

                  Murid dilihat dari dari pengertian bahasa adalah dari fi’il madhi               
ً‫® ُم ِردا‬       ‫ِاردَ ًة‬ ِ    ®   ‫اَ َر َد‬         orang yang menginginkan
َ   ®    ‫ُير ُد‬
Sehingga murid diartikan oang yang menghendaki agar mendapat ilmu pengetahuan, ketrampilan,
pengalaman, dan kepribadian yang baik untuk bekal hidup di dunia akhirat dengan jalan belajar
sungguh-sungguh.23

1. Sifat yang harus di miliki peserta didik

Syekh Az Zarnuji dalam ta’limu al muta’alim menerangkan sifat-sifat para penuntut ilmu :

a)      Tawudu’, sederhana, tak sombong, tak rendah diri

b)     Wara’ ( memelihara diri dari sifat tercela )

c)      Tabah, sabar

d)     Cinta ilmu dan kasih sayang kepada kitab

e)      Cita-cita luhur

f)       Ajeg dan ulet

g)      Tawakal.24

1. Tugas-tugas murid

Moh. Athiyah Al Abrasyi dalam kitabnya Ruh al Islam  sependapat dengan Hujatul Islam Al Ghazali dalam
“ihya” ulumuddin tentang tugas-tugas murid :

a)      Mendahulukan kesucian jiwa dari akhlaq yang hina

Sabda nabi SAW  َ‫ َف ُة‬ ‫ال َّن َظ‬ ‫ َعلَى‬  َ‫ِيْن‬ ‫ال َّد‬ ‫ ِبنِى‬                        

“ Agama itu di bina atas kebersihan “

 Allah berfirman

($yJ¯RÎ) šcqä.Ύô³ßJø9$# Ó§pgwU

23
Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru- Murid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
hal. 49-50.
24
Az- Zarnuji, Ta’lim, hal. 16-39.
“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis” ( At taubah: 28 ).25

b)     Mengorientasi belajarnya dalam rangka memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat mulia

c)      Jangan membuka rahasia guru

d)     Tidak sombong karena ilmu

e)      Menyediakan diri untuk belajar sampai akhir hayat. 26

C.    Pola Hubungan Guru dan murid dalam Perspektif Islam

1.      Etika hubungan guru di tengah-tengah murid :

a)      Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharap ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan
syara’, menegakkan kebenaran, dan melenyapkan kebathilan serta memelihara kemaslatan umat.

b)      Guru hendaknya tidak menolak untuk mengajar murid yang tidak mempunyai niat tulus dalam
belajar.

c)      Guru hendaknya mencintai muridnya seperti mencintai dirinya sendiri. Artinya seorang guru
hendaknya mengganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian  dari dirinya sendiri ( bukan
orang lain )

d)     Guru hendaknya memotivasi muridnya untuk menuntut ilmu seluas mungkin. Sebagaimana pernah
dianjurkan Rosulullah dalam sabdanya yang berarti : “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina”. Hadits ini
menyiratkan bahwa menuntut ilmu itu tidak ada batasnya, kapan, dan di manapun tempatnya.

e)      Guru hendaknya menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar
muridnya dapat memahami pelajaran.

f)       Guru hendaknya melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukanya.

g)      Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya. Hal ini pernah diingatkan oleh Allah
dalam firman-Nya:

Artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan berbuat kebaikan……( QS. Al-
Nahl:90 )

h)     Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaqnya. Murid
yang saleh akan menjadi “tabungan” bagi guru baik di dunia maupun di akhirat. 27

2.      Tata kesopanan murid terhadap guru

Syeikh Az Zarnuji dalam karya monumentalnya ta’lim al muta’lim sengaja mengukir kata-kata di


dalamnya tentang cara menghormati ilmu dan ahlinya ( guru atau pendidik ), karena sebagai pelajar tidak

25
Depag, Al Qur’an,  288.
26
Al Abrasyi, Beberapa,  73-75. lihat juga Al ghazali, Ihya,  hal. 149-164.
27
Ramayulis, Ilmu, 72-73
akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil mafaatnya, tanpa menghormati ilmu dan guru
dan beliau menambahkan bahwa menghormati lebih baik dari mentaati.

Dalam hal ini beberapa cara menghormati guru sebagaimana peryataan syeikh Az Zarnuji :

a)      Seorang murid tidak berjalan di depannya, tidak di tempatnya, tidak memulai bicara kecuali ada
ijinya.

b)     Tidak banyak bicara di hadapannya

c)      Mencari kerelaan hati guru ( harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka )

d)     Tidak diperbolehkan menyakiti hati sang guru.

e)      Murid harus bersikap rendah diri.

f)       Tidak memasuki ruangan guru kecuali mendapat ijinnya. 28

KESIMPULAN

PENUTUP

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan
pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitasi,
pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik
kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam.

Ahmad Tafsir (2006) menyatakan bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-
komponen: tujuan, isi, metode atau proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sedangkan menurut
Ramayulis (2008: 153-154) komponen kurikulum meliputi: tujuan yang ingin dicapai, isi kurikulum,
media, strategi, proses pembelajaran, dan evaluasi.

Dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam, kita harus memperhatikan prinsip-prinsip: berasaskan
Islam, mengarah kepada tujuan, integritas antar mata pelajaran, relevansi, fleksibilitas, integritas,
efisiensi, kontinuitas, individualitas, kesamaan memperoleh kesempatan, kedinamisan, keseimbangan,
dan efektivitas. Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi
lima, yaitu orientasi pada pelestarian nilai-nilai, orientasi pada kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga
kerja, orientasi pada peserta didik, dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.

28
Az -Zarnuji, Ta’lim, 16
DAFTAR PUSTAKA

Abd, Aziz. 2009. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Teras.

Abuddin, Nata. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Kurnia.

Al-Abrasyi, Muh Athiyah. Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam. Yoqyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.

Al-Ghazali, terj. Moh Zuhri. Ihya’ Ulumuddin. Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1990.

Al-Nahlawi. Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah: Wa-al alibiha fi al-baiti wa- al madrasati wa-al mujtami.’
Kairo: Darul Fikri, 1996.

Az- Zarnuji. Ta’lim Muta’alim: Maktabah dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah. Tt.

Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: tp, 1992.

Fahmi, Asma Hasan. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: PSAPM, 2003.


Nata, Abudin. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003.

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakakrta: Ciputat Press, 2002.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2006.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2001.

Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Anda mungkin juga menyukai