Anda di halaman 1dari 7

Teori Pendidikan 

dan Kurikulum

Posted on 31 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 29 Komentar

Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.


Kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum
disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori kurikulum dan teori kurikulum
dijabarkan berdasarkan teori pendidikan tertentu. Nana S. Sukmadinata (1997)
mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan yang berhubungan dengan kurikulum, yaitu :
(1) pendidikan klasik; (2) pendidikan pribadi; (3) teknologi pendidikan dan (4) teori
pendidikan interaksional.
1. Pendidikan klasik (classical education)
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme,
Essensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai
upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori pendidikan ini lebih
menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil
dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu
yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam praktiknya, pendidik mempunyai
peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai
penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.
Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek akademis,
yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih
peserta didik menggunakan ide-ide dan proses ”penelitian”, melalui metode ekspositori dan
inkuiri.
2. Pendidikan pribadi (personalized education).
Teori pendidikan pribadi bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki
potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang
dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini,
peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi
kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta
didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan
romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John
Dewey – memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi
pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan
kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya.
Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik
lebih merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai
dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal
dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang setiap individu
dalam keadaan fitrah,– memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan ketulusan.
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis.
yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi
kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum
humanismerupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual
(kurikulum subjek akademis),
3. Teknologi pendidikan,
Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan
pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun
diantara k eduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan
adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis,
bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi
pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data
obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan
vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan
disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar
secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola-
pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera
digunakan dalam masyarakat. Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning),
lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis,
yaitu model kurikulum yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para
peserta didik, melalui metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik,
sehingga mereka dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
4. Pendidikan interaksional,
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran
manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan
manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama
dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru
kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga
terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara
pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk
dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan
interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat
yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model
kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama
menghadapkan para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau
gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan
bekerja sama untuk memecahkannya.

D. Pengertian Kaitan Antara Kurikulum Dengan Pembelajaran


Dalam kegiatan proses pembelajaran, kurikulum sangat dibutuhkan krikulum sebagai
pedoman untuk menyusun target dalam proses belajar mengajar. Namun, dalam
memahami hakikat kurikulum sering terjadi perbedaan persepsi dan pemahaman.
Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program
pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis untuk digunakan para guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Yang dimaksud dengan kurikulum adalah
suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dan ciri-ciri yang penting dari suatu rencana
dalam bentuk yang sedemikian rupa sehinggga dapat dilaksanakan guru di sekolah.
kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat
plajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.
kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Fungsi kurikulum terhadap pembelajaran Sehubung dengan pengertian dasar
pendidikan tersebut, maka fungsi kurikulum difokuskan pada tiga aspek berikut: Fungsi
kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan, yaitu sebagai alat untuk mencapai
seperangkat tujuan pendidikan yang didinginkan dan sebagai pedoman dalam mengaur
kegiatan sehari-hari.
Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses
pendiddikan dan penyiapan tenaga kerja.
Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan
program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan progran yang
serasi.
E. Komponen kurikulum terhadap pembelajaran.
Kurikulum dalam suatu sekolah mengandung tiga komponen dasar, yaitu komponen
tujuan, isi atau materi dan komponen organisasi atau stratergi. Komponen tujuan
1. Tujuan pendidikan nasional, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada
tataran nasional.
2. Tujuan instusional yaitu yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan.
3. Tujuan kurikulm yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat tataran
mata pelajaran atau bidang studi.
4. Tujuan intruksional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataran pengajaran
yang dapat berwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir, dan
berketerampilan teknologinya secara bertahap.
Isi suatu program kurikulum di sekolah dibedakan berdasarkan jenis bidang studi
yang disajikan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Komponen
organisai dan stratergi
Komponen kurikulum yang terakhir adalah organisasi dan stratergi komponen
organisasi, didalamnya terdapat struktur (susunan) horizontal dan vertikal. Dalam
komponen stratergi pelaksanaan kurikulum tergambar dan cara yang ditempuh dalam
melaksanakan pengajaran, cara mengadakan penilaian, cara melaksanakan bimbingan
dan penyuluhan dan cara mengatur kegiatan sekolah secara keseluruhan.[9]
Menurut Drs. Ismed Syarif dkk (1976, Hal. 18-24) kegiatan dalam bidang kurikulum
inim masih diperluas dengan mengatur pelaksanaan evaluasi belajar, membuat laporan
hasil evaluasi dan mengatur kegiatan bimbingan dan penyuluhan.[10] Proses
pembelajaran dapat terjadi secara efisien, dan efektif melalui suatu sistem kurikulum
yang dirancang secara sistematik sejak penentuan tujuan yang harus dicapai, materi yang
harus dipelajari, proses pembelajaran yang harus diterapkan, dan sistem evaluasi yang
harus dikembangkan dan dilaksanakan. Kalau kita cermati, tujuan pendidikan yang
dirumuskan dalam Undang- Undang Pendidikan Nasional, baik UU No. 4 Tahun 1950,
jo UU No. 12 Tahun 1954, yang mencitakan manusia terdidik Indonesia sebagai
“manusia susila yang cakap dan demokratis serta bertanggung jawab”, atau UU No. 2
Tahun 1989 yang mencitakan wujud manusia Indonesia terdidik sebagai “manusia yang
beriman dan bertaqwa, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
berkepribadian yang mantap dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”, dan yang terakhir UU No. 20 Tahun 2003 yang
mencitakan “manusia yang beriman, bertaqwa dan 92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.03
/ Th.III / Desember 2004 Kurikulum, Sistem Evaluasi, dan Tenaga Kependidikan sebagai
Unsur Strategis berakhlak mulia, dan seterusnya”, kesemuanya mencitakan wujud sosok
manusia yang ideal. Ketercapaiannya tidak mungkin tanpa suatu proses yang terencana,
terprogram, dan terlaksana dengan efisien, efektif, dan relevan. Tetapi pada umumnya
tujuan pendidikan yang demikian ideal selama ini tidak pernah dengan sungguh-sungguh
diterjemahkan secara operasional dan diupayakan ketercapaiannya.
Bahkan banyak sementara orang (termasuk para pejabat atau pakar) yang memandang
hal tersebut tidak mungkin dapat dicapai oleh sekolah. Mereka ini adalah kaum realis,
dalam pengertian kalau penyelenggaraan pendidikan disekolah dengan kondisi seperti
yang berlangsung sampai dengan hari ini, dalam pengertian rendahnya kesungguhan dan
kemampuan guru, serta terbatasnya, bahkan tanpa fasilitas serta sarana dan prasarana
yang diperlukan, dengan pengertian waktu yang terbatas, dalam pengertian model
pembelajaran yang tidak lebih dari mendengar, mencatat, dan menghafal dengan evaluasi
hanya mengukur kemampuan mengingat apa yang telah dipelajari dengan keterbatasan
buku bacaan baik untuk guru dan murid. Kalau tetap demikian memang segala tujuan itu
tidak akan dapat dicapai. Kalau demikian sesungguhnya tidak perlu kita mengubah
kurikulum bahkan tidak perlu mengubah UU Sisdiknas, karena semuanya tidak dengan
sendirinya dapat meningkatkan mutu pendidikan.[11]

DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, Asri. Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2005


Dakir. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. 2004
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka. 2005
Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2006
Ibrahim, R dan Nana Syaodih. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 2003
Jurnal Pendidikan Penabur, - No.03 / Th.III / Desember 2004 89 ”Kurikulum, Sistem
Evaluasi, dan Tenaga Kependidikan sebagai Unsur Strategis
Ladjid, Hafni. Pengembang Kurikulumn Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ciputat:
PT Ciputat Press Group. 2005
Subroto, Suryo . Tatalaksana Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta. 2005

Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar DI sekolah. Jakarta : Rineka Cipta. 2002


Syaodih Sukmadinata, Nana. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya. 1997

https://www.scribd.com/doc/169318122/Pengertian-Komponen-Fungsi-dan-Kedudukan-
Kurikulum

Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan

Interaksi dalam lingkungan pendidikan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Lingkungan keluarga dimana interaksi antara orang tua dan anak terdapat interaksi
pendidikan yang tanpa perencanaan secara tertulis atau kurikulum sehingga lingkungan keluarga
termasuk dalam pendidikan informal. Sedangkan dalam lingkungan masyarakat, juga terdapat
pendidikan formal seperti kursus, bimbingan belajar yang juga memiliki kurikulum bervariasi, tetapi
para ahli pendidikan lebih menamai pendidikan tersebut dengan istilah pendidikan luar sekolah.
Dalam lingkungan sekolah pasti memiliki kurikulum. Pengajaran yang direncanakan, terstruktur.
Guru sebagai pendidik di sekolah telah dipersiapkan secara formal dalam lembaga pendidikan guru.
Sehingga peran guru dalam pengembangan kurikulum juga sangat penting.

Berhubungan dengan itu, kedudukan kurikulum dalam pendidikan adalah

1.      Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum  bertujuan
sebagai arah, pedoman, atau sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan proses pembelajaran
(belajar mengajar). Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan.

2.      Kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan.
3.      Kurikulum merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang
menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan
kurikulum berbagai institusi pendidikan.

Dengan demikian, kurikulum adalah syarat mutlak dalam sekolah. Bagaimana seandanya jika
di sekolah tidak terdapat kurikulum? Dalam penjelasan di atas kurikulum mempunyai kedudukan  
sentral, sebagai pusat proses pendidikan sehingga apabila tidak ada kurikulum maka proses belajar  
mengajar tidak akan mencapai tujuan dengan baik karena di dalam kurikulum berisi rencana
pendidikan sebagai pedoman dan juga sebagai bidang studi yang menjadi sumber konsep dan
landasan bagi institusi pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai