A. Model-model kurikulum
Kurikulum subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua.
Kurikulum ini menekankan isi atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu.
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik, yang berorientasi pada
masa lau, bahwa semua ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai budaya telah ditemukan
oleh para ahli di masa lalu. Fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskanya kepada
generasi baru. Kurikulum ini sangat mengutamakan isi pendidikan. Ukuran keberhasilan
peserta didik dalam belajar adalah yang menguasai seluruh atau sebagian besar dari isi
pendidikan yang diajarkan guru.
Para pengembang kurikulum tinggal memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah
dikembangkan oleh para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis,
sesuai dengan tujuan pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik. Guru sebagai
penyampai bahan ajar harus menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi kurikulum.
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-
pola organisasi yang terpenting menurut Sukmadinata (2009) di antaranya sebagai berikut.[1]
a) Correlated curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu peajaran dikorelasikan denga
pelajaran lainnya
pola organisasi bahan peajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup
materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu
c) Integrated curriculum
Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated
warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu
persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu
Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan
dengan menggunakan pengetahuan dan keterampian yang diperoleh dari berbagai mata
pelajaran atau disiplin ilmu
2. Kurikulum humanistic
4. Kurikulum kompetensi
Oleh karena itu, menurut Tyler ada empat tahap yang harus dilakukan dalam
pengembangan kurikulum yang meliputi :
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program
pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir
setelah peserta didik mengikuti program pendidikan sehingga tujuan tersebut harus
dirumuskan secara jelas sampai pada rumusan tujuan khusus guna mempermudah
mencapaikan tujuan tersebut.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan
pendidikan menurut Tyler, yaitu a) hakikat peserta didik b) kehidupan masyarakat masa kini,
dan c) pandangan para ahli dan bidang studi. Ketiga aspek tersebut harus dipertimbangan
dalam penentuan tujuan pendidikan umum. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan
ketiga aspek tersebut, selanjutnya difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan filosofis
pendidikan serta psikologi belajar.
Ada lima factor yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan yaitu: pengembangan
kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap
kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap social.
Setelah penetapan tujuan, selanjutnya adalah menentukan proses pembelajaran apa yang
paling cocok untuk dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus
diperhatiakan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang
kemampuan peserta didik. Artinya, pengalaman yang sudah dimiliki siswa harus menjadi
bahan pertimbngan dalam menentukan proses pembelajaran selanjutnya. Dalam proses
pembelajaran akan terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan atau sumber
belajar yang tujuannya untuk membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan sehingga
menjadi perilaku yang utuh. Oleh karena itu, ketetapan dalam pemilihan proses pembelajaran
sangan menentukan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Menentukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam
model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus desesuaikan dengan jenis dan sifat
dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang
kurikulum disamping harus memperhatikan komponen-komponen kurikulum laiinya, juga
harus memperhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.
2. Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top
down) atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan pengembangan kurikulum
ini ide awal dan pelaksanaanya dimulai dari pejabat tingkat atas pembuat kebijakan dan
keputusan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim
pengarah dalam pengembangan kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk suatu tim
panitia pelaksana atau komisi untuk mengembangkan kurikulum yang didukung oleh
beberapa anggota yang terdiri oleh beberapa ahli, yaitu : ahli pendidikan, kurikulum, disiplin
ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana pendidikan, dan pihak dunia kerja.
Selanjutnya, kurikulum yang sudah selesai disusun kemudian diajukan untuk deperiksa
dan diperbaiki oleh tim pengarah. Tim ini melakukan penyesuaian antara aspek-aspek
kurikulum secara terkoordinasi dan menyiapkan secara system dalam rangka uji coba
maupun dalam rangka sosialisasi dan penyebarluasan. Setelah perbaikan atau
penyempurnaan, kurikulum tersebut perlu diujicobakan secara nyata dibeberapa sekolah yang
dianggap representif. Pelaksana uji coba adalah tenaga professional sebagai pelaksana
lapangan, yaitu kepala sekolah dan guru-guru yang tidak dilibatkan dalam penyusunan
kurikulum.
Supaya uji coba tersebut menghasilkan masukan yang efektif, maka diperlukan kegiatan
monitoring dan evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki atau menyempurnakan
berdasarkan pelaksanaan di lapangan. Kurikulum ini merupakan kurikulum yang bentuknya
seragam dan bersifat sentalistik, sehingga kurang sesuai jika diterapkan dalam dunia
pendidikan yang menganut asas desentralisasi, selain daripada itu, kurikulum ini kurang
tanggap terhadap perubahan nyta yang dihadapi para pelaksana kurikulum dilapangan.
Perubahan lebih cenderung dilakukan berdasarkan pola piker pihak atasan (birokrat)
pendidikan.
Pengembangan model ini kebalikan dari model administrative. Model Grass Roots
merupakan model pengembangan kurikulum yang dimulai dari arus bawah. Dalam prosesnya
pengembangan kurikulum ini diawali atau dimulai dari gagasan guru-guru sebagai pelaksana
pendidikan disekolah. Model Grass Roots lebih demokratis karena pengembangan dilakukan
oleh para pelaksana dilapangan, sehingga perbaikan dan peningkatan dapat dimulai dari unit-
unit terkecil dan spesifik menuju pada bagian-bagian yang lebih besar.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass
Roots, diantaranya :
4. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum ini datangnya dari bawah. Semula merupakan suatu
upaya inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang
lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan dan ketidaksetujuaan dari
pihak-pihak tertentu.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini. Pertama,
sekelompok guru dari suatu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk
untuk melaksanakan suatu uii coba atau eksperemen suatu kurikulum. Unit-unit ini
melakukan suatu proyek melalui kegiatan peneliatian dan pengembangan untuk
menghasilkan suatu model kurikulum. Hasil dari kegiatan peneliatian dan pengembangan ini
diharapkan dapat digunakan pada lingkungan yang lebih luas. Pengembangan model ini
biasanya diprakarsai oleh pihak Depertemen Pendidikan dan dilaksanakan oleh kelompok
guru dalam rangka inovasi dan perbaikan suatu kurikulum.
Kedua, dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang telah
ada, kemudian mereka melukakan ekperemen, uji coba, dan mengadakan pengembangan
secara mandiri. Pada dasarnya guru-guru tersebut mencobakan yang dianggap belum ada, dan
merupakan suatu inovasi terhadap kurikulum, sehingga berbeda dengan pengembangan
kurikulum yang berlaku, dengan harapan akan ditemukan pengembangan kurikulum yang
lebih baik dari yang ada.
o Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata
hasilnya dinilai baik.
o Kemudian hasilnya disebarluaskan disekolah sekitar.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, diantaranya adalah :
1) Kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis, karena dihasilkan melalui proses yang telah
diuji dan diteliti secara ilmiah.
2) Perubahan kurikulum dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan
kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum
yang sangat luas dan kompleks.
3) Hakikat model demonstrasi berskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan
pelaksanaan dilapangan.
4) Model ini akan menggerakkan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan
sumber-sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam
mengembangkan program yang baru.
5. Model Miller-Seller
Langkah pertama yang dianggap sangat penting adalah menguji dan mengklarifikasi
orientasi. Orientasi ini mereflekasikan pandangan filosofis, psikologis, dan sosiologis
terhadap kurikulum yang seharusnya dikembangkan. Menurut Miller dan Seller, ada tiga
jenis orientasi kurikulum yaitu tranmisi, transaksi, dan tranformasi
2) Pengembangan Tujuan
Identifikasi model mengajar (startegi mengajar) harus sesuai dengan tujuan dan oreintasi
kurikulum. Pada tahap ini pelaksanaan kurikulum harus mengidentifikasi strategi mengajar
yang akan digunakan yang disesuiakan dengan tujuan dan oreintasi kurikulum. Ada beberapa
kreteria dalam menentukan model mengajar yang akan digunakan, yaitu :
4) Implementasi
Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model
terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang
datangnya dari atas secara deduktif, terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara
mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan
pelaksanaan.
Dalam kegiatan ini perlu disiapkan 1) perencanaan berdasarkan teori-teori yang kuat, 2)
eksperemen harus dilakukan di dalam kelas agar menghasilkan data emperik dan teruji. Unit
eksperemen ini harus dirancang melalui tahapan sebagai berikut :
1. Mendiagnosis kebutuhan
2. Merumuskan tujuan-tujuan khusus
3. Memilih isi
4. Mengorganisasi isi
5. Memilih pengalaman belajar
6. Mengorganisasi pengalaman belajar
7. mengevaluasi
8. melihat sekuens dan keseimbangan (Taba, 1962: 347)
Unit yang sudah dihasilkan pada langkah pertama diujicobakan dikelas-kelas eksperemen
pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat
validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data untuk penyempurnaan.
Setelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya adalah melakukan revisi dan
konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan berdasarkan pada data yang dihimpun
sebelumnya. Selain perbaikan dan penyempurnaan, dilakukan juga konsolidasi, yaitu
penarikan kesimpulan pada hal-hal yang bersifat umum dan konsestensi teori yang
digunakan. Langkah ini dilakukan secara bersama-sama dengan coordinator kurikulum
maupun ahli kurikulum. Produk dari langkah ini adalah berupa teaching learning unit yang
telah teruji dilapangan.
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum, ada
beberapa pertannyaan yang harus dijawab dalam langkah ini :
7. Model Beuchamp
b) Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar,
petugas bimbingan, dan narasumber lain.
c) Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk
tugas tersebut perlu dibentuk : dewan kurikulum sebagai koorninator yang bertugas juga
sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai
kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis secara menyeluruh
mengenai kurikulum yang akan dikembangkan.