Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendekatan dalam pengemabnagn kurikulum merefleksikan pandangan seseorang
terhadap sekolah dan masyarakat. Para pendidik pada umumnya tidak dibatasi pada salah satu
pendekatan secara murni, tetapi prinsip beberapa pendekatan sesuai. Pendekatan dalam
pengengembangan kurikuum itu sangat erat kaitanya dengan teori atau aliran pendiidkan
yang dominan. Dilakukan pendekatan ini agar kurikulum yang aka ditetapkan sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia, namun tetap dapat bersanding dengan kurikulum yang dimiliki
bangsa lain.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan yang mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara-cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan pengembangan
kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang dicapai
bukan semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih dititik beratkan untuk
meningkatkkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum merupakan proses faktor yang
harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena pengembangan kurikulum
merupakan alat untuk membantu guru dalam melakukan tugasnya mengajarkan bahan,
menarik minat dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Oleh
karenanya kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta masyarakat yang sedang membangun.
Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat
kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah, sehingga dapat mempelancar
program pendidikan salam rangka perwujudan dan pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung
dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti:
politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang
merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Selain harus memperhatikan unsur-unsur diatas, di dalam mengembangkan sebuah
kurikulum juga harus menganut beberapa prinsip dan melakukan pendekatan terlebih dahulu,
sehingga di dalam penerapannya sebuah kurikulum dapat mencapai sebuah tujuan seperti
yang di harapkan. Dan pendekatan pengembangan kurikulum akan dijelaskan selengkapnya
dalam pembahasan makalah ini yang berjudul “Pendekatan Pengembangan Kurikulum”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian pendekatan pengembanagan kurikulum?
2. Apa saja macam-macam pendekatan pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana pendekatan dalam pengembangan kurikulum?
C. Tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Mengetahui pengertian pendekatan pengembangan kurikulum.
2. Mengetahui menjelaskan macam-macam pendelatan pengembangan kurikulum.
3. Mengetahui pendekatan dalam pengembangn kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap
suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan
kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas.
Menurut Sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum
yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang
telah ada (curuculum improvement). Bisa juga kurikulum ialah perencanaan kesempatam-
kesempatan belajar yang ditunjukkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan
yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa.
Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan
metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar
memperoleh kurikulum yang lebih baik. Setidak-tidaknya ada 4 pendekatan dalam
pengembangan kurikulum di antaranya, yaitu: pendekatan subjek akademik, pendekatan
humanistik, pendekatan teknologi, dan pendekatan rekonstruksi social, Namun disini kami
akan menguraikan tiga pendekatan yakni pendekatan subyek akademik, pendekatan
humanistic, dan pendekatan teknologi.
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-pendekatan sehingga
kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Yang dimaksud
dengan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh
kurikulum yang lebih baik.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap
suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan
kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangan kurikulum. Pendekatan-pendekatan yang digunakan, yakni:
1. Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan subyek akademis adalah bentuk atau model tertua diantara model
lainnya, dan biasanya suatu lembaga pendidikan atau sekolah sampai sekarang tidak bisa
lepas dari pendekatan ini. Pendekatan subyek akademis adalah pendekatan yang sangat
praktis, mudah digabungkan dengan pendekatan lain bila diperlukan. Pendekatan subyek
akademis bersumber pada aliran pendidikan klasik yang berorientasi pada masa lalu.
Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih
dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik yang
diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Fungsi pendidikan adalah mempelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya dan
ilmu pengetahuan masa lalu itu (transfer of knowledge). Belajar adalah menguasai ilmu
pengetahuan dan produk budaya sebanyak-banyaknya. Orang-orang yang dipandang
berhasil adalah orang yang menguasai seluruh atau sebagian besar materi pembelajaran
yang telah disiapkan dan disusun oleh para guru. Materi pembelajaran diambil dari
semua jenis disiplin ilmu pengetahuan. Para ahli bidangnya masing-masing telah
mengembangkan ilmu pengetahuan yang sistematis, logis, dan terpercaya.
Para pengembang kurikulum tidak perlu menyusun mengembangkan bahan
ajaran sendiri, tetapi hanya tinggal memilih bahan suatu displin ilmu yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya masing-masing. Kemudian mengorganisasikan bahan
tersebut secara sistematis sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dan sesuai dengan
tingkat perkembangan siswa. Dalam pendekatan subyek akademis guru sebagai
penyampai bahan pelajaran memegang peranan yang sangat penting. Guru harus
menguasai seluruh bahan atau materi pelajaran yang ada dalam kurikulum. Mereka harus
menjadi ahli dalam bidang-bidang studi tertentu yang diajarkan dan diampunya. Lebih
dari itu, guru adalah model dari para siswanya, segala yang disampaikan dan segala
tindakan harus menjadi bagian dari kepribadian guru yang akan diikuti dan menjadi
panutan bagi siswanya. Guru adalah orang yang harus bisa dipercaya apa yang
dikatakannya, tindakannya harus dapat ditiru dan dicontoh oleh siswanya.
Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan,
metode, organisasi isi, dan evaluasi.
a. Tujuan
Tujuan kurikulum subyek akademis adalah pemberian pegetahuan yang solid serta
melatih para peserta didik menggunakan ide-ide dan proses penelitian. Peserta didik
harus belajar menggunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-
dorongannya. Lembaga pendidikan harus memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk merealisasikan kemampuan mereka menguasai warisan budaya
dan jika mungkin memperkayanya.
b. Metode
Metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulu sunjek akademis adalah
metode ekspositori dan penyelidikan (inkuiri). Ide-ide diberikan kepada guru lalu
dielaborasi (dilaksanakan) peserta didik sampai mereka kuasai. Konsep utama
disusun secara sisematis, dengan ilustrasi yang jelas untuk selanjutnya dikaji. Dalam
materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian
dirumuskan dan dicari cara penyelesaiannya.
c. Organisasi isi
1) Correlated Curriculum: Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari
dalam suatu pelajaran dikolerasikan dengan pelajaran lainnya.
2) Unified atau Concentrated Curriculum: ola organisasi bahan pelajaran tersusun
dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi berbagai pelajaran
disiplin ilmu.
3) Integrated Curriculum: Kalau di Unified masih tampak disiplin ilmunya tetapi di
Integrated tidak kelihatan lagi disiplin ilmunya. Bahan ajar diintegrasikan
dengan persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
4) Problem Solving Curriculum: Pola yang berisi topic pemecahan masalah social
yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh dari berbagai ata pelajaran atau disiplin ilmu.
d. Evaluasi
Tentang kegiatan evaluasi, kurikulum subyekakademis menggunakan bentuk
evaluasi yang bervariasi desesuaikan dengan tujuan dan sifat bahan pelajaran.
2. Pendekatan Humanistis
Kurikulum ini berdasarkan aliran pendidikan kepribadian (personalized
education), yang dikembangkan oleh John Dewey(progressive education) dan J.J
Rousseoun(Romantic Education). Pendekatan humanistis lebih memberikan tempat
utama kepada siswa. Hal ini bertolah pada asumsi bahwa anak didik adalah individu
yang pertama dan utama dalam pendidikan. Mereka adalah subyek dan pusat kegiatan
pendidikan. Anak didik itu memiliki potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk
berkembang.
Pendidikan Humanis juga berpegang pada teori Gestalt yang memandang bahwa
anak adalah merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan untuk
membentuk manusia yang utuh bukan saja segi fisik, intelektual tetapi juga segi social
dan afektif(sikap,emosi, perasaan, dan nilai). Aliran ini berkembang atas reaksi atas
praktek pendidikan yang lebih menekankan segi intelektual saja, dengan peran utama
dipegang oleh guru. Menurut pandangan humanistis pendidikan adalah upaya yang
berusaha untuk menciptakan situasi yang baik, rilex, dan akrab. Dengan situasi yang
kondusif, siswa dapat mengembangkan segala potendi dirinya. Tugas pendidikan adalah
memperluas kesadaran diri, mengurangi kesenjangan dan keterasingan dari lingkungan.
Ada tiga aliran yang termasuk humanistis yaitu pendidikan konfluen, kritikisme
radikal, dan mistikisme modern. Pendidikan konfluen menekankan keutuhan pribadi dan
individu yang harus merespon secara utuh baik pikiran maupun perasaan terhadap
kesatuan yang menyeluruh dari lingkungan. Kritikisme radikal bersumber dari aliran
romantisme Rousseou yang melihat bahwa pendidikan adalah upaya untuk membantu
anak menemukan dan mengembangkan sendiri segala potensi yang ada pada dirinya.
Dalam pendidikan tidak ada pemaksaan yang ada adalah dorongan dan rangsangan untuk
berkembang. Mistikisme modern adalah aliran yang menekankan latihan dan
pengembangan kepekaan perasaan, kehalusan budi pekerti, melalui sensitivity
training,yoga, meditasi, kontempelasi, dan lain-lain.Kurikulum himanistis mempunyai
beberapa kharakteristik
a. Tujuan dan fungsi
Kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman(pengetahuan) berharga membantu
memperlancar perkembangan pribadi peserta didik. Bagi mereka tujuan pendidikan
adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada
pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri
sendiri,orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita
perkembangan manusia yang teraktualisasikan diri adalah orang yang telah
mencapai keseimbangan(harmoni) perkembangan seluruh aspek pribadinya baik
aspek kognitif, estetik, maupun moral. Seseorang dapat bekerja dengan baik bila
memiliki karakter yang baik pula.
b. Metode
Kurikulum humanistis menuntut konteks hubungan emosional yang baik antara
pendidik dan peserta didik. Pendidik/ guru selain harus mampu menciptakan
hubungan yang hangat dengan peserta didik, juga mampu menjadi sumber. Ia harus
mampu memberi materi yang menarik dan mampu menciptakan situasi yang
memperlancar proses belajar. Pendidik harus emberikan dorongan kepada peserta
didik atas dasar saling percaya. Peran mengajar bukan saja dilakukan oleh pendidik
tetapi juga oleh peserta didik. Pendidik tidak memaksakan sesuatu yang tidak
disegaja peserta didik.
c. Organisasi
isi Salah satu kekuatan besar kurikulum humanistis terletak di dalam tekanannya
pada integritas, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi
juga emosional dan tindakan. Kurikulum humanistis juga menekankan keseluruhan.
Kurikulum harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh, bukan
pengalaman yang terpenggal-penggal. Kurikulum ini kurang menekankan sekuens,
karena dengan sekuens para peserta didik kurang memunyai kesempatan untuk
memperluas dan memperdalam aspek-aspek perkembangannya.
d. Evaluasi
Kurikulum humanistis berbeda dengan kurikulum konvensional (subyek akademis).
Model ini lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kalau kurikulum konvensional
terutama subyek akademis penilaian ditentukan secara obyektif dan mempunyai
kriteria pencapaian, maka dalam kurikulum humanistis tidak ada kriteria. Ahli
humanis lebih tertarik dalam pertumbuhan tanpa memperlihatkan tentang bagaimana
pertumbuhan itu diukur atau ditemukan. Sasaran mereka adalah perkembangan anak
supaya menjadi manusia yang lebih terbuka, lebih berdiri sendiri. Kegiatan yang
mereka lakukan hendaknya bermanfaat bagi peserta didik. Kegiatan belajat yang
baik adalah yang memberikan pengalaman yang akan membantu para peserta didik
memperluas kesadaran akan dirinya dan orang lain dan dapat mengembangkan
potensi-potensi yang dimilikinya. Ketika diminta untuk mempertimbangkan
efektivitas kurikulum mereka, ahli humanis biasanya percaya kepada penilaian
subyektif oleh guru dan peserta didik.
3. Pendekatan Teknologi
Pendekatan ini memiliki kesamaan dengan pendekatan subyek akademis yang
menekankan pada isi dan materi kurikulum. Tetapi mempunyai perbedaan, yaitu
diarahkan pada penguasaan kompetensi bukan diarahkan pada pengawetan dan
pemeliharaan ilmu pengetahuan. Suatu kompetensi yang besar atau standar diuraikan
menjadi kompetensi-kompetensi yang lebih sempit atau kompetensi dasar, yang ada pada
akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang bisa diamati dan diukur. Penerapan teknologi
dalam bidang kurikulum terwujud dalam dua bentuk yaitu bentuk perangkat
lunak(software) dan perangkat keras(hardware). Aplikasi teknologi perangkat lunak
disebut juga teknologi system, sedangkan aplikasi perangkat keras disebut teknologi alat.
Teknologi alat lebih menekankan pada pengunaan alat-alat teknologis yang menunjang
efisiensi dan efektivitas program pendidikan.
Kurikulumya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media serta
model-model pembelajaran yang banyaj melihat alat. Tanpa bantuan media maka proses
pembelajaran tidak dapat berlangsung, karena perencanaan pembelajaran telah tersusun
terpadu antara kegiatan-kegiatan pendidikan dengan media tersebut. Misalnya
pembelajaran dengan media video, VCD, modul, computer, internet,dan lain-lain.
Adapun teknologi sistem menekankan pada penyusunan program pembelajaran atau
perencanaan pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistem, baik dibantu oleh alat
dan media maupun tidak. Dalam teknologi sistem ini pembelajaran tetap dapat
berlangsug tanpabentuan media, karena media itu digunakan jika diperlukan. Pendekatan
teknologis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan tertentu.
Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses dan strategi belajarnya ditetapkan
sesuai dengan analisis tugas (job description) tersebut. Rencana dan proses pembelajaran
dirancang sedemikian rupa, sehingga hasilnya dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas
dan terkontrol. Dalam menyusun kurikulum, sesungguhnya tidak semua materi pelajaran
dapat menggunakan pendekatan teknologis, karena sifat-sifat atau karakter materi
pelajaran itu berbeda. Termasuk dalam pendekatan ini adalah kurikulum berbasis
computer yang kini sedang diterapkan oleh pemerintah. Ciri-ciri kurikulum teknologi
a. Tujuan
Tujuan pada kurikulum ini diarahkan pada pengarahan kompetensi yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku. Tujuan yang ersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi
tujuan-tujuan khusus, yang disebut obyektif atau tujuan instruksional atau indicator.
Obyektif atau indicator ini menggambarkan perilaku, perbuatan, atau kecakapan
keterampilan yang dapat diamati atau diukur. Oleh karena itu tujuan pembelajaran
sistem teknologi cenderung memperkuat pentingnya gagasan konvensional dan
bagian tradisional dan bagian tradisional dari subyek akademik.
b. Metode
Pengajaran bersifat individual, tapi peserta didik menghadapi serentetan tugas yang
harus dikerjakannya, dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing. Pada saat
tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Setiap peserta didik
harus menguasai secara tuntas tujuan-tujuan program pengajaran. Pelaksanaan
pengajaran mengikuti langkah-langkah : 1) Penegasan tujuan Para peserta didik
diberi ejelasan tentang pentingnya mempelajari tujuan dan bahan tertentu. Atau,
paling tidak mereka diberi uraian secara jelas tentang hal yang harus mereka
pelajari. 2) Pelaksanaan pengajaran Para peserta didik belajar secara individual
malalui media buku ataupun media elektronik. Dalam kegiatan belajarnya mereka
dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar ataupun perilaku-perilaku yang
dinyatakan dalam tujuan program. Mereka belajar dengan cara memberikan respon
secara cepat terhadap persoalan-persoalan yang diberikan. 3) Pengetahuan tentang
hasil Kemajuan peserta didik dapat segera diketahui oleh peserta didik sendiri, sebab
dalam model kurikulum ini umpan balik selalu diberikan. Para peserta didik dapat
segera mengetahui apa yang telah mereka kuasai dan apa yang masih harus
dipelajari lebih serius.
c. Organisasi bahan ajar
Bahan ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu,tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi. Tujuan akhir
program dinyatakan secara tepat dan operasional dan tujuan ini merupakan dasar
untuk mengorganisasikan bahan pembelajaran. Bahan ajar atau kompetensi yang
luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih kecil, yang
menggambarkan objektif/indicator. Urutan dari obyektif-obyektif atau indikator-
indikator ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan.
d. Evaluasi
Fungsi evaluasi bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi peserta didik dalam
penyempurnaan penguasaan suatu susunan pelajaran (evaluasi formatif),umpan balik
bagi peserta didik pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif).
Evaluasi juga bisa menjadi umpan balik bagi pendidik dan pengembangan
kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Evaluasi yang mereka gunakan
umumnya berbentuk tes obyektif. Sesuai dengan landasan pemikiran mereka,bahwa
model pengajarannya menekankan sifat ilmiah, bentuk ini tes dipandang yang paling
cocok.
4. Pendekatan Rekonstruksi Sosial
Pendekatan rekonstruksi social bersumber pada aliran interaksional.
Pandangannya adalah bahwa pendidikan bukanlah upaya sendirianm tetapi adalah usaha
bersama, kerja sama dan interaksi. Interaksi ini bukan hanya antara guru dengan murid
tetapi juga antara murid dengan murid, antara murid dengan orang-orang disekitarnya
dan dengan berbagai sumber belajar. Melalui interaki dan kerjasama ini para murid
berusaha memecahkan masalah-masalah dalam masyarakar, menuju tatanan masyarakat
yang lebih baik. Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan keahlian bertolak
dari problem yang dihadapi daam masyarakat, untuk selanjutnya untuk memerankan
ilmu-ilmu dan teknologi serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif akan dicarikan
upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Kurikulum
tersebut disamping menekankan isi pembelajaran atau pendidikan juga sekaligus
menekankan proses pendidikan dan pengalaman belajar. Pendekatan tersebut berasumsi
bahwa manusia adalah makhluk social yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan
manusia yang lain, selalu hidup bersama, berinteraksi dan bekerjasama. Ciri dari disain
Rekonstruksi Sosial yaitu:
a. Tujuan
Tujuannya adalah menghadapkan peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-
hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
b. Metode
Para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan
nasional dengan tujuan peserta didik. Para pendidik berusaha membantu peserta
didik menemukan minat dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing
peserta didik, baik dalam kegiatan pleno maupun kelompok- kelompok berusaha
memcahkan masalah social yang dihadapinya.
c. Pola organisasi
Pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Ditengah-tengahnya sebagai
poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi temautama dan dibahas sevara pleno.
Dari tema utama dijabarkan sejumlah topic yang dibahas dalam diskusi-diskusi
kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lainnya. Topic-topik dengan berbagai
kegiatan ini merupakan jari-jari. Suatu kegiatan jari-jari dirangkum menjadi satu
kesatuan sebagai bingkai.
d. Evaluasi
Para peserta didik juga dilibatkan. Keterlibatan mereka terutama dalam memilih,
menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang akan diujikan
dinilai lebih dulu baik ketepatan atau keluasan isinya, juga keampuhan menilai
pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif.
Evaluasi tidak hanya menilai pengaruh kegiatan yang telah dikuasai peserta didik,
tetapi juga menilai pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh
tersebut terutama menyangkut perkembnagna masyarakat dan peningkatan taraf
kehidupan masyarakat.
5. Pendekatan Kompetensi
Kompetensi merupakan jalinan terpadu antara pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan bertindak.  Pendekatan
kompetensi menitikberatkan kepada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
 Ciri-ciri pendekatan ini yakni berfikir teratur sistemik, sasran penilaian lebih
[12]

difokuskan pada tingkat penguasaan dan kemampuan memperbaharui diri (regenerative


capability).
Prosedur penggunaan pada pendekatan ini[13]:
a. Menetapkan standar kopetensi lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada
setiap jenis dan jenjang pendidikan
b. Memerinci perangkat kopetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan.
c. Menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata
pelajaran (jjika perlu menciptakan mata pelajaran baru) dan kegiatan-kegiatan baru
yang relevan.
d. Mengembangkan silabus.
e. Mengembangkan skenario pembelajaran
f. Mengembangkan perangkat llunak (software)/
g. Mengembangkan sistm penilaian.
Pendekatan digunakan sebagai pandangan dalam proses melakukan pengembangan
kurikulum. Setiap lembaga pendidikan mempunyai pendekatan yang berbeda sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diinginkannya. Walaupun pendekatan yang dilakukan dari
pemerintah satu dengan pemerintah lainnya berbeda artinya tiap berganti jabatan berganti
pula pendekatan yang diterapkan tetapi pada dasarnya tujuan pendidikan Indonesia tetaplah
sama yaitu mencerdaskan anak-anak bangsa.
Perubahan atau pengembangan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah atau
sederhana. Menurut Sudjana (2002), ada sepuluh langkah yang harus ditempuh dalam
melakukan pembaharuan kurikulum, yakni:
1. Mengenal atau mengidentifikasi kebutuhan perubahan kurikulum, artinya menilai ada
tidaknya masalah-masalah pokok yang harus dilakukan perubahan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemilaian dan pengukuran pedahuluan terhadap kurikulum yang sedang
berjalan.
2. Mobilisasi suatu perubahan kurikulum, artinya setelah ditemukan masalah pokok yang
menjadi garapan perubahan kurikulum, barulah dipikirkan wadah yang akan
mengorganisasi perubahan tersebut. Wadah tersebut bisa berupa badan atau komite yang
bisa bekerja secara rutin.
3. Studi tentang masalah dan kebutuhan masyarakat, artinya dalam mengembangkan suatu
kurikulum dilakukan analisis terhadap sector-sektor masyarakat, baik masalahnya
maupun kebutuhannya. Beberapa aspek yang perlu dianalisis dan diteliti untuk keperluan
pembaharuan kurikulum antara lain: potensi sosial ekonomi, sistem nilai-nilai (sosial dan
moral) yang berlaku, masalah dan kebutuhan masyarakat, lapangan pekerjaan (job
analysis), masalah-masalah sosial, seperti ketegangan/ konflik sosial, dan pengangguran.
4. Studi tentang karakteristik dan kebutuhan peserta didik, artinya dalam mengembangkan
kurikulum harus memperhatikan perkembangan, pertumbuhan, bakat, minat,
kesanggupan, dan kebutuhan peserta didik.
5. Formulasi tujuan pendidikan, artinya dalam mengembangkan kurikulum harus
menjabarkan tujuan pendidikan secara umum yang bersifat filosofis, sosiologis, dan
psikologis kedalam tujuan-tujuan institusional yang bersifat tingkah laku operasional
sehingga mudah dipahami oleh para guru di lapangan.
6. Menetapkan aktivitas belajar dan mata pelajaran, artinya (sebagai isi kurikulum) yang
memadai dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Pemilihan aktivitas
belajar dan pemilihan mata-mata pelajaran yang serasi dengan tujuan, merupakan tugas
berat dan memerlukan penghayatan yang tinggi terhadap nilai-nilai ilmu pengetahuan
beberapa kriteria dalam memilih aktivitas belajar dan jenis mata pelajaran adalah: (1)
mata pelajaran harus berorientasi dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan; (2)
pengalaman belajar hendaknya sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik; (3)
pengalaman belajar hendaknya mencakup berbagai aspek kegiatan belajar; (4) memeberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktikkan hal-hal yang telah dipelajarinya;
(5) mata pelajaran yang dipilih harus berorientasi akademis, praktis, dan sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik;(6) mata pelajaran yang dipelajari berguna dan
berhubungan nilai-nilai dan kepentingan masyarakat ; (7) mata pelajaran dan aktivitas
belajar mendorong minat dan pembentukan sikap peserta didik.
7. Mengorganisasi pengalaman belajar dan perencanaan unit-unit pelajaran, artinya
pengembangan kurikulum harus memperhatikan pengorganisasian pengalaman belajar
dan perencanaan unit-unit pelajaran secara tepat.
8. Pengujian kurikulum yang diperbaharui, artinya kurikulum yang telah diperbaharui
sebelum dilaksanakan di lapangan harus diuji cobakan (Tryout) terlebih dahulu agar
mempercepat hasil yang optimal. Hasil uji coba dianalisis, diamati untuk diadakan revisi
seperlunya.
9. Pelaksanaan kurikulum baru, artinya kurikulum baru yang telah disusun, direvisi dan
telah diujicobakan, hendaknya diterapkan dengan mengerahkan seluruh opini masyarakat
agar menerima ide-ide pembaharuan dalam kurikulum tersebut.
10. Evaluasi dan revisi berikutnya, artinya kurikulumm baru yang sudah diberlakukan
dievaluasi dan dimonitoring untuk melihat kualitas dan efektivitas kurikulum tersebut
untuk selanjutnya dilakukan revisi kalau diperlukan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembaharuan kurikulum adalah
suatu keniscayaan dan keharusan dalam rangka menuju mutu pendidikan yang berkualitas
dan mampu merespon tuntutan terhadap kehidupan berdemokrasi, globalisasi dan otonomi
daerah (SLTP 2001). Pemerintah melalui departemen pendidikan nasional kini melakukan
pembaharuan kurikulum dengan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
merupakan hasil revisi dari kurikulum berbasis kompetensi untuk menggantikan kurikulum
sebelumnya yang cenderung content based. Kurikulum baru tersebut menekankan aspek
kompetensi yang diharpakan akan menghasilkan lulusan yang lebih baik dan siap
menghadapi kehidupan di masyarakat. KTSP ingin memusatkan diri pada pengembangan
seluruh kompetensi peserta didik. Peserta didik dibantu agar kompetensinya muncul dan
berkembang secara maksimal. Melalui proses belajar mengajar yang menekankan
kompetensi dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan lifeskill
diharapkan peserta didik akan menjadi pribadi yang unggul secara akademis maupun non
akademis.
Ada beberapa alasan mengapa KTSP menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi
pendidikan tanah air, antara lain: (1) potensi siswa sudah berbeda-beda dan potensi tersebut
akan berkembang jika stimulusnya tepat; (2) mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta
mengabaikan aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni dan olahraga serta lifeskill; (3)
persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang mampu akan berhasil/eksis dan
yang kurang mampu akan gagal; (4) persaingan kemampuan SDM produk lembaga
pendidikan; serta (5) persaingan terjadi pada lembaga pendidikan sehingga perlu rumusan
yang jelas mengenai tandar kompetensi lulusan, yang selanjutnya standar kompetensi mata
pelajaran perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi dasar.
Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan peserta didik menghafal
sejumlah fakta-fakta tanpa mengerti bagaimana hubungan antara fakta yang ada dengan
kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan yang disinyalir pemerintah.
“Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara yang mereka pelajari
dan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki
kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu
menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat butuh untuk
memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada
umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja” (Depdiknas 2002).
Dalam melakukan pengembangan kurikulum, sulit bagi kita untuk melepaskan diri
dari konsep model pengembangan kurikulum yang merupakan bagian integral dalam studi
pengembangan kurikulum, bahkan sering dianggap sebagai bagian yang lebih penting
dibandingkan dengan dimensi lain, karena produk akhir dari proses pengembangan
kurikulum adalah suatu kurikulum yang siap pakai. Suatu model berkenaan dengan
penyajian suatu objek tertentu, baik secara fisik maupun konseptual sehingga mudah
dipahami oleh pengamat. Menurut Fred Percipal dalam Hamalik (2000: 2), “Model aphysical
or conceptual representation of an object or system, incorporating certain specific features of
the original”. Rumusan ini menunjukkan bahwa suatu model adalah suatu penyajian
konseptual dari suatu objek atau sistem yang mengombinasikan atau menyatukan bagian-
bagian khusus tertentu dari objek yang aslinya. Jadi suatu model bukan yang aslinya,
melainkan semacam rancangan sebagai reproduksi dari bentuk yang asli.
Sejatinya kurikulum merupakan sebuah perencanaan untuk menyediakan seperangkat
kesempatan belajar bagi individu supaya menjadi terdidik. Perencanaan kurikulum
merupakan beberapa rencana unit-unit kecil pada bagian-bagian tertentu dari sebuah
kurikulum. Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Saylor dkk adalah sebagai
berikut.
a. Perumusan goals dan objective. Saylor, dkk. mengklasifikasikan tujuan menjadi empat
domain, yaitu pengembangan pribadi, kompetensi sosial, keterampilan belajar yang
berkesinambungan, dan spesialisasi.
b. Merancang kurikulum, yaitu tahapan dalam menentukan kesempatan belajar untuk setiap
domain, bagaimana dan kapan kesempatan belajar itu diberikan.
c. Implementasi kurikulum, yaitu tahapan untuk menentukan metode dan strategi yang akan
digunakan untuk menjalin hubungan dan berinteraksi dengan para siswa.
d. Evaluasi kurikuium, meliputi: 1) evaluasi program pendidikan sekolah secara
keseluruhan, meliputi tujuan institusional, subtujuan institusional, tujuan instruksional,
efektivitas instruksional, dan prestasi siswa dalam beberapa bagian program sekolah; 2)
evaluasi program untuk menentukan apakah tujuan institusionai dan tujuan instruksional
sudah tercapai atau belum?

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara
umum tentang proses pegembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum adalah
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan
pengembangan
D.   Daftar Pustaka
Hernawan, Asep Hendry dkk. 2011. Pengembangan Kurikulum dan
Pembelajaran. Jakarta: Universitas             Terbuka.
Umar, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif.
Yogyakarta: Deepublish.
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, cet. 5,
Februari 2009.
Shobirin, Ma’as. 2016. Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah
Dasar. Yogyakarta:   Deepublish.

                [1] Ma’as Shobirin, Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar,  (Yogyakarta: Deepublish, Juni 2016), Hal. 19.
                [2] Tujuan pendidikan nasional dapat dilihat jelas dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional,
bahwa “... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung
jawab”. (Ibid., Hal. 26).
Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 BAB XIA pasal 77A termuat kerangka dasar yang berisi landasan kurikulum yang
ditetapkan pemerintah yaitu landasan filosofis, sosiologis, psikopedagogis,  dan  yuridis.
(Umar dkk., Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Transformatif, Yogyakarta: Deepublish, Oktober 2016, Hal. 12-13).
                [3] Lihat: Asep Hendry Hernawan dkk, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Universitas Terbuka, 2011, hal.
2.25
                [4] Rini Fatmawati, Kurikulum Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar, (WARTA, Vol .12, No.2, Sep. 2009), hal. 8
                [5] Sukaya, Pengembangan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi, (Jurnal Teknologi Informasi & Pendidikan: Vol. 1 No. 1
Maret 2010), hal. 8-9.
                [6] Nasution, Loc. Cit., hal. 46
                [7] Accountability yang sistematis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan
abad 20, yang kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. (Ibid., hal. 50)
                [8] Umar dkk., Loc. Cit., hal. ix-x.
                [9] Ibid.

Anda mungkin juga menyukai