Anda di halaman 1dari 24

Pengertian

Menurut sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa


berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum
construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah
ada (curriculum improvement).

Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan


kurikulum berarti Menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai
dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran,
garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-
pedoman pelaksanaan (macro curriculum).
Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang
telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-
persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-
guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester,
satuan pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud
pengembangan kurikulum dalam Bahasa ini mencakup keduanya,
tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan
kurikulum itu sendiri.

Pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode


yang tepat dengan mengikuti Langkah-langkah pengembangan yang
sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Pendekatan
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang
terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat
umum. Dengan demikian, pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum.
Langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan ialah teknik
pendekatan kurikulum yang serasi setelah mempertimbangkan
keempat determinan yaitu asas filosofis, sosiologis, psikologis dan
hakekat ilmu pengetahuan yang merupakan pegangan umum.
Namun masih perlu lagi pegangan yang lebih rinci, yakni :
a. Memilih pendekatan kurikulum yang serasi untuk mendesain
kurikulum dengan mempertimbangkan keempat determinan
itu
b. Berdasarkan pendekatan yang disiplin, menentukan mata
pelajaran/mata kuliah yang akan disajikan, beserta bidang
dan rangkaiannya yang dianggap dapat mencapai tujuan
lembaga pendidikan itu.
Pendekatan Subjek Akademis

Pendekatan Humanistik

Teknologis

Rekonstruksionisme

Accountability (The Accountability Approach)

Pendekatan Pembangunan Nasional


(National Development Approach)
1 Pendekatan Subjek Akademis

Kurikulum disajikan dalam bagian- bagian ilmu pengetahuan, mata pelajaran


yang diintegrasikan, ciri- ciri ini berhubungan dengan maksud, metode,
organisasi dan evaluasi. Pendekatan subjek akademis dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematis disiplin ilmu
masing-masing. Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah
kurikulum yang akan melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia
pengetahuan, dengan konsep dasar dan metode untuk mengamati, hubungan
antara sesama, analisis data, dan penarikan kesimpulan.

Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara


menetapkan lebih dahulu mata pelajaran atau mata kuliah apa yang harus
dipelajari peserta didik yang diperlukan untuk persiapan pengembangan
disiplin ilmu.
1 Pendekatan Subjek Akademis

Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ada mempunyai ciri-ciri sebagai


berikut:
a. Tujuan
Tujuan kurikulum subyek akademik adalah pemberian pengetahuan yang
solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”.
b. Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekatan subyek akademik adalah
pendekatan metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian
dielaborasi (dilaksanakan) siswa sampai mereka kuasai. Dalam materi disiplin
ilmu yang diperoleh, dicari berbagai masalah penting, kemudian dirumuskan
dan dicari cara pemecahannya.
c. Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek akademik. Pola-pola
organisasi yang terpenting di antaranya:
1. Correlated curriculum
2. Unified atau Concentrated
3. Intregrated curriculum
4. Problem Solving curriculum
d. Evaluasi
Kurikulum subyek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan
dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak
digunakan bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini
membutuhkan jawaban yang merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara
menyeluruh.

Kelemahan pendekatan ini adalah kegagalan dalam memberikan perhatian kepada yang
lainnya, dan melihat bagaimana isi dan disiplin dapat membawa mereka pada
permasalahan kehidupan modern yang kompleks, yang tidak dapat dijawab oleh hanya satu
ilmu saja.
2 Pendekatan Humanistik

Pendekatan Humanistik dalam pengembangan kurikulum bertolak dari ide


"memanusiakan manusia". Penciptaan konteks yang akan memberi peluang
manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat manusia
merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan
program pendidikan.

Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan
mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian
integral dari proses belajar. Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah
menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan
mengembangkan pemecahan sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas
kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari
lingkungan.
Pendekatan pengembangan kurikulum mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
a. Tujuan
Tujuan pendidikannya adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis
yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian,
sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar.
b. Metode
Pengembangan kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional
yang baik antara guru dan siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru
untuk memilih metode pembelajaran yang dapat menciptakan hubungan yang
hangat antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, dapat
memberikan dorongan agar saling percaya. Dalam kegiatan pembelajaran
guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak disenangi oleh peserta didik.
c. Organisasi isi
Kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang
menyeluruh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal.
d. Evaluasi
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang lebih
ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum humanistik lebih
menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah
manfaat untuk peserta didik masa depan. Kelas yang baik akan menyediakan berbagai
pengalaman untuk mambantu peserta didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta
dapat mengembangkannya.

Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa kelemahan,
seperti:
a. Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan
individual peserta didik
b. Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya
di setiap program terdapat keseragaman peserta didik,
c. Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
d. Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan
3 Teknologis

John D. McNeil dalam buku Curriculum A Comprehensive Introduction


(1997) menyatakan bahwa teknologi yang diterapkan kurikulum terdapat dua
cara. Pertama, kurikulum sebagai rencana yang sistematis merupakan
penggunaan berbagai perangkat dan media. Kedua, teknologi dalam model
dan prosedur untuk pengembangan konstruksi dan evaluasi materi kurikulum
dan sistem pembelajaran. Sebagai teori, teknologi digunakan dalam
pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.
1. Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih
diarahkan pada bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan.
2. Pandangan kedua menyatakan bahwa teknologi diarahkan pada
penerapan tahapan instruksional.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki
beberapa ciri khusus, yaitu:
a. Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam
bentuk perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci
menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan
instruksional. Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau
kecakapan-keterampilan yang dapat diamati.
b. Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses
mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi
respons yang diharapkan maka respons tersebut diperkuat.
c. Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau
kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih
kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya
menjadi inti organisasi bahan.
d. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit atau
semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi
siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi submatif). Juga dapat menjadi
umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes
evaluasi yang biasa dilakukan adalah tes objektif.
4 Rekonstruksionisme
Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan
sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini
yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum minoritas,
keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan menentukan nasib
sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.

Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang


tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pendekatan kurikulum
rekonstruksi sosial ini selain menekankan pada isi pembelajaran, sekaligus juga
menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman belajar. Ini dikarenakan,
pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia adalah makhluk sosial yang
sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu bersama, berinteraksi dan
bekerjasama.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri
berkenaan dengan:
a. Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan
para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau
gangguan-gangguan yang dihadapi manusia.
b. Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran pada kurikulum
rekonstruksi sosial, yaitu: berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan
nasional dengan tujuan peserta didik. Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran guru harus dapat membantu para peserta didik untuk
menemukan minat dan kebutuhannya.
c. Organisasi isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda. Di tengah-
tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas
secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas
dalam diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan
berbagai kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum
menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk.
d. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta didik
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal
yang akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan maupun keluasan
isinya. Selain itu juga untuk menilai kemampuannya dalam menilai pencapaian tujuan-
tujuan pembangunan kehidupan keberagaman masyarakat yang sifatnya kualitatif.
5 Accountability (The Accountability Approach)

Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan


tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini
tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia pendidikan.
Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini
telah mendesak pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi
latihan belaka.
Accountability yang sistematis yang pertama kalinya diperkenalkan
Frederick Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini.
Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific management”
atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus
diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu.
6 Pendekatan Pembangunan Nasional
(National Development Approach)

Pendekatan ini mengandung tiga unsur :


1. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warga negara dapat dimasukkan
dalam tiga kategori:
a. Warganegara yang apatis
b. Warganegara yang pasif
c. Warganegara yang aktif
2. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Para
pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain program yang
sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki
6 Pendekatan Pembangunan Nasional
(National Development Approach)

3. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari


Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat
dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak
keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan
dan sikap, yaitu:
a. Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistem
ekonomi suatu negara.
b. Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
c. Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan
umum.
d. Keterampilan sebagai warganegara yang baik
Dari beberapa model konsep pengembangan kurikulum ini, maka penyusunan
kurikulum harus dapat melihat kepada ilmu pengetahuan itu sendiri yang
dapat dikaitkan dengan kepentingan peserta didik sebagai manusia/individu,
dan kurikulum juga harus dapat menyesuaikan dengan perkembangan
teknologi sekarang ini, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kurikulum
dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat tiap-tiap daerah.
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif
prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan
(implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu
kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum
harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan
pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan
standar keberhasilan dalam pendidikan.

pengembangan kurikulum perlu dilakukan dengan


berlandaskan pada teori yang tepat agar kurikulum yang
dihasilkan bisa efektif.
Model Ralph Tyler Model Miller-Seller

Model Grass Roots Model Taba (Inverted Model)

Model Administratif Model Beauchamp

Model Demonstrasi
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai