Pendekatan Struktural
Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah, dan Ekonomi. Maka didalam
suatu pokok (topik) dari Ilmu Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam
lingkup suatu bidang studi.
Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini
dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada
hubungannya.
dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta,
1983: ix xii). Jadi, Model ialah sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau
acuan dalam melakukan sebuah kegiatan.
Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini
telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani kemudian Romaawi mengembangkan Trivium dan
Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi
matematiks, geometri, astonomi, dan musik.
2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang
berlangsung saat sekarang.
3) Kurikulum ini kurang memperhatiakan minat, kebuutuhan dan pengalaman peserta didik
4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam
mempelajari dan menggunakannya
5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatiakn cara penyampaian. Cara
penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan peran siswa pasif.
Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa
kelebihan karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai. Kelebihan
kurikulum yaitu :
1) Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis, maka
penyusunnya cukup mudah.
2) Bentuk ini sudah di kenal sejak lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga lebih
mudah untuk dilaksanakan.
3) Bentuk ini memudahkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, sebab
pada perguruan tinggi umumnya menggunakan bentuk ini
4) Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode
ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi
5) Bentuk ini sagat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa
lalu.
Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah
adalah mikrokosmos dari dunia intelek, satu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para
pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti : fisika,
biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya.
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan,disciplines design tidak seperti subject design
yang menekankan penguasaab fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understing). Para
peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami
konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting juga didorong untuk memahami cara mencari dan
menemukannya (modes of inquiry and discovery).
Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik
lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah
menintegrasikan unsur-unsur progersifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang
sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai
konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.
Meskipun telah menunjukan beberapa kelebihan bentuk, desain ini maasih memiliki beberapa
kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang berintegrasi.Kedua, belum
mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.Ketiga, belum bertolak dari
minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik
untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih
luas dibandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup
sempit.
c. The Broad Fields Design
Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapakan para siswa yang dewasa ini hidup
dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh.
Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas
penggunaannya agak terbatas apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.
Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah,
walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-
warisan budaya secara sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata
kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara beberapa hal.
Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini.Pertama, kemampuan
guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang
lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar sekali.Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas,
maka tidak dapat diberikan secara mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga,
pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali,tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan
pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar.
Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah di bandingkan dengan subject design, tetapi model ini
tetap menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.
2. Model Kurikulum Berdasarkan Pengelolaan Kurikulum
a. Model administrative ( Administrative )
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi
nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para
administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.
Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama
dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat
pengakajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan
kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin
ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.
Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga
model top down atau line staff. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan,
sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan
petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan.
Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya
kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah
berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-
komponenya prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan
oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim
khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi
instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah.
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan
kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model
pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum
yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan
yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok
guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu
atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang
paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip
pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) dalam
pengembangan kurikulum karangan Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi
tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada
sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum
yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di
dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-
manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
Inti dari model ini adalah menggambarkan, mengidentifikasi beberapa tingkat perhatian atau
kepedulian guru tentang suatu inovasi dan bagaimana guru menggunakan inovasi di dalam kelas.
Model ini merupakan hasil riset implementasiinovasi di sekolah dan perguruan tinggi, yang
diselenggarkan oleh Universitas Pusat Penelitian dan Pengembangan Texas. CBAM mengemukakan
dua deminsi untuk menguraikan perubahan yaitu :
1. Stage of Concern about the Inovation (SoC), dengan menguraikan perasaan guru dalam proses
perubahan,
2. Level of Use the Inovation (LoU) dengan menguraikan performen guru dalam menggunakan
sebuah program baru. Model ini dikembangkan oleh Hall dan Louck (1978).
2) TORI Model.
Model ini dikembangkan oleh Gibb (1978) dengan fokus utama pada perubahanpersonal atau pribadi
dan perubahan sosial. Model ini menyediakan suatu skala yang membantu guru mengidentifikasi
bagai mana lingkungan akan menerima ide-ide baru sebagai harapan untuk mengimplementasikan
inovasi dalam praktek dan menyediakan beberapa petunjuk untuk menyediakan perubahan.
Model ini dikembangkan oleh Leithwood pada tahun 1982, yang juga berfokus pada guru. Model
implementasi kurikulum ini, memungkinkan para guru dan pengembang kurikulum untuk
mengembangkan suatu gambaran (profile), hambatan-hambatan dalam melakukan perubahan, serta
berupaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Model Leithwood ini tidak hanya bersifat deskriptif,
tetapi juga memberikan strategi-strategi bagi guru untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam
implementasi. Kedua model di atas dapat digunakan dalam implementasi program yang memiliki
orientasi beragam, serta kedua model ini paling sering digunakan dalam orientasi kurikulum
transaksional (transaction curriculum).
(https://asepfirman17.wordpress.com/administrasi-pendidikan/981-2/)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat,
baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada
mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuaangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak
diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri,
pembangunan ekonomi dan industri, era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya, politik,
bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan
komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang
dapat mempengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.
Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan
memahami pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah
mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model
pengembangan kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu
kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca pada
umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan dan apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum
tersebut?
2. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum dan apa saja model konsep kurikulum?
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan meriew buku dan menjelajahi
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata
(2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru
(curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum
improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti
menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran
mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman
pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang
telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus,
yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan
pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan
ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum
itu sendiri.
Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja
dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan
langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum
merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah,
makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena
adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan
pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan
bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan
pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum
yang lebih baik.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi
menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ciri-ciri pokok
pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan
pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability).
Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang
harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat
kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas
pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f)
mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.
Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru,
yaitu sebagai berikut :
a. Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat
untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.
c. Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau waktu
pencapaian.
Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengelolaan
informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan
sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri (regenerative capability), baik
tingkat lembaga maupun tingkat nasional.
Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan
interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan,
fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan
keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan. Pendekatan sistem
adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami
teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain:
(a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang fenomena secara
keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem
solving) atau pengambilan keputusan (decision making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi
teori sistem ditengah mengelola organisasi.
1) Uji coba prototipe: melakukan uji coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.
2) Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.
Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri
berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain
serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran
guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member informasi dan lebih
banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sring menggunakan metode
tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih
menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g)
merumuskan tujuan dengan jelas, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk
bekerja dan bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan,
(j) adanya keseimbangan antara tugas kelompokmdengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat
individual, (l) evaluasi bukan terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran
pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri. Raths dalam John Jarolimek
(1974) mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut :
3) Menentukan pilihan dan pertimbangan yang rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-
masing.
c. Melaksanakan (acting) :
6. Pendekatan Terpadu
Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan
indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian
tersebut menggambarkan :
a. Hasil belajar,
Pendekatan ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang menggunakan sistem
komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q.
Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando.
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai
dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat
sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.
Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan,
antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau subjek akademis,
aliran pendidikan intraksioal melahirkan konsep kurikulum rekontruksi social, aliran pendidikan
pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis
melahirkan konsep kurikulum teknologis.
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek
kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk
membina anak secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya,
seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif,
individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.
b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta
kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d. Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri
tersendiri, antara lain :
a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integrasi
tinggi dan sikap positif.
b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu
pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari guru
maupun siswa.
Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar.
Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan, sekalipun sering
tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung tersembunyi.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya
adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat
pengembang intelektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak diarahkan
untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah
direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki
karakteristik tertentu, antara lain :
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.
b. Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian
direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.
d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif,
tes dan nontes.
Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya. Kritikan
tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :
a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain afektif,
psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b. Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari
disiplin ilmu.
e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific
method)
Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi
masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini
memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar
individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat
fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok reformis
menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang,
tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.
Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat juga
berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur pembelajaran
didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang
dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk
menguasai sejumlah kompetensi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut
mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah
menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan
kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan
motion film, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk,
yaitu:
a. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini,
lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas
pendidikan.
b. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk
ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan
menggunakan pendekatan sistem.
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-
tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut
objektif atau tujuan instruksional.
b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas
yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut.
- Penegasan tujuan kepada siswa.
- Pelaksanaan pengajaran
- Evaluasi
a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.
b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan
hendaknya memberikan hasil yang sama.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai
kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau materi
pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit mengembangkan domain afektif, sulit
melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam
pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum
secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan mengenai salah satu bagian kurikulum.
Disamping itu, ada model yang mempersoalkan proses dan ada pula model yang hanya
menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan teoritis demikian
dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan ada pula yang
menitikbertkan ulasannya hanya pada hubungan anatarpribadi orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum.
Robert S. Zais dalam Zainal Arifin (2011) mengemukakan delapan model pengembangan
kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan dikemukakan sebagai berikut:
Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum
disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah sekaligus. Model ini
didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhaasil
apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dala
pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang
professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.
a. Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik.
b. Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara priadi didalam merevisi kurikulum.
c. Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan
memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih
bermakna.
d. Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehigga mereka dapat saling memahami dan
mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil.
Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan
dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal
maupun tidak formal.
a. Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat
memberikan alternatif yang dapat bekerja.
b. Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima
daripada perubahan secara keseluruhan.
d. Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat
mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru.
Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru. Guru-guru yang
tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, tidak percaya dan cemburu.
Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati
Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah kritis
dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem
persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.
e. Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain
kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.
a. Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan. Untuk
menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus,
memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan
pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan materi.
b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran.
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa "kurikulum
diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes daan adaptif terhadaap
situsi perubahan." Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang
berpengalaman, luwes dan berorientasi pada proses.
a. Memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu yang
terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka
dapat berkenalan secara akrab.
d. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orangtua peserta
didik.
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya
hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah
dalam model ini antara lain :
a. Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam.
Model teknologis ini terdiri dari tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model
analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
a. Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap.
b. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus
(output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, kemudian
mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya.
Ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan tersebut
menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, yaitu :
c. Kekurangan-kekurangannya.
Pada model administratif penekanan diberikan pada orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masing-masing, disamping
pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas ke bawah. Kekurangannya terletak pada kurangnya
dampak perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya seolah-olah dilaksanakan dari atas tanpa
memperhatikan people change.
Titik pandangan model dari bawah diletakkan pada pengembangan kurikulum yang
diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses pengambilan
keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak pihak dari bawah, yaitu guru-
guru. Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai broken front sebagaimana lazim ditemui apabila
pembaruan kurikulum disodorkan dari atas. Kekurangan yang paling menonjol model ini
mengabaikaan segi teknis dan professional tentang kurikulum.
Model demonstrasi jelas mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik dengan
harapan agar yang didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain. Keuntungannya terletak
pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya sudah melalui testing sehingga terjamin
akurasi dan validitasnya. Sebagaimana model dari bawah, maka model ini juga menembus broken
front. Ekses yang timbul dari model ini adalah guru-guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan
kurikulum bisa menentang gagasan-gagasan yang telah dihasilkan.
Model beachamp melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang menonjol
adalah penegasan arena sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup kegiatan. Kerugiannya sama
dengan model top down.
Model terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya melalui
pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini sungguh mengintegrasikan teori
dengan praktik, tetapi sulit mengorganisasikannya karena memerlukan kemampuan teoritis dan
profesionalan yang tinggi. Model hubungan interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan
antarpribadi dengan harapan dapat menghasilkan beberapa penerapan kurikulum yang lebih luas
dan sukses. Model ini mendekatkan permasalahan dengan para pelaksanannya sehingga
memudahkan pemecahannya.
Model Action Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan tentang
masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah penerapannya memerluakan staf
professional khusus yang terlatih dalam penelitian dan dengan sendirinya dalam pelaksanaanya
memerlukan biaya yang tinggi. Model teknologisdiselenggarakan secara sistematis dan dapat pula
menjangkau kawasan yang luas. Meskipun demikian, keahlian serta spesialisasi professional
merupakan penghambat bila model ini digunakan.
Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutannya lebih populer menggunakan learn plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah
curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat
dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru
diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum
1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana
Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat,
daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden
Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
c) Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya
pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
d) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi
dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA
bermunculan.
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan
alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal
pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik
atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski
baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau
Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
h) KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran
KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang
paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar
(KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah
Kabupaten/Kota.
i) Kurikulum 2013
Seperti yang dirilis kemdikbud dalam kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian
khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.
1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi
pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata
44,46
2. Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan
kepada siswa.
3. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman
sejawat lainnya.
4. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan
ditiru siswa.
Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan
berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima
materi pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses
tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Pendekatan pengembangan kurikulum yaitu Pendekatan Kompetensi
(Competency Approach), Pendekatan Sistem (System Approach), Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value
Clarification Approach), Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach), Pendekatan yang
Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach), Pendekatan Terpadu.
2. Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak
terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1)
sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu
melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Model konsep
kurikulum yaituKonsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri), Konsep Kurikulum Subjek Akademis
(Rasionalisasi), Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial, Konsep Kurikulum Teknologis.
3. Model-model pengembangan kurikulum The Administrative (Line Staff) Model, The Grass-Roots
Model, The Demonstartion Model, Beauchamp's System Model, Taba's Inverted Model, Roger's
Interpersonal Relations Model, The Systematic Action-Reasearch Model, Emerging Technical Model.
4. Analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum penekanan pada suatu titik pandangan
tertentu, Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut dan Kekurangan-
kekurangannya.
5. Macam-macam kurikulum dan perkembangannya Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Teruai
1952, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 (CBSA),Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 (KBK), KTSP 2006, Kurikulum 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda
http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/11/pendekatan-dan-model-pengembangan.html
http://imammalik11.wordpress.com/2013/11/11/pendekatan-pengembangan-kurikulum/
http://pgmistaisiliwangi.blogspot.com/2013/07/pendekatanmodelprosedur-pengembangan.html
http://anisroiyatunisa.blogspot.com/2013/03/pendekatan-model-dan-prosedur.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas sejumlah
tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan atas sejumlah
komponen pada pendidikan, di antaranya pada pembelajaran yang merupakan implementasi dari
kurikulum. Hasil dari proses ini adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen lainnya.
Pandangan tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang membedakan peran dan fungsinya.
Oleh karena itu perlu dipahami mengenai seluk beluk kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
Pendekatan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangan kurikulum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik
tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam
kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan
keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia
membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat mengakomodir
tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model kurikulum sesuai dengan
misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum
menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang
model bangunan yang akan dibangun.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan
system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam system pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda
dengan yang sifatnya desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek
akademis berbeda dengan kurikulm humanistik, teknologis, dan rekonstruksi social.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan beberapa masalah yang di antaranya
sebagai berikut:
C. Tujuan Penulis
Dalam hal ini, penulis memiliki beberapa tujuan dari rumusan masalah di atas. Tujuan tersebut
diantaranya:
D. Metode Penulis
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode yakni telaah Pustaka. Dari pustaka
tersebut, dimuat dari buku serta internet yang telah di akses oleh penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis, Karena
prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah, bukan berdasarkan
kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas; Pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang
efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada
perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan
macam-macam kepanitian. Kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua
fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem
sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan
dokumen kurikulum tersebut.
c. Model Oliva
Kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik. Model kurikulum yang dikemukakan oleh
Oliva terdiri dari 12 komponen, yakni:
perumusan filosofis, sasaran, misi dan visi yang didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan analisis
kebutuhan masyarakat. (tujuan umum)
Analisis tentang kebutuhan masyarakat disekitar satuan pendidikan, kebutuhan dan urgensi dari disiplin
ilmu. (tujuan khusus)
berisi tujuan umum dan khusus yang didasarkan kebutuhan.
mengorganisasi rancangan dan implementasi kurikulum.
penjabaran kurikullum dalam tujuan umum dan khusus pembelajaran.
penentuan strategi pembelajaran.
studi awal kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan.
implementasi strategi pembelajaran dan penyempurnaan alat dan teknik
evaluasi terhadap pembelajaran dan kurikulum.
Model ini dapat digunakan untuk penyempurnaan kurikulum dalam bidang-bidang khusus; sebagai bahan
untuk membuat keputusan dalam merancang program dan sebagai pengembangan program secara khusus.
d. Model Beauchamp
Beauchamp mengungkapkan terdapat lima langkah pengembangan kurikulum, yakni:
1) Menentukan wilayah cakupan kurikulum
Wilayah yang akan digunakan untuk menerapkan kurikulum tersebut. Langkah ini dilakukan oleh
pemegang kebijakan.
2) Menetapkan persenolia
Menentukan orang-orang yang akan terlibat dalam penerapan kurikulum ini. Terdapat empat kategori,
yakni: ahli kurikulum/pendidikan yang berkedudukan di pusat pengembangan kurikulum; ahli pendidikan
dari perguruan tinggi dan guru-guru terpilih; para professional pendidikan; professional lain dan tokoh
masyarakat. Dalam proses ini ditentuka nsapa saja yang terlibat dan apa saja peran dan tugas yang harus
dilakukannya.
3) Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum
Sebagai prosedur dalam penentuan tujuan umum, tujuan khusus, pemilihan isi dan pengalaman belajar,
serta kegiatan evaluasi. Dalam tahap ini harus dilakukan beberapa hal yakni: pembentukan tim
pengembangan kurikulum, mengadakan penelitian dan penilaian kurikulum yang telah berlaku, studi
penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, penentuan kriteria-kriteria bagi penentuan
kurikulum baru, dan penyusunan serta penulisan kurikulum baru.
4) Implementasi kurikulumImplementasi ini membutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas, biaya, manajerial
dan kepemimpinan di sekolah.
5) Evaluasi kurikulumHal-hal yang harus dievaluasi adalah pelaksanaan kurikulum, desain kurikulumnya,
hasil belajar peserta didik, dan keseluruhan system kurikulum.
e. Model Wheeler
Menurut Wheeler, proses pengembangan kurikulum membentukan suatu siklus yang terus berputar dan
terdiri dari lima tahapan. Suatu tahapan dapat dilakukan jika tahapan sebelumnya telah berhasil dilakukan.
Dan setelah semua tahapan terlewati maka siklus akan kembali pada tahapan awal. Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan umum dan khusus
Tujuan umum bersifat normative yang mengandung tujuan filosofis dan bersifat praktis. Adapun tujuan
khusus lebih bersifat spesifik dan mudah terukur ketercapaiannya.
2) Menentukan pengalaman belajar
Pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
3) Menentukan isi atau materi yang digunakan disesuaikan dengan pengalaman belajar yang telah
direncanakan.
4) Mengorganisasi pengalaman belajar Menyatukan pengalaman belajar yang telah dirancang dan
menyusunannya dengan masteri atau isi belajar.
5) Melakukan evaluasi Setiap tahap yang telah dilakukan dikaji kembali dan dievaluasi.
f. Model Nicholls
Model Nicholls juga menggunakan pendekatan siklus, namun model pengembangan ini digunakan
akibat terjadinya perubahan sitiasi. Langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
1) Analisis situasi,
2) Menentukan tujuan khusus,
3) Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran,
4) Menentuikan dan mengorganisasi metode, dan
5) Evaluasi.
1) Menganalisis situasi
2) Memformulasikan tujuan
3) Menyusun program
4) Interpretasi dan implementasi, dan
5) Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi.
h. Model Miller-Seller
Model ini merupakan model kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Tabas &
Robison), dengan tahapan pengembangan sebagai berikut:
1) Klarifikasi orientasi kurikulum
Dalam tahapan ini, orientasi harus diuji dan diklarifikasi. Orientasi ini merefleksikan pandangan filosofis,
psikologis dan sosiologis. Dan ada tigfa jenis orientasi kerikulum yaitu transmisi, transaksidan
transformasi.
2) Pengembangan tujuantujuan umum, tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan.
Tujuan umum merefleksikan pandangan orang dan masyarakat. Tujuan ini harus dijabarkan secara khusus
hingga pada tujuan instruksional.
3) Identifikasi model mengajar
Strategi mengajar harus sesuai dengan tujuan dan orientasi kurikulum. Strategi yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan, strukturnya sesuai kebutuhan siswa, guru harus memahami penerapan
kurikulum, dan tersedianya sumber-sumber yang esensial.
4) Implementasi
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah komponen program studi, identifikasi sumber, peranan,
pengembangan professional, penetapan waktu dan system monitoring.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores model pengembangan kurikulum ini terdiri dari dua bentuk
model. Yang pertama, guru atau sekelompok guru melakukan ujicoba kurikulum dengan melakukan
penelitian dan pengembangan kurikulum. Dan hasilnya dapat diguanakan secara luas. Yang kedua, bebrapa
guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada mengadakan eksperimen, ujicoba dan
mengadakan pengembangan secara mandiri sebagai langkah perbaikan kurikulum.
Keuntungan model pengembangan ini adalah: lebih nyata dan ilmiah, perubahan kurikulumnya
masih dalam skala kecil sehingga kemungkinan ditolak kecil, menghindari kesenjangan dokumen dan
meningkatkan kreatifitas dan inisiatif guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat
menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Ada dua jenis pendekatan kurikulum, yakni pertama pendekatan top down atau pendekatan
administrati, kedua pendekatan grass root.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa model yang dapat digunakanyaitu :Model Tyler,
Model Taba (Inverted Model), Model Oliva , Model Beauchamp, Model Wheeler, Model Nicholls, Model
Dynemic Skilbeck, Model Miller-Seller.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan
system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam system pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda
dengan yang sifatnya desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek
akademis berbeda dengan kurikulm humanistik, teknologis, dan rekonstruksi social.
B. Saran
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai pendekatan serta pengembangan kurikulum, maka penulis
menyarankan untuk pembaca agar dapat memahami dn mengimplementasikan yang telah dipaparkan
diatas. Serta dapat memanfaatkan beberapa model kurikulum untuk dikembangkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA