Anda di halaman 1dari 34

Pendekatan dan Model Pengembangan Kurikulum

A. Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum


Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses
tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk
pada titik tolakatau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata (2000 : 1),
pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum
construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement).
Selajutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun
seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran,
garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro
curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim
pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh
guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain
(micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup
keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri.
Pendekatan lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan
menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan
langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan
suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut
terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum
sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid
dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja
dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.

B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum sebaiknya dilaksanakan secara sistemik berdasarkan prinsip terpadu yaitu
memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus harus tepat sekali dan menyambung
secara integratif, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai
konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar
terpadu secara bulat dan utuh. Ada berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam
mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1. Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran
Pendekatan ini di Indonesia dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975. bagaimana dengan kelebihan
dan kekurangan pendekatan yang berorientasi bahan adalah bahwa bahan pengajaran lebih flesibel
dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan
pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kelemahannya adalah karena tujuan pengajaran kurang
jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran.
Demikian pula untuk kebutuhan penilaian.

2. Pendekatan berorientasi pada tujuan


Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang
hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah penberi arah dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar.
Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:

Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum


Tujuan yang jelas pula didalam meneptapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat
yang diperlukan untuk mencapai tujuan
Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap
hasil yang di capai.
Hasil penilaian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan
perbaikan-perbaikan yang di perlukan.
Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan
yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru).

3. Pendekatan dengan Organisasi Bahan


Pendekatan Pola Subjec Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran-mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya:
Sejarah, Ilmu Bumi, Biologi, Berhitung. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.

Pendekatan dengan Pola Correlated Curriculum


Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata
pelajaran (bahan) yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau
dari berbagai aspek, yaitu:

Pendekatan Struktural
Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah, dan Ekonomi. Maka didalam
suatu pokok (topik) dari Ilmu Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam
lingkup suatu bidang studi.

Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini
dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada
hubungannya.

Pendekatan Tempat / Daerah


Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya tentang
daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai segi wisatanya, antropologi,
budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.

Pendekatan Pola Integrated Curriculum


Pendekatan ini didasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak
sekedar merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia
seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada keutuhan kebutuhan,
yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu
keutuhan yang meniadakan batasan tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena
mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah disertai dengan
penilaian yang intensif, dan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha
melaksanakan tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian
komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengan komponen
tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang mengambil keputusan kurikulum.

Pengertian Model Pengembangan kurikulum


Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan
(Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi
dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat
prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas

dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta,
1983: ix xii). Jadi, Model ialah sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau
acuan dalam melakukan sebuah kegiatan.

B. MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM


Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa model yang dapat digunakan. Tiap model memiliki
kekhasan tertentu baik dilihat dari keluasan pengembangan kurikulumnya itu sendiri maupun dilihat
dari tahapan pendekatannya maupun pengembangannya;

1. Model Kurikulum Berdasarkan Proses Pengajaran


a. The Subject Design

Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini
telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani kemudian Romaawi mengembangkan Trivium dan
Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi
matematiks, geometri, astonomi, dan musik.

Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :

1) Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.

2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang
berlangsung saat sekarang.

3) Kurikulum ini kurang memperhatiakan minat, kebuutuhan dan pengalaman peserta didik

4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam
mempelajari dan menggunakannya

5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatiakn cara penyampaian. Cara
penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan peran siswa pasif.
Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa
kelebihan karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai. Kelebihan
kurikulum yaitu :

1) Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis, maka
penyusunnya cukup mudah.

2) Bentuk ini sudah di kenal sejak lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga lebih
mudah untuk dilaksanakan.

3) Bentuk ini memudahkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, sebab
pada perguruan tinggi umumnya menggunakan bentuk ini

4) Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode
ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi

5) Bentuk ini sagat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa
lalu.

b. The Disciplines Design

Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah
adalah mikrokosmos dari dunia intelek, satu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para
pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti : fisika,
biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya.

Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan,disciplines design tidak seperti subject design
yang menekankan penguasaab fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understing). Para
peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami
konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting juga didorong untuk memahami cara mencari dan
menemukannya (modes of inquiry and discovery).

Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik
lebih banyak pasif, tetapi menggunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah
menintegrasikan unsur-unsur progersifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang
sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai
konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.

Meskipun telah menunjukan beberapa kelebihan bentuk, desain ini maasih memiliki beberapa
kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang berintegrasi.Kedua, belum
mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.Ketiga, belum bertolak dari
minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efisien baik
untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih
luas dibandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup
sempit.
c. The Broad Fields Design

Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapakan para siswa yang dewasa ini hidup
dalam dunia informasi yang sifatnya spesialistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh.
Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas
penggunaannya agak terbatas apalagi di perguruan tinggi sedikit sekali.

Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah,
walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-
warisan budaya secara sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata
kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara beberapa hal.

Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini.Pertama, kemampuan
guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasai bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang
lebih tinggi, apalagi di perguruan tinggi sukar sekali.Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas,
maka tidak dapat diberikan secara mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga,
pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali,tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan
pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar.
Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah di bandingkan dengan subject design, tetapi model ini
tetap menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.
2. Model Kurikulum Berdasarkan Pengelolaan Kurikulum
a. Model administrative ( Administrative )

Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi
nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para
administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah
pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.
Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini
adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama
dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat
pengakajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan
kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin
ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.

Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga
model top down atau line staff. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan,
sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan
petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan.
Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.

Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya
kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah
berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-
komponenya prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan
oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim
khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi
instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah.

b. Model dari bawah ( Grass-Roots )

Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan
kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model
pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum
yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan
yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok
guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.

Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu
atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang
paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip
pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) dalam
pengembangan kurikulum karangan Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.

Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi
tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada
sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum
yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di
dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-
manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

3. Model Kurikulum Berdasarkan Implementasi Kurikulum


Terdapat beberapa model implementasi kurikulum, sebagaimana yang disampaikan oleh Miller dan
Seller (1985: 249-250), yaitu :

1) The Concerns Based Adaptation Model (CBAM)

Inti dari model ini adalah menggambarkan, mengidentifikasi beberapa tingkat perhatian atau
kepedulian guru tentang suatu inovasi dan bagaimana guru menggunakan inovasi di dalam kelas.
Model ini merupakan hasil riset implementasiinovasi di sekolah dan perguruan tinggi, yang
diselenggarkan oleh Universitas Pusat Penelitian dan Pengembangan Texas. CBAM mengemukakan
dua deminsi untuk menguraikan perubahan yaitu :

1. Stage of Concern about the Inovation (SoC), dengan menguraikan perasaan guru dalam proses
perubahan,
2. Level of Use the Inovation (LoU) dengan menguraikan performen guru dalam menggunakan
sebuah program baru. Model ini dikembangkan oleh Hall dan Louck (1978).
2) TORI Model.

Model ini dikembangkan oleh Gibb (1978) dengan fokus utama pada perubahanpersonal atau pribadi
dan perubahan sosial. Model ini menyediakan suatu skala yang membantu guru mengidentifikasi
bagai mana lingkungan akan menerima ide-ide baru sebagai harapan untuk mengimplementasikan
inovasi dalam praktek dan menyediakan beberapa petunjuk untuk menyediakan perubahan.

3) The Profile Inovate Model

Model ini dikembangkan oleh Leithwood pada tahun 1982, yang juga berfokus pada guru. Model
implementasi kurikulum ini, memungkinkan para guru dan pengembang kurikulum untuk
mengembangkan suatu gambaran (profile), hambatan-hambatan dalam melakukan perubahan, serta
berupaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Model Leithwood ini tidak hanya bersifat deskriptif,
tetapi juga memberikan strategi-strategi bagi guru untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam
implementasi. Kedua model di atas dapat digunakan dalam implementasi program yang memiliki
orientasi beragam, serta kedua model ini paling sering digunakan dalam orientasi kurikulum
transaksional (transaction curriculum).

(https://asepfirman17.wordpress.com/administrasi-pendidikan/981-2/)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang sangat pesat,
baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak terfokus pada
mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuaangan, maka sekarang kurikulum lebih banyak
diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, seperti kecakapan hidup, pengembangan diri,
pembangunan ekonomi dan industri, era globalisaasi dengan berbagai permasalahannya, politik,
bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi terutama teknologi informasi dan
komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang
dapat mempengaruhi dan menentukan arah dan intensitas proses pengembangan kurikulum.

Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan
memahami pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah
mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model
pengembangan kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu
kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca pada
umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.
B. Rumusan Masalah

Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan dan apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum
tersebut?

2. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum dan apa saja model konsep kurikulum?

3. Apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut?

4. Bagaimana analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum?

5. Apa saja macam-macam kurikulum dan perkembangannya?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Menjelaskan pengertian pendekatan dan pendekatan pengembangan kurikulum tersebut

2. Menjelaskan pengertian model pengembangan kurikulum dan model konsep kurikulum

3. Menjelaskan apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut.

4. Menjelaskan analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum

5. Menjelaskan macam-macam kurikulum dan perkembangannya

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah dengan meriew buku dan menjelajahi
internet.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM dan PENDEKATAN PENGEMBANGAN


KURIKULUM

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata
(2000:1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru
(curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum
improvement). Selanjutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti
menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran
mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman
pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang
telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus,
yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan
pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan
ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum
itu sendiri.

Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja
dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan
langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum
merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah,
makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena
adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan
pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan
bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan
pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat
dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum
yang lebih baik.

Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.

1. Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)

Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Pendekatan kompetensi
menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Ciri-ciri pokok
pendekatan kompetensi adalah berfikir teratur dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan
pada tingkat penguasaan, dan kemampuan memperbarui diri (regenerative capability).

Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi lulusan yang
harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, (b) memerinci perangkat
kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas
pengalaman belajar melalui bidang studi atau mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
relevan, (d) mengembangkan silabus, (e) mengembangkan skenario pembelajaran, (f)
mengembangkan perangkat lunak pembelajaran, dan (g) mengembangkan sistem penilaian.

Selanjutnya, langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan kompetensi,


yaitu mengidentifikasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan, menyusun pengalaman belajar,
menetapkan topik dan subtopik, menetapkan waktu, mengalokasikan waktu, member nama mata
pelajaran, dan menetapkan bobot SKS.

Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan guru,
yaitu sebagai berikut :

a. Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja, tetapi juga tingkat
untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan.

b. Kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.

c. Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan pada cara atau waktu
pencapaian.

Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan pengelolaan
informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan perbaikan secara berkesinambungan
sehingga kurikulum memiliki mekanisme untuk memperbaiki diri (regenerative capability), baik
tingkat lembaga maupun tingkat nasional.

2. Pendekatan Sistem (System Approach)

Sistem adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi, berinteraksi, dan
interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri sistem adalah adanya tujuan,
fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi, penggabungan yang menimbulkan jalinan
keterpaduan, proses transformasi, umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan. Pendekatan sistem
adalah penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk memahami
teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas beberapa aspek, antara lain:
(a) filsafat sistem, yaitu sebagai cara berfikir (way of thingking) tenang fenomena secara
keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode atau teknik dalam memecahkan masalah (problem
solving) atau pengambilan keputusan (decision making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi
teori sistem ditengah mengelola organisasi.

Model Intructional Development Institute (IDI) yang dikembangkan oleh University


Consortium on Intructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah langkah
pendekatan sistem sebagai berikut :

a. Merumuskan masalah, yang meliputi :

1) Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan masalah.

2) Menganalisis latar: ciri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber.

3) Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab dan penjadwalan.


b. Mengidentifikasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi :

1) Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara.

2) Menentukan strategi: pendekatan metode, media, dan sumber belajar.

3) Membuat prototipe: bahan-bahan pembelajaran dan evaluasi.

c. Melaksanakan evaluasi, yang meliputi :

1) Uji coba prototipe: melakukan uji coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.

2) Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.

3) Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3. Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value Clarification Approach)

Klarifikasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas keyakinan sendiri
berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan perasaannya dan perasaan orang lain
serta aturan yang berlaku.

Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifikasi nilai, antara lain: (a) peran
guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member informasi dan lebih
banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru lebih sring menggunakan metode
tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e) kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih
menerima kesalahan-kesalahan, (f) menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g)
merumuskan tujuan dengan jelas, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk
bekerja dan bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka rasakan,
(j) adanya keseimbangan antara tugas kelompokmdengan tugas perseorangan, (k) belajar bersifat
individual, (l) evaluasi bukan terfokus pada prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran
pengalaman, dan (m) peserta didik menemukan sistem nilainya sendiri. Raths dalam John Jarolimek
(1974) mengemukakan langkah-langkah pendekatan klarifikasi nilai sebagai berikut :

a. Kebebasan memilih (bagi peserta didik), yang meliputi :

1) Memilih sesuatu secara bebas menurut kemauan, kesukaan, dan minatnya.

2) Memilih berbagai alternatif yang ada

3) Menentukan pilihan dan pertimbangan yang rasional sesuai dengan pikiran dan pendapat masing-
masing.

b. Membina kebanggaan (prizing), diantaranya :

1) Merasakan gembira atas ketepatan memilih

2) Mengukuhkan pilihan sesuai dengan pendapat pada dirinya masing-masing

c. Melaksanakan (acting) :

1) Melakukan percobaan atau melaksanakan pilihan


2) Mengulangi perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya sebagai pola
kehidupan.

4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)

Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara keseluruhan.


Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifikasi secara global oleh pengembang
kurikulum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan langkah pertama yang akan dilakukan dan
apa yang akan dicapai sebagai sasaran dengan merumuskan filsafat pendidikan, visi-visi dan tujuan
pendidikan serta sasaran yang ingin dicapai.

5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)

Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi


berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta berbagai informasi tentang masalah-
masalah, keinginan, harapan, dan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mata pelajaran,
seperti perbaikan cara penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta
sistem penilaian.

6. Pendekatan Terpadu

Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan bagian dan
indikator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai tujuan tertentu. Bagian
tersebut menggambarkan :

a. Hasil belajar,

b. Tahap pengembangan kurikulum, dan

c. Program pendidikan yang ditawarkan.

Dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :

a. Pendekatan Sentralisasi (Centralized Approach)

Pendekatan ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang menggunakan sistem
komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q.
Balitbang Kemdiknas) dan sesuai dengan garis komando.

b. Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized Approach)

Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan yang dimulai
dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak pengembang kurikulum ditingkat
sekolah, baik secara individual maupun secara kelompok.

B. PENGERTIAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM dan MODEL KONSEP KURIKULUM


Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak
terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1)
sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu
melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu.

Menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam pendidikan,
antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan konsep rasionalisasi atau subjek akademis,
aliran pendidikan intraksioal melahirkan konsep kurikulum rekontruksi social, aliran pendidikan
pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis
melahirkan konsep kurikulum teknologis.

1. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)

Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam segala aspek
kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan pendidikan adalah untuk
membina anak secara utuh, baik fisik, mental, intelektual, maupun aspek-aspek afektif lainnya,
seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi, perasaan, dan nilai.

Kurikulum humanistik bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara kreatif,
individualitas, dan aktifitas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar.

Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :

a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan dipelajari.

b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan.

c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok serta
kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.

d. Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal dirinya.

e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam masyarakat manusiawi.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai ciri
tersendiri, antara lain :

a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar memiliki integrasi
tinggi dan sikap positif.

b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat membantu
pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.

c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan siswa.

d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya subjektif baik dari guru
maupun siswa.
Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang mendasar.
Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan dikemangkan, sekalipun sering
tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung tersembunyi.

2. Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)

Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan. Pengetahuan


merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap diwariskan kepada generasi yang
akan datang. Pengetahuan tersebut berisi sejumlah mata pelajaran.

Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran. Tujuannya
adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian, pendidikan lebih bersifat
pengembang intelektual.

Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak diarahkan
untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari disiplin-disiplin ilmu yang telah
direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki
karakteristik tertentu, antara lain :

a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin ilmu.

b. Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para ahli, kemudian
direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan.

c. Metode, yakni menggunakan metode ekspositori, inkuiri-diskoveri dan pemecahan masalah.

d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti formatif dan sumatif,
tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan lainnya. Kritikan
tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum ini, yakni :

a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga domain afektif,
psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.

b. Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah untuk mempelajari
disiplin ilmu.

d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.

e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode ilmiah (scienitific
method)

3. Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial


Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan interaksi dan
kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat. Menurut pemahaman
kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi
atau golongan. Asumsinya adalah perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat dan
masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.

Tujuan utama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk menghadapi
masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution (1991), konsep kurikulum ini
memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan reformatories". Adaptif dimaksudkan agar
individu dapat menyesuaikan diri dalam menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat
fisik dan mental dalam mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok reformis
menginginkan agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang,
tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.

4. Konsep Kurikulum Teknologis

Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan dapat juga
berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan. Prosedur pembelajaran
didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori stimulus-respon. Artinya, tujuan yang
dirumuskan harus berbentuk perilaku yang dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk
menguasai sejumlah kompetensi.

Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi tersebut
mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu pendidikan telah
menggunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang seiring dengan
kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead projector, film slide, dan
motion film, serta banyak alat-alat lainnya.

Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam dua bentuk,
yaitu:

a. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system technology). Pada bentuk ini,
lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis yang menunjang efisiensi dan efektivitas
pendidikan.

b. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools technology). Pada bentuk
ini, lebih menekankan kepada penyusuna program pengajaran atau rencana pelajaran dengan
menggunakan pendekatan sistem.

Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologis pendidikan (kurikulum


teknologis), yaitu:

a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan-
tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut
objektif atau tujuan instruksional.

b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat tertentu ada tugas-tugas
yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut.
- Penegasan tujuan kepada siswa.

- Pelaksanaan pengajaran

- Pengetahuan tentang hasil

- Organisasi bahan ajar

- Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:

a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang kurikulum yang lain.

b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji coba ulang, dan
hendaknya memberikan hasil yang sama.

Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi.


Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai alat bantu tetapi
bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada penguasaan kompetensi. Dalam
pengembangan kurikulum teknologis kerjasama dengan para penyusun program dan penerbit media
elektronik serta media cetak. Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu
dengan alat dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama
dalam pengembangan kurikulum teknologis.

Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga mempunyai
kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang bersifat kompleks atau materi
pelajaran yang membutuhkan tingkat berfikir tinggi, sulit mengembangkan domain afektif, sulit
melayani kebutuhan siswa secara perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.

C. MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam
pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum
secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan mengenai salah satu bagian kurikulum.
Disamping itu, ada model yang mempersoalkan proses dan ada pula model yang hanya
menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan teoritis demikian
dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan ada pula yang
menitikbertkan ulasannya hanya pada hubungan anatarpribadi orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum.

Robert S. Zais dalam Zainal Arifin (2011) mengemukakan delapan model pengembangan
kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan dikemukakan sebagai berikut:

1. The Administrative (Line Staff) Model


Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model
administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau garis komando "dari atas
ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi
(Kemdiknas), kemudian secara stuktural dilaksanakan ditingkat bawah.

2. The Grass-Roots Model

Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum
disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah sekaligus. Model ini
didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhaasil
apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dala
pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang
professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.

Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :

a. Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik.

b. Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara priadi didalam merevisi kurikulum.

c. Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan
memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih
bermakna.

d. Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehigga mereka dapat saling memahami dan
mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.

3. The Demonstartion Model

Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil.
Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan
dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal
maupun tidak formal.

Keuntungan model demontrasi antara lain :

a. Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat
memberikan alternatif yang dapat bekerja.

b. Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati dan diterima
daripada perubahan secara keseluruhan.

c. Mudah untuk mengatasi hambatan.

d. Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga para administrator dapat
mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru.
Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonisme guru. Guru-guru yang
tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis, tidak percaya dan cemburu.
Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati

4. Beauchamp's System Model

Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah kritis
dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :

a. Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem
persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.

b. Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum.

c. Pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan


tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran dan
mengembangkan desain.

d. Pelaksanaan kurikulum secara sistematis.

e. Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain
kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.

5. Taba's Inverted Model

Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian


diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta
menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila
tanpa kegiatan eksperimen.

Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan,


diantaranya yaitu :

a. Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan. Untuk
menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus,
memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan
pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan materi.

b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran.

c. Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.

d. Mengembangkan kerangka kerja teoritis

e. Pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh.


6. Roger's Interpersonal Relations Model

Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa "kurikulum
diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes daan adaptif terhadaap
situsi perubahan." Kurikulum demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang
berpengalaman, luwes dan berorientasi pada proses.

Langkah-langkah dalam model ini adalah sebagai berikut :

a. Memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat bahwa individu yang
terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok secara intensif agar mereka
dapat berkenalan secara akrab.

b. Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.

c. Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari.

d. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru dan orangtua peserta
didik.

e. Pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi dan situs sosial.

7. The Systematic Action-Reasearch Model

Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah adanya
hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah
dalam model ini antara lain :

a. Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti secara mendalam.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.

c. Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya.

d. Menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan dengan masalah


tersebut.

e. Melaksanakan keputusan yang diambil dan menjalankan rencana yang isusun.

f. Mencari fakta secara meluas

g. Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.

8. Emerging Technical Model

Model teknologis ini terdiri dari tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku, model
analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.

a. Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih kemampuan anak mulai dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks secara bertahap.
b. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuan-tujuan secara khusus
(output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai keberhasilannya, kemudian
mengidentifikasi sejumlah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya.

c. Model berdasarkan komputer memulai kegiatannya dengan jalan mengidentifikasi unit-unit


kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran khususnya.

D. ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan tersebut
menurut Zainal Arifin (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, yaitu :

a. Penekanan pada suatu titik pandangan tertentu.

b. Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut

c. Kekurangan-kekurangannya.

Pada model administratif penekanan diberikan pada orang-orang yang terlibat dalam
pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masing-masing, disamping
pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas ke bawah. Kekurangannya terletak pada kurangnya
dampak perubahan kurikulum, karena hasil kegiatannya seolah-olah dilaksanakan dari atas tanpa
memperhatikan people change.

Titik pandangan model dari bawah diletakkan pada pengembangan kurikulum yang
diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses pengambilan
keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak pihak dari bawah, yaitu guru-
guru. Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai broken front sebagaimana lazim ditemui apabila
pembaruan kurikulum disodorkan dari atas. Kekurangan yang paling menonjol model ini
mengabaikaan segi teknis dan professional tentang kurikulum.

Model demonstrasi jelas mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik dengan
harapan agar yang didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain. Keuntungannya terletak
pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya sudah melalui testing sehingga terjamin
akurasi dan validitasnya. Sebagaimana model dari bawah, maka model ini juga menembus broken
front. Ekses yang timbul dari model ini adalah guru-guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan
kurikulum bisa menentang gagasan-gagasan yang telah dihasilkan.

Model beachamp melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang menonjol
adalah penegasan arena sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup kegiatan. Kerugiannya sama
dengan model top down.

Model terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya melalui
pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini sungguh mengintegrasikan teori
dengan praktik, tetapi sulit mengorganisasikannya karena memerlukan kemampuan teoritis dan
profesionalan yang tinggi. Model hubungan interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan
antarpribadi dengan harapan dapat menghasilkan beberapa penerapan kurikulum yang lebih luas
dan sukses. Model ini mendekatkan permasalahan dengan para pelaksanannya sehingga
memudahkan pemecahannya.
Model Action Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang lapangan tentang
masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah penerapannya memerluakan staf
professional khusus yang terlatih dalam penelitian dan dengan sendirinya dalam pelaksanaanya
memerlukan biaya yang tinggi. Model teknologisdiselenggarakan secara sistematis dan dapat pula
menjangkau kawasan yang luas. Meskipun demikian, keahlian serta spesialisasi professional
merupakan penghambat bila model ini digunakan.

E. MACAM-MACAM KURIKULUM DAN PERKEMBANGANNYA

a) Rencana Pelajaran 1947

Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu
penyebutannya lebih populer menggunakan learn plan (rencana pelajaran) ketimbang istilah
curriculum dalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat
dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan
pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda. Asas pendidikan ditetapkan
Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru
diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum
1950. Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana
Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat,
daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian
terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani.

b) Rencana Pelajaran Teruai 1952

Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai
1952. Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran, kata
Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16
tahun Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau. Di penghujung era Presiden
Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan
daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam
lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan
jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.

c) Kurikulum 1968

Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan
sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai
kurikulum bulat. Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja, katanya. Muatan materi
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya
pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
d) Kurikulum 1975

Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang
melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by
objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus
(TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975
banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

e) Kurikulum 1984 (CBSA)

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok
secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi
dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada
tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA
bermunculan.

f) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999

Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.


Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar
siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah,
dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super
padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
g) Kurikulum 2004 (KBK)

Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap pelajaran diurai berdasar
kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya, kerancuan muncul bila dikaitkan dengan
alat ukur kompetensi siswa, yakni ujian. Ujian akhir sekolah maupun nasional masih berupa soal
pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya tentu lebih banyak pada praktik
atau soal uraian yang mampu mengukur seberapa besar pemahaman dan kompetensi siswa. Meski
baru diujicobakan, toh di sejumlah sekolah kota-kota di Pulau Jawa, dan kota besar di luar Pulau
Jawa telah menerapkan KBK. Hasilnya tak memuaskan. Guru-guru pun tak paham betul apa
sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.

h) KTSP 2006

Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran
KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh
siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang
paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar
(KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah
Kabupaten/Kota.

i) Kurikulum 2013

Dalam pemaparannya di Griya Agung Gubernuran Sumatera Selatan (kemdikbud.go.id) ,


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, DEA menegaskan bahwa
kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi
berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar
ialah menuntut kemapuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-
banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui
perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memeiliki
tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki
kemampuan berpikir kritias. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative member kesempatan siswa untuk
mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS
diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Seperti yang dirilis kemdikbud dalam kemdikbud.go.id ada empat aspek yang harus diberi perhatian
khusus dalam rencana implementasi dan keterlaksanaan kurikulum 2013.

1. Kompetensi guru dalam pemahaman substansi bahan ajar, yang menyangkut metodologi
pembelajaran, yang nilainya pada pelaksanaan uji kompetensi guru (UKG) baru mencapai rata-rata
44,46

2. Kompetensi akademik di mana guru harus menguasai metode penyampaian ilmu pengetahuan
kepada siswa.
3. Kompetensi sosial yang harus dimiliki guru agar tidak bertindak asocial kepada siswa dan teman
sejawat lainnya.

4. Kompetensi manajerial atau kepemimpinan karena guru sebagai seorang yang akan digugu dan
ditiru siswa.

Kesiapan guru sangat urgen dalam pelaksanaan kurikulum ini. Kesiapan guru ini akan
berdampak pada kegiatan guru dalam mendorong mampu ;ebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang telah mereka peroleh setelah menerima
materi pembelajaran.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan bahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa :

1. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses
tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Pendekatan pengembangan kurikulum yaitu Pendekatan Kompetensi
(Competency Approach), Pendekatan Sistem (System Approach), Pendekatan Klarifikasi Nilai (Value
Clarification Approach), Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach), Pendekatan yang
Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach), Pendekatan Terpadu.

2. Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep kurikulum tidak
terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat tiga fungsi kurikulum, yaitu (1)
sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu
melakukan perubahan atau rekontrusi sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu. Model konsep
kurikulum yaituKonsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri), Konsep Kurikulum Subjek Akademis
(Rasionalisasi), Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial, Konsep Kurikulum Teknologis.

3. Model-model pengembangan kurikulum The Administrative (Line Staff) Model, The Grass-Roots
Model, The Demonstartion Model, Beauchamp's System Model, Taba's Inverted Model, Roger's
Interpersonal Relations Model, The Systematic Action-Reasearch Model, Emerging Technical Model.

4. Analisis terhadap model-model pengembangan kurikulum penekanan pada suatu titik pandangan
tertentu, Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut dan Kekurangan-
kekurangannya.

5. Macam-macam kurikulum dan perkembangannya Rencana Pelajaran 1947, Rencana Pelajaran Teruai
1952, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984 (CBSA),Kurikulum 1994 dan Suplemen
Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 (KBK), KTSP 2006, Kurikulum 2013.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda

Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: Rosda

http://tirtanizertrs.blogspot.com/2012/11/pendekatan-dan-model-pengembangan.html

http://imammalik11.wordpress.com/2013/11/11/pendekatan-pengembangan-kurikulum/

http://pgmistaisiliwangi.blogspot.com/2013/07/pendekatanmodelprosedur-pengembangan.html

http://anisroiyatunisa.blogspot.com/2013/03/pendekatan-model-dan-prosedur.html

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan jawaban atas sejumlah
tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan. Pengembangan kurikulum dilakukan atas sejumlah
komponen pada pendidikan, di antaranya pada pembelajaran yang merupakan implementasi dari
kurikulum. Hasil dari proses ini adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen lainnya.
Pandangan tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang membedakan peran dan fungsinya.
Oleh karena itu perlu dipahami mengenai seluk beluk kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
Pendekatan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses
pengembangan kurikulum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik
tolak atau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam
kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Model atau rancangan bahkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan
keberhasilan sebuah proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia
membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat mengakomodir
tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun model kurikulum sesuai dengan
misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum
menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang
model bangunan yang akan dibangun.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan
system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam system pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda
dengan yang sifatnya desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek
akademis berbeda dengan kurikulm humanistik, teknologis, dan rekonstruksi social.
B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan beberapa masalah yang di antaranya
sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan dan pengembangan kurikulum?

2. Apa saja macam-macam pendekatan kurikulum ?

3. Bagaimana pengembangan kurikulum dalam pendidikan ?

C. Tujuan Penulis

Dalam hal ini, penulis memiliki beberapa tujuan dari rumusan masalah di atas. Tujuan tersebut
diantaranya:

1. Untuk mengetahui maksud dari pendekatan dan pengembangan kurikulum.

2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam pendekatan kurikulum.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan kurikulum dalam pendidikan.

D. Metode Penulis

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode yakni telaah Pustaka. Dari pustaka
tersebut, dimuat dari buku serta internet yang telah di akses oleh penulis.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan serta Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum (curriculum development/curriculum planning/curriculum design) adalah
perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan untuk membawa siswa ke arah perubahan-
perubahan yang diinginkan dan menilai perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Dalam hal
ini, pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan akhirnya.
Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsur-unsur dalam
kurikulum, yang di dalamnya meliputi tujuan metode dan material, penilaian dan balikan (feedback).
Tujuan menggambarkan semua pengetahuan dan pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran, baik
berhubungan dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara keseluruhan.
Metode dan material menggambarkan metode-metode dan material sekolah guna mencapai tujuan-
tujuan tersebut. Penilaian, berhubungan dengan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang telah
dikembangkan tujuan baru. Balikan (feedback), merupakan semua pengalaman yang telah diperoleh dan
pada gilirannya menjadi titik tolak bagi langkah pengembangan. Pengembangan kurikulum sendiri adalah
kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan dan mempertahankan dan menyempurnakan
kurikulum yang telah ada guna memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses
tertentu. Sedangkan pendekatan pengembangan kurikulum merujuk pada titik tolak atau sudut pandang
umum tentang proses pengembangan kurikulum.

B. Macam-macam pendekatan Kurikulum


Ada dua jenis pendekatan kurikulum, yakni pertama pendekatan top down atau pendekatan
administrative yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, kedua pendekatan grass
root atau pengembangan kurikulumyang diawalli oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat
atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah
ke atas.
a. Pendekatan Top down
Pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau
dari pemegang kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau para kepala kantor wilayah. Selanjutnya,
melalui komando akan disebarluaskan ke bawah atau disebut sebagai line staff model. Diterapkan dalam
system pendidikan sentralisasi. Prosedur pengembangn kurikulum model ini dilakukan sebagai berikut:
1) pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan yang terdiri dari para pengawas pendidikan, ahli
kurikulum, disiplin ilmu ataupun tokoh-tokoh dari dunia kerja. Tugasnya dalah merumuskan konsep dasar,
garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.
2) menyusun tim untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah dibentuk pada langkah
pertama. Anggotanya adalah ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari berbagai perguruan tinggi dan guru-
guru senior yang diaggap telah berpengalaman. Tugas utamanya adalah untuk menjabarkan
rumusan kebijakan menjadi lebih operasional, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih
strategi pengajaran dan alat petunjuk dan cara pengevaluasian serta menyusun pedoman-pedoman
pelaksanaan kurikulum bagi guru.
3) penyerahan hasil perumusan dan penjabaran kepada tim perumus untuk dikaji dan direvisi. selain itu, bisa
juga melakukan uji coba dan dievaluasi kelayakannya. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan
penyempurnaan.
4) kurikulum diimplementasikan disetiap sekolah berdasarkan komando dari administrator.

Pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis, Karena
prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah, bukan berdasarkan
kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas; Pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang
efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada
perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan
macam-macam kepanitian. Kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua
fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem
sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan
dokumen kurikulum tersebut.

b. Pendekatan Grass Roots


Pada pendekatan ini kurikulum dikembangkan dari bawah keatas, yakni guru sebagai implementator
memberikan inisiatif dalam pengembangan kurikulumnya lalu inisiatif ini dikembangkan kelingkungan
yang lebih luas. Pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan bawah ke atas. Prinsip dasar ini lebih
banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum, namun dalam skala yang terbatas dapat juga
digunakan untuk mengembangkan kurikulum baru. Guru dapat berinisitif juka kurikulum yang digunakan
bersifat fleksibel, sehingga memebrikan kesempatan pada guru untuk memperbaharui dan
menyempurnakan kurikulum yang sedang diberlakukan. Hal ini bisa dilakukan jika guru yang
bersangkutan bersikap professional dan memiliki kemampuan yang memadai. Langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam penyempurnaan kurikulum ini, adalah sebagai berikut:
1) kesadaran akan adanya masalah. Seperti, dirasa adanya ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran,
kegiatan evaluasi yang tidak tepat dan lain lain. Kesadaran inilah yang menjadi kunci dalam model
pendekatan ini.
2) mengadakan refleksi. Setelah menyadari adanya masalah maka yang berikutnya dilakukan adalah mencari
penyebab-penyebabnya. Langkah ini dapat dilaksanakan dengan melakukan pengkajian dari berbagai
literature dan melakukan diskusi-diskusi dengan teman sejawat dan lain lain.
3) mengajukan hipotesis. Dari berbagai literature dan hasil refleksi, guru memetakan kemungkinan-
kemungkinan penyelesaian permasalahannya. Inilah yang disebt sebagai hipotesis atau dugaan sementara.
4) memilih hipotesis yang memiliki kemungkinan terbesar dalam penyelesaian masalah tersebut. Kemudian
menyusun rencana penyelesaian masala-masalah tersebut.
5) mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasinya secara terus menerus hingga masalah tersebut
dapat diselesaikan.
6) membuat laporan hasil pelaksanaan pengembangan kurikulum melalui grass root. Langkah ini penting
sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga dapat dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain dan
dapat disebar luaskan.
C. Model-model Pengembangan Kurikulum
Menurut Good (1972) dan Trvaers (1973), model adalah abstrasi dunia nyata atau representasi peristiwa
kompleks atau system, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambing-lambang lainnya. Model
adalah rancangan yang dapat digunakan untuk menterjemahkan sesuatu ke dalam realitas yang bersifat
lebih praktis. Model digunakan untuk mempermudah komunikasi, sebagai petunjuk prespektif untuk
mengambil suatu keputusan atau sebagi petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan. Model yang
baik adalah yang dapat dibaca secara menyeluruh dan radikal oleh setiap orang. Model ini memiliki
manfaat sebagai berikut:
a.dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia,
b.dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian,
c. dapat menyederhanakan suatu proses yang kompleks, dan
d.dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa model yang dapat digunakan. Model-model
tersebut memiliki ciri khas baik dari keluasan pengembangannya ataupun tahapan pengembangannya.
Berikut adalah macam-macam pengembangan kurikulum:
a. Model Tyler
Model pengembangan menurut Tyler didasarkan pada empat hal, yakni tujuan pendidikan, pengalaman
belajar, pengorganisasian pengalaman belajar dan pengevaluasian.
1). Penentuan Tujuan
Tujuan adalah sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran.
Tujuan pendidikan harus dapat menggamarkan perilaku akhir peserta didik setelah mengikuti program
pendidikan. Oleh karena itu, sasaran akhir ini harus dirumuskan secara jelas untuk memudahkan proses
pencapaian dan penilaian berhasil tidaknya suatu program pendidikan.
2). Menentukan Proses Pembelajaran (Pengalaman Belajar)
Setelah tahu apa yang akan dituju, maka langkah selanjutnya yakni menentukan langkah apa yang
akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Proses pembelajaran yang seperti apa yang dibutuhkan
dan sesuai. Perumusan ini hendaknya mengacu pada siswa, jadi proses pembelajaran disesuaikan dengan
minat, bakat dan kemampuan yang telah dimiliki siswa. Proses pembelajaran ini menyangkut berbagai
interaksi, interaksi antar peserta didik, interaksi dengan lingkungannya dan lain-lain. Oleh Karena itu
penentuan proses pembelajaran harus sesuai dengan tujuan pendidikan, harus dapat memuaskan siswa dan
harus melibatkan siswa dalam setiap rancangan pendidikannya.Pengalaman pembelajaran yang dapat
dikembangkan dapat berupa kemampuan berfikir, pengalaman belajar yang membantu siswa
mengumpulkan informasi, mengembangkan sikap social dan mengembangkan bakatnya.
3). Pengorganisasian Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar mencakup tahapan-tahapan belajar dan materi yang dipelajari. Pengorgainasian
berfungsi untuk memberikan penjelasan yang pasti tentang apa yang akan dilakukan dalam proses
pembelajaran tersebut. Proses belajar dapat dikembangkan dengan dua jenis pengorganisasian, yakni yang
pertama secara vertical. Pengorganisasian yang menghubungkan pengalaman belajar dalam bidang kajian
yang sama namun dalam tingkatan yang berbeda. Misalnya, pengorganisasian pengalama belajar geografi
pada kelas delapan dan sembilan. Jenis yang kedua, yakni pengorganisasian horizontal, yakni
pengorganisasian pengalaman belajar dalam bidang kajian yang berbeda namun masih dalam tingkatan
yang sama.
4). Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses mengumpulkan data baik kualitatif maupun kuantitatif yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan. Dalam proses evaluasi ini, proses-proses
sebelumnya akan dikaji, sehingga dapat diketahui apakah program tersebut telah berhasil atau belum,
apakah tujuan-tujuan telah tercapai atau belum. Inilah yang disebut sebagai fungsi sumatif. Dalam evaluasi
akan dinilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku pada peserta didik atau belum. Perbandingan
anatara keadaan awal dan akhir muthlak diperlukan. Dalam proses evaluasi ini sebaiknya digunakan lebih
dari satu instrument penilaian sehingga hasil yang diperoleh lebih valid. Selain itu evaluasi juga berfungsi
untuk mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan evektif ata tidak. Fungsi evaluasi ini disebut
sebagai fungsi formatif.

b. Model Taba (Inverted Model)


Model pengembangan kurikulum menurut Taba, lebih menitik beratkan pada pengembangan kurikulum
dengan perbaikan dan penyempurnaan. Kurikulum dikembangkan secara induktif agar tercapai adanya
pembaharuan kurikulum. Menurutnya, guru merupakan faktor utama pengembang kurikulum. Guru
diposisikan sebagai innovator dalam pengembangangn kurikulum.Langkah-langkah dalam
mengembangkan kurikulum menurut Hilda Taba adalah sebagai berikut:
1). Mengadakan unit-unit hasil eksperimen
Sebelum mengadakan unit-unit percobaan, guru harus melakukan perencanaan berdasarkan teori-teori
yang kuat, kemudian guru harus melakukan eksperimen didalam kelas agar data yang dihasilkan bersifat
empiric dan teruji. Adapun langkah-langkahnya adalah dengan mendiagnosis kebutuhan (menentukan
latarbelakang siswa, apa yang dibutuhkan dan diinginkan siswa dan kelebihan serta kekerungan siswa);
memformulasikan tujuan; memilih isi(sesuai tujuan, validitas, dan kebermaknaan terhadap peserta didik);
pengorganisasian isi; pemilihan pengalaman belajar; pengorganisasian pengalaman belajar (berupa paket-
paket pembelajaran); menentukan alat evaluasi serta prosedurnya; melihat sekuens dan keseimbangan
kurikulum.
2). Menguji unit eksperimen
Diujicobakan untuk mengetahui validitas dan kepraktisan, sehingga diperoleh data sebagai bahan
penyempurnaan kurikulum.
3). Merevisi dan mengkonsolidasi
Setelah dilakukan uji coba hasil uji coba digunakan untuk melakukan perbaikan atau revisi. Selain itu
juga harus dilakukan konsolidasi untuk menyimpulkan hal-hal yang masih bersifat umum dan menentukan
konsistensi teori yang digunakan. Hasilnya adalh teaching learning yang telah teruji di lapangan.
4). Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
Hasil penyempurnaan dan konsiladasi harus dapat diterapkan secara menyeluruh dan dikaji lebihlanjut
oleh ahli kurikulum untuk dikembangkan lebih lanjut.
5). Implementais dan Desiminasi
Hasil kajian tersebut diimplementasikan dan sebarluaskan ke sekolah-sekolah. Dalam tahap ini
dibutuhkan data tentang kesulitan dan permasalahan-permasalahan di lapangan untuk mengetahui dengan
pasti persiapan implementator kurikulum.

c. Model Oliva
Kurikulum harus bersifat simple, komprehensif dan sistematik. Model kurikulum yang dikemukakan oleh
Oliva terdiri dari 12 komponen, yakni:
perumusan filosofis, sasaran, misi dan visi yang didasarkan pada kebutuhan peserta didik dan analisis
kebutuhan masyarakat. (tujuan umum)
Analisis tentang kebutuhan masyarakat disekitar satuan pendidikan, kebutuhan dan urgensi dari disiplin
ilmu. (tujuan khusus)
berisi tujuan umum dan khusus yang didasarkan kebutuhan.
mengorganisasi rancangan dan implementasi kurikulum.
penjabaran kurikullum dalam tujuan umum dan khusus pembelajaran.
penentuan strategi pembelajaran.
studi awal kemungkinan strategi atau teknik penilaian yang akan digunakan.
implementasi strategi pembelajaran dan penyempurnaan alat dan teknik
evaluasi terhadap pembelajaran dan kurikulum.
Model ini dapat digunakan untuk penyempurnaan kurikulum dalam bidang-bidang khusus; sebagai bahan
untuk membuat keputusan dalam merancang program dan sebagai pengembangan program secara khusus.

d. Model Beauchamp
Beauchamp mengungkapkan terdapat lima langkah pengembangan kurikulum, yakni:
1) Menentukan wilayah cakupan kurikulum
Wilayah yang akan digunakan untuk menerapkan kurikulum tersebut. Langkah ini dilakukan oleh
pemegang kebijakan.
2) Menetapkan persenolia
Menentukan orang-orang yang akan terlibat dalam penerapan kurikulum ini. Terdapat empat kategori,
yakni: ahli kurikulum/pendidikan yang berkedudukan di pusat pengembangan kurikulum; ahli pendidikan
dari perguruan tinggi dan guru-guru terpilih; para professional pendidikan; professional lain dan tokoh
masyarakat. Dalam proses ini ditentuka nsapa saja yang terlibat dan apa saja peran dan tugas yang harus
dilakukannya.
3) Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum
Sebagai prosedur dalam penentuan tujuan umum, tujuan khusus, pemilihan isi dan pengalaman belajar,
serta kegiatan evaluasi. Dalam tahap ini harus dilakukan beberapa hal yakni: pembentukan tim
pengembangan kurikulum, mengadakan penelitian dan penilaian kurikulum yang telah berlaku, studi
penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru, penentuan kriteria-kriteria bagi penentuan
kurikulum baru, dan penyusunan serta penulisan kurikulum baru.
4) Implementasi kurikulumImplementasi ini membutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas, biaya, manajerial
dan kepemimpinan di sekolah.
5) Evaluasi kurikulumHal-hal yang harus dievaluasi adalah pelaksanaan kurikulum, desain kurikulumnya,
hasil belajar peserta didik, dan keseluruhan system kurikulum.

e. Model Wheeler
Menurut Wheeler, proses pengembangan kurikulum membentukan suatu siklus yang terus berputar dan
terdiri dari lima tahapan. Suatu tahapan dapat dilakukan jika tahapan sebelumnya telah berhasil dilakukan.
Dan setelah semua tahapan terlewati maka siklus akan kembali pada tahapan awal. Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menentukan tujuan umum dan khusus
Tujuan umum bersifat normative yang mengandung tujuan filosofis dan bersifat praktis. Adapun tujuan
khusus lebih bersifat spesifik dan mudah terukur ketercapaiannya.
2) Menentukan pengalaman belajar
Pengalaman belajar yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
3) Menentukan isi atau materi yang digunakan disesuaikan dengan pengalaman belajar yang telah
direncanakan.
4) Mengorganisasi pengalaman belajar Menyatukan pengalaman belajar yang telah dirancang dan
menyusunannya dengan masteri atau isi belajar.
5) Melakukan evaluasi Setiap tahap yang telah dilakukan dikaji kembali dan dievaluasi.
f. Model Nicholls
Model Nicholls juga menggunakan pendekatan siklus, namun model pengembangan ini digunakan
akibat terjadinya perubahan sitiasi. Langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
1) Analisis situasi,
2) Menentukan tujuan khusus,
3) Menentukan dan mengorganisasi isi pelajaran,
4) Menentuikan dan mengorganisasi metode, dan
5) Evaluasi.

g. Model Dynemic Skilbeck


Model ini cocok bagi guru-guru yang ingin mengembangkan kurikulum sesuai dnegan kebutuhan
sekolah. Langkah-langkah dalam mengembangkan kurikulum menurut model ini adalah sebagai berikut:

1) Menganalisis situasi
2) Memformulasikan tujuan
3) Menyusun program
4) Interpretasi dan implementasi, dan
5) Monitoring, feedback, penilaian dan rekonstruksi.

h. Model Miller-Seller
Model ini merupakan model kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model transaksi (Tabas &
Robison), dengan tahapan pengembangan sebagai berikut:
1) Klarifikasi orientasi kurikulum
Dalam tahapan ini, orientasi harus diuji dan diklarifikasi. Orientasi ini merefleksikan pandangan filosofis,
psikologis dan sosiologis. Dan ada tigfa jenis orientasi kerikulum yaitu transmisi, transaksidan
transformasi.
2) Pengembangan tujuantujuan umum, tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang bersangkutan.
Tujuan umum merefleksikan pandangan orang dan masyarakat. Tujuan ini harus dijabarkan secara khusus
hingga pada tujuan instruksional.
3) Identifikasi model mengajar
Strategi mengajar harus sesuai dengan tujuan dan orientasi kurikulum. Strategi yang digunakan
disesuaikan dengan tujuan, strukturnya sesuai kebutuhan siswa, guru harus memahami penerapan
kurikulum, dan tersedianya sumber-sumber yang esensial.
4) Implementasi
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah komponen program studi, identifikasi sumber, peranan,
pengembangan professional, penetapan waktu dan system monitoring.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores model pengembangan kurikulum ini terdiri dari dua bentuk
model. Yang pertama, guru atau sekelompok guru melakukan ujicoba kurikulum dengan melakukan
penelitian dan pengembangan kurikulum. Dan hasilnya dapat diguanakan secara luas. Yang kedua, bebrapa
guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada mengadakan eksperimen, ujicoba dan
mengadakan pengembangan secara mandiri sebagai langkah perbaikan kurikulum.
Keuntungan model pengembangan ini adalah: lebih nyata dan ilmiah, perubahan kurikulumnya
masih dalam skala kecil sehingga kemungkinan ditolak kecil, menghindari kesenjangan dokumen dan
meningkatkan kreatifitas dan inisiatif guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum. Sedangkan model dalam kurikulum adalah komponen yang sangat
menentukan keberhasilan sebuah proses pendidikan.
Ada dua jenis pendekatan kurikulum, yakni pertama pendekatan top down atau pendekatan
administrati, kedua pendekatan grass root.
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa model yang dapat digunakanyaitu :Model Tyler,
Model Taba (Inverted Model), Model Oliva , Model Beauchamp, Model Wheeler, Model Nicholls, Model
Dynemic Skilbeck, Model Miller-Seller.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta
kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan system pendidikan dan
system pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam system pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda
dengan yang sifatnya desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek
akademis berbeda dengan kurikulm humanistik, teknologis, dan rekonstruksi social.

B. Saran
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai pendekatan serta pengembangan kurikulum, maka penulis
menyarankan untuk pembaca agar dapat memahami dn mengimplementasikan yang telah dipaparkan
diatas. Serta dapat memanfaatkan beberapa model kurikulum untuk dikembangkan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal.Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam.Jogjakarta: Diva


Press
Idi, Abdullah.Pengembangan Kurikulum teori dan Praktik .Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Nasution.Pengembangan Kurikulum.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Kalam Mulia, 2002.
Ruhimat, Toto dan Alinawati, Muthia.Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta: Rajawali Press, 2013.
Sanjaya, Wina.Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan.Jakarta: Kencana, 2011.
Subandijah.Pengembangan dan inovasi Kurikulum.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Sukmadinata, Nana Syaodih.Pengembangan kurikulum teori dan praktik.Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1999.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI.Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Bandung: PT. Imperial Bhakti
Utama, 2007.

Anda mungkin juga menyukai