Anda di halaman 1dari 15

4

JENIS-JENIS KURIKULUM
DAN MODEL-MODEL PENGEMBANGANNYA

Muhamad Rizky Aditya Prayoga


Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
21104090014@student.uin-suka.ac.id

ABSTRAK
Kurikulum merupakan unsur penting pada setiap model dan bentuk pendidikan.
Pendidikan itu sendiri tidak akan terlepas dari kurikulum, karena perannya yang
menjadi kunci untuk mencapai tujuan pendidikan. Seiring dengan perkembangan
zaman, kurikulum pada setiap jenjang pendidikan mengalami banyak perubahan.
Pada bagian ini, penulis akan mendeskripsikan jenis-jenis kurikulum dan beberapa
model pengembangan kurikulum yang sumber datanya diperoleh dari e-book dan
jurnal dengan menggunakan teknik analisis isi melalui penelitian pustaka atau
library research. Dari berbagai jenis dan model pengembangan kurikulum yang
ada, buku ini membahas secara khusus jenis kurikulum dari sudut pandang guru
dan pendapat para ahli, serta model pengembangan kurikulum Roger’s
Interpersonal Relation Model, The Grass-Roots Model, Model Tyler, Taba’s
Inverted Model, dan Beauchamp’s System Model.
Kata kunci: Kurikulum, Jenis dan Model Pengembangan Kurikulum

PENDAHULUAN
Istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga, terutama dalam bidang atletik pada
zaman romawi kuno. Dalam bahasa Prancis, istilah kurikulum berasal dari kata
“courier” yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai dengan finish untuk
memperoleh medali atau penghargaan.1
Menurut S. Nasution kurikulum dapat dipandang sebagai kurikulum tradisional
dan kurikulum modern. Kurikulum tradisional sering diartikan sebagai mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah. Pemahaman ini agaknya masih dianut di
kalangan masyarakat negara berkembang, termasuk Indonesia. Sedangkan dalam
konteks modern, kurikulum mempunyai pengertian yang tidak hanya terbatas
pada mata pelajaran, tetapi menyangkut pengalaman di luar sekolah sebagai
kegiatan pendidikan.2
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan bangsa,
pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. Dalam proses
pembelajaran, kurikulum sangat dibutuhkan sebagai pedoman untuk menyusun
dan mencapai target pendidikan.
Pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu bentuk proses
perencanaan dan penyusunan kurikulum yang dilakukan oleh pengembang
kurikulum agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.3 Pengembangan kurikulum
tidak dapat lepas dari berbagai hal yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir;
sistem nilai; baik itu nilai moral, keagamaan, politik, budaya dan sosial, proses
pengembangan; kebutuhan peserta didik; kebutuhan masyarakat maupun arah
program pendidikan. Tujuan pengembangan kurikulum juga harus memperhatikan
tujuan institusional (tujuan lembaga/satuan pendidikan), tujuan kurikuler (tujuan
bidang studi), dan tujuan instruksional (tujuan pembelajaran).
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur atau cara
yang dilakukan dalam rangka mendesain (designing), menerapkan
(implementation), dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena
itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses
sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan
1
Arifin, Z. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.
2
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum.
3
Amru, A. 2018. “Menakar Model Pengembangan Kurikulum Di Madrasah.”.
standar keberhasilan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan agar
pendidikan dapat dapat berjalan sebagaimana mestinya.4
Dari beberapa deskripsi di atas, terbentuklah suatu gambaran bahwa kurikulum
dan pengembangannya memang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan.
Oleh karena itu, pada bagian ini akan dibahas secara mendalam mengenai
berbagai jenis dan model pengembangan kurikulum.

PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis Kurikulum
Jika dilihat dari sudut pandang guru sebagai pengembang kurikulum, dikenal
beberapa jenis kurikulum sebagai berikut:
1. Open Curriculum (kurikulum terbuka), artinya kurikulum tersebut adalah
guru itu sendiri. Dalam artian guru memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan keinginan dan kemampuannya.
2. Close Curriculum (kurikulum tertutup), artinya kurikulum sudah
ditentukan secara pasti mulai dari tujuan, materi, metode dan evaluasinya,
sehingga guru hanya sebagai pelaksana.
3. Guide Curriculum (kurikulum terbimbing), artinya kurikulum setengah
terbuka, setengah tertutup. Rambu-rambu pembelajaran telah ditentukan
dalam kurikulum, akan tetapi guru masih diberi kemungkinan untuk
mengembangkan lebih lanjut dalam kelas.
Kemudian pendapat lain mengatakan bahwa paling tidak terdapat empat jenis
kurikulum yang penting diketahui oleh pendidik sebagai dasar untuk
melakukan pengembangan kurikulum ke arah yang lebih baik dengan melihat
perkembangan masyarakat yang semakin maju dan kompleks.5
1. Kurikulum Subjek Akademik
Jenis ini adalah jenis tertua karena digunakan sejak sistem sekolah
pertama sekali diperkenalkan. Kurikulum ini berawal dari konsep
pendidikan klasik seperti perrenaliasme dan essensialisme yang selalu

4
Tri, W. R. 2019. “Model Pengembangan Kurikulum Multikultural.”
5
Sukmadinata, Syaodih, N. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.
berorientasi pada nilai-nilai masa lalu. Kurikulum ini lebih
mengutamakan isi pendidikan. Belajar adalah upaya menguasai ilmu
sebanyak-banyaknya. Isi pendidikan diambil dari setiap disiplin ilmu
yang berkembang.
Karena jenis kurikulum ini lebih mementingkan pengetahuan, maka
coraknya lebih bersifat intelektual. Bahkan nama-nama yang tercantum
dalam kurikulum hampir sama dengan nama-nama disiplin keilmuan yang
ada, seperti bahasa dan sastra, geografi, matematika, ilmu kealaman dan
seterusnya.
Terdapat ciri khusus dari jenis kurikulum subjek akademis, apabila dilihat
dari tujuan, metode, organisasi dan evaluasi. Tujuan jenis kurikulum ini
adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih siswa
menggunakan ide-ide dan proes penelitian. Dengan menguasai berbagai
disiplin keilmuan, diharapkan siswa memiliki konsep-konsep dan cara
yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih luas.
2. Kurikulum Humanistik
Jenis kurikulum ini perancangannya lebih terpusat pada siswa, karena itu
sering disebut dengan learner bassed curriculum dan memandang
pengajaran lebih holistik di mana belajar difokuskan dengan arah yang
jelas untuk membantu pengembangan potensi peserta didik secara utuh
dan optimal. Pengembangan kurikulum ini menekankan pada pelayanan
peserta didik untuk bisa menemukan makna dalam belajar sesuai tingkat
pertumbuhan dan perkembangannya, serta mengakomodasi kebutuhan
pengembangan kemampuan, minat, bakat dan kebutuhan-kebutuhan
khusus peserta didik. Pendekatan ini mengedepankan model
interdisipliner atau integrated curriculum yang didasarkan pada psikologi
humanistik dimana pengembangan individu (domain efektif) sama
pentingnya dengan isi yang akan diajarkan. Guru sering mengacu pada
konteks “teachable moment” ketika peserta didik memperlihatkan minat
khusus pada bidang pengetahuan tertentu, maka guru akan membimbing
peserta didik dalam mengeksplorasikan topik/tema terhadap pembelajaran
baru tersebut. Pendekatan ini sekarang banyak digunakan dalam
mengembangkan kurikulum dalam pengembangan kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), yaitu anak usia 3-4 tahun atau pendidikan TK
hingga SD/MI kelas 1-3 dengan pembelajaran tematik, pelajaran IPS dan
pelajaran IPA terpadu.6
3. Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Kurikulum Rekonstruksi Sosial berbeda dengan jenis kurikulum yang
telah dibicarakan sebelumnya. Kurikulum ini memusatkan perhatian pada
problem sosial yang dihadapi masyarakat. Dasar pemikiran kurikulum ini
lebih dekat dengan interaksional. Pandangan dasar jenis kurikulum ini
adalah bahwa pendidikan bukanlah urusan pribadi tetapi kerja kolektif
dan urusan bersama yang melibatkan guru, siswa, dan masyarakat.
Ada beberapa ciri desain jenis kurikulum ini, antara lain bahwa asumsi
dasar arah pengembangan kurikulum ini adalah rekonstruksi sosial
sebagai tujuan utama, yaitu menghadapkan siswa pada tantangan,
ancaman, dan hambatan-hambatan yang dihadapi manusia. Jadi perhatian
jenis kurikulum ini lebih terfokus pada masalah-masalah sosial yang
mendesak. Pola organisasi jenis kurikulum ini disusun seperti roda
sehingga semua komponen dalam kurikulum saling berkaitan secara utuh.
Komponen kurikulum rekonstruksi sosial terdiri dari tujuan dan isi
kurikulum, metode dan evaluasi.
Adapun pelaksanaan kurikulum rekonstruksi sosial ini umumnya banyak
dilaksanakan di daerah-daerah yang belum tentu tingkat ekonomi dan
sosialnya.
4. Kurikulum Teknologi
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
masyarakat global, menghendaki adanya pola pengembangan kurikulum
yang mengakomodasi perkembangan teknologi tersebut sangatlah patut
untuk diapresiasi.

6
Muhaimin, S., dan Sugeng LP. Pengembangan Model KTSP pada Sekolah dan Madrasah.
Ada beberapa ciri kurikulum teknologi, diantaranya adalah jenis
kurikulum ini ditujukan pada penguasaan kompetensi yang dirumuskan
dalam bentuk perilaku. Metode yang dipertimbangkan dalam kurikulum
jenis ini selalu diarahkan agar siswa memiliki kemampuan dasar untuk
merespon perkembangan teknologi. Organisasi bahan ajar jenis kurikulum
teknologi dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu dengan mengalami
sintesis kreatif. Adapun evaluasi jenis kurikulum ini dapat dilakukan
setiap saat sebagai umpan balik, penyempurnaan satuan pelajaran dan
seterusnya.
Pengembangan kurikulum teknologis memiliki beberapa kriteria, yaitu:
a. Prosedur pengembangan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh
pengembang kurikulum yang lain.
b. Hasil pengembangan kurikulum yang berbentuk model harus dapat
diuji coba ulang dan memberikan hasil yang lebih baik.
Sedangkan menurut Nasution, kurikulum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Separate Subject Curriculum
Separate subject curriculum adalah jenis organisasi kurikulum yang
terdiri atas mata pelajaran yang terpisah-pisah. Istilah lain dari kurikulum
ini ialah kurikulum mata pelajaran terpisah atau tidak menyatu, dikatakan
demikian karena data-data pelajaran disajikan pada peserta didik dalam
bentuk subjek atau mata pelajaran yang terpisah satu dengan yang
lainnya.
Penyusunannya didasarkan atas pengalaman dan kebudayaan umat
manusia sepanjang masa, lalu disederhanakan dan disusun secara logis,
kemudian disesuaikan dengan umur dan perkembangan anak didik.
Pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman-pengalaman itu dituangkan ke
dalam kurikulum dari suatu lembaga pendidikan (sekolah), dibagi-bagi
menurut keperluan setiap tingkatan kelas serta ditentukan scope-nya
masing-masing.
Kemudian untuk penyusunannya, para penyusun membagi-bagi berbagai
kelompok mata pelajaran tersebut menjadi bagian-bagian/ jurusan-
jurusan/program-program, sedang peserta didik dipersilahkan untuk
memilih bagian-bagian/jurusan-jurusan/program-program yang sesuai
dengan minatnya. Demikian juga dengan penyelenggaraan dan
pelaksanaan mata pelajaran yang masih tetap terpisah-pisah sesuai dengan
organisasi separated subject curriculum.7
2. Correlated Curriculum (Kurikulum Korelatif atau Pelajaran Saling   
Berhubungan)
Correlated berasal dari kata “correlation” yang dalam bahasa Indonesia
berarti korelasi yaitu adanya hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Mata pelajaran dalam kurikulum ini harus dihubungkan dan disusun
sedemikian rupa sehingga yang satu memperkuat yang lain, yang satu
melengkapi yang lain. Jadi di sini mata pelajaran itu dihubungkan antara
satu dengan yang lainnya sehingga tidak berdiri sendiri. Untuk
memadukan antara pelajaran yang satu dengan yang lainnya, terdapat
beberapa cara yang harus ditempuh, yaitu:
a. Korelasi okasional atau insidental, yaitu korelasi yang diadakan
sewaktu-waktu bila ada hubungannya.
b. Korelasi etis, yaitu yang bertujuan mendidik budi pekerti sebagai
pusat pelajaran (diambil pendidikan agama atau budi pekerti).
c. Korelasi sistematis, yaitu korelasi yang disusun oleh guru sendiri.
d. Korelasi informal, yaitu berupa kerja sama antar guru dengan saling
meminta untuk mengkorelasikan antara mata pelajaran yang dipegang
guru A dengan mata pelajaran yang dipegang oleh guru B.
e. Korelasi formal, yaitu kurikulum ini sebenarnya telah direncanakan
oleh guru atau tim secara bersama-sama.
f. Korelasi meluas (broad field), dimana korelasi ini sebenarnya
merupakan fungsi dari beberapa bidang studi yang memiliki ciri khas
sama yang dipadukan menjadi satu bidang studi.
3. Intergrated Curriculum (Kurikulum yang Dipadukan)

7
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum.
Integrated curriculum (kurikulum terpadu) adalah kurikulum yang bahan
ajarnya diberikan secara terpadu. Misalnya, Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) merupakan fusi (perpaduan) dari beberapa mata pelajaran  sejarah,
geografi, ekonomi, sosiologi dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran
dikenal dengan pembelajaran tematik yang diberikan di kelas rendah
Sekolah Dasar. Mata pelajaran matematika, sains, bahasa Indonesia dan
beberapa mata pelajaran lain diberikan dalam satu tema tertentu..
B. Model-model Pengembangan Kurikulum
1. Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Kegiatan pengembangan kurikulum perlu ditempuh melalui langkah-
langkah tertentu secara sistematis sehingga dapat dihasilkan kurikulum
yang baik. Oleh karena itu, kegiatan pengembangan kurikulum perlu
sebuah model yang dapat dijadikan landasan teoritis untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Dalam pengembangan kurikulum,
model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan
kurikulum.8 Dengan kata lain, model pengembangan kurikulum adalah
teori-teori tentang berbagai langkah pengembangan kurikulum.
Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang telah
dikemukakan oleh para ahli. Di dalam pemilihan suatu model
kurikulum bukan hanya didasarkan pada kelebihan dan kekurangan-
kekurangannya saja, tetapi juga harus mempertimbangkan dengan
sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan mana yang
dianut serta model pendidikan mana yang digunakan. Dalam uraian
berikut ini akan dipaparkan model-model tersebut yang dirasa cukup
berpengaruh pada praktik penyusunan kurikulum hingga saat ini.
2. Macam-macam Model Pengembangan Kurikulum
a. Roger’ S Interpersonal Relation Model
Model yang dikemukakan oleh Rogers terutama akan berguna bagi
para pengajar di sekolah atau pun di perguruan tinggi. Ada empat

8
Nurgiyantoro, B. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah Pengantar Teoretis
dan Pelaksanaan.
model yang dikemukakan Rogers, yaitu jumlah dari model yang
paling sederhana sampai dengan yang komplit sebagaimana berikut
ini:
1) Model I
Model I (model yang paling sederhana) menggambarkan
bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan
memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Hal itu
berdasarkan asumsi bahwa pendidikan adalah evaluasi dan
evaluasi adalah pendidikan, serta pengetahuan adalah
akumulasi materi dan informasi.
2) Model II
Model II dilakukan dengan menyempurnakan model I yaitu
tentang metode dan organisasi bahan pelajaran. Dalam
pengembangan kurikulum pada model II sudah dipikirkan
pemilihan metode yang efektif bagi berlangsungnya proses
belajar. Di samping itu bahan pelajaran juga sudah disusun
secara sistematis, dari yang mudah ke yang lebih sukar dan
juga memperhatikan luas dan dalamnya bahan pelajaran. Akan
tetapi model II ini belum memperhatikan masalah teknologi
pendidikan yang sangat menunjang keberhasilan kegiatan
pengajaran.
3) Model III
Model III merupakan penyempurnaan dari model II. Di
dalamnya telah dimasukkan unsur teknologi pendidikan. Hal
ini berdasarkan pertimbangan bahwa teknologi pendidikan
merupakan faktor yang sangat menunjang dalam keberhasilan
kegiatan belajar mengajar.
4) Model IV
Yaitu dengan memasukkan unsur tujuan ke dalamnya. Tujuan
itulah yang bersifat mengikat semua komponen yang lain, baik
metode, organisasi bahan, teknologi pengajaran, isi pelajaran
maupun kegiatan penilaian yang dilakukan.
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan
sesungguhnya ketika ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendirI. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya
guru untuk memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut.
Guru beserta pendidik lainnya bukanlah seorang pemberi informasi
apalagi penentu perkembangan anak, peran mereka hanyalah
sebagai pendorong akan perkembangan anak itu.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu
pemilihan target dari sistem pendidikan, partisipasi guru dalam
pengalaman kelompok yang intensif, pengembangan pengalaman
kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran, dan
partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
b. The Grass-Roots Model
Model ini didasarkan pada dua pandangan pokok. Pertama,
implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru
sebagai pelaksana sudah sejak semula terlibat secara langsung
dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan
kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional
(guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua, dan anggota masyarakat.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum ini, kerja sama dengan
orang tua murid dan masyarakat sangat penting dilaksanakan.
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama.
Insiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari
atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Dalam model
pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots ini seorang
guru, sekelompok guru atau bahkan keseluruhan guru suatu
sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Adapun langkah-langkah pengembangan model ini ialah inisiatif
pengembangan yang datang dari bawah (para pengajar), tim
pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari
orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan; dan kemudian
pihak atasan memberikan bimbingan serta dorongan. Selanjutnya
untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis
hendaklah diadakan lokakarya untuk input yang diperlukan.
c. Model Tyler
Pada tahun 1949 Ralph Tyler menerbitkan buku kecil berjudul
Basic Principles of Curriculum and Instruction yang sangat
berpengaruh atas pengembangan kurikulum. Adapun tahapan
pengembangan kurikulum terdiri dari empat tahapan yang dimulai
dengan menentukan tujuan hingga penilaian, yaitu:
1) Menentukan tujuan pengembangan kurikulum
2) Pengalaman belajar (learning experiences)
3) Pengorganisasian pengalaman belajar. Pengorganisasian ini
dibagi menjadi 2 jenis yaitu secara vertikal dan horizontal.
Untuk pengorganisasian secara vertikal menghubungkan
pengalaman belajar suatu kajian ilmu yang sama pada tingkatan
yang berbeda. Sedangkan secara horizontal menghubungkan
pengalaman belajar beberapa bidang.
4) Penilaian tujuan belajar sebagai komponen yang dijadikan
perhatian utama.9
Lebih lanjut ia menyatakan bahwa dalam menentukan tujuan
pendidikan hendaknya jangan hanya memperhitungkan pendapat
para ahli disiplin ilmu saja, tetapi juga kebutuhan dan minat anak
dan masyarakat yang sesuai dengan falsafah pendidikan.10
Dalam proses belajar-mengajar juga harus diperhatikan latar
belakang pendidikan dan pengalaman anak serta persepsi masing-
masing agar mereka dapat mengadakan reaksi mental dan
emosional atau pun dalam bentuk kelakuan. Pengalaman atau

9
Karima, N. F. 2019. “Proses Pengembangan Kurikulum.”
10
Ibid., hlm. 4-5.
kegiatan belajar harus mempunyai organisasi atau struktur tertentu
agar mempunyai efek kumulatif maksimal.11 Bahan itu dapat
diorganisir berdasarkan disiplin ilmu atau mata pelajaran, broad
field atau broad unit.
Lalu, evaluasi menurut Tyler hendaknya jangan hanya berbentuk
tes tulis akan tetapi juga berupa observasi, hasil pekerjaan siswa,
kegiatan dan partisipasinya serta menggunakan metode-metode
lain agar diperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang
taraf tercapainya tujuan pendidikan.
d. Taba’s Inverted Model/Model Hilda Taba
Pada dasarnya Hilda Taba setuju dengan pendahulunya yaitu Ralph
Tyler. Hanya bedanya, ia membuat deretan kegiatan sebagai
rincian untuk masing-masing tahapan, sehingga akan lebih jelas
bagi para pendidik dalam melaksanakan pengembangan kurikulum.
Taba memiliki argumen untuk sesuatu yang rasional sebagai
pendekatan berikutnya dalam pengembangan kurikulum.
Selanjutnya, agar lebih rasional dan ilmiah dalam suatu
pendekatan, Taba mengklaim bahwa keputusan-keputusan pada
elemen mendasar harus dibuat berdasarkan yang valid.
Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut
Taba, yaitu kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit
kurikulum untuk dieksperimenkan, uji coba unit-unit eksperimen
untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran, merevisi
uji coba, dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum. Berdasarkan
hal tersebut, dapat diraih suatu gambaran bahwa langkah-langkah
yang digunakan Taba dalam mengembangkan kurikulum adalah
diagnosis kebutuhan, formulasi pokok-pokok, seleksi isi,
organisasi isi, seleksi pengalaman belajar, organisasi pengalaman

11
Ibid., hlm. 63.
belajar, dan penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara
untuk melakukannya.12
e. Beauchamp’s System Model
Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh
Beauchamp, seorang ahli kurikulum. Ia mengemukakan bahwa
dalam proses pengembangan kurikulum terdapat beberapa tahapan
yang harus dipenuhi, yaitu:
1) Menetapkan arena atau lingkup wilayah pengembangan
kurikulum. Suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup
upaya pengembangan suatu gagasan pengembangan kurikulum
yang telah dilaksanakan di kelas diperluas ke berbagai sekolah
di daerah tertentu, baik bersekala regional atau nasional yang
disebut arena.
2) Menetapkan personalia atau tim para ahli kurikulum, yaitu
siapa-siapa saja yang ikut terlibat dalam pengembangan
kurikulum.
3) Tim penyusun tujuan pengajaran kurikulum dan pelaksanaan
proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut perlu dibentuk
dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga
sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi
pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih
kurikulum mana yang akan dipakai dan menulis secara
menyeluruh mengenai kurikulum yang akan dikembangkan.
4) Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan
kurikulum seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup
pengembangan kurikulum.
5) Evaluasi kurikulum.

KESIMPULAN

12
Ali Usmar. T.T. “Model-Model Pengembangan Kurikulum Dalam Proses Kegiatan Belajar.”
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum terdiri atas
beberapa jenis, yaitu yang berdasarkan sudut pandang guru (open curriculum,
close curriculum dan guide curriculum) serta pendapat para ahli seperti kurikulum
subjek akademik, kurikulum humanistik, separate subject curriculum, correlated
curriculum dan sebagainya. Kemudian, definisi model pengembangan kurikulum
adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana
pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan
kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah atau sekolah. Adapun model-model pengembangan kurikulum
diantaranya ialah Roger’ s interpersonal relation model, The Grass-Roots Model,
Model Tyler, Taba’s Inverted Model, dan Beauchamp’s System Model. Sehingga
dengan demikian dalam kegiatan pengembangan kurikulum diperlukan suatu
model yang dijadikan landasan teoritis untuk melaksanakn kegiatan yang sesuai
agar tujuan pendidikan dapat tercapai sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Usmar, T.T. “Model-Model Pengembangan Kurikulum Dalam Proses
Kegiatan
Belajar”. Jurnal An-Nahdhah, 11 (2) Juli – Desember 2017.
Almu’tasim, Amru. “Menakar Model Pengembangan Kurikulum Di Madrasah”.
At-Tuhfah, 7 (2): 1–19. 2018.
Arifin, Zainal. “Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum”. Cet. I (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya 2011).
Burhan, Nurgiyantoro. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah
Pengantar Teoretis dan Pelaksanaan, (Yogyakarta: BPFE 1988), hlm.
163.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PT Rineka Cipta
2004), hlm. 34-38.
Fajri, Karima Nabila. “Proses Pengembangan Kurikulum.” Islamika, 1 (2): 35–48.
2019.
Muhaimin, Sutia dan Sugeng L.P. ”Pengembangan Model KTSP pada Sekolah
dan
Madrasah”. (Jakarta; Rajawali Press 2008), hlm. 8.
Ramdhan, Tri Wahyudi. “Model Pengembangan Kurikulum Multikultural.” Al-
Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman, 5 (2): 39–53. 2019.
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Citran Aditya Bakti 1993),
hlm. 9.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik,
(Bandung: Remaja Rosdakarya 2000), hlm. 81-96.

Anda mungkin juga menyukai