Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum menjadi pedoman utama dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu
kurikulum dan pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai suatu
rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan
dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai
acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif.
Persoalan bagaimana mengembangkan kurikulum, ternyata bukanlah hal yang mudah,
serta tidak sederhana yang kita bayangkan. Di samping itu, oleh karena kurikulum juga harus
berfungsi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik sesuai dengan bakat
dan minatnya, maka proses pengembangannya harus memperhatikan segala aspek yang
terdapat pada peserta didik.
Kurikulum sendiri harus terus menerus di evaluasi dan dikembangkan agar isi dan
muatannya selalu relevan dengan tuntutan masyarakat yang selalu berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta yang tidak kalah penting adalah sesuai
dengan kebutuhan siswa.
Menanggapi hal diatas, maka penulis bermaksud ingin menjelaskan beberapa desain
kurikulum yang meliputi desain kurikulum berdasarkan disiplin ilmu, orientasi pada
masyarakat, orientasi pada siswa dan teknologis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum?
2. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum berdasarkan disiplin ilmu?
3. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum berorientasi pada masyarakat?
4. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum berorientasi pada siswa?
5. Apa yang dimaksud dengan desain kurikulum teknologis?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan desain kurikulum.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan desain kurikulum berdasarkan disiplin
ilmu.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan desain kurikulum berorientasi pada
masyarakat.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan desain kurikulum berorientasi pada siswa.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan desain kurikulum teknologis.

2
BAB II

DESAIN KURIKULUM BERDASARKAN DISIPLIN ILMU, BERORIENTASI


PADA MASYARAKAT, PESERTA DIDIK DAN TEKNOLOGIS

A. Pengertian Desain Kurikulum


Desain kurikulum berasal dari kata desain yang berarti rancangan, pola atau
model. Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model
kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran desainer kurikulum,
sama seperti seorang arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi
bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang
akan dibangun.(Sanjaya, 2008 : 63)
Desain kurikulum pula dapat didefinisikan sebagai rencana atau komponen
dari unsur-unsur kurikulum yang berisi dari tujuan, isi, pengalaman belajar, dan
evaluasi. Penyusunan desain kurikulum terbagi menjadi dua dimensi yaitu, dimensi
horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari
lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses
belajar dan mengajarnya. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan
sekuens, bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari
yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar
diteruskan dengan yang lanjutan.(Hamalik, 2007:193)
Dari definisi diatas, maka dapat kita pahami bahwa desain kurikulum adalah sebuah
rancangan atau model kurikulum yang didalamnya memuat unsur-unsur kurikulum itu
sendiri.
B. Desain Kurikulum Berdasarkan Disiplin Ilmu
Menurut Longsteet (1993) desain kurikulum ini merupakan desain
kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (The knowledge centered desain) yang
dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini
dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekannanya diarahkan
untuk pengembangan intelektual siswa. Para ahli memandang desain kurikulum ini
berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan

3
berpikir siswa melalui proses latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses
penelitian ilmiah. (dalam Sanjaya, 2008: 64)
Model kurikulum yang berorientasi pada pengembangan intelektual siswa,
dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing-
masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa yang harus dikuasai oleh siswa
baik menyangkut data dan fakta, konsep maupun teori yang ada dalam setiap disiplin
ilmu. materi sesuai dengan corak atau masalah yang terkandung dalam disiplin ilmu.
Jadi, dengan demikian, dalam desain model ini bukan hanya diharaapkan siswa
semata-mata dapat menguasai materi pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu, akan
tetapi juga melatih proses berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang sistematis.
Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin
ilmu, yaitu :
1. Subject Centered Curriculum

Pada Subject Centered Curriculum, bahan atau isi kurikulum


disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya: mata
pelajaran sejarah, ilmu bumi, kimia, fisika, berhitung, dan lain
sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran tersebut tidak berhubungan
satu sama lain. Pada pengembangan kurikulum didalam kelas atau pada
kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada
mata pelajaaran yang diberikannya. Kalaupun mata pelajaran itu
diberikan oleh guru yang sama, maka hal ini juga dilaksanakan secara
terpisah-pisah. Karena organisasi bahan atau isi kurikulum berpusat pada
mata pelajaran secara terpisah-pisah, maka kurikulum ini juga dinamakan
separated Subject curriculum.

2. Correlated Curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan
secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki
kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan menjadi suatu
bidang studi (Broadfield), seperti mata pelajaran biologi, kimia, fisika,
dikelompokkan menjadi studi bidang IPA.

4
3. Integrated Curriculum
Pada organisasi kurikulum yang menggunakan model
Intergrated, tidak lagi menampakkan nama-nama pelajaran atau bidang
studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus
dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar
berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga
mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan
masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan
perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja akan
tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, atau ketrampilan.

C. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat

Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan
dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan
masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.
Contoh desain kurikulum ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores
dalam buku mereka yang berjudul Fundamental of Curriculum (1950), atau dalam
Curriculum Theory yang disusun oleh Beauchamp (1981). Mereka merumuskan
kurikulum sebagai sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar
anak di dalam sekolah.
Ada tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan
masyarakat, yaitu prespective status quo (the status quo perspective), perspektif reformis
(the reformist perspektif), dan perspektif masa depan (the future perspective).(Sanjaya,
2008:67)

1. Perspektif Status Quo (the status quo perspective)

Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai


budaya masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan
untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebagai
persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan

5
masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah
aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.

2. Prespektif Pembaharuan (the reformist perspective)

Kurikulum pada perspektif ini dikembangkan untuk lebih


meningkatkan kulitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis
menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan.
Pendidikan dalam perspektif ini harus berperan untuk mengubah tatanan
sosial masyarakat. Menurut pandangan reformis, dalam proses pembangunan
pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk
kepentingan elit yang berkuasa atau untuk mempertahankan struktur sosial
yang sudah ada. Maka dari itu, menurut aliran reformis, pendidikan harus
mampu mengubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun
pendidikan non formal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial
baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekyaan yang lebih merata dan
adil.(Sukmadinata, 2002: 78)

3. Perspektif Masa Depan (the futurist perspective)

Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi


sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara
kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model
kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan
individu. Setiap individu diharapkan mampu mengenali berbagai
permasalahan yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan
yang sangat cepat. Dengan pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap
individu dapat mengembangkan masyarakatnya sendiri.
Tujuan dari kurikulum dalam perspektif ini adalah mempertemukan
siswa dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli
rekonstruksi sosial percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat, bukan hanya dapt dipecahkan melalui “Bidang Studi” sosial saja,
akan tetapi oleh setipa disiplin ilmu termasuk di dalamnya, ekonomi,, estetika,

6
kimia, dan matematika. Berbagai macam krisis yang dialami oleh masyarakat
harus menjadi bagian dari isi kurikulum.(Sanjaya, 2008 :70)

D. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa

Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan


untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari
kehidupan anak didik. Kurikulum yang menekankan pada siswa sebagai sumber isi
kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas dari
kehidupan siswa sebagai peserta didik. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi
pada siswa, Alice Crow (Crow & Crow, 1955) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
a. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.
b. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
c. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk belajar
sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar,
bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
d. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan
dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain akan tetapi
ditentukan dari sudut anak itu sendiri.
Desain kurikulum yang berorientasi pada anak didik, dapat dilihat minimal dari
dua perspektif, yaitu perspektif kehidupan anak di masyarakat (the child-in-society
perspective) dan perspektif psikologi (the psychological curriculum perspective).
(Sanjaya, 2008: 71)
1. Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat
Francis Parker, seorang tokoh yang menganjurkan siswa sebagai sumber
kurikulum percaya bahwa hakikat belajarbagi siswa adalah apabila siswa belajar
secar riil dari kehidupan mereka di masyarakat. Kurikulum bagi parker harus
dimulai dari apa yang pernah dialamai siswa seperti pengalaman dalam keluarga,
lingkungan fisik dan lingkungan sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di
sekeliling mereka.

7
Berbeda dengan kurikulum konvensional, menurut Parker proses
pembelajaran bukan hanya menghafal dan menguasai materi pelajaran seperti
yang tertera pada buku atau teks, akan tetapi bagaimana seorang anak itu belajar
dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pembelajaran bukan hanya
mengembangkan kemampuan intelektual dengan memahami sejumlah teori dan
fakta saja, akan tetapi bagaimana proses belajar itu dapat mengembangkan
seluruh aspek kehidupn siswa. Misalnya, belajar tentang bahasa, anak tidak tidak
perlu menghafal aturan tata bahasa, akan tetapi bagaimana aturan tata bahasa itu
diterapkan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat.
Dari penjelasan di atas, maka kurikulum berorientasi pada anak dalam
perspektif kehidupan di masyarakat, mengharap materi kurikulum yang dipelajari
di sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak
sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di masyarakat.
2. Perspektif Psikologis
Dalam perspektif psikologis, desain kurikulum yang berorientasi kepada
siswa, sering diartikan juga sebagai kurikulum yang bersifat humanistik, yang
muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidkan yang hanya mengutamakan segi
intelektual. Menurut para pengembang kurikulum ini, tugas dan tanggung jawab
pendidkan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi intelektual siswa saja,
akan tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa sehingga dapat membentuk
manusia yang utuh.
Menurut pendidikan humanistik setiap manusia memiliki potensi, punya
kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Segala potensi yang dimiliknya itu
sangat menentukan dalam proses pengembangan tingkah laku. Oleh karena itulah,
kurikulum didesain untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa.
Tidak seperti pada kurikulum subjek akademis di mana pelaksanaan
evaluasi diarahkan untuk melihat keberhasilan siswa dalam menguasai materi
pelajaran, pelaksanaan evaluasi dalam kurikulum humanistik lebih ditekankan
kepada proses belajar. Kriteria keberhasilan ditentukan oleh perkembangan anak
supaya menjadi manusia yang terbuka dan berdirisendiri. Proses pembelajaran

8
yang bagus menurut kurikulum ini adalah manakala memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

E. Desain Kurikulum Teknologis

Model desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program,


metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektif teknologi
telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program pelatihan di
lapangan industri dan militer. Desain sistem instruksional menekankan kepada
pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, dan tes, serta pengembangan bahan-
bahan ajar.
Teknologi memengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu sistem. Sisi
pertama yang berhubungan dengan penerapan teknologi adalah perencanaan yang
sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam kegiatan pembelajaran.
Penggunaan dan pemanfaatan alat tersebut semata-mata untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pembelajaran. Contoh penerapan hasil-hasil teknologi itu di antaranya
adalah pembelajaran dengan bantuan komputer (computer-assisted intruction),
pengajaran melalui radio, film, video, dan lain sebagainya.
Teknologi sebagai suatu sistem, menekankan kepada penyusunan program
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan perumusan
tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang harus dicapai. Jadi, penerapan teknologi
sebagai suatu sistem itu tidak ditentukan oleh penerapan hasil-hasil teknologi akan tetapi
bagaimana merancang implementasi kurikulum dengan pendekatan sistem.
Menurut MCNeil (1990), tujuan kurikulum teknologis ditekankan kepada
pencapaian perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Tujuan-tujuan itu biasanya
diambil dari setiap mata pelajaran (disiplin ilmu).
Sebagai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, maka organisasi bahan pelajaran
dalam kurikulum teknologis mempunyai ciri-ciri: pertama, pengorganisasian materi
kurikulum berpatokan pada rumusan tujuan, kedua, materi kurikulum disusun secara
berjenjang, dan ketiga, materi kurikulum disusun dari mulai yang sederhana menuju yang
kompleks.

9
Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi kurikulum teknologi
hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Kesadaran akan tujuan, artinya siswa perlu memahami bahwa pembelajaran
diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, siswa perlu diberi penjelasan
tujuan apa yang harus dicapai.
2. Dalam pembelajaran siswa diberi kesemptan mempraktikkan kecakapan sesuai
dengan tujuan.
3. Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai. Dengan demikian, siswa perlu
menyadari apakah pembelajaran sudah dianggap cukup atau masih perlu bantuan.
(Sanjaya, 2008: 76)

10
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Desain kurikulum berasal dari kata desain yang berarti rancangan, pola atau model.
Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai
dengan misi dan visi sekolah. Berikut pembagian desain kurikulum :

1. Desain kurikulum berdasarkan disiplin ilmu, desain kurikulum ini merupakan desain
kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (The knowledge centered desain) yang
dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu. Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum
yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu : Subject Centered Curriculum, Correlated
Curriculum, dan Integrated Curriculum.
2. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat, Asumsi yang mendasari bentuk
rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani
kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar
dalam menentukan isi kurikulum. Ada tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi
pada kehidupan masyarakat, yaitu prespective status quo (the status quo perspective),
perspektif reformis (the reformist perspektif), dan perspektif masa depan (the future
perspective).
3. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa, Asumsi yang mendasari desain ini adalah
bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya,
pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang menekankan
pada siswa sebagai sumber isi kurikulum. Desain kurikulum yang berorientasi pada anak
didik, dapat dilihat minimal dari dua perspektif, yaitu perspektif kehidupan anak di
masyarakat (the child-in-society perspective) dan perspektif psikologi (the psychological
curriculum perspective).
4. Desain Kurikulum Teknologis

Model desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program,


metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektif teknologi
telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program pelatihan di
lapangan industri dan militer.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2007. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Baandung: PT Remaja


Rosda Karya.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sukmadinata, Nana. 2002. Pengembangan Kurikulum: teori dan Praktek. Bandung: PT


Rosda Karya.

12

Anda mungkin juga menyukai