Anda di halaman 1dari 25

KONSTRUKSI INSTRUMEN EVALUASI PENDIDIKAN

MAKALAH
diajukan untuk melengkapi persyaratan tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Imam Suseno, S.E, M.Pd.

Mukhamad Sinaga Rogi 20197279002


Zainura 20197279016
Lutpiatul Hikmah 20197279039
Niah Nuroniah 20197279100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MIPA


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSTAS INDRAPRASTA PGRI
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah
Evaluasi Pendidikan ini tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul: “Konstruksi Instrumen Evaluasi Pendidikan” ini ditulis
untuk memenuhi tugas semester tiga mata kuliah Evaluasi Pendidikan pada Fakultas
Pascasarjana, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Dr. Imam
Suseno, S.E, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Evaluasi Pendidikan pada Fakultas
Pascasarjana, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan,
oleh sebab itu kritikan yang bersifat membangun dari berbagai pihak penulis terima dengan
tangan terbuka serta sangat diharapkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Jakarta, Juni 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ I

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ................................................................................... 2
D. Sistematika Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian konstruksi Instrumen Pembelajaran ................................................... 3


B. Tujuan Konstruksi Instumen Evaluasi ................................................................. 5
C. Kriteria Instrumen Peilaian .................................................................................. 5
D. Tahap Prosedur Evaluasi Hasil Belajar ................................................................ 8
E. Langkah Menyusun Evaluasi Tes ........................................................................ 9
F. Pedoman Penskoran Tes Kognitif ........................................................................ 12
G. Penyusunan Instrumen Afektif dan Tehnik Penskorannya .................................. 18
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 20
B. Saran ..................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di era sekarang ini, pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.
Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan potensi yang dimilikinya dan
mengubah tingkah laku manusia ke arah yang lebih baik. Hal ini sesuai tujuan pendidikan
nasional yang telah dirumuskan pada Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berupaya
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang serta bertanggung jawab.
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya siswa, pengelola
sekolah, lingkungan, kualitas pengajaran, kurikulum dan sebagainya. Usaha peningkatan
pendidikan bisa ditempuh dengan peningkatan kualitas pembelajaran dan sistem evaluasi
yang baik. Sistem penilaian/evaluasi yang baik akan mendorong guru untuk menentukan
strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang lebih baik.
Sebagai pengajar, guru diharapkan tidak hanya dapat memberikan pelajaran di kelas
tetapi juga mampu mengevaluasi pembelajaran dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai
bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya
bertumpu pada penilaian hasil belajar, namun perlu penilaian terhadap input, output, dan
kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan
tentang konstruksi instrument evaluasi Pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam makalah
ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa itu konstruksi instrumen evaluasi pendidikan ?
2. Bagaimana konstruksi instrumen evaluasi pendidikan ?

1
2

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Menjelaskan pengertian konstruksi instrumen evaluasi pendidikan
2. Menjelaskan bagaimana konstruksi instrumen evaluasi pendidikan

D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini dijabarkan dalam 3 (tiga) BAB dengan sistematika sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan,
mekanisme dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI ATAU TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini menguraikan beberapa landasan teori mengenai Konstruksi Instrumen
Evaluasi Pendidikan.
BAB III PENUTUP
Pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dan saran dari isi makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstruksi Instrumen Evaluasi Pembelajaran

Konstruksi menurut KBBI ialah :


1. Susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah dan sebagainya).
Contoh: rumah itu kokoh karena konstruksinya beton bertulang
2. Susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata.
Contoh: makna suatu kata ditentukan oleh konstruksi dalam kalimat atau kelompok kata
Kata konstruksi dalam kenyataannya adalah konsep yang cukup sulit untuk dipahami dan
disepakati kata konstruksi mempunyai beragam interpretasi, tidak dapat didefinisikan
secara tunggal, dan sangat tergantung pada konteksnya. Beberapa definisi konstruksi
berdasarkan konteksnya perlu dibedakan atas dasar: proses, bangunan, kegiatan, bahasa
dan perencanaan.
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana.
Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai
bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.
Secara ringkas konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang
terdiri dari bagian-bagian struktur. Misal, Konstruksi Struktur Bangunan adalah
bentuk/bangun secara keseluruhan dari struktur bangunan. contoh lain: Konstruksi Jalan
Raya, Konstruksi Jembatan, Konstruksi Kapal, dan lain lain.
Secara umum yang dimaksud dengan instrument adalah suatu alat yang memenuhi
persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat ukur atau pengumpulan
data mengenai suatu variable. Dalam bidang penelitian instrument diartikan sebagai alat
untuk mengumpulkan data mengenai variable-variable penelitian untuk kebutuhan
penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrument digunakan untuk mengukur
prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh
terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar, keberhasilan proses belajar-mengajar
dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu (Djaali & Pudji Mulyono, 2007).
Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan: (a)

3
4

substansi, merepresentasikan kompetensi yang dinilai; (b) konstruksi, memenuhi


persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan (c) bahasa,
menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf
perkembangan peserta didik.
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru secara sistematis,
terarah dan terencana dalam upaya mengetahui sampai sejauh mana terjadi perubahan
perilaku pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga guru dapat
menentukan tindakan yang tepat.
Bloom, cs (1971:8) mendefinisikan evaluasi pendidikan “… is the systematic
collection of evidence to determine wheter in fact cerrtain changes are taking place in the
learners as well as to determine the amount or gegree of change in individual students.”
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan mengumpulkan fakta atau bukti-bukti secara
sistematis untuk menetapkan apakah telah terjadi perubahan pada diri siswa, dan sampai
sejauh mana perubahan yang terjadi. Melalui kegiatan evaluasi ini guru akan mengetahui
apakah proses pembelajaran yang telah dilakukannya dapat memberikan perubahan
kompetensi siswa. Sedangkan menurut Stufflebeam (1971) kegiatan evaluasi merupakan
proses yang menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk
menilai alternatif keputusan. (Evaluation is the process of delineating, obtaining, and
providing useful information for judging decision alternatives.)
Dengan demikian, evaluasi memiliki fungsi untuk mengetahui gambaran kondisi
siswa dalam proses pembelajaran serta memberikan umpan balik bagi guru berdasarkan
hasil kegiatan evaluasi ini. Dengan adanya evaluasi akan diketahui kelemahan dan
kelebihan proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konstruksi instrument
evaluasi pendidikan merupakan studi cara penyusunan alat ukur psikologis (tes) secara
ilmiah (sistematis, obyektif, dan standard) guna untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan proses pembelajaran yang telah dilakukan.
5

B. Tujuan Konstruksi Instumen Evaluasi

Winarno (2014:62) menerangkan penyusunan instrument tes memiliki tujuan antara


lain untuk:
1. Menentukan status siswa, tentang pencapaian dan kemajuan hasil belajar siswa, sehingga
dapat digunakan sebagai parameter mengembangkan kemampuan siswa ke tingkat yang
lebih tinggi.
2. Menggolongkan siswa kedalam kelompok yang sama berdasarkan ciri-ciri tertentu.
3. Memilih siswa atau mahasiswa yang memiliki keunggulan atau melakukan seleksi
terhadap siswa karena kuota yang terbatas.
4. Meneliti kekuatan dan kelemahan individu sehingga program yang tepat dapat
dikembangkan.
5. Memotivasi siswa bekerja lebih giat di dalam dan di luar kelas.
6. Mempertahankan individu, kelompok dengan program yang terstandar.
7. Menilai efektivitas guru dalam mengajar, sesuai isi kurikulum dengan menggunakan
metode mengajar tertentu.
8. Memberikan pengalaman pendidikan bagi guru dan siswa melalui pengambilan dan
penyusunan instrumen tes.
9. Mengumpulkan data yang dibutuhkan sebagai pelaksana penilaian di sekolah seperti
pengembangan norma-norma.
10. Membandingkan program lokal dengan standar tertentu yang telah diterima dalam sekala
luas.

C. Kriteria Instrumen Penilaian

Dalam melakukan penilaian, seorang guru harus memperhatikan instrumen-instrumen


yang digunakan. Misalnya saja pada pengggunaan instrumen evaluasi. Instrumen Evaluasi
yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain :
1. Validitas
Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas yang
tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah kemampuan instrumen tersebut mengukur
apa yang seharusnya diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil
6

belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah nya validitas
instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas.
Messick (1993) menyatakan bahwa validitas secara tradisional terdiri dari:
 validitas isi, yaitu ketepatan materi yang diukur dalam tes;
 validitas criterion-related, yaitu membandingkan tes dengan satu atau lebih variabel
atau kriteria,
 valitidas prediktif, yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan alat lain yang dilakukan
kemudian;
 validitas serentak (concurrent), yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan dua alat
ukur lainnya yang dilakukan secara serentak;
 validitas konstruk, yaitu ketepatan konstruksi teoretis yang mendasari disusunnya
tes.

2. Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut
dapat menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan
selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada
lebih rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika dilakukan pengukuran
ulang hasilnya si upik juga berada lebih rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya
reliabilitas ini dapat di hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien
reliabilitas.

3. Objectivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas
pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh
subyektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada
pedoman tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif.

4. Praktikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila
bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan,
7

tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada audience
mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya
dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga
dapat di laksanakan oleh orang lain.

5. Ekonomis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya
yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama.

6. Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan
tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience
mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece
putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya.
Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan
“Proporsi”.

7. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut
membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang
tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan
dinyatakan dengan Index Diskriminasi.

Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang


berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on the spot dan
hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang
keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.
8

D. Tahap Prosedur Evaluasi Hasil Belajar

Konstruksi Instrument menurut Michael Suswanto adalah studi cara penyusunan alat
ukur psikologis (tes) secara ilmiah (sistematis, obyektif, dan standard).
Menurut Kasyadi dkk (2014) agar proses evaluasi hasil belajar dapat diadminitrasikan
dilaksanakan oleh seseorang penilai makan ada beberapa tahapan/langkah kegiatan yang perlu
dilakukan oleh seseorang penilai. Berikut ini penjelasan dari tahap prosedur evaluasi hasil
belajar.
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini terdapat 3 kegiatan yang harus dilakukan evaluator :
 Menetapkan pertimbangan dan keputusan yang dibutuhkan.
 Menggambarkan informasi yang dibutuhkan dan,
 Menetapkan informasi yang tersedia.

Menetapkan pertimbangan dan keputusan yang akan dibuat yakni suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang evaluator untuk mendeskripsikan pertimbangan dan
keputusan yang sekiranya akan dibuat dari hasil evaluasi.
Menggambarkan informasi yang dibutuhkan merupakan kegiatan yang berikutnya
dalam persiapan evaluasi hasil belajar, evaluator mendeskripsikan secara rinci segala
informasi yang dibutuhkan utuk mencapai tujuan/sasaran evaluasi hasil belajar.
Menetapkan informasi yang sudah tersedia pada sumber-sumber informasi yang
digunakan.
2. Penyusunan Instrument Evaluasi
Instrument evaluasi hasil belajar yang disebut juga alat penilaian yang akan
digunakan, tergantung dari metode/teknik evaluasi yang dipakai. Prosedur yang perlu
ditempuh untuk menyusun alat penilaian tes :
a. Menentukan bentuk tes yang akan disusun yakni kegiatan yang dilaksanakan
evaluator untuk memilih dan menentukan bentuk tes yang akan disusun dan
digunakan sesuai dengan kebutuhan.
b. Membuat kisi-kisi soal yaitu kegiatan yang dilaksanakan evaluator untuk membuat
suatu table yang memuat tentang perincian aspek isi dan aspek perilaku beserta
imbangan atau proporsi yang dikehendakinya.
9

c. Menulis butir soal, yakni kegiatan yang dilaksanakan evaluator setelah membuat
kisi-kisi soal.
d. Menata soal yaitu kegiatan terakhir dari penyusunan alat penilaian tes yang harus
dilaksanakan oleh evaluator berupa pengelompokan soal berdasarkan bentuk soal
dan sekaligus melengkapi petunjuk pengerjaannya.

E. Langkah Menyusun Evaluasi Tes

Menurut Ida Ayu Gde Yadnyawati (2019), dalam melakukan sutau tes perlu dilakukan
beberapa tahapan, tahapan pertama adalah penyiapan perangkat tes. Untuk melakukan
penyiapan perangkat tes maka langkahnya adalah:
1. Menetapkan tujuan tes
Dalam menetapkan tujuan tes sangat berkaitan dengan maksud penggunaan tes. Tes
prestasi belajar dapat dibuat untuk berbagai tujuan. Oleh sebab itu perlu ditetapkan
terlebih dahulu penggunaan dari pada tes yang akan dikembangkan. Tujuan penggunaan
tes akan memberikan corak dan bentuk terhadap penyusunan butir soal, misalnya bila tes
itu dimaksudkan sebagai Ujian Akhir Nasional (UAN) maka butir soal harus disusun
mulai dari yang muda sampai kepada yang sukar.
2. Analisis Kurikulum
Isi bahan pengajaran yang disajikan di kelas senantiasa mengikuti kurikulum yang
berlaku. Pemahaman dan pendalaman akan kurikulum merupakan langkah pertama untuk
menyusun dan mengembangkan suatu perangkat tes yang baik. Dengan pemahaman dan
pendalaman akan kurikulum tersebut, maka indikator kemampuan atau ketrampilan yang
situntut untuk dikuasai subjek didik akan dapat dirumuskan dengan baik dan akan dapat
dituangkan pula dalam bentuk kisi-kisi.
Tes prestasi belajar adalah mengenai sejauh mana subjek didik menyerap atau
menguasai isi pelajaran, karena itu materi tes harus didasarkan pada kurikulum sebagai
patokan dalam kegiatan pembelajaran. Sudah barang tentuk tidak semua isi GBPP diambil
sebagai dasar penulisan butir soal atau bobot tiap pokok dan sub pokok bahasan dalam
GBPP tidak sama dalam penulisan butir soal. Sehingga analisis ini dilakukan guna dapat
menyusun seperangkat tes yang benar-benar representatif. Cara yang dapat digunakan
10

untuk memilih, dan menetapkan pokok dan sub pokok bahasan sebagai materi penulisan
butir soal adalah dengan menelusuri seluruh isi GBPP sambil menilai essensial tidaknya
suatu pokok atau sub pokok bahasan. Sesuai dengan tingkatan essensial pokok atau sub
pokok bahasan itulah ditetapkan pembobotan materi butir soal.
3. Analisis Buku Pelajaran
Analisis buku pelajaran disebut juga timbangan buku, yang berarti bahwa
penyusunan soal dapat juga menggunakan buku sumber (literatures), disamping buku
paket yang sudah ada, selama buku-buku tersebut sesuai dengan kurikulum yang sedang
berlangsung dan buku-buku tersebut memang digunakan bersama oleh pendidik dan anak
didik secara keseluruhannya.
4. Menentukan Kisi-kisi
Yang dimaksud kisi-kisi adalah suatu format/matriks yang memuatkriteria tentang
butir-butir soal yang akan ditulis. Kisi-kisi digunakan sebagai desain atau rancangan
penulisan soal yang harus diikuti oleh penulis soal. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah
agar perangkat tes yang akan disusun tidak menyimpang dari bahan/materi serta aspek tes
yang akan diukur dalam tes tersebut, atau dengan kata lain bertujuan untuk menjamin
validitas isi dan relevansinya dengan kemampuan siswa.
Kisi tes bentuk obyektif maupun uraian yang baik akan memenuhi beberapa
hal/persyaratan sebagai berikut:
a. Dapat mewakili isi kurikulum secara tepat
b. Memiliki sejumlah komponen yang jelas sehingga mudah difahami. Komponen-
komponen yang dimaksud adalah:
1. Standar kompetensi merupakan kompetensi secara umum yang ingin dicapai dari
pembelajaran yang diselenggarakan, yang telah tercantum pada Standar Isi.
2. Kompetensi dasar yang akan dicapai dari pembelajaran tersebut, yang terdapat
pada Standar Isi.
3. Uraian materi, merupakan uraian dari materi pokok, yang mengacu pada
kompetensi dasar.
4. Bahan kelas, di kelas mana tes ini akan diberikan.
11

5. Indikator, yaitu ciri/tanda yang dijadikan patokan untuk menilai tercapainya


Kompetensi Dasar, atau suatu perumusan tingkah laku yang diamati untuk
digunakan sebagai petunjuk tercapainya Kompetensi Dasar. Indikator untuk
penilaian ini dapat mengambil konstruk dari Indikator Hasil Belajar yang telah
dikembangkan pada pada Pengembangan Silabus, dengan demikian dalam
merumuskan indikator ini harus mengacu pada pada kompetensi dasar. Indikator
harus dirumuskan dengan jelas dan memperhatikan:
a) Ciri-ciri perilaku kompetensi dasar yang dipilih,
b) Satu atau lebih kata kerja operasional,
c) Kaitannya dengan uraian materi, materi pokok, atau kompetensi dasar,
d) Dapat tidaknya dibuat soal dalam bentuk obyektif maupun uraian, sesuai
dengan bentuk soal yang akan dibuat.
6. Bobot soal, adalah kedudukan suatu soal dibandingkan dengan soal lainnya
dalam suatu perangkat tes, dengan memperhatikan:
a) jumlah soal,
b) kedalaman dan keluasan materi,
c) kepentingan soal,
d) kerumitan soal.
Penentuan bobot soal dilakukan apabila kita akan merakit soal
menjadi perangkat tes. Pembobotan soal biasa dilakukan jika kita akan
merakit soal bentuk uraian. Jumlah bobot untuk suatu perangkat tes bentuk
uraian ditetapkan, misalnya 100. Tuliskan besarnya bobot dari tiap-tiap soal
berdasarkan kerumitan dan keluasan jawab yang diharapkan.
Jumlah dan proporsi butir soal ditentukan oleh waktu yang disediakan
untuk mengerjakan tes tersebut. Oleh sebab itu perlu ditentukan terlebih
dahulu waktu yang diperlukan mengejakan tes tersebut, sesudah itulah baru
ditentukan jumlah butir soalnya. Namun demikian perlu juga
dipertimbangkan daya konsentrasi subjek didik peserta tes. Disamping
waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tes, perlu juga dipertimbangkan
tingkat kesukaran butir soal. Untul butir soal yang sukar dibutuhkan waktu
12

yang lebih lama dibandingkan dengan mengerjakan butir soal yang


tergolong mudah. Dalam waktu yang sama dapat berbeda jumlah butir soal
yang dapat dikerjakan, oleh karena tingkat kesukaran butir soal yang
berbeda.
Di bawah ini diberikan contoh format kisi-kisi yang sudah barang
tentu dapat saja dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan keperluan.

F. Pedoman Penskoran Tes Kognitif

Pedoman Penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian, agar
subjektifitas korektor dapat diperkecil. Pedoman penskoran ini merupakan petunjuk yang
menjelaskan tentang : batasan atatu kata – kata kunci untuk melakukan penskoran terhadap
soal bentuk uraian, dan kriteria jawaban yang digunakan untuk melakukan penskoran pada
soal bentuk uraian bentuk non-objektif.
Pedoman pemberaian skor untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera setelah
perumusan kalimat-kalimat butir soal tersebut.
a) Contoh Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda
13

Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi terhadap
jawaban tebakan, dan yang kedua adalah dengan koreksi terhadap jawaban tebakan
1. Penskoran tanpa koreksi jawaban tebakan adalah satu untuk tiap butir yanga dijawab
benar, sehingga jumlah skor yang diproleh siswa adalah banyaknya butir yang
dijawab benar.
𝐵
𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100
𝑁
Ket : B adalah banyaknya butir yang dijawab benar
N adalah banyaknya butir soal

Contohnya adalah sebagai berikut:


 Banyak soal tes ada 40 butir.
 Banyaknya jawaban yang benar ada 20.
 Jadi skor yang dicapai seseorang:

20
𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100 = 50
40

2. Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai berikut:

𝑆
𝑆𝑘𝑜𝑟 = [(𝐵 − ) /𝑁] × 100
𝑃−1

Ket: B adalah banyaknya butir soal yang dijawab benar


S adalah banyaknya butir yang dijawab salah
P adalah banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N adalah banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0

Contoh:
Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir,
dan banyaknya 40 butir. Bila banyaknya butir yang dijawab benar ada 20, yang
14

dijawab salah ada 12, dan tidak dijawab ada 8, maka skor yang diperoleh adalah:

12
𝑆𝑘𝑜𝑟 = [(20 − ) /40] × 100 = 40
4−1

b) Contoh pedoman Penskoran Sola uraian Objektif:


Indikator : siswa dapat menghitung isi bangun ruang(balok) dan mengubah satuan
ukurannya.
Butir Soal : Sebuah bak mandibebentuk bola berukuran panjang 50 Cm, lebar 80
Cm, dan tinggi 75 Cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk
menjawabnya, tulislah langkah – langkahnya !)

Pedoman penskoran :
Langkah Kunsi Jawaban Skor
1 Isi balok = panjang x lebar x tinggi 1
2 = 150 Cm x 80 Cm x 75 Cm 1
3 = 900000 Cm3 1
4 Isi bak mandi dalam liter: 1
900000
= 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟
1000
= 900 liter
5 1
Skor maksimum 5

c) Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-objektif:


Indikator : Siswa dapat mendeskripsikan alsan warga negara Indonesia bangga
menjadi bangsa Indonesia.
Butir Soal : Tuliskan alsan – alsan yang membuat Anda berbangga sebagai
bangsa Indonesia !
15

Pedoman penskoran
Jawaban boleh bermacam – macam namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan
sebagai berikut.
Kriteria jawaban Rentang skor
Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam 0-2
Indonesia
Kebanggaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air 0-2
indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll).
Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman 0-2
budaya, suku, adat istiadat tetapi dapat bersatu
Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan 0-2
masyarakat Indonesia
Skor maksimum 8

a. Pembobotan soal uraian


Pembobotan adalahpemberian bobot kepada suatu soal dengan cara
membandingkannya dengan soal lain dalam suatu perangkat tes yang sama. Dengan
demikian, pembobotan soal uraian hanya dapat dilakukan dalam menyusun
perangkat tes. Apabila suatu soal uraian berdiri sendiri maka tidak dapat dihitung
atau ditetapkan bobotnya.
Bobot setiap soal ujian yang ada dalam suatu perangkat tes ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor – faktor yang berkaitan dengan materi dan karakteristik
soal itu sendiri, seperti luas lingkup materi yang hendak dibuat soalnya, esensialitas
dan tingkat kedalaman materi yang ditanyakan, dan tingkat kesukaran soal tersebut.
Selain faktor – faktor tersebut, hal yang perlu pula ditimbangkan dalam
pembobotan soal uraian adalah skala penskoran yang hendak digunakan, misalnya
skala 10, atau skala 100. Apabila digunakan skala 100 maka jumlah bobot semua soal
yang dinyatan dalam perangkat tes itu harus 100; demikian pula bila skala yang
digunakan 10. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan perhitungan skor.
Sebagaimana telah dinyatakan diatas, tiap soal uraian, baik uraian objektif
16

maupun non objektif mempunyai skor mentah maksimum sendiri. Skor mentah
maksimum suatu butir soal uraian tidak ada hubungannya dengan bobot soal tersebut.
Dengan demikian, suatu soal dengan skor mentah maksimum 6, misalnya, dapat
mempunyai bobot yang sama dengan skor mentah maksimum, dapat pula lebih
rendah atau lebih tinggi daripada skor mentah maksimumnya.
Skor jadi yang diperoleh siswa yang menjawab suatu butir soal uraian ditetapkan
dengan jalan membagi skor mentah yang diperoleh dengan skor mentah
maksimumnya kemudian dikalikan dengan bobot soal tersebut. Rumus yang dipakai
untuk penghitungan skor butir soal (SBS) adalah :
𝑎
𝑆𝐵𝑆 = × 𝑐
𝑐

Ket : SBS = skor butir soal


a = skor mentah yang diperoleh siswa untuk butir soal
b = skor mentah maksimum soal
c = bobot soal

Setelah diperoleh skor setiap soal (SBSS) maka dapat dihitung total skor butir
soal bebagi skor total siswa (STS) untuk serangkaian soal dalam tes yang
bersangkutan, dengan menggunakan rumus :
SBS SBS

Contoh 1, bila STS = Total Bobot Soal dan skala 100

Skor mentah Skor mentah Skor Butir


Bobot soal
perolehan maksimum Soal
No. Soal
(a) (b) (c) (SBS)
01 60 60 20 20,00
02 40 40 30 30,00
03 20 20 30 30,00
04 20 20 20 20,00
Jumlah 140 140 100 100,00(STS)
17

Contoh 2, bila STS Total Bobot Soal dan skala 100

Skor mentah Skor mentah Skor Butir


Bobot soal
No.Soal perolehan maksimum Soal
(a) (b) (c) (SBS)
01 30 60 20 10,00
02 40 40 30 30,00
03 20 20 30 30,00
04 10 20 20 10,00
Jumlah 100 140 100 80,00(STS)

Dalam penghitungan skor untuk satu butir soal (SBS) dan dalam penghitungan
skor total siswa (STS) untuk suatu perangkat tes, tidak terdapat perbedaan antara soal
uraian objektif dan soal uraian non-objektif.

b. Pembobotan soal Bentuk Campuran


Dalam beberapa situasi bisa digunakan soal bentuk campuran, yaitu pelihan
dan uaraian. Pembobotan soal bagian soal bentuk pilihan ganda dan bentuk uraian
ditentukan oleh cakpupan materi dan kompleksitas jawaban atau tingkat berfikir
yang terlibat dalam mengerjakan soal. Pada umumnya cakupan materi soal bentuk
pilihan ganda lebih banyak, sedang tingkat berfikir yang terlibat dalam mengerjakan
soal bentuk uraian biasanya lebih banyak dan lebih tinggi.
Suatu ulangan terdiri dari N1 soal pilihan ganda dan N2 soal uraian. Bobot untuk
soal pilihan ganda adalah w1 dan bobot untuk soal uraian adalah w2. Jika seseorang
siswa menjawab benar n1 pilihan ganda, dan n2 soal uraian, maka siswa itu mendapat
skor :
𝑛1 𝑛2
𝑤1 × [ × 100] + 𝑤2 × [ × 100]
𝑁1 𝑁2

Misalkan suatu bilnganh terdiri dari 20 bentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan,
dan 4 buah bentuk soal uraian. Soal pilihan ganda bisa dijawab benar 15 dan dijawab
salah 4, sedang bentuk uraian bisa dijawab benar 20 dari skor maksimum 40. Apabila
bobot pilihan ganda adalah 0,40 dan bentuk uraian 0,60. Maka skor yang diperoleh
18

dapa dihitung sebagai berikut:

 Skor pilihan ganda tanpa koreksi jawaban dugaan: (16/20) x 100 = 80

 Skor bentik uraian adalah: (20/40) x 100 = 50

 Skor akhir adalah: 0,4 x (80) + 0,6 x (50) = 62

G. Penyusunan Instrumen Afektif dan Tehnik Penskorannya

a. Penyusunan Instrumen afektif


Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Paling tidak ada dua
komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu
pelajaran. Sikap siswa terhadap pelajaran bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu
diharapkan sikap siswa tehadap mata pelajaran tertentu positif sehingga akan timbul
minat untuk belajar dan mempelajarinya. Siswa yang memilih minat pada pelajran
tertentu bisa diharapkan prestsi belajarnya akan meningkat, bagi yang tidak berminat sulit
untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memilki tugas untuk
membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajran yang
diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran.
Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikapo dan minat adalah sebagai
berikut:
1) Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
2) Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran dikelas, banyak bertanya, tepat waktu
mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini selanjutnya
ditanyakan pada siswa.
3) Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: Sangat senang,
senang, sama saja, kurang senang, dan tidak senang.
4) Telaah insrumen oleh sejawat.
5) Perbaiki instrumen.
6) Siapkan inventori laporan diri.
19

7) Skor inventori.
8) Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.

b. Tehnik Penskoran Pengukuran Afektif


Misal dari insrumen untuk mengukur minat siswa yang telah berhasil dibuat ada 10
butir. Jika rentangan yang dipakai adlah 1 sampai 5, maka skor terendah seorang siswa
adalah 10, yakni dari 10 x 1 dan skor tertinggi sebesar 50, yakni dari 10 x 5. Dengan
demikian, medianya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi 4 kategori, maka skala
10 – 20 termasuk tidak berminat, 21 sampai 303 kurang berminat, 31 – 40 berminat,
dan skala 41 – 50 sangat berminat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Konstruksi instrument evaluasi pendidikan merupakan studi cara penyusunan alat ukur
psikologis (tes) secara ilmiah (sistematis, obyektif, dan standard) guna untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan proses pembelajaran yang telah dilakukan.
2. Tujuan Konstruksi Instumen Evaluasi:
 Menentukan status siswa, tentang pencapaian dan kemajuan hasil belajar siswa,
sehingga dapat digunakan sebagai parameter mengembangkan kemampuan siswa ke
tingkat yang lebih tinggi.
 Menggolongkan siswa kedalam kelompok yang sama berdasarkan ciri-ciri tertentu.
 Memilih siswa atau mahasiswa yang memiliki keunggulan atau melakukan seleksi
terhadap siswa karena kuota yang terbatas.
 Meneliti kekuatan dan kelemahan individu sehingga program yang tepat dapat
dikembangkan.
 Memotivasi siswa bekerja lebih giat di dalam dan di luar kelas.
 Mempertahankan individu, kelompok dengan program yang terstandar.
 Menilai efektivitas guru dalam mengajar, sesuai isi kurikulum dengan menggunakan
metode mengajar tertentu.
 Memberikan pengalaman pendidikan bagi guru dan siswa melalui pengambilan dan
penyusunan instrumen tes.
 Mengumpulkan data yang dibutuhkan sebagai pelaksana penilaian di sekolah seperti
pengembangan norma-norma.
 Membandingkan program lokal dengan standar tertentu yang telah diterima dalam
sekala luas.
3. Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah
antara lain: Validitas, Reliabilitas, Objectivitas, Praktikabilitas, Ekonomis, Taraf
Kesukaran, dan Daya Pembeda

20
21

4. Agar proses evaluasi hasil belajar dapat diadminitrasikan dilaksanakan oleh seseorang
penilai makan ada beberapa tahapan/langkah kegiatan yang perlu dilakukan oleh seseorang
penilai yaitu persiapan dan penyusunan instrument evaluasi
5. Untuk menyusun evaluasi tes, langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah
menetapkan tujuan tes, analisis kurikulum, analisis buku pelajaran, dan menentukan kisi-
kisi

B. Saran
Diharapkan para pendidik atau para calon pendidik dapat memahami betapa
pentingnya konstruksi instrument evaluasi pendidikan karena dapat mengetahui
kelemahan dan kelebihan proses pembelajaran yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin,Zaenal, , 2009, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya)

Daryanto, 2008, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,), cet V

Djamarah,Syaiful Bahri, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT.
Rineka Cipta

Sudijono,Anas, 2009, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada)

Widoyoko,S. Eko Putra, 2009, Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Didik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar:)

Winarno, M. E. 2014. Evaluasi Hasil Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan.


Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai