PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan dan pola kehidupan suatu negara banyak ditentukan oleh sistem kurikulum
yang digunakannya, mulai dari kurikulum Taman kanak-kanak sampai dengan
kurikulum perguruan tinggi. Jika terjadi perubahan sistem ketatanegaraan, maka
dapat berakibat pada perubahan sistem pemerintahan dan sistem pendidikan,
bahkan terhadap sistem kurikulum yang berlaku.
Istilah pengembangan menunjuk pada suatu kegiatan menghasilkan suatu alat atau
cara baru, dimana selama kegiatan tersebut penilaian dan penyempurnaan terhadap
alat atau cara tersebut terus dilakukan.
B. RUMUSAN MASALAH
1
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
C. TUJUAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian Pengembangan Kurikulum
Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang
terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. 2
Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.3 Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa al-
Manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Berdasarkan study yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa
pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut
pandangan lama dan pandangan baru.
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004), hal. 128
3
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,hal,
1
4
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 46
5
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 3
3
Pengertian kurikulum secara tradisional di atas mempunyai implikasi sebagai
berikut :
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada
hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang di masa lampau. Berbagai
pengalaman tersebut dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan
logis, sehingga muncul mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat,
dan sebagainya.
2. Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga
penyampaian mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi
manusia yang mempunyai kecerdasan berfikir.
3. Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. Adapun
pengajaran berarti penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
4. Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah
diposisikan sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah
mencapai tujuan belajar.
5. Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran
yang sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak
dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum.
6. Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan
(imposisi). Akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak
bersikap aktif, sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka.6
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang
dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai
pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
6
Ibid, hal. 4.
4
Implikasi perumusan di atas adalah sebagai berikut :
Dari dua sudut pandangan kurikulum di atas bahwa pengertian yang lama tentang
kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti
sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus
ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Demikian pula definisi yang tercantum
dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989.
7
Ibid, hal. 5.
5
serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun
evaluasinya.8
1. Visi yang direncanakan. Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes,
yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai
oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang.
2. Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan
kebutuhan untuk studi lanjut.
8
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,
Op-Cit, hal. 2
9
Dedy Pradibto,. Belajar Sejati Versus Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007, hal. 210
10
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, Op-Cit, hal. 155.
6
3. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan
zaman.
4. Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5. Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang untuk memiliki etos
belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan
teknologi.11
Secara lebih jauh, tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-
tujuan spesifik (objectives), kegiatan belajar, implementasi kurikulum, dan evaluasi
untuk mendapatkan balikan (feedback).
Mengingat pentingnya tujuan, tidak heran jika perumusan tujuan menjadi langkah
pertama dalam pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut pendidikan atau
sekolah biasanya menjadi dasar pengembangan tujuan. Oleh karena itu, tujuan
hendaknya merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa datang, prioritas,
11
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,
hal. 12-13.
12
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005), hal. 98.
7
sumber-sumber yang sudah tersedia, serta kesadaran terhadap unsur-unsur pokok
dalam pengembangan kurikulum.13
Oleh karena itu sesuai dengan kepentingan setiap Negara, berdasarkan bangsa
itu, maka ke situ pulalah pendidikan itu diarahkan. Selanjutnya untuk mencapai
pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum falsafahtertentu sebagai pedoman dalam
proses pembelajaran.14
Peranan pendidik dalam penumbuhan nilai-nilai Illahiah akan lebih meningkat bila
disertai dengan berbagai perubahan, penghayatan, dan penerapan strategi dengan
perkembangan jiwa peserta didik yang disesuaikan dengan jiwa peserta didik.
13
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, hal. 187.
14
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010), hal. 73.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari dalam
sistem pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial
dalam merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun nonformal, sehingga
gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut. Dengan
kata lain sistem kurikulum pada hakikatnya adalah sistem pendidikan itu sendiri.
Tentu bahwa tujuan kurikulum pendidikan agama Islam adalah membentuk manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT disertai dengan akhlaqul Karimah
yang agung, sehingga akan terlahir generasi yang paripurna.
9
Dalam makalah ini pastinya terdapat kekurangan yang menyertai kelebihan, maka
dari itu bila dalam kepenulisan, terdapat banyak kekurangan mohon untuk memberi
masukan ataupun saran yang membangun sehingga dapat menjadi periksa. Selain itu
juga dapat bermanfaat umumnya kepada pembaca sebagaimana sebagai ilmu
pengetahuan dalam bidang ilmu pengembangan kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Dedy Pradibto,. Belajar Sejati Versus Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010),
10