Anda di halaman 1dari 18

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

TINJAUAN FILOSOFIS TENTANG KURIKULUM

KELOMPOK 8

Disusun Oleh:

1. Nadia Oktarina 2110202011

2. Vivin Maharani 2110202014

3. Miranda Septia 2110202022

Dosen Pengampu:

Dr. Syarnubi,M.Pd.I

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRPGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2022

i
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan dan sendiri dan kekuatan


individu. Sedangkam kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk
membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang dinginkan melalui akumulan
sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental. Setiap pendidik harus memahami
perkembangan kurikulum karena merupakan suatu formalas pedagogis yang paling penting
dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan terganlar bagaimana usaha yang dilakukan
untuk membang sewa dalam mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual, emosional,
sosial, keagamaan, dan lain sebagainya

Dengan memahami kurikulum, para pendidik dapat memilih dan menemukan tujuan
pembelajaran metode, tekuk, media pembelajaran dan alat evaluas pembelajaran yang sau Untuk
itu, dalam melakukan kajian terhadap keberhaulan sistem pendidikan yang ditentikan oleh semua
pihak, sarana dan organisait yang baik, untensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan kurikulum
yang tepat guna Oleh karena itu, sudah sewajarnya para pendidik dan tenaga kependidikan baling
pendidikan ulam memahami kurikulum serta berusaha mengembangkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian kurikulum dan Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam?

2. Apa saja Ciri – ciri Kurikulum Pendidikan Islam dan Dasar Kurikulum Pendidikan Islam?

3. Apa saja Prinsip – prinsip Kurikulum Pendidikan Islam dan Apa itu Kurikulum dan
Tujuan Pendidikan?

4. Apa itu Kerangka Dasar Penusunan Kurikulum Pendidikan Islam?

5. Apa itu Arah pengembangan kurikulum?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kurikulum pendidikan dan karakteristik kurikulum pendidikan islam

2. Untuk mengetahui ciri – ciri kurikulum dan dasar kurikulum pendidikan islam

3. Untuk mengetahui prinsip kurikulum dan tujuan pendidikan

4. Untuk mengetahui kerangka dasar kurikulum pendidikan islam

5. Untuk mengetahui arah pengembangan kurikulum

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum

Perkataan kurikulum telah dikenal dalam dunia pendidikan dan me rupakan istilah yang
tidak asing lagi. Secara etimologis, kurikulum ber asal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang
artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia
oleh raga pada zaman Romawi Kuno yang mengandung pengertian suatu ja rak yang harus
ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.1

Dalam bahasa Arab, kata kurikulum bisa diungkapkan dengan man haj yang berarti jalan
yang terang yang dilalui oleh manusia pada berba gai bidang kehidupan. 2 Adapun arti
"manhaj"/kurikulum dalam pendi dikan Islam sebagaimana yang terdapat dalam kamus al-
Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.3

Definisi-definisi tentang kurikulum telah banyak dirumuskan oleh para ahli pendidikan.
Di antaranya definisi yang dikemukakan oleh M Arifin yang memandang kurikulum sebagai
"seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan pada proses kependidikan dalam suatu sistem insti
tusional pendidikan". 4 Nampaknya, pengertian ini masih terlalu sederha na dan lebih
menitikberatkan pada materi pelajaran semata. Sementara, Zakiah Daradjat memandang
kurikulum sebagai "suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan
dilaksanakan untuk menca pai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu". 5 Pengertian
kurikulum yang dirumuskan Zakiah Daradjat tersebut nampaknya lebih luas dis banding
rumusan M. Arifin. Di sini, kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran,
namun juga mencakup seluruh program pembelajaran dalam kegiatan pendidikan. Nampaknya
definisi kedua mempunyai kesamaan pandangan dengan definisi yang dikemukakan oleh
Addamardasyi Sarhan dan Munir Kamil yang disitir oleh al-Syaiba ny," bahwa kurikulum adalah
"sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga dan kesenian yang disediakan
oleh sekolah bagi peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud meno long untuk
berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan dapat mengantarkan adanya perubahan
tingkah laku pada peserta didik sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan".

1
Rahmayulis, Ilmu pendidikan islam, ( Jakarta: kalam Mulia, 1994), h.61
2
Ibid
3
Muhammad Ali al – Khuli, Dictionary of Education, English – Arabic, ( Beirut: dar El – Ilm Lil – Malayin,t.th),
h.105
4
M. Arifin, Filsafat pendidikan islam, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1991) , h. 85
5
Zakiah Daradjat, ddk Ilmu pendidikan islam, ( Jakarta: Bumi Akasar, 1991), h. 122

3
Dari definisi di atas, terlihat bahwa konsep dasar kurikulum tidak ha nya sebatas makna kata,
akan tetapi juga harus menekankan pada aspek fungsinya yang ideal. Di antaranya:

1. Kurikulum sebagai program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran yang mampu
dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.

2. Kurikulum sebagai content, yaitu memuat sejumlah data atau infor masi yang tertera
dalam buku-buku teks atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya proses
pembelajaran.

3. Kurikulum sebagai kegiatan berencana, yaitu memuat kegiatan yang direncanakan


tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal tersebut dapat
diajarkan secara efektif dan efisien.

4. Kurikulum sebagai hasil belajar, yaitu memuat seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suatu hasil tertentu, tanpa menspesi fikasikan cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil-hasil yang dimaksud. Dalam makna lain, kurikulum memuat
seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.

5. Kurikulum sebagai reproduksi kultural, yaitu proses transformasi dan refleksi butir-butir
kebudayaan masyarakat agar dimiliki dan di pahami peserta didik sebagai bagian dari
masyarakat tersebut.

6. Kurikulum sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan peng alaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.

7. Kurikulum sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk
mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.6

Dari beberapa definisi di atas, baik dilihat dari fungsi maupun tu juan, terlihat bahwa
kurikulum dirumuskan sebagai sejumlah kegiatan yang mencakup berbagai rencana strategi
belajar mengajar, pengaturan pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang
mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. 7 Dalam sistem
pendidikan, eksistensi kurikulum merupakan salah satu kompo nen. Namun demikian, dalam
kurikulum itu sendiri juga mempunyai be berapa komponen. Dalam hal ini, Hasan Langgulung
memandang bahwa paling tidak ada empat komponen utama dalam kurikulum, yaitu:

6
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, ( Bandung : Trigenda Karya,1993), h.185
7
Hasil Langgulung, Asas – Asas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka al – Husna,1988), h. 303

4
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh suatu jenjang pendidikan. Dengan lebih tegas lagi
orang yang bagaimana yang ingin dibentuk dengan kurikulum tersebut.

2. Pengetahuan (knowledge), informasi, data-data, aktivitas dan peng alaman dari mana dan
bagaimana yang dimuat oleh suatu kuriku lum. Dengan acuan ini akan dapat dirumuskan
mata pelajaran mana yang dibutuhkan, mata pelajaran mana yang bisa digabungkan, dan
mata pelajaran mana yang tidak diperlukan.

3. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh peserta didik un tuk mengajar dan
memotivasi peserta didik untuk membawa mereka ke arah yang dikehendaki kurikulum.

4. Metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan
hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.8

2.2 Karakteristik Kurikulum Pendidikan Islam

Pada umumnya kurikulum yang sering dibahas dalam kajian pendidikan adalah
kurikulum yang bersifat tertulis atau kurikulum yang ditekankan pada aspek “kurikulum yang
jelas dan menonjol saja”. Namun bagaimana dengan kurikulum yang tidak tertulis dan tidak
tampak menonjol?! Hal ini tidak kalah pentingnya dengan kurikulum yang tertulis, menurut
banyak ahli justru kurikulum yang tidak tertulis sering diabaikan orang.Kurikulum yang tertulis
dinamakan dengan “stated curriculum” atau “manifested curriculum”. Pada kurikulum tertulis
ini, banyak mendapat perhatian karena jelas dan mudah dikembangkan serta sejalan dengan
perubahan atau perkembangan arti kurikulum itu sendiri.9
Adapula kurikulum yang tidak tertulis yang disebut dengan “hidden curriculum” atau
“unstudied curriculum”. Sebuah kurikulum memuat sejumlah aktifitas anak didik ketika di
dalam ataupun luar sekolah dengan kendali sekolah. Meskipun demikian anak didik banyak
mendapatkan pelajaran yang banyak tidak direncanakan yang disebut dengan hidden curriculum.
Kurikulum ini merupakan upaya murni anak didik atas potensi dan kreatifitasnya yang bisa
berkonotasi negative atapun positif dan pembuatannya memang tidak dibicarakan dengan
guru. 10 Dalam arti positif kurikulum ini akan memberikan manfaat pada mereka, guru dan
sekolah seperti anak didik memiliki cara sendiri dalam meraih juara kelas. Namun sebaliknya
dalam arti negatife, kurikulum ini tidak memberikan manfaat bagi mereka seperti anak ingin
menjadi juara kelas dengan cara mencontek.

8
Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit. h. 85
9
Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1981), 99.
10
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), 51.

5
Pembuatan kurikulum tersembunyi membutuhkan biaya yang lebih besar karena
membutuhkan pemikiran-pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas. Daripada
membuat kurikulum yang tertulis. Yang termasuk hidden curriculum misalnya, dengan
tersedianya ruangan perpustakaan yang nyaman dan buku-buku yang lengkap akan dengan
sendirinya meningkatkan gairah dan semangat membaca murid-murid.Kurikulum juga sering
dibedakan antara kurikulum rencana (curriculum plan) dan kurikulum fungsional (functioning
curriculum). Dikutip dalam bukunya Nana Syaodih dari pendapat Beuchamp bahwa kurikulum
adalah dokumen tertulis yang berisi bahan-bahan yang terencana untuk pendidikan siswa selama
mereka di sekolah. Namun kurikulum tidak sekedar rencana yang tertulis tapi juga dinilai dalam
proses pelaksanaan fungsinya di dalam kelas.

Di Negara-negara maju pembahasan tentang hidden curriculum menjadi isu yang penting
dan sekaligus mengalami banyak kritikan. Namun penjelasan dan pengertian yang mendalam
tentang hidden curriculum belum ditemukan penulis. Meskipun demikian penulis berusaha untuk
mengambil pengertian dari beberapa masalah dalam Negara-negara yang maju dan berkembang.
Seorang sarjana dari Canada melaporkan -Cynthia Chambers- banyak teori kurikulum orang
Kanada difokuskan pada hidden curriculum, dan secara khusus berfungsi dalam mereproduksi
ketidakadilan sosial. Salah satunya adalah domain pendidikan pribumi.

Dalam sebuah tulisan Feneey dan Terigi –dua orang mahasiswa yang berasal dari
Universitas Argentina- menuliskan, salah satu teori kurikulum yang penting di Brazil, yang
dikutip dari da Silva bahwa konsep dasar kurikulum itu

2.3 Ciri – ciri Kurikulum Pendidikan Islam

1. Tujuan agama dan akhlaq menjadi tujuan penting dalam pembuatan kurikulumpendidikan
Islam, kandungan-kandungannya, metode, alat dan tekniknya. Al-Qur‟an, Sunnah dan
peninggalan orang-orang dahulu yang saleh menjadi dasar dari pengajaran dan
pengamalan dari agama dan akhlaq. Hal ini terbukti dalam firman Allah SWT:

Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,..” 11

Firman Allah di atas memberikan arti bahwa, yang menjadi permulaan dalam menuntut
ilmu harus menyebut nama Pencipta (Allah) tidak boleh dengan nama hawa nafsu,
kedengkian, perbedaan warna kulit atau ras dan lain sebagainya.

2. Kandungan dan perhatiannya yang luas (universal).Perhatian yang dimaksudkan adalah


perhatian dalam hal pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar

11
Al-Qur-an, 96 (al-„Alaq):

6
dari sisi intelektual, psikologis, sosial dan spiritual. Selain itu juga sebagai pembinaan
aqidah dan akhlaq bagi anak didik. Keluasan dari kurikulum juga mencakup kandungan
ilmu pengetahuan, tugas-tugas dan kegiatankegiatan yang bermacam-macam. Dalam
dunia Islam, lusanya kurikulum itu menyebabkan banyaknya para ulama ensiklopedia
yang terkenal.

3. Adanya keseimbangan yang relative antara kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu


dan seni, kegiatan pengajaran serta pengalamanpengalaman.

4. Tidak mengabaikan aspek perkembangan bakat dan minat anak didik. Para pendidik
Islam dahulu memandang bahwa pentingnya kandungan dalam kurikulum mencakup
ilmu-ilmu praktis dan latihan-latihan kejuruan. Seorang pendidik perlu mengetahui bakat
dan minat masing-masing anak didik karena kebutuhan yang diperoleh pada masing-
masing individu antara satu sama lain berbeda sehingga mereka tidak akan mempelajarai
sesuatu kecuali bila mereka merasa bersedia, berminat, berkeinginan dan
membutuhkannya serta merasa bermanfaat sebagai bekal di masa depannya di dunia dan
akhirat.

5. Memperhatikan faktor lingkungan dan masyarakat sesuai dengan kondisi anak didik
hidup dan interaksinya. Kurikulum diterapkan dalam sebuah lembaga pendidikan dengan
melihat kedua faktor tersebut guna untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
berkembang dalam masyarakat dan memelihara peninggalan fikiran dan kebudayaan.12

6. Kurikulum pendidikan Islam bersifat dinamis. Hal ini dimaksudkan agar menghargai
segala perkembangan dan perubahan. Perkembangan dan perubahan yang ada dalam
kurikulum ini melihat kemajuan zaman dan masyarakat yang semakin kompleks karena
bila kurikulum tidak melihat aspek ini maka akan tertinggal dan terbelakang dan akan
mengalami kemunduran dan kelemahan masyarakat. Ciri kurikulum ini sesuai dengan
prinsip yang berjalan dalam Masyarakat Islam yang mengatakan “Janganlah kamu
memaksa anak-anakmu mengikuti akhlaqmu, sebab mereka diciptakan di zaman yang
berlaianan dengan zamanmu.”

7. Adanya keserasian antara ilmu pengetahuan dengan amalan, teori dan praktek.

2.4 Dasar Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat berpe ran dalam
mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Un tuk itu, kurikulum merupakan
kekuatan utama yang memengaruhi dan membentuk proses pembelajaran. Kesalahan dalam

12
Omar Mohammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam Terj.Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
514.

7
penyusunan kuriku lum akan menyebabkan kegagalan suatu pendidikan dan penzoliman ter
hadap peserta didik.

Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum atas tiga macam, yaitu:

1. Dasar psikologis; digunakan untuk memenuhi dan mengetahui ke mampuan yang


diperoleh dan kebutuhan peserta didik (the ability and needs if children).

2. Dasar sosiologis; digunakan untuk mengetahui tuntutan masyarakat (the legitimate


demands of society) terhadap pendidikan.

3. Dasar filosofis; digunakan untuk mengetahui nilai yang akan dicapai (the kind of
universe in which we live).13

Bila dianalisis lebih jauh, dasar kurikulum yang ditawarkan di atas belum lengkap untuk
dijadikan dasar kurikulum pendidikan Islam. Se bab, dalam pendidikan Islam ada usaha-usaha
untuk mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama (Ilahiah) sebagai titik sentral tujuan dan
proses pendidikan Islam. Oleh karena itu, al-Syaibany memberikan ke rangka dasar yang jelas
tentang kurikulum Islam, yaitu:

1. Dasar agama. Dasar ini hendaknya menjadi roh dan target tertinggi dalam
kurikulum. Dasar agama dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus
didasarkan pada Al - Q , as-Sunnah dan sumber-sum ber yang bersifat furu'
lainnya.

2. Dasar falsafah. Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendi dikan Islam
secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi ku rikulum mengandung suatu
kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai
suatu kebenaran, baik ditin jau dari segi ontologi, epistimologi maupun eksiologi.

3. Dasar psikologis. Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum


yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan
tahap kematangan dan bakatnya, memperha tikan kecakapan pemikiran dan
perbedaan perorangan antara satu peserta didik dengan lainnya.

4. Dasar sosial. Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pen didikan Islam
yang tecermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan
kebudayaannya, baik dari segi penge tahuan, nilai-nilai ideal, cara berpikir dan
adat kebiasaan, seni, dan sebagainya. Sebab, tidak ada suatu masyarakat yang
tidak berbuda ya dan tidak ada suatu kebudayaan yang tidak berada pada masya

13
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Ja larta: Bina Aksara,
1988), h. 49 dan 56).

8
rakat. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum harus
mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.14

Dasar-dasar utama di atas seyogianya menjadi landasan dasar utama pendidikan Islam.
Dengan berlandaskan kepada dasar-dasar tersebut, di harapkan kurikulum pendidikan Islam akan
dapat mengantarkan pendi dikan Islam pada tujuan yang diharapkan. Harapan ini tidak
berlebihan kiranya, karena keempat dasar tersebut berpadu dan saling melengkapi satu sama
lainnya, sehingga dasar ini merupakan syarat utama bagi pe nyusunan kurikulum pendidikan
Islam.

2.5 Prinsip – prinsip Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam, selain harus berlandaskan pada da sar-dasar yang telah
dikemukakan di atas, juga harus menganut prinsip prinsip yang akan mewarnai sebuah
kurikulum. Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diharapkan, maka sudah barang tentu
kurikulum yang diformulasikannya pun harus mengacu pada dasar pemikiran yang Islami,
pandangan hidup tentang manusia (pandangan antropologis), dan diarahkan pada tujuan
pendidikan yang dilandasi oleh kaidah-kaidah is lami. Di samping itu, penyusunan kurikulum
harus mampu meramalkan dinamika masyarakat ke depan. Dengan prinsip ini, kurikulum
pendidik an akan dapat menjadikan institusi pendidikan sebagai "lokomotif dan memproduksi"
budaya. Bila muatan kurikulum hanya mengacu pada bu daya dan persoalan kemanudiaan yang
lalu dan sedang terjadi, maka institusi pendidikan hanya akan menjadi "pengekor dan konsumen”
budaya.

Menurut al-Syaibany, prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kuri kulum pendidikan Islam,
meliputi:

1. Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Untuk itu kurikulum yang
dirumuskan, baik yang berkaitan falsafah, tuju an, kandungan, metode mengajar, maupun
cara-cara perlakuan dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendi
dikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.

2. Prinsip menyeluruh (universal), yaitu muatan kurikulum hendaknya berlaku secara


menyeluruh, tanpa terbatasi oleh sekat wilayah.

3. Prinsip keseimbangan, yaitu muatan kurikulum hendaknya memu at ilmu dan aktivitas
belajar secara berkesinambungan pada jenjang pendidikan yang ditawarkan. Upaya ini
dilakukan untuk menganti sipasi agar tidak terjadi pengulangan yang akan membuat
peserta didik jenuh dan kesimpangsiuran makna kebenaran yang membuat peserta didik
bingung.

14
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Op. cit., h. 124

9
4. Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan peserta didik, pendidik, dan masyarakat.

5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual antarpeserta didik, baik perbedaan


dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.

6. Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak
mengabaikan nilai-nilai absolute (Ilahiah).

7. Prinsip pertautan (integritas) antarmata pelajaran, pengalaman pengalaman, dan aktivitas


yang terkandung dalam kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan
masyarakat.

Untuk lebih melengkapi prinsip-prinsip di atas, ada baiknya dilihat prinsip-prinsip kurikulum
yang ditawarkan oleh Zakiah Daradjat, yaitu:

1. Prinsip relevansi dalam arti kesesuaian pendidikan dalam lingkung an hidup peserta didik,
relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan
pekerjaan.

2. Prinsip efektivitas, baik efektivitas mengajar peserta didik, ataupun efektivitas belajar
peserta didik.

3. Prinsip efisiensi, baik dalam segi waktu, tenaga, dan biaya. 4. Prinsip fleksibilitas.
Artinya, ada semacam ruang gerak yang mem berikan sedikit kebebasan dalam bertindak,
baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemilihan program pendidikan maupun dalam
me ngembangkan program pengajaran.

2.6 Kurikulum dan Tujuan Pendidikan

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam pencapaian tu juan akhir pendiclikan


tidaklah dapat dilakukan sekaligus. Pencapaian tujuan dapat dilakukan secara bertahap dan setiap
tahap harus menuju sasaran yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam pendidikan
umum adalah berakhir pada tujuan nasional sebagai tujuan umum yang secara terbatas
ditentukan pula oleh falsafah suatu negara15

Amerika yang menganut falsafah demokrasi berimbas pada formula si tujuan pendidikan
yang dikembangkannya, yaitu untuk menciptakan warga negara yang pragmatis. Di Rusia,
melalui falsafahnya, mengarah kan tujuan pendidikan sebagai upaya menciptakan warga nerara
komu nis. Demikian pula Negara lainnya.16 Dari tujuan yang akan dicapai me rupakan paket
15
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985), h. 7.
16
Hasan Langgulung, Manusia..., Op. cit., h. 397.

1
yang akan disajikan pada peserta didik hanya terbatas pada disiplin ilmu yang berhubungan
dengan kehidupan di dunia saja. Selanjutnya, ada pula tujuan pendidikan diformulasi dengan
berlandas kan keyakinan atas suatu kepercayaan dan agama. Misalnya, Calvinis me dan
Shintoisme, Calvinisme dengan inti ajaran Protestan yang me lahirkan tujuan pendidikan yang
menekankan kerja keras dan berhemat cermat.17 Ajaran ini lahir dari pandangan Max Weber.
Adapun Shintois me yang mempercayai Kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari
(Amiterasu Omi Kami) telah melahirkan keyakinan di kalangan rakyatnya sebelum Perang
Dunia II bahwa rakyat harus mengabdi kepada Kaisar seperti mengabdi kepada Amiterasu Omi
Kami. Dalam kehidupan sehari hari, pandangan ini berimplikasi pada kepatuhan kepada
pemimpin dan rasa tanggung jawab yang besar sebagai inti ajaran Bosido yang menjadi falsafah
hidup mereka. Terbetuknya warga negara yang pragmatis warga negara Comunist Marxist,
warga negara yang mampu bekerja keras, he mat, cermat, dan warga negara yang berjiwa Basido,
tentu tidak dengan serta-merta (otomatis), melainkan melalui pendidikan dan latihan yang
memakan waktu lama. Dengan kata lain, mereka harus melalui lemba ga pendidikan yang di
dalamnya termuat paket pengajaran (kurikulum) yang serasi dengan tujuan yang akan dicapai.

Dari tiga macam falsafah hidup di atas, menimbulkan tiga macam kurikulum yang
dihasilkan pada satu negara (bangsa) dan tidak berlaku pada bangsa lain secara keseluruhan,
kecuali jika bangsa tersebut me miliki falsafah hidup yang sama. Bila suatu bangsa memiliki
perbedaan filosofis negara, akan tetapi memiliki konsep kurikulum pendidikan yang sama, akan
berakibat hilangnya kepribadian bangsa tersebut. Sebab, dengan hanya menjiplak kepribadian
bangsa lain akan menghilangkan kepribadian bangsa sendiri. Fenomena ini diistilahkan oleh
Ismail Raji al Faraqi sebagai karikatur suatu negara (bangsa). Namun demikian, fenomena kasus
seperti dimunculkan di atas hanya menimpa sebagian kecil negara di dunia dan hanya terjadi
bagi bangsa yang tidak memiliki fal safah negara yang kuat. Meskipun beberapa bangsa jajahan
yang ketika masih dalam cengkeraman penjajah "terpaksa" mengikuti pola kuriku lum
pendidikan tuannya secara menyeluruh, namun ketika merdeka, ma sing-masing negara mulai
menata kembali bentuk pendidikannya sesuai dengan falsafah bangsa itu sendiri. Sebagai contoh,
pada masa Malaysia dijajah Inggris, kurikulum pendidikannya disusun sesuai dengan kuri kulum
sesuai dengan kepentingan Inggris. Demikian pula pada waktu Malaysia merdeka, kurikulum
pendidikan Inggris diubah sesuai dengan falsafah Malaysia.

Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan di atas memberikan pema haman, bahwa


pemakaian suatu kurikulum pendidikan bersifat terbatas oleh tempat, waktu, falsafah yang dianut,
dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, kurikulum hanya memberikan seperangkat paket untuk
kehi dupan manusia di dunia. Kurikulum seperti ini jelas tidak sesuai dengan hakikat manusia
sebagai makhluk yang bertuhan, di mana peserta didik harus mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya di hadapan Allah.

17
Ibid., h. 48

1
2.7 Kerangka Dasar Penusunan Kurikulum Pendidikan Islam

Falsafah Pendidikan Islam berdasarkan Al-Qur'an sebagai sumber utamanya dan otomotis
menjadikan Al-Qur'an sebagai sumber utama dalam penyusunan kurikulumnya. Muhammad
Fadhil al-Jamili menge mukakan bahwa, Al-Qur'an al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi
sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah se harusnya kurikulum
pendidikan Islam disusun sesuai dengan Al-Qur'an al-Karim dan al-Hadis untuk melengkapinya.
Di dalam Al-Qur'an dan Ha dis ditemukan kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai pedoman
operasional dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka tersebut, yaitu: (1) tauhid
dan (2) perintah membaca.

Banyak sinyal Al-Qur'an tentang bentuk kurikulum pendidikan Is lam. Di antaranya


muatan materi yang mampu menyesuaikan perkem bangan zaman, muatan filosofis materi
mampu memprediksi apa yang akan terjadi, muatan materi sistematis, mudah dicerna dan
dilaksanakan, muatannya menyentuh seluruh aspek kemanusiaan (jasmani, akal, dan al-qalb),
dan lain sebagainya.

Sesuai dengan tuntutan Al-Qur'an, inti kurikulum (intra curriculer) pendidikan Islam
adalah "tauhid" dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok. Pemantapan kalimat tauhid
hendaknya sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan azan dan ikamah
terhadap anak yang dilahirkan. Hal ini dapat dilihat Hadis dari Husain bin Ali, bahwa Rasulullah
saw. bersabda: "Barangsiapa yang lahir anaknya, maka azankan ia pada telinga kanan anak, dan
ikamatkan ia di telinga kiri anak dan anak tidak dimudaratkan oleh jin". (Hadis diriwayatkan
dalam kitab Ibn al-Syumi).

Tauhid berarti pengesaan Allah dengan tidak menyarikatkan-Nya dengan sesuatu yang
lain. Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan tentang sifat tauhid tecermin dalam firman Allah QS.
al-Ikhlash [112]: 1- 4. Dalam konteks ini, tauhid berarti manusia harus menyakini Allah sebagai
satu satunya pencipta, penguasa, dan pemberi baginya di awal dan di akhir usahanya. Tauhid
dalam Islam adalah suatu istilah untuk menyatakan ke mahaesaan Allah atas semua makhluk-
Nya. Allah merupakan esensi dan inti dari ajaran Islam dan merupakan nilai dasar dari relitas
kebenaran yang universal untuk semua tempat dan waktu dari sejarah kemakhlukan dan menjadi
inti dari prinsip-prinsip dasar yang harus diikuti oleh ma nusia. Untuk itu, tak berlebihan bila
Muhammad Fazlurrahman Anshar, memandang tauhid sebagai filsafat dan pandangan hidup
umat Islam me liputi konsep ketauhidan Allah, ketauhidan alam semesta, ketauhidan da lam
hubungan Allah dengan kosmos, ketauhidan kehidupan, ketauhidan natural dan supranatural,
ketauhidan pengetahuan, ketauhidan iman dan rasio, ketauhidan kebenaran, ketauhidan agama,
ketauhidan cinta dan hukum, ketauhidan umat, ketauhidan kepribadian manusia, ketauhidan

1
kebebasan dan determinisme, ketauhidan dalam term politik, ketauhidan dalam kehidupan sosial,
ketauhidan negara dan agama, ketauhidan da lam dasar satu cita satu ideal.18

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan ketauhidan memungkin manusia
mampu mewujudkan tata dunia kosmos yang har monis, penuh tujuan, mengangkat persamaan
sosial, persamaan jenis dan ras, serta persamaan dalam segala aktivitas dan kebebasan seluruh
manusia di muka bumi (ummatan wahidah). Dengan demikian, tauhid merupakan prinsip utama
dalam seluruh dimensi kehidupan manusia, baik dalam aspek hubungna vertikal antara manusia
dengan Tuhan maupun aspek hubungan horizontal antara manusia sesamanya, dan antara
manusia dengan alam sekitarnya. Tauhid yang seperti ini dapat menyu sun pergaulan manusia
secara harmonis dengan sesamanya dalam rangka menyelamatkan manusia dan perikemanusiaan
guna tercapainya kehi dupan yang sejahtera dan bahagia dunia akhirat, termasuk di dalamnya
pergaulan dalam proses pendidikan.

Kurikulum inti (intrakurikuler) selanjutnya adalah perintah "mem baca" ayat-ayat Allah
yang meliputi tiga macam ayat yaitu: (1) Ayat Allah yang berdasarkan wahyu; (2) Ayat Allah
yang ada pada diri manu sia; dan (3) Ayat Allah yang terdapat di alam semesta di luar diri manu
sia. Firman Allah Swt.:

Bacalah! dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang menciptakan manu sia dari segumpal
darah. Bacalah! dan Tuhan-Mulah yang paling pemu rah, yang mengajarkan (manusia)
dengan perantaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(QS. al-'Alaq [96]: 1-5).

Ditinjau dari segi kurikulum, sebenarnya firman Allah Swt. di atas merupakan pokok
pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. Membaca
selain melibatkan proses men tal yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory),
pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), dan daya cipta
(creativity).19 Proses tersebut sekaligus merupakan bahan pendidik an dalam Islam. Selanjutnya,
membaca merupakan alat sistem perhu bungan (comunication system) yang menjadi syarat
mutlak terwujudnya keterlanjutan suatu sistem sosial (social system)20 Tidaklah berlebihan jika
perkataan membaca yang dikembangkan dari wahyu pertama terse but memiliki pengertian yang
demikian lengkap sebagai sesuatu sivilisasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan
Langgulung, bahwa "Peng gunaan bahasa sebagai gudang (storage) tempat menyimpan nilai-
nilai budaya yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya." Dari kontak ini dapat

18
Syafi'i Anwar, Mengurangi Benang Ruwet Pendidikan, dalam Majalah Panji Masyarakat No. 508, tahun XXVII,
23 Syawal/1 Juli 1406/1986, h. 13-14.
19
Muhammad Fazlur Rahman Ansari, The Qur'anic Foundation and Structure of Muslim So ciety, (Pakistan: World
Federation of Islamic Missions, 1973), h. 157.
20
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (t.tp.: t.p., t.th.), h. 166.

1
dilihat bagaimana ayat pertama Al-Qur'an merupa kan suatu pertanda dan motivasi bangkitnya
peradaban baru umat manu sia. Bahkan, keseluruhan wahyu yang diturunkan oleh Allah berasal
dari kata-kata "qaraa-yaqrau-qiraat" yang berarti bacaan atau yang dibaca. Untuk itu, tak
berlebihan bila dikatakan bahwa Al-Qur'an merupakan sumber pemotivasi terjadinya perubahan
tamaddun umat manusia yang menakjubkan sepanjang sejarah.21

Jika dijabarkan secara cermat, kalimat ayat di atas pada dasarnya mencakup kerangka kurikulum
pendidikan Islam yang ideal. Jabaran ter sebut terlihat dari beberapa indikasi, yaitu:

1. "Bacalah! Dengan (menyebut) nama Tuhan-Mu yang menciptakan". Te kanan yang


dikandung dalam ayat ini adalah kemampuan memba ca yang dihubungkan dengan nama
Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu naqli (perenial
knowledge).

2. "Dia menciptakan manusia dari segumpal darah". Ayat ini mendorong manusia untuk
mengintrospeksi, menyelidiki tentang dirinya dimu lai dari proses kejadikan dirinya.
Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkannya melalui imajinasi maupun
pengalaman (acquired knowledge).

3. "Bacalah, dan Tuhan-Mulah yang paling pemurah, yang mengajarkan (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manu sia apa yang tidak diketahuinya".
Motivasi yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk
mengadakan eksplora si terhadap alam sekitarnya dengan kemampuan membaca dan me
nulisnya.

Dari perintah Allah pada manusia yang tecermin dalam ayat di atas, kemudian
dikembangkan dalam bentuk ilmu-ilmu yang berhubungan de ngan wahyu Allah yang termuat
dalam Al-Qur'an. Selanjutnya, dikem bangkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan diri
manusia seba gai makhluk ciptaan Tuhan serta berhubungan dengan alam sekitarnya. Hakikat
membaca pada ayat Allah tersebut pada intinya adalah "tauhid". Di sinilah letaknya kurikulum
pendidikan Islam, sebab menurut Islam semua pengetahuan datang dari Tuhan, tetapi cara
penyampaiannya ada yang langsung dari Tuhan, dan ada pula melalui pemikiran manusia serta
pengalaman indra yang berbeda satu sama lain.22

Oleh sebab Al-Qur'an dianggap sebagai asas dari pada teori pendi dikan Islam, maka
prinsip-prinsip Al-Qur'an merupakan bagian tak dapat dipisahkan yang memadukan antara mata
pelajaran yang membentuk sebuah kurikulum. Bagaimana keterikatan dan hubungan timbal balik
nya antara kurikulum pendidikan Islam dengan prinsip-prinsip Al-Qur'an sebagai sumbernya,

21
Ibid., h. 167

22
Hasan Langgulung, Teori-teori Kesehatan Analisis Psikologi dan Pendidikan, h. 258.

1
diungkapkan dengan tepat oleh Hasan Langgulung 23 bahwa "Dualisme dalam bentuk mata
pelajaran agama dan sekuler bukan ciri-ciri pendidikan menurut Al-Qur'an." Kalaupun wujud itu
disebabkan oleh faktor-faktor sosial-politik, baik dari luar maupun dari dalam. Oleh karena
tanda-tanda (ayat) kebesaran Allah merupakan wujud yang dapat dilihat pada manusia dan alam
jagat di samping yang terdapat dalam Al Qur'an, maka yang perlu didahulukan adalah kata-kata
yang diwahyu kan. Sebab, sumber ini merupakan kategori pertama pelajaran (subjects) yang
harus ada dari kurikulum pendidikan.

Berangkat dari penjelasan di atas, maka ilmu dalam perspektif fil safat pendidikan Islam
dapat dikategorikan atas beberapa jenis, yaitu: Pertama, kategori "ilmu yang diwahyukan"
(revealed knowledge). Kedua, kategori ilmu-ilmu atau bidang-bidang yang meliputi kajian-
kajian ten tang manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat yang dalam bahasa
Arab disebut 'Al-'Ulum al-Ihsaniyyah. Di antara ketegori ilmu ini meliputi: psikologi sosiologi,
sejarah, matematika, bahasa dan sastra, olah tubuh, pertanian, dan sebagainya. Ketiga, kategori
bidang pengetahuan yang mengkaji gejala alam (Al-'Ulum al-Kauniat) atau na tural science yang
meliputi astronomi, biologi dan lain-lain. Walaupun nampak terpisah antara satu dengan yang
lain, namun pada hakikatnya pembagian ketegori di atas saling berkaitan antara satu sama lain.
Sebab, dalam Islam ilmu pada hakikatnya satu. Adapun pembagian yang ada merupakan alat
analisis saja.24

2.8 Arahan Pengembangan Kurikulum

Secara konkret, model kurikulum yang coba ditawarkan Haitami dan Hajji Khalifa
sebagaimana dikutip Makdisi dapat dijadikan rujukan model kurikulum Islam yang credible.
Menurut Haitami, kurikulum pen didikan Islam seyogyanya merangkum materi penafsiran Al-
Quran, Ha dis, ushül fiqh dan ushûl al-din, mazhab, nahwu, dan retorika. Sementara Hajji
Khalifa memberikan penekanan pada bahwa subjek-subjek tersebut hendaknya
mempertimbangkan keinginan dan kemampuan (emosional dan rasional) yang dimiliki peserta
didik.25Kurikulum yang ditawarkan hendaknya disusun secara sistematis, terarah, merangkum
seluruh nilai nilai Ilahiah, dan menyentuh seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. baik
potensi pisik maupun potensi psikis

Menurut hemat penulis, untuk menyusun kurikulum pendidikan Islam yang ideal,
proporsional dan dinamis, perlu dipertimbangkan lima persyaratan, yaitu: Pertama, muatan
kurikulum hendaknya bersifat uni versal dan mencerminkan pesan moral dan nilai keilmiahan
yang ber nuansa religius. Muatan kurikulum hendaknya mengarahkan pribadi peserta didik untuk
23
Hasan Langgulung, Manusia Suatu Pendidikan Analisis Psikologi dan Pendidikan, h. 35.
24
. "Ibid., h. 35-36.

25
George Makdisi, The Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and The West. (Edin burgh: Edinburgh
University Press, 1981). h. 80-81.

1
memiliki kepribadian yang konstruktif-dinamis bagi kepentingan seluruh manusia. Muatan
materi yang dikembangkan bukan hanya berorientasi pada aspek kognitif dan psikomotorik yang
lebih do minan, akan tetapi juga lebih menekankan pada aspek afektif, sebagai refleksi kedua
aspek sebelumnya.

Kedua, muatan kurikulum yang dikembangkan hendaknya diformu lasikan secara


proporsional dan efektif. Muatan yang ditawarkan perlu disesuaikan dengan dinamika potensi
peserta didik dan tugas kemanusia annya. Pendekatan ini merupakan langkah strategis, di mana
kurikulum yang ditawarkan bersifat penjenjangan yang kontinu dan saling berka itan secara
harmonis. Pemetaan ini merupakan upaya optimalisasi seluruh potensi peserta didik untuk
berkembang sesuai dengan ritme/tempo perkembangannya. Dimensi ini memberikan alternatif
bahwa, titik fokus muatan materi kurikulum hendaknya berorientasi pada perkembangan potensi
peserta didik. Kurikulum yang ditawarkan berupaya merespons seluruh nilai edukatif dan tidak
terpaku pada penjenjangan yang baku dengan menjadikan ukuran usia sebagai ukuran standar.
Artinya, jika memang terdapat sosok peserta didik yang memiliki kemampuan yang melebihi
kemampuan rata-rata anak seusianya, maka dalam perspektif pendidikan humanistik ia
hendaknya ditempatkan pada komunitas edu katif yang setaraf dengan kemampuannya. Melalui
pendekatan ini, akan memungkinkan terjalinnya hubungan edukatif yang harmonis dan dia. lektis.

Ketiga, muatan kurikulum hendaknya bersifat adaptik-dialogis dan memiliki relevansi


dengan tuntutan masyarakat, nilai religius, nilai sis tem sosial (adat), serta perubahan zaman
yang semakin maju dan kompleks.26 Materi kurikulum yang ditawarkan hendaknya berorientasi
ke masa depan secara dialogis, bukan kepentingan sesaat yang bersifat kaku, dan ditujukan bagi
kepentingan manusia dalam menghadapi zamannya.

Keempat, cakupan materi kurikulum hendaknya selaras dengan fu rah insani. Materi
tersebut meliputi aspek psikis, fisik, sosial, budaya, maupun intelektual. Cakupan materi perlu
mengarah pada tercapainya tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu penyiapkan peserta didik
Muslim yang memiliki keperibadian paripurna, baik sebagai 'abd maupun pelak sana amanat
Allah sebagai khalifah fi alardh.27

Kelima, bentuk kurikulum yang ditawarkan bersifat realistik (da pat dilaksanakan sesuai
dengan kemampuan dan situasi peserta didik), efektif dan efisien bagi kehidupan umat manusia.
Muatannya ditujukan sebagai upaya mengantarkan peserta didik pada realitas kehidupannya,
baik dalam menghadapi dinamika sosial, dinamika ilmu dan teknologi, serta kesempatan
lapangan kerja yang tersedia.

26
Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), h. 25-26.

Khurshid Ahmad, (ed.), Islam Its Meaning and Message, (London: Islamic Council of Euro pe, 1976), h. 103;
27

Hasan Langgulung, "Kata Pengantar", dalam Mastuhu, Memberdayakan Sis tem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), h. xviii.

1
PENUTUP

Dapat disimpulkan bahwa kedudukam kurikulum memilik pengaruh yang cukup besar
bagi kelancaran proses belajar mengajar. Menurut Tilaar, kelemahan-kurikum-pendidikan adalah
terjadinya kesenjangan penjabaran terhadap tahap-tahap pembangunan, sehingga menimbulkan
kesulitan bagi institusi pendidikan melaksanakan tugasnya.

Norma tata susila dalam kehidupan sosial hendaknya tertanam pada diri setiap manusia.
Dalam hal ini, pendidikan memainkan peranan penting dalam menanamkan aspek tata susila dan
kepedulian sosial dalam diri peserta didiknya. Tumbuhnya sikap yang demikian nantinya
diharapkan muncul sosok peserta didik yang peduli dan memanfaatkan seluruh ilmu yang
dimiliki bagi kepentingan seluruh umat manusia sebagai tugas kekhalifahannya di muka bumi.
Nilai substansi norma adab susila bukan saja pada aspek sesama makhluk akan tetapi bersamaan
dengan itu mengandung nilai vertikal; sebagai salah satu bagian ibadah kepada Allah Swt.."

1
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syafi'i, Mengurangi Benang Ruwet Pendidikan, dalam Majalah Panji Masyarakat No.
508, tahun XXVII, 23 Syawal/1 Juli 1406/1986.

Ansari, Muhammad Fazlur Rahman, The Qur'anic Fundation and Strukture of Muslim Society,
(Pakistan: World Federation of Islamic Missions, 1973).

Burhani,Raisul jurnal Pendidikan Islam | ISSN Online: 2581-0065 Print: 2089-189X

Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985).

Langgulung, Hasan, Teori-teori Kesehatan Mental, Selangor: Pustaka Muda,1983

Makdisi, George, The Rise of Colleges; Institutions of Learning in Islam and The West,
(Edinburgh: Edinburgh University Press, 1981).

Nizar Samsul dan Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Radar Jaya, 2009

Anda mungkin juga menyukai