Anda di halaman 1dari 8

TEORI-TEORI PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM ILMU PENDIDIKAN

ISLAM

 
A.    Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu sistem yang terbentuk dari komponen-komponen yang
saling berinteraksi dan melaksanakan fungsinya tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Apabila salah satu komponen pembentuk tidak berfungsi, maka proses
pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan akan sulit tercapai.
Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Begitu pula halnya dalam  pendidikan Islam yang merupakan suatu proses,
memerlukan suatu perencanaan yang matang dan dapat mengantarkan proses tersebut pada
tujuan yang diharapkan. Antara tujuan dan program pendidikan Islam itu sendiri harus ada
kesesuaian. Tujuan yang hendak dicapai harus tergambar dalam program yang tertuang dalam
kurikulum, bahkan program itulah yang mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan
dalam proses pendidikan Islam.

B.     Konsep Pengembangan Kurikulum


1.        Pengertian Kurikulum
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah
raga, yaitu curriculum dalam bahasa Yunani berasal dari kata curir, artinya pelari
dan curere, artinya tempat berpacu.  Curriculum  yang berarti jarak yang harus ditempuh
oleh pelari. Jadi, kurikulum dalam pendidikan diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh/diselesaikan anak didik untuk memperoleh ijazah.  Dalam bahasa Arab istilah “
kurikulum” diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui
oleh manusia pada bidang kehidupannya.
Secara terminologi, para ahli pendidikan telah banyak mendefinisikan kurikulum,
antara lain:
a.       M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan
dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Nampaknya
pengertian ini terlihat sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi/ bahan pelajaran
semata.
b.      Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan
tertentu. Pengertian kurikulum ini nampaknya lebih luas dari yang awal, karena di sini
kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga mencakup
seluruh program di dalam kegiatan pendidikan.
c.       Dr. Addamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil dalam Al-Syaibani, bahwa kurikulum
adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga, dan kesenian yang
disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud
menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku
mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Definisi tentang kurikulum yang dikemukakan para ahli tersebut menekankan bahwa
kurikulum merupakan sejumlah materi pelajaran atau isi pelajaran, sejumlah pengalaman
belajar, dan sejumlah program perencanaan pendidikan yang harus dicapai oleh peserta didik
dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Nampaknya konsep dasar kurikulum tidak terbatas pada program pendidikan tersebut, namun
juga dapat diartikan menurut fungsinya sebagaimana terdapat dalam pengertian-
pengertian berikut ini:
a.       Kurikulum sebagai program studi, pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang
mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
b.      Kurikulum sebagai konten, pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan
timbulnya belajar.
c.       Kurikulum sebagai kegiatan berencana, pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan
tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan
dengan berhasil.
d.      Kurikulum sebagai hasil belajar, pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk
memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
e.       Kurikulum sebagai reproduksi kultural, pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-
butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda
masyarakat tersebut.
f.       Kurikulum sebagai pengalaman belajar, pengertiannya adalah keseluruhan pengalaman
belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
g.      Kurikulum sebagai produksi, pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus dilakukan
untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu. 
Sebagai bahan pembanding, penulis mengemukakan definisi kurikulum dalam UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, bahwa : Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran  untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Dalam Undang-undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, nampak bahwa kurikulum ini
memuat rencana-rencana dan prosedur tentang tujuan, isi, materi, dan cara dalam
penyelenggaran kegiatan pembelajaran. Dengan kata lain, termuat komponen-komponen
kurikulum yaitu tujuan, isi, bahan pelajaran, metode, dan evaluasi.
2.        Pengertian Pengembangan Kurikulum
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “pengembangan” mengandung arti hal
mengembangkan; pembangunan secara bertahap dan teratur, dan yang menjurus ke sasaran
yang dikehendaki.
Pengembangan kurikulum mengandung pengertian sebagai kegiatan menghasilkan
kurikulum, proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan
kurikulum yang lebih baik, dan atau kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian,
dan penyempurnaan kurikulum.
Dengan demikian, pengembangan kurikulum dalam ilmu pendidikan Islam berarti
suatu upaya atau proses untuk mengembangkan atau menghasilkan kurikulum yang lebih
baik.
Terkait dengan kurikulum, maka kurikulum sebagai suatu sistem yang terdiri dari komponen-
komponen. Komponen-komponen tersebut paling tidak mencakup tujuan, isi, dan organisasi
atau strategi. Adapun Hasan Langgulung memandang bahwa kurikulum mempunyai empat
komponen utama, yaitu:
a.       Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidik itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang
bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
b.      Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut mata
pelajaran.
c.       Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan
memotivasi murid untuk membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum.
d.      Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan
hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.

C.    Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum


Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral
dalam seluruh kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Implikasinya bahwa penyusunan kurikulum tidak dikerjakan apa adanya, akan tetapi
memerlukan landasan-landasan yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum.
Landasan-landasan tersebut yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial budaya, dan landasan perkembangan ilmu dan teknologi.
1.        Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, antara pendidik dan terdidik untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta
proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Hal ini memerlukan pengkajian mendasar
yang bersifat filosofis. 
2.        Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar individu manusia yaitu antara peserta
didik dengan pendidik dan antara peserta didik dengan yang lainnya. Manusia  berbeda
dengan makluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Manusia memiliki kondisi psikologis
yang lebih tinggi tarafnya dan kompleks dibandingkan dengan makhluk lainnya, sehingga
manusia menjadi lebih maju, lebih banyak memiliki kecakapan, pengetahuan, dan
keterampilan, dibandingkan dengan binatang.
Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-fisik seseorang sebagai individu,
yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan lingkungannya.
Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang
tampak maupaun yang tidak Nampak, perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.        Landasan Sosial Budaya
Konsep pendidikan bersifat universal, akan tetapi pelaksananaan pendidikan
disesuaikan  dengan situasi dan kondisi masyarakat setempat. Maka setiap lingkungan
memiliki sistem sosial budaya yang berbeda. Sistem sosial budaya mengatur pola kehidupan
dan pola hubungan antar anggota masyarakat, antar anggota dan lembaga, dan antar lembaga
dengan lembaga.
Salah satu aspek yang penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai
yang merupakan seperangkat ketentuan, peraturan, hukum, moral yang mengatur cara
berkehidupan dan berprilaku pada warga masyarakat. Oleh karena itu ada sifat penting dalam
pendidikan antara lain: pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan
pertimbangan nilai; kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat,
pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi menyiapkan anak untuk kehidupan dalam
masyarakat; dan  ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan
masyarakat tempat pendidikan berlangsung.
4.        Landasan Perkembangan Ilmu dan Teknologi
Perkembangan ilmu dan teknologi tiap waktu megalami perubahan dan
perkembangan. Pengembangan suatu ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan untuk
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, melainkan juga diharapkan dapat memberikan
sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan atau ilmu yang lainnya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh cukup besar terhadap
pendidikan. Pendidikan sangat erat hubungan dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan
merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan berupaya meningkatkan pengetahuan dan
kecakapan, memperoleh keterampilan dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum antara lain dikemukakan oleh Al-
Syaibany, sebagai berikut:
1.      Berorientasi pada Islam, termasuk  ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan
dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode
mengajar, cara-cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-
lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2.      Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3.      Prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan
kurikulum.
4.      Prinsip interaksi antara kebutuhan siswa dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat.
5.      Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual di antara peserta didik, baik
perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.
6.      Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak
mengabaikan nilai-nilai absolut.
7.      Prinsip pertautan (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktivi
yang terkandung di dalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan
kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.

Adapun prinsip-prinsip pengembangan kurikulum menurut  Zakiah Daradjat, sebagai berikut:


1.      Prinsip relevansi; dalam arti kesesuaian peendidikan dalam lingkungan hidup murid,
relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, dan relevansi dengan tuntutan
pekerjaan.
2.      Prinsip efektivitas; baik efektifitas mengajar guru, ataupun efektifitas belajar murid.
3.      Prinsip efisiensi; baik dalam segi waktu, tenaga, dan biaya.
4.      Prinsip fleksibilitas, artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan
dalam bertindak, baik yang berorientasi pada flesksibilitas pemilihan program pendidikan
maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
Selanjutnya Sukmadinata menambahkan prinsip-prinsip kurikulum selain
dikemukakan oleh Zakiah Daradjat yaitu prinsip kontinuitas (kesinambungan) dan praktis
(mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana, dan biayanya murah), prinsip ini
yang selanjutnya disebut efisiensi.
Jikalau kurikulum pendidikan Islam diformulasikan sedemikian rupa dengan mengacu
kepada dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang telah penulis paparkan di atas, maka harapan
untuk berhasil tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan cukup besar.

D.    Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum


Sejalan dengan pegembangan kurikulum, maka proses pengembangan kurikulum
dimulai dengan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh
ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide-ide kurikulum berasal:
1.        Visi yang dicanangkan
2.        Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi
lanjut.
3.        Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4.        Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya
5.        Kecenderungan era globalisasi, yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar
sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi
Ide-ide tersebut kemudian dikembangkan dalam program atau kurikulum sebagaii
dokumen, yang antara lain berisi informasi dan jenis dokumen yang akan
dihasilkan,bentuk/format silabus, dan komponen-komponen kurikulum yang harus
dikembangkan. Dokumen tersebut kemudian dikembangkan  dan disosialisasikan dalam
proses pelaksanaannya, yang dapat berupa pengembangan kurikulum dalam bentuk satuan
acara pembelajaran atau SAP, proses pembelajaran di kelas, atau di luar kelas, serta evaluasi
pembelajaran sehingga diketahui tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Evaluasi akan
memperoleh umpan balik untuk digunakan dalam penyempurnaan kurikulum berikutnya.
Dengan demikian, proses pengembangan kurikulum menuntut adanya evaluasi secara
berkelanjutan mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
Bagan Proses Pengembangan kurikulum

            Dengan demikian proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan


pendekatan-pendekatan yang digunakan agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
1.        Pendekatan subjek akademis
Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan
esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Semua ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah
ditemukan oleh para pemikir masa lalu. Fungsi pendidikan memelihara dan mewariskan
hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini mengutamakan isi pendidikan dan belajar adalah
berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Maka, orang yang berhasil belajarnya adalah
orang yang menguasai seluruh atau sebagaian besar besar isi pendidikan yang diberikan atau
disiapkan oleh guru.
Penyusunan kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi
disiplin ilmu masing-masing. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan
cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta
didik yang diperlukan untuk pengembangan disiplin ilmu.
2.        Pendekatan humanistis
Kurikulum ini berdasarkan pada konsep aliran pendidikan pribadi (personalized
education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic
Education). Aliran ini lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Anak adalah yang
utama dan yang pertama dalam pendidikan. Ia adalah subjek yang menjadi pusat pendidikan.
Siswa mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang serta anak
merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada membina manusia
yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual tetapi juga  segi sosial dan afektif (emosi,
sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain).
Humanistis menekankan fungsi perkembangan peserta didik melalui pemokusan pada
hal-hal subjektif, perasaan, pandangan, penjadian (becoming), penghargaan dan
pertumbuhan. Kurikulum humanistis berusaha mendorong penangkapan sumber daya dan
potensi pribadi  untuk memahami  sesuatu dengan pemahaman mandiri, konsep sendiri, serta
tanggung jawab pribadi.
Pendekatan humanistis bertolak pada ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks
yang akan memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat
manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar pengembangan
program pendidikan.
3.        Pendekatan teknologis
Pendekatan teknologis bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, criteria evaluasi sukses, dan
strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas tersebut. Kurikulum berbasis
kompetensi salah satunya merupakn kurikulum yang dikembangkan berdasarkan pendekatan
teknologis.
4.        Pendekatan rekonstruksi sosial
Pendekatan ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang
dihadapinya dalam masyarakat. Kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan
interaksional. Menurut aliran ini pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan
bersama, interaksi dan kerja sama. Kerja sama  atau interaksi bbukan hanya terjadi antara
siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa, siswa dengan orang lain
dilingkungannya, dan dengan sumber belajar lainnya. Melalui interaksi dan kerja sama ini
siswa berusaha memecahkan problem-problem yang dihadapi dalam masyarakat menuju
pembentukan masyarakat yang lebih baik. Tokoh aliran ini adalah Theodore Brameld. Teori
ini menentang intimidasi, menakut-nakuti dan kompromi semu. Aliran ini mendorong agar
para siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah-masalah sosial yang
mendesak dan memecahkan masalah melalui kerja sama atau gotong royong.
Rancangan kurikulum tersebut berupaya bahwa pendidik mempengaruhi perubahan
sosial dengan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial.
Tugas pendidikan adalah membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya
mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut nampak bahwa dalam pengembangan kurikulum
pendidikan Islam dapat menggunakan pendekatan-pendekatan tersebut yag disesuaikan
dengan orientasi dan arus globalisasi yang menyertainya, Paling tidak memperhatikan
substansi yang akan dimasukkan dalam kurikulum meliputi:
1.        The ability and need children (kemampuan yang diperoleh dari belajar dan kebbutuhan
anak didik). Hal ini dapat diketahui dari psikologis.
2.        The legitimate demands of society (tuntutan yang sah dari masyarakat. Hal ini dapat
diketahui dari sosiologi.
3.        The kind of universe in which we live (keadaan alam semesta di mana kita hidup). Hal ini
dapat diketahui dari filsafat.
E.       Materi dan sumber dalam kurikulum pendidikan islam
Dalam kajian ini, penulis akan mengaksentuasikan pembahasan pada materi kurikulum
pendidikan Islam, yang berupa ilmu pengetahuan dan pengalaman-pengalaman yang akan
ditransfer dan ditranformasikan pada peserta didik.
Ilmu pengetahuan atau mata pelajaran dalam kurikulum pendidikan Islam menempati tempat
yang penting untuk memberikan jawaban terhadap apa yang dikerjakan untuk menciptakan
manusia yang dicita-citakan oleh si pembuat kurikulum. Namun permasalahannya tidak
sampai disitu, sebab akan timbul pertanyaan; pengetahuan manakah yang akan diberikan
pada peserta didik? Dari mana sumber pengetahuan itu? Dan sederet pertanyaan-pertanyaan
lain yang memerlukan pembahasan yang cukup untuk menjawabnya. Berkaitan dengan hal
itu, penulis memandang perlu untuk mengkaji wacana ilmu (pengetahuan) yang akan menjadi
materi kurikulum pendidikan Islam.
Allah SWT telah menempatkan manusia dalam kedudukan yang utama karena ilmu. Karena
karunia ilmu itulah manusia berhak menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Dengan
kata lain Allah telah memberi kekuasaan (faculty) kepada manusia untuk mengetahui segala
sesuatu, dan itulah rupanya yang merupakan unsur pokok persyaratannya menjadi khalifah di
muka bumi ini.
Kata “ilmu” dalam QS al-Baqarah ayat 31 adalah dalam pengertian ilmu sebagai proses, yaitu
bagaimana memperoleh (acquisition) pengetahuan. Perbincangan tentang ilmu sebagai proses
ini membuka perbincangan sumber-sumber ilmu dalam kacamata falsafah Islam. Adakah
ilmu itu mungkin? Mengingat kelemahan-kelemahan manusia sebagai makhluk
hidup. Jawaban atas persoalan ini dapat dikaji dalam epistemologi Islami.
Epistemologi di dalam Islam tidak berpusat kepada manusia (antropocentric) yang
menganggap manusia sendiri sebagai makhluk mandiri (autonomous) dan menentukan
segala-galanya, melainkan berpusat kepada Allah (theocentric). Dengan demikian titik tolak
epistemologi Islam adalah disatu pihak epistemologi Islam berpusat kepada Allah, dalam arti
Allah sebagai sumber ilmu pengetahuan dan sumber segala kebenaran. Di lain pihak
pengetahuan Islam berpusat pada manusia, dalam arti manusia sebagai  pelaku pencari
pengetahuan (kebenaran).
Dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang mengisyaratkan tentang berbagai macam sumber
pengetahuan. Di antara ayat-ayat itu ada yang menerangkan bahwa ada dunia nyata banyak
terdapat tanda-tanda kebesaran Allah yang mesti diperhatikan. Hal ini sebagaimana
terungkap dalam Firman Allah SWT:

ٌ ‫ض ٰا ٰي‬
َ‫ت لِّ ْل ُموْ قِنِ ْي ۙن‬ ِ ْ‫َوفِى ااْل َر‬
َ‫ْصرُوْ ن‬ ِ ‫َوفِ ْٓي اَ ْنفُ ِس ُك ْم ۗ اَفَاَل تُب‬
Terjemah
20. Di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin.
21. (Begitu juga ada tanda-tanda kebesaran-Nya) pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tidak
memperhatikan?

Artinya: 20.  Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
yakin. 21.  Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Q.S.
Adz-Dzaariyaat: 20-21).

Selain itu, ada pula ayat yang memerintahkan manusia untuk mengkaji dunia fisika untuk
mendekatkan diri kepada-Nya (Q.S. Yunus:101), (Q.S.13:2), (Q.S. 14:53), dan ayat-ayat lain
yang senada dengan ayat-ayat tersebut. Kemudian apabila kita lihat, banyak pula ayat-ayat
Al-Qur’an yang memberi isyarat tentang indra sebagai alat untuk mengkaji alam ini.
Di antaranya pada surat An-Nahl ayat 70, Al-Ankabut ayat 20, dan sebagainya. Begitu pula
dalam ayat-ayat lain juga ditemukan isyarat untuk menggunakan akal sebagai alat untuk
mendapatkan ilmu (QS. 3:190-191), namun di lain pihak Al-Qur’an pun mencela orang-orang
yang menyangka bahwa satu-satunya sumber pengetahuan tentang alam fisika adalah indra
(QS. An-Nisa: 153). Berdasarkan ayat-ayat tersebut, bahwa manusia dan alam merupakan
sumber pengetahuan. Di samping Tuhan sendiri merupakan sumber pengetahuan melalui
wahyu dan ilham-Nya. Ayat-ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa penggunaan akal dan
indra sebagai alat mencari pengetahuan mendapat tempat dalam Al-Qur’an.
F.     Simpulan
Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan menghasilkan kurikulum, proses yang
mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih
baik, dan atau kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan
kurikulum.
Proses pengembangan kurikulum perlu memperhatikan landasan-landasan atau dasar-
dasar pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial
budaya,  dan landasan perkembangan ilmu dan teknologi, dengan memperhatikan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum yaitu, relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis/efisiensi,
dan efektivitas.
Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui pendekatan subjek akademis,
humanistis, teknologis, dan rekonstruksi sosial. Pendekatan ini dapat digunakan sesuai
dengan kebutuhan masayarakat dan tuntutan perkembangan zaman.

Anda mungkin juga menyukai