Anda di halaman 1dari 11

DEMOKRASI DALAM PANDANGAN ISLAM

Mata Kuliah : Masailul Fiqhiyah

Dosen Mata Kuliah : Abdul Halim, M.H.I

Disusun oleh:

Baharuddin Hasibuan (2001010028)

Putri Ayuni Br.Sarummaha (2001010036)

Bobby Sultan Ali (2001010029)

UNIVERSITAS AL WASHLIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

MEDAN

2022-2023
KATA PENGANTAR

َ‫ اَ ْل َح ْمد ّ هُلِلّ َربه ّ اْلعَالَ ّميْن‬Segala puji bagi ALLAH SWT.yang masih memberikan kita nikmat
kesehatan kesempatan serta kelapangan waktu untuk dapat hidup dan melakukan aktivitas kita
sehari-hari serta dengan ridhoNYA pula saya dapat menyelesaikan makalah Masailul Fiqhiyah
Insya Allah Dengan Baik.

Sholawat serta salam atas junjungan kita nabi besar MUHAMMAD SAW. Dengan
mengucapkan

َ ‫ص ّلهى َعلَى‬
َ ‫س ّيه ّدنَا ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ا ّل‬
‫س ّيه ّد نَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ اَلله ُه َّم‬mudah-mudahan kita termasuk umat yang mendapatkan
syafa’at beliau dihari akhir kelak aamiin yaa robbal ‘aalamiin.

Kemudian dari pada itu,kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada teman-teman
mahasiswa prodi pendidikan agama islam yang telah membantu dan mendukung saya dalam
penyusunan makalah Masailul Fiqhiyah Ini Dengan Sebaik-baiknya. Adapun kelebihan dan
kekurangannya agar dapat diberi saran dan kritiknya dalam sesi pembahasan dan Tanya jawab
nantinya.

Demikianlah kata sambutan ini kami sampaikan,terima kasih atas segala perhatian , Dan
mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penyampaian kata dan sambutan. Dan akhirnya kami
mengucapkan:

‫َوالس َََّل ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ ه‬


ُ‫ّللا َو َب َر كَا تُه‬

Medan, 14 November 2022

penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................................4
A.Latar Belakang Masalah..................................................................................... .......4
B.Rumusan Masalah............................................................................................................4
C.Tujuan Pembelajaran.........................................................................................................4

BAB II: PEMBAHASAN......................................................................................................5


A.Pengertian Demokrasi..........................................................................................................5
B.Prinsip-Prinsip demokrasi....................................................................................................5
C.Pandangan Ulama Tentang Demokrasi.................................................................................6

BAB III: PENUTUP...............................................................................................................10


A.Kesimpulan...................................................................................................................10
B.Daftar Pustaka...............................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Demokrasi di Indonesia selalu menjadi perbincangan dan diskusi yang sangat hangat. Jika
dikaji, demokrasi yang ada di Indonesia adalah demokrasi ala barat yang sudah lama kehilangan
hikmah. Anehnya, umat Islam menilai bahwa demokrasi adalah hikmah. Hal ini berdasarkan
riwayat yang menyatakan: “Hikmah itu ibarat sesuatu yang dari lingkaran umat Islam. Jika kita
menemukan, tentu kita ambil dan tidak peduli siapa yang dibelakang. Yang baik, tentu kita
transfer”. Oleh karena itu, pembahasan demokrasi dalam konteks NU urgen ditelaah.1

B.Rumusan Masalah.
1.Apakah Pengertian Demkrasi?
2.Apa Saja Prinsip Demokrasi?
3.Bagaimanakah Pandangan Ulama Tentang demokrasi?

C. Tujuan Pembahasan

1.Agar Mengetahui Sistem Demokrasi Di Indonesia.


2.Agar Mengetahui Apa Saja Prinsip-Prinsip Demokrasi.
3.Agar Mengetahui Bagaimana Pandangan Ulama Terhadap Demokrasi.

______________________
1
K.H. Miftachul Akhyar, Sarung & Demokrasi Dari NU untuk Peradaban KeIndonesiaan, (Surabaya: Khalista,

2008), h. 5

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Demokrasi

Demokrasi Berasal dari bahasa Yunani “Demos” yang berarti Rakyat, dan “Kratos/Kratien”
yang berarti Kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasi adalah “Rakyat Berkuasa”
(goverment of rule the by the people).

Demokrasi adalah “pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan
dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem
pemerintahan bebas”.2

Demokrasi secara harfiah berarti Pemerintahan Rakyat. Dalam istilah ilmu politik, Demokrasi
adalah sistem pemerintahan dimana penguasaan harus mempertanggungjawabkan kebijakannya
kepada rakyat yang dilaksanakan secara tidak langsung oleh wakil-wakil yang dipilih melalui
pemilihan umum yang kompetitif, bebas, dan jujur. Dalam prakteknya demokrasi kini diterapkan
dalam bentuk kelembagaan yakni Trias Politika yang memisahkan kekuasaan menjadi badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif.3

B.Prinsip-Prinsip Demokrasi

Menurut Sadek, J. Sulaymân, dalam demokrasi terdapat sejumlah prinsip yang menjadi standar
baku. Di antaranya:

• Kebebasan berbicara setiap warga negara.

• Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang berkuasa layak didukung kembali
atau harus diganti.

________________________

2
Taniredja Tukiran dkk, Pendidikan Kewarganegaraan: Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa, (Bandung: Alfabet,
2013), h. 125
3
Sahal Mahfudz, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes NU (1926- 2010),
(Surabaya: Khalista, 2011), h. 796

5
• Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan kontrol minoritas

• Peranan partai politik yang sangat penting sebagai wadah aspirasi politik rakyat.

• Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

• Supremasi hukum (semua harus tunduk pada hukum).

• Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa boleh dibelenggu.

C.Pandangan Ulama tentang Demokrasi

Al-Maududi

Dalam hal ini al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal
paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal.
Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus produk dari pertentangan Barat terhadap agama
sehingga cenderung sekuler. Karenanya, al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat)
merupakan sesuatu yang berssifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi
(berdasarkan hukum Tuhan). Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad
pertengahan yang telah memberikan kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.

Mohammad Iqbal

Kritikan terhadap demokrasi yang berkembang juga dikatakan oleh intelektual Pakistan ternama
M. Iqbal. Menurut Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi
modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang
merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan
agama.

Parlemen sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan
dengan nilai agama kalau anggotanya menghendaki. Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak dapat
menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual.

Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik
dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich. Melainkan,
prakteknya yang berkembang di Barat. Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai
berikut:

6
– Tauhid sebagai landasan asasi.

– Kepatuhan pada hukum.

– Toleransi sesama warga.

– Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit.

– Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.

Muhammad Imarah

Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya
secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum)
secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan
tersebut merupakan wewenang Allah. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi.
Wewenang manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip
yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh ketentuan Allah.

Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syâri’ (legislator) sementara manusia berposisi sebagai faqîh
(yang memahami dan menjabarkan) hukum-Nya.

Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan.
Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Diia membiarkannya. Dalam filsafat
Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan
Islam, Allah-lah pemegang otoritas tersebut. Allah befirman :

ْ َ‫ار ي‬
ُ‫طلُبُ ۥه‬ َ ‫علَى ْٱل َع ْر ّش يُ ْغشّى ٱلَّ ْي َل ٱلنَّ َه‬ َ ‫ض فّى ّست َّ ّة أَي ٍَّام ث ُ َّم ٱ ْست ََو َٰى‬ َ ‫ت َو ْٱْل َ ْر‬ َّ ‫ٱلِلُ ٱلَّذّى َخلَقَ ٱل‬
ّ ‫س َٰ َم َٰ َو‬ َّ ‫ّإ َّن َربَّ ُك ُم‬
َ‫ٱلِلُ َربُّ ْٱل َٰعَلَ ّمين‬
َّ َ‫ارك‬َ َ‫ت بّأ َ ْم ّر ّٓۦه ۗ أ َ ََل لَهُ ْٱلخ َْل ُق َو ْٱْل َ ْم ُر ۗ تَب‬
ٍ ٍۭ ‫س َّخ َٰ َر‬ َ ‫س َو ْٱلقَ َم َر َوٱلنُّ ُج‬
َ ‫وم ُم‬ َ ‫ش ْم‬ َّ ‫َحثّيثًا َوٱل‬
Artinya :

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (al-A’râf: 54).

7
Inilah batas yang membedakan antara sistem syariah Islam dan Demokrasi Barat. Adapun hal
lainnya seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta
orientasi pandangan umum, dan sebagainya adalah sejalan dengan Islam.

Yusuf al-Qardhawi

Menurut beliau, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa
hal. Misalnya:

Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk mengangkat seorang
kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak
boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam
menolak seseorang menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.

Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam.
Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah
bagian dari ajaran Islam.

Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak
menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak dipilih menjadi kalah dan
suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah
menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.

Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan
prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk
Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka untuk
menjadi khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus
tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang
yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah
penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas
yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.

Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan
merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.

8
Salim Ali al-Bahnasawi

Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan islam
dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam.

Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam.
Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah
pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram. Karena itu, ia
menawarkan adanya islamisasi demokrasi sebagai berikut:

– menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah.

– Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya.

– Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam
Alquran dan Sunnah (an-Nisa 59) dan (al-Ahzab: 36).

ْ ‫سو َل َوأُو ّلى ْٱْل َ ْم ّر ّمن ُك ْم ۖ فَإّن ت َ َٰنَزَ ْعت ُ ْم فّى ش‬


َّ ‫َىءٍ فَ ُردُّوهُ ّإلَى‬
ّ‫ٱلِل‬ َّ ‫ٱلِلَ َوأ َ ّطيعُوا‬
ُ ‫ٱلر‬ َّ ‫َٰ َيٓأَيُّ َها ٱلَّذّينَ َءا َمنُ ٓوا أ َ ّطيعُوا‬
‫يَل‬ َ ْ‫اخ ّر ۚ َٰذَلّكَ َخيْر َوأَح‬
ً ‫س ُن ت َأ ْ ّو‬ ْ ‫ٱلِلّ َو ْٱليَ ْو ّم‬
ّ ‫ٱل َء‬ َّ ‫سو ّل ّإن ُكنت ُ ْم تُؤْ ّمنُونَ ّب‬ ُ ‫ٱلر‬
َّ ‫َو‬

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(An-Nisa : 59)

َ‫ّللا‬
‫ص ه‬ ّ ‫س ْولُ ٓه ا َ ْم ًرا ا َ ْن يَّ ُك ْونَ لَ ُه ُم ْال ّخيَ َرة ُ ّم ْن ا َ ْم ّر ّه ْم َۗو َم ْن يَّ ْع‬
ُ ‫ّللاُ َو َر‬
‫ضى ه‬َ َ‫َو َما َكانَ ّل ُمؤْ ّم ٍن َّو ََل ُمؤْ ّمنَ ٍة اّذَا ق‬
‫ض َٰل ًَل ُّمبّ ْينً ۗا‬ َ ‫س ْولَه فَقَ ْد‬
َ ‫ض َّل‬ ُ ‫َو َر‬
Artinya :

Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh,
dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.(Al-Ahzab : 36)

9
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan
dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah keikutsertaan rakyat dalam
mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah
kebijakan lewat wakilnya.

Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak
sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu
ilahi.
Karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam.
Yaitu di antaranya:
1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.
2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.
4. Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam
musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang menghendaki
untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau membagi-
bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat minoritas agar tanah itu
dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya.
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang
sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama.
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga

Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi yang islami di atas terwujud, langkah yang harus
dilakukan:
– Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
– Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang Islam
yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
Wallahu a’lam bi al-shawab.

B.Saran

Kita sebagai Mahasiswa untuk kita terus belajar dalam berdemokrasi supaya kita mengetahui
perkembangan demokrasi di indonesia yg harus sesuai dengan tatanan ajaran agama islam.

10
DAFTAR PUSTAKA

K.H. Miftachul Akhyar, Sarung & Demokrasi Dari NU untuk Peradaban KeIndonesiaan,
(Surabaya: Khalista, 2008).

Taniredja Tukiran dkk, Pendidikan Kewarganegaraan: Paradigma Terbaru untuk Mahasiswa,


(Bandung: Alfabet, 2013).

Sahal Mahfudz, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes
NU (1926- 2010), (Surabaya: Khalista, 2011).

11

Anda mungkin juga menyukai