Anda di halaman 1dari 23

DEMOKRASI DALAM ISLAM

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama
Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Syarip Hidayat, M.Pd.

Dr. H. Dudung Rahmat Hidayat, M.Pd.

disusun oleh :

Kelas 3E PGSD

Kelompok 10

1. Ruby Moka Yoga Dirgantara (1703283)


2. Juli Rahayu (1703732)
3. Siti Harumatus Afiffah (1706219)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS TASIKMALAYA

2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah. Shalawat serta salam dicurahlimpahkan kepada baginda alam Nabi
Muhammad Saw. kepada para keluarganya, para sahabatnya, serta semoga
sampai kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman. Aamiin.

Makalah ini disajikan untuk membahas bagaimana Demkrasi dalam


pandangan Islam. Hal ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi umat Islam
ketika melakukan demokrasi.

Kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat tersusun dengan
baik tanpa adanya hambatan.

Kami menyadari terdapat banyak kesalahan maupun kekurangan


dalam penyusunan makalah ini. Kritik, saran dan masukan sangat terbuka
lebar demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Aamiin.

Tasikmalaya, 11 April 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................
ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................
iii

BAB I

PENDAHULUAN.....................................................................................................
1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................


1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................
1
1.3 Tujuan..................................................................................................................
1
1.4 Manfaat................................................................................................................
2
1.5 Metode Penulisan.................................................................................................
2

BAB II

PEMBAHASAN.......................................................................................................
3

2.1 Pengertian Demokrasi..........................................................................................


3
2.2 Penerapan Demokrasi...........................................................................................
6
2.3 Demokrasi dalam Islam........................................................................................
6

BAB III

iii
PENUTUPAN...........................................................................................................18

3.1 Simpulan..............................................................................................................
18
3.2 Implikasi...............................................................................................................
18

3.3 Rekomendasi........................................................................................................
18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menjamin suatu
keputusan dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Demokrasi di
Indonesia telah diterapkan sejak terjadinya reformasi. Dalam menjalankan
demokrasi tentu memerlukan norma yang berlaku di tatanan masyarakat agar
demokrasi berjalan dengan baik di suatu negara dan dapat mencapai tujuan dari
demokrasi yang akan dicapai.
Demokrasi dalam Islam merupakan bentuk penghargaan kepada hak-
hak asasi manusia, pasrtisipasi dalam pengambilan suatu keputusan, serta
persamaan hak dan kewajiban. Dimana demokrasi harus dijalankan dengan
cara pengambilan keputusan dengan adil, kesejajaran, memiliki sikap
kepercayaan, bertanggungjawab, dan sebagainya. Mengacu kepada hal-hal
tersebut, maka perlu diadakannya suatu pengetahuan dan pedoman yang dapat
dijadikan oleh seluruh umat manusia maupun umat muslim agar menjalankan
demokrasi dengan baik dan benar dan memahami urgensi nilai-nilai demokrasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dirumuskan rumusan masalah dalam
penyusunan makalah, antara lain:
1. Apa pengertian demokrasi?
2. Bagaimana penerapan demokrasi?
3. Bagaimana pandangan islam mengenai demokrasi?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penyusunan makalah
sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan pengertian demokrasi.

1
2

2. Untuk mengetahui penerapan demokrasi.


3. Untuk menjelaskan pandangan islam mengenai demokrasi.
1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan penyusunan makalah, maka terdapat manfaat sebagai


berikut:

1. Sebagai penuangan ide dan gagasan dari penyusun tentang Demokrasi


dalam Islam
2. Sebagai referensi dan literatur bagi pembaca mengenai Demokrasi dalam
Islam
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
litaratur. Literatur yang digunakan disesuaikan dengan topik dan pembahasan
terkait demokrasi dalam Islam.
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang
berarti rakyat atau penduduk dan cratein yang berarti kekuasaan dan kedaulatan,
kratos yang mempunyai arti pemerintahan. Gabungan dua kata demos-cratein atau
demos-kratos (demokrasi) dapat diterjemahkan sebagai kekuasaan rakyat atau
pemerintahan rakyat.
Menurut International Commission for Jurist, demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik
diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan
yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas.
Menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, demokrasi adalah suatu
sistem  pemerintahan dimana pemerintah dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-
tindakan mereka pada wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan wakil mereka yang terpilih.
Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people).
Menurut Sidney Hook dalam Encyclopaedia Americana mendefinisikan
demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan  di mana keputusan-keputusan 
pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung  didasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
2.2 Penerapan Demokrasi
Demokrasi telah ada pada zaman Yunani Kuno. Di Indonesia sendiri,
demokrasi mulai diterapkan ketika terjadinya reformasi pada akhir 90-an. Setelah
terjadinya reformasi, Indonesia mulai menerapkan pemilu secara langsung oleh rakyat
yang dianggap sebagai keberhasilan suatu demokrasi. Namun, menurut pandangan
Komaruddin Hidayat, demokrasi bukan semata persoalan prosedur, melainkan tak
kalah pentingnya adalah sebuah komitmen bersama untuk menjunjung tinggi hukum
4

serta nilai-nilai terbaik yang melekat pada seseorang maupun sebuah bangsa. Banyak
yang beranggapan bahwa masih banyak masyarakat yang minim akan pengetahuan
yang dimiliki menegnai urgensi nilai-nilai demokrasi. Jenuri dkk. (2018, hlm. 151),
mengemukakan urgensi nilai-nilai demokrasi, yaitu adanya pembagian kekuasaan,
pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan
yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers
yang bebas, beberapa partai politik, konsesus persetujuan, pemerintah yang
konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi
negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian,
adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah
yang mengutamakan musyawarah.
Jenuri dkk. (2018, hlm. 151-152), mengemukakan 4 aspek parameter untuk
mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi di suatu negara, antara lain:
1. Pembentukan negara, proses pembentukan kekuasaan akan berpengaruh
dalam menentukan kualitas demokrasi di suatu negara.
2. Dasar kekuasaan negara. Hal ini menyangkut konsep legitimasi
kekuasaan serta petanggungjawabannya langsung kepada rakyat.
3. Susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan
secara distributif untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu
tangan.
4. Masalah kontrol rakyat agar kebijaksanaan yang diambil oleh
pemerintahan atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.
Menurut Dahl (2001), keuntungan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi menolong mencegah tumbuhnya pemerintahan oleh kaum otokrat
yang kejam dan licik.
2. Demokrasi menjamin bagi warga negara dengan sejumlah HAM yang tidak
diberikan dan tidak dapat diberikan oleh sistem-sistem yang tidak demokratis.
3. Demokrasi menjamin kebebasan pribadi yang lebih luas bagi warga negaranya
daripada alternatif lain yang memungkinkan.
4. Demokrasi membantu rakyat untuk melindungi kepentingan dasarnya.
5

Jenuri dkk. (2018, hlm. 152-153), terdapat enam norma atau unsur utama yang
dibutuhkan oleh tatanan masyarakat yang demokratis, antara lain:
1. Pluralisme
Masyarakat diharapkan mampu memiliki rasa kesadaran pluralisme yang
akan mencegah sikap hegemoni mayoritas dan terani minoritas atau
mencegah sikap memihak salah satu komunitas.
2 Musyawarah
Semangat musyawarah menuntut agar setiap orang memiliki sikap
kedewasaan untuk menerima segala bentuk negosiasi, menerima belum
tentu, dan tak harus, seluruh pikiran atau keinginan seseorang atau
kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Karena, dalam
musyawarah hasilnya adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat.
3 Kesamaan cara dan tujuan
Pelaksanaan demokrasi harus ditempuh dengan cara yang berakhlakul
karimah. Dilakukan secara santun dan beradab, yaitu melalui proses
demokrasi yang dilakukan tanpa paksaan, tekanan, dan ancaman dari siapa
pun agar sesuai dengan tujuan demokrasi.
4 Kejujuran dan permufakatan
Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-
masing pribadi atau kelompok memiliki pandangan positif terhadap
perbedaan pendapat dan orang lain, saling menghargai satu sama lain, serta
mengambil kesepakatan atas keputusan bersama dengan memandang
berbagai aspek positif.
5 Kebebasan nurani dan persamaan hak dan kewajiban
Norma demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap percaya pada
itikad baik orang dan kelompok. Karena setiap orang maupun kelompok
memiliki hak dan kewajiban yang sama.
6 Trial and error
Nurul (2013), menyatakan trial and error merupakan salah stu cara untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Trial memiliki arti mencoba dan error
6

artinya salah. Dalam mencari kebenaran untuk mendapatkan ilmu harus


berusaha sekuat mungkin agar dapat mendapatkannya dengan maksimal.
Tidak sedikit sedikit puas. Jika hanya sedikit sedikit puas nantinya yang
didapat hanya kekecewaan karena ilmu yang sedikit terkadang dapat
menjerumuskan si pemilik ilmu itu sendiri sebab pemahamannya kurang
mendalam.
2.3 Demokrasi dalam Islam
Menurut Sadek & J. Sulayman, menyatakan prinsip yang menjadi standar
baku, antara lain:
1. Kebebasan berbicara setiap warga negara,
2. Pelaksanaan pemilu untuk menilai apakah pemerintah yang berkuasa layak
didukung kembali atau harus diganti,
3. Kekuasaan dipegang oleh suara mayoritas tanpa mengabaikan kontrol
minoritas,
4. Penerapan partai politik yang sangat penting sebagai wadah aspirasi politik
rakyat,
5. Pemisahan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif,
6. Supremasi hukum (semua harus tunduk pada hukum),
7. Semua individu bebas melakukan apa saja tanpa dibelenggu.
Dalam perspektif Islam prinsip-prinsip demokrasi meliputi:
1. Syura
Prinsip ini ditekankan pada cara pengambilan keputusan yang ditegaskan pada:
Q.S. Ali Imran ayat 159

‫ك ۖ فَٱعْفُ َع ْنهُ ْم‬ َ ِ‫وا ِم ْن َحوْ ل‬ T۟ ُّ‫ب ٱَلنفَض‬ ِ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِّمنَ ٱهَّلل ِ لِنتَ لَهُ ْم ۖ َولَوْ ُكنتَ فَظًّا َغلِيظَ ْٱلقَ ْل‬
َ‫اورْ هُ ْم فِى ٱأْل َ ْم ِر ۖ فَإِ َذا َع َز ْمتَ فَتَ َو َّكلْ َعلَى ٱهَّلل ِ ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ ي ُِحبُّ ْٱل ُمتَ َو ِّكلِين‬
ِ ‫َوٱ ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َو َش‬

Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
7

menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,


mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya.

Q. S. Asy-Syura: 38
ِ ِ َّ
‫ور ٰى َب ْي َن ُه ْم‬
َ ‫الص اَل ةَ َو أ َْم ُر ُه ْم ُش‬ ُ َ‫اس تَ َج ابُوا ل َر بِّ ِه ْم َو أَق‬
َّ ‫ام وا‬ ْ ‫ين‬
َ ‫َو ال ذ‬
‫َو ِم َّم ا‬

َ ‫اه ْم ُي ْن ِف ُق‬
‫ون‬ ُ َ‫َر َز ْق ن‬
Artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.
2. Al-‘adalah
Al-‘adalah memiliki arti keadilan dimana semua pemerintah dalam
menegakkan hukum harus adil dan juga bijaksana. Hal tersebut terdapat dalam:
Q. S. An-Nahl:90, Q. S. Al Maidah:8, dan Q. S. An-Nisa:58.
Q. S. An-Nahl:90
ِ ‫ان و إِ يت‬
ُ ‫اء ِذ ي ال‬
‫ْق ْر بَ ٰى َو َي ْن َه ٰى َع ِن‬ َ َ ِ ‫س‬ ِ َ ‫ْم ر بِ ال‬
َ ‫ْع ْد ل َو ا إْلِ ْح‬
َّ ِ
ُ ُ ‫إ َّن الل هَ يَأ‬

َ ‫ يَ ِع ظُ ُك ْم لَ َع لَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُر‬1ۚ ‫ْم ْن َك ِر َو ال َْب غْ ِي‬


‫ون‬ ِ َ ‫ال َْف ح‬
ُ ‫ش اء َو ال‬ ْ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
8

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar


kamu dapat mengambil pelajaran.
Q. S. Al Maidah:8

‫ َو اَل‬1ۖ ‫اء بِ ال ِْق ْس ِط‬ ِ َّ ِ ‫ي ا أ َُّي ه ا الَّ ِذ ين آم نُ وا ُك ونُوا َق َّو ِام‬


َ ‫ين ل ل ه ُش َه َد‬
َ َ َ َ َ

َّ ِ‫ب ل‬ ِ ْ 1ۚ ‫آن َق و ٍم َع لَ ٰى أَ اَّل َت ع ِد لُ وا‬ ُ ‫يَ ْج ِر َم ن‬


1ۖ ‫لت ْق َو ٰى‬ ُ ‫اع د لُ وا ُه َو أَ ْق َر‬ ْ ْ ُ َ‫َّك ْم َش ن‬

َ ُ‫ير بِ َم ا َت ْع َم ل‬
‫ون‬ ِ
ٌ ‫ إِ َّن اللَّ هَ َخ ب‬1ۚ َ‫َو َّات ُق وا اللَّ ه‬
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Q. S. An-Nisa:58

‫َه لِ َه ا َو إِ َذ ا َح َك ْم تُ ْم َب ْي َن‬ ِ َ‫َن ُت َؤ ُّد وا ا أْل َ م ان‬


ْ ‫ات إِ لَ ٰى أ‬ َ ُ ‫إِ َّن اللَّ هَ يَأ‬
ْ ‫ْم ُر ُك ْم أ‬

َ ‫ إِ َّن اللَّ هَ َك‬1ۗ ‫ إِ َّن اللَّ هَ نِ ِع َّم ا يَ ِع ظُ ُك ْم بِ ِه‬1ۚ ‫ْع ْد ِل‬


‫ان‬ َ ‫َن تَ ْح ُك ُم وا بِ ال‬ ِ ‫الن‬
ْ ‫َّاس أ‬
ِ ‫س ِم يع ا ب‬
‫ص ًير ا‬ َ ً َ
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
9

3. Al-Musawah
Adalah kesejajaran, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang
lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan
kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini
penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atau
rakyat. Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi
wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil
untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telah
dibuat.
Oleh sebab itu pemerintah memiliki tanggung jawab besar di hadapan rakyat
demikian juga kepada Tuhan. Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki
sikap dan perilaku yang dapat dipercaya, jujur dan adil dan. Sebagian ulama'
memahami Al-Musawah ini sebagai konsekuensi logis dan prinsip al-syura dan
al-'adalah. Diantara dalil Al-Qur’an yang sering digunakan dalam hal ini adalah
surat al-Hujurat:13, sementara dalil sumpah-nya cukup banyak antara lain tercakup
dalam khutbah wada' dan sabda Nabi kepada keluarga Bani Hasyim.

4. Al-Amanah

Adalah sikap kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh
sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus dijaga dengan baik. Dalam
konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan kepercayaan oleh
rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa
tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil. Seperti ditegaskan
Allah SWT dalam surat an-Nisa’:58. Karena jabatan pemerintah adalah amanah,
maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, dan orang yang menerima jabatan
seharusnya merasa prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan tersebut. Inilah
etika Islam.
10

5. Al-Masuliyyah

Adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa, kekuasaan dan


jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus
disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa
harus dipenuhi. Kekuasaan sebagai amanah ini memiliki dua pengertian, yaitu
amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan Tuhan. Seperti yang
dikatakan Ibn Taimiyyah (Mandani, 1999:13), bahwa penguasa merupakan
wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia dan sekaligus wakil umat manusia
dalam mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip pertanggung jawaban (al-
masuliyyah) ini dapat harapkan masing-masing orang berusaha untuk
memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas. Dengan demikian,
pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah
(penguasa umat), melainkan sebagai khadim al-ummah (pelayan umat). Dengan
demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa menjadi pertimbangan dalam
setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan sebaliknya rakyat atau
umat ditinggalkan.

6. Al-Hurriyyah

Adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat


diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal
itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah
dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-‘munkar, maka tidak
ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai
adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan
kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol
dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela. Jika suatu
11

negara konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen


demokrasi di atas, maka pemerintahan akan mendapat dengan stabil.

Dalam rehabilitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriter yang


dibungkus dengan baju Islam seperti pada praktek-praktek yang dilakukan oleh
sebagian penguasa Bani 'Abbasiyyah dan Umayyah. Tetapi itu bukan alasan
untuk melegistimasi bahwa Islam agama yang tidak demokratis. Seperti
pengamatan Mahisin (1999:31), bahwa di beberapa bagian negara Arab
misalnya, Islam seolah-olah mengesankan pemerintahan raja-raja yang korup
dan otoriter. Inilah memang, betapa sulitnya menegakkan demokrasi, yang di
dalamnya menyangkut soal : persamaan hak, pemberian kebebasan bersuara,
penegakan musyawarah, keadilan, amanah dan tanggung jawab. Sulitnya
menegakkan praktik demokratisasi dalam suatu negara oleh penguasa, seiring
dengan kompleksitas problem dan tantangan yang dihadapinya, dan lebih dari itu
adalah menyangkut komitmen dan moralitas sang penguasa itu sendiri. Dengan
demikian, memperhatikan relasi antara agama dan demokrasi dalam sebuah
komunitas sosial menyangkut banyak variabel, termasuk variabel independen
non-agama.
Berikut ciri sistem demokrasi dalam pandangan islam ;
1. Suara mayoritas tidak bersifat mutlak meskipun tetap menjadi
pertimbangan utama dalam musyawarah,
2. Musyawarah hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; manusia hanya boleh
membahas mengenai masalah yang bersifat teknis,
3. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-
nilai agama Islam,
4. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.

Terdapat beberapa pendekatan para Tokoh tentang Islam dan Demokrasi itu adalah
sebagai berikut :

1. Al-Maududi
12

Tokoh ini secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak


mengenal paham yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk
menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus dari
dunia Barat terhadap agama sehingga cenderung sekuler. Karenanya, Al-
Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang
bersifat syirik. Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan).
Tentu saja bukan teokrasi yang diterapkan di Barat pada abad pertengahan
yang telah memberikan kekuasaan tak terbatas pada para pendeta.
2. Mohammad Iqbal
Intelektual Pakistan ternama Mohammad Iqbal sangat mengkritik
adanya demokrasi. Menurutnya, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas
agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya sehingga jauh
dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen sebagai salah
satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan
nilai agama jika anggotanya menghendaki. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan
sebuah konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral
ketuhanan.
Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasinya melainkan, prakteknya yang
berkembang di Barat. Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai
berikut :
a. Tauhid sebagai landasan asasi,
b. Kepatuhan kepada hukum,
c. Toleransi sesama warga,
d. Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit,
e. Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihadi.
3. Muhammad Imarah
Menurut beliau Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan
juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuatan legislatif
(membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat.
13

Sementara, dalam sistem syurga (Islam) kekuasaan tersebut merupakan


wewenang Allah yang memegang kekuasaan hukum tertinggi. Wewenang
manusia hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum sesuai dengan prinsip
yang digariskan Tuhan serta berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur oleh
ketentuan Allah. Jadi, Allah berposisi sebagai al-Syari' (legislator) sementara
manusia berposisi sebagai faqih (yang memahami dan menjabarkan) hukum-
Nya.
Demokrasi Barat berasal pada pandangan mereka tentang batas
kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam,
Dia membiarkannya. Dalam filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan
legislatif dan eksekutif. Sementara, dalam pandangan Islam, Allah-lah
pemegang otoritas tersebut. Allah berfirman Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam. ( Al-
A'raf:54). Inilah batas yang membedakan antara sistem syariah Islam dan
Demokrasi Barat. Adapun hal lainnya seperti membangun hukum atas
persetujuan umat, pandangan mayoritas, serta otoritas pandangan umum dan
sebagainya adalah sejalan dengan Islam.
4. Yusuf al-Qardhawi
Menurut beliau, substansi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa
dilihat dari beberapa aspek. Misalnya :
a. Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkan banyak orang untuk
mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus
keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh memilih sesuatu yang
tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang
menjadi imam shalat yang tidak disukai oleh makmum di belakangnya.
b. Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa sejalan dengan Islam.
Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada
pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
c. Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa
yang tidak menggunakan hak pilihannya sehingga kandidat mestinya layak
14

dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang
sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah untuk
memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
d. Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak
bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang
tergabung dalam syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah
berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya tidak terpilih harus
tunduk dan patuh. Jika suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus
memilih seseorang yang diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn
Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur ulama dalam
masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah
selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
e. Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan
Islam.
5. Salim Ali al-Bahsanawi
Menurutnya, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak
bertentangan dengan Islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan
Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak
bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak
legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang
haram. Karena itu, ia menawarkan adanya Islamisasi demokrasi sebagai
berikut :
a. Menetapkan tanggung jawab setiap individu dihadapan Allah,
b. Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas
lainnya,
c. Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak
ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah (al-Nisa 59) dan (al-Ahzab:36),
d. Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga
hanya yang bermoral yang duduk di parlemen, jika dilihat basis
15

empiriknya, menurut Aswab Mahasim (1993:30), agama dan demokrasi


memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi berasal
dari pergumulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki
dialeketikanya sendiri. Namun begitu menurut Mahasim, tidak ada
halangan bagi agama untuk berdampingan dengan demokrasi.

Konsep demokrasi sebenarnya tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak


sepenuhnya sejalan dengan Islam. Prinsip dan konsep demokrasi yang
sejalan dengan Islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol,
mengangkat, dan menurunkan perintah, serta dalam menentukan sejumlah
kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara
rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada
sikap, tindakan dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Oleh
karena itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai
dengan ajaran Islam. Yaitu diantaranya :

1. Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama,


2. Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya,
3. Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah,
4. Suara mayoritas tidak bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan
utama dalam musyawarah. Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara
minoritas yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau
membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil
rampasan perang dengan mengambil pendapat minoritas agar tanah itu
dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya,
5. Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi ; bukan pada
persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Al-Quran dan Sunnah,
6. Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar nilai-nilai
agama,
7. Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.
16

Adapun persamaan dan perbedaan antara Islam dan demokrasi, yakni :

1. Persamaan mempertemukan Islam dan demokrasi, diantaranya :


a. Demokrasi
b. Demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas pemisahan
kekuasaan, itu pun sudah ada didalam islam,
c. Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln: dari rakyat dan untuk rakyat
pengertian itupun ada didalam sistem negara islam dengan pengecualian
bahwa rakyat harus memahami islam secara komprehensif. Demokrasi
adalah adanya dasar-dasar politik atau sosial tertentu.
d. Mengutamakan persamaan hak dan kewajiban dalam berbagai bidang
kehidupan.
e. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan. keputusan
untuk kepentingan bersama.
f. Mengutamakan persamaan derajat dan kedudukan.
2. Perbedaan Islam dan Demokrasi
a. Demokrasi yang sudah populer di Barat, devinisi bangsa atau umat dibatasi
batas wilayah, iklim, daerah, suku bangsa, bahasa dan adat yang
memengkrist. Akan tetapi menurut Islam umat tidak terikat batas wilayah
atau batas lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam adalah ikatan aqidah,
pemikiran dan perasaan. Siapapun yang mengikuti Islam, ia masuk salah
satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau
batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan
bersifat internasional,
b. Tujuan-tujuan demokrasi Barat adalah tujuan-tujuan yang bersifat duniawi
dan material. Jadi, demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat
(rakyat) atau bangsa dengan upaya pemenuhan kebutuhan duniawi yang
ditempuh melalui pembangunan, peningkatan kekayaan. Adapun
demokrasi Islam selain mencakup pemenuhan duniawi (materi) memiliki
tujuan spiritual yang lebih utama dan fundamental,
17

c. Kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah suatu


kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli
kebodohan, kedzaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam Islam,
kedaulatan rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-
ketentuan syariat sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan-
batasan syariat Al-Quran dan As-Sunnah tanpa mendapat sanksi,
d. Demokrasi bersifat tidak menentu (inkonsistensi) semua tergantung rakyat,
sedangkan dalam islam, syura berlandaskan nilai-nilai agama, sipatnya
tetap (konsisten) dan mutlak.

Agar sistem atau konsep demokrasi yang Islami di atas terwujud, langkah yang harus
dilakukan, antara lain:

1. Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar
tentang Islam sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari
ajarannya,
2. Parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh
orang-orang Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menjamin suatu keputusan


dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Dapat dikatakan segala
keputusan yangd iambil yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan
tidak membedakan hak dan kewajiban pada individu maupun kelompok.
Demokrasi diterapkan sejak zaman Yunani Kuno. Di Indonesia diterapkan
ketika setelah adanya reformasi terhadap orde baru, sehingga mulai lah muncul
dan berkembang demokrasi dengan pemilihan langsung oleh rakyat. Dalam
penerapan demokrasi sangatlah penting untuk memahami urgensi nilai-nilai
demokrasi agar seluruh masyarakat memahami arti demokrasi yang sebenarnya.
Demokrasi dalam Islam dipandang bagaimana mengambil keputusan dengan
baik dan benar, yakni yang adil bertanggung jawab, kesejajaran, kebebasan dan
lain-lain yang berpacu kepada aturan Islam.

3.2 Implikasi
Berdasarkan pembahasan topik pembaca diharapkan untuk memahami dan
mengkaji topik pembahasan terkait Demokrasi dalam Islam.

3.3 Rekomendasi
Kami menyadari kurangnya sumber literatur dari makalah ini, sehingga kami
merekomendasikan pembaca untuk mencari sumber literatur lain agar lebih
memahami pembahasan mengenai Demokrasi dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Jenuri, dkk. (2018). Pengembangan Materi Seminar Pendidikan Agama Islam


(Spai).Bandung: Gapura PRESS

Media Bisnis Daily. (2015). Mewujudkan Indonesia yang Berdemokrasi Tinggi.


[Online]. Diakses dari:
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/06/25/171698/mewujudkan
-indonesia-yang-berdemokrasi-tinggi/

Nurul (2013). Trial and Error. [Online]. Diakses dari:


http://beawritersejati.blogspot.com/2013/06/trial-and-error.html 

19

Anda mungkin juga menyukai