Anda di halaman 1dari 15

Analisis Teori Manajemen Makna yang Terkoordinasi (CMM) tentang

Kesalahpahaman dan Konflik dalam Komunikasi Organisasi

Masayu Aviandini, Novalia Agung Wardjito Ardhoyo, ST. M.I.Kom.


Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta
Email : masayuafv@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan deskriptif untuk menganalisis
sebuah studi kasus dengan menggunakan teori Manajemen Makna Terkoordinasi (CMM).
Temuan penelitian ini mengungkapkan dinamika komunikasi dalam sebuah insiden pembuatan
poster di divisi PR sebuah organisasi. Analisis ini menekankan dampak dari kurangnya
komunikasi dan pengucilan anggota tim, yang menyebabkan kesalahpahaman dan konflik.
Norma-norma budaya dan karakteristik pribadi, seperti kesopanan terhadap orang yang lebih
tua dan rasa malu, mempengaruhi dinamika komunikasi di antara anggota tim dari berbagai
latar belakang. Asumsi tentang ketersediaan dan beban kerja tidak dikomunikasikan atau
diverifikasi secara efektif, yang mengakibatkan salah tafsir dan kesalahpahaman. Selain itu,
peran ego dan sifat-sifat pribadi dalam hasil komunikasi, termasuk penghindaran konfrontasi,
juga disoroti. Dengan menggunakan teori CMM, penelitian ini menggarisbawahi pentingnya
mengkoordinasikan makna, memverifikasi asumsi, dan mempertimbangkan faktor kontekstual
untuk komunikasi yang efektif. Resolusi konflik ditemukan terjadi melalui komunikasi yang
lebih baik, pemahaman akan situasi satu sama lain, dan menghindari kesimpulan yang terburu-
buru. Penelitian ini menyimpulkan bahwa komunikasi yang efektif membutuhkan komunikasi
yang terbuka dan jujur, koordinasi makna, dan pemahaman terhadap perspektif satu sama lain
untuk mencegah kesalahpahaman dan konflik dalam pengaturan organisasi. Komunikasi
proaktif dan strategi resolusi konflik yang mempertimbangkan faktor kontekstual dan sifat-
sifat individu diidentifikasi sebagai hal yang krusial.
Kata Kunci: Teori Manajemen Makna Terkoordinasi (CMM), dinamika komunikasi, resolusi
konflik, komunikasi organisasi.
Pendahuluan
Antropologi berasal dari kata anthropos yang bermakna manusia dan logos yang
bermakna ilmu pengetahuan atau wacana. Sederhananya, antropologi adalah ilmu yang
mempelajari segala macam seluk beluk, unsur-unsur, kebudayaan yang dihasilkan dalam
kehidupan manusia (FIB UGM, 2016). Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan
interaksi dalam bertahan hidup. Salah satu bentuk interaksi sosial untuk sesama manusia yaitu
dengan komunikasi. Menurut Lasswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi
adalah sebuah kegiatan mentransfer sebuah informasi baik secara lisan maupun tulisan. Namun,
tidak semua orang mampu melakukan komunikasi dengan baik. Terkadang ada orang yang
mampu menyampaikan informasi secara lisan tetapi tidak secara tulisan begitu juga sebaliknya.
Komunikasi efektif terjadi apabila pesan yang diberikan komunikator dapat diterima dengan
baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Komunikasi yang
dilakukan tentu saja harus memiliki feedback atau respon yang baik berupa verbal atau non
verbal untuk membuat komunikasi tersebut menjadi efektif. Komunikasi sering dilakukan oleh
dua orang atau lebih, baik di lingkungan pertemanan atau lingkungan sosial seperti di dalam
suatu organisasi. Ketika memasuki organisasi, sering kita dihadapkan oleh berbagai macam
sifat dan sikap manusia. Ada yang enak diajak ngobrol, bisa saling support, namun ada
juga yang sulit menerima masukan dari orang lain. Sebab kesalahpahaman di organisasi terjadi
karena perbedaan pendapat dan pandangan terhadap suatu tujuan. Miskomunikasi adalah
kegagalan dalam proses berkomunikasi. Miskomunikasi dapat menyebabkan kesalahpahaman
karena pesan atau informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik oleh
komunikan. Salah satu faktor penyebabnya adalah karena komunikasi verbal yang tidak
didukung oleh komunikasi nonverbal. Menurut Marketing91, miskomunikasi
atau miscommunication, adalah kegagalan dua orang untuk dapat berkomunikasi secara
memadai. Istilah satu ini juga menggambarkan ketidakmampuan seseorang untuk
mengungkapkan ide atau pikirannya dengan benar. Isu ini merupakan salah satu di antara
banyak hambatan komunikasi, di mana pesan atau kata yang disampaikan secara keliru
diartikan oleh pendengar. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat menafsirkan makna
sebenarnya dari pembicara. Miskomunikasi sendiri sering terjadi dalam situasi di mana ada
kesalahan dalam mengungkapkan pikiran atau salah persepsi oleh salah satu lawan bicara.
Alasan terjadinya hal ini cukup beragam. Akan tetapi, ia biasanya menyebabkan kebingungan
dan rasa frustrasi bagi kedua pihak yang terlibat. Miskomunikasi juga tak jarang menjadi
gerbang untuk konflik dan masalah lainnya. Konflik menurut Soerjono Soekanto (2006)
adalah pertentangan yang ditimbulkan adanya perbedaan antara individu dengan kelompok
sosial. Perbedaan ini umumnya bisa disebabkan oleh pertentangan kepentingan dan perbedaan
tujuan, dan menimbulkan ancaman dan kekerasan.

Dalam contoh konflik yang sedang terjadi di organisasi yang saya ikuti berupa
kesalahpahaman tentang pembuatan poster kegiatan yang akan di upload pada sosial media
organisasi. Saat itu divisi humas yang berisikan 3 orang yaitu Alin, Amin dan Ama sedang
membuat poster setelah melaksanakan acara organisasi. Tetapi, satu anggota tersebut yaitu
Ama, tidak diajak untuk berkontribusi dalam pembuatan poster. Alin dan Amin sudah
merencanakan untuk membuat poster tanpa sepengetahuan Ama. Saat poster tersebut sudah
jadi, Amin dan Alin segera mengirimkan foto poster tersebut ke grup divisi humas dan
menanyakan pendapat Ama tentang poster tersebut apakah ada yang perlu ditambahkan atau
dikurangi. Ama memberikan banyak kritik dan saran untuk poster tersebut tetapi kritik dan
saran Ama tidak diterima oleh Alin dan Amin. Alin dan Amin tetap menggunakan poster
tersebut untuk di upload di sosial media organisasi tanpa merevisi dengan kritik dan saran yang
di berikan Ama. Ama merasa sedikit kecewa karena pendapatnya tidak diterima sedikitpun
oleh mereka. Karena terjadinya hal tersebut, Ama menceritakan hal tersebut ke ketua organisasi
agar masalah yang sedang terjadi di divisi humas cepat mereda. Ketua organisasi yang
mendapat berita seperti itu langsung mengevaluasi kejadian tersebut dan menyebutkan bahwa
kejadian tersebut terjadi karena adanya kesalahpahaman pada pihak Alin dan Amin. Sebelum
Alin dan Amin membuat poster, mereka sudah melihat keadaan Ama yang tidak
memungkinkan untuk berkontribusi dalam pembuatan poster. Alin dan Amin mendengar
pembicaraan Ama yang sedang bercerita ke ketua organisasi bahwa akhir-akhir ini ia sedang
sibuk dengan kegiatan kuliahnya, dan kemungkinan akan sering izin pada saat rapat. Saat ini
Ama tengah menempuh pendidikan di salah satu kampus swasta di daerah Jakarta dan tengah
memasuki semester baru, pada semester baru ini Ama diberikan banyak tugas projek dari
dosennya untuk keperluan tugas akhir. Mulai dari mencari topik, mencari kasus yang sedang
terjadi di lingkungannya, membuat proposal, dan lain sebagainya. Alin dan Amin tidak ingin
membebani Ama tentang adanya pembuatan poster tersebut, tetapi pada kenyataannya Ama
masih bisa meluangkan waktu untuk berkontribusi dalam pembuatan poster tersebut walaupun
tidak ikut berkontribusi sepenuhnya. Pada sisi Alin dan Amin, mereka merasa melakukan hal
yang benar karena sangat memperhatikan temannya yang sedang sibuk dan tidak ingin
menambah bebannya, namun jika evaluasi lebih dalam, mereka pun juga salah karena tidak
membicarakannya terlebih dahulu. Alin dan Amin mempunyai sisi pemalu dan tidak enakan
dengan orang lain, maka hal kejadian tersebut terjadi karena sifat mereka yang selalu tidak
enakan dengan orang, sebetulnya sifat tersebut tidak baik, karena dapat merugikan diri sendiri
dan orang lain, tetapi karena ego Alin dan Amin lebih besar dari pada pemikiran nya maka hal
tersebut bisa terjadi. Alin dan Amin yang berumur di bawah Ama merasa segan dengan Ama,
karena keduanya berasal dari suku Jawa yang sudah diajarkan oleh orang tua untuk selalu sopan
ke orang yang lebih tua pun merasa tidak enak bila harus membebani Ama. Jika dikaitkan
dengan komunikasi, kejadian tersebut tidak terjadi komunikasi yang efektif karena memang
tidak terjadi komunikasi pada kedua belah pihak. Alin dan Ama yang merupakan pihak
komunikator tidak menggunakan unsur penting dalam komunikasi yaitu penyampaian pesan
atau informasi kepada komunikan. Setelah kejadian tersebut Alin, Amin dan Ama memutuskan
untuk sering berkomunikasi tentang keadaan mereka dan saling mengerti keadaan satu sama
lain dan tidak cepat mengambil kesimpulan atas hal yang terjadi.

Jika dilihat pada kasus tersebut, kaitan konflik, miss komunikasi dan antropologi itu
sendiri sangat berkaitan, karena dari miss komunikasi terjadilah konflik antar dua belah pihak.
Antropologi sendiri mempelajari segala macam seluk beluk, unsur-unsur, kebudayaan yang
dihasilkan dalam kehidupan manusia seperti contoh konflik diatas yang tercipta dalam
kehidupan manusia karena adanya perbedaan pandangan. Perbedaan-perbedaan yang muncul
dalam suatu kumpulan adalah hal lumrah yang sering ditemui dalam kehidupan. Manusia
sebagai objek yang sangat abstrak dan kompleks tentunya memiliki berbagai unsur yang kian
kini meninjauannya belum pernah usai baik dalam perbedaan dan persamaannya. Dalam
pandangan inilah, berbagai konflik dari satu aspek ke aspek yang bergejolak. Konflik juga
dipandang sebagai gejala umum yang terjadi dimasyarakat akibat adanya interaksi sosial.
Dalam artian, konflik menjadi bagian yang sangat melekat didalam kehidupan bermasyarakat.
Konflik yang memaparkan adanya perselisihan diakibatkan oleh adanya proses sosial yang
terjadi antara individu maupun kelompok yang berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dalam
suatu masalah yang terjadi. Dalam pandangan antropologi, konflik diakibatkan oleh salah
satunya yaitu perbedaan kebudayaan. Cara manusia yang berbeda-beda dan akhirnya mendarah
daging ke dalam suatu kelompok yang besar menyebabkan kemungkinan besar terjadinya
konflik. Menurut KBBI, budaya adalah pikiran; akal budi, serta sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan dan sukar diubah. Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah serta mengubah semesta alam.
Alasan saya mengangkat kasus ini karena kasus ini baru terjadi di organisasi yang saya ikuti,
dan kasus tersebut sangat sering dijumpai dan sering terjadi. Menurut saya, kasus tersebut
sering terjadi tidak hanya di organisasi sosial, tetapi di lingkungan pertemanan atau lingkungan
keluarga. Sebaiknya sebagai makhluk sosial kita selalu melakukan komunikasi agar tidak
terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan konflik, walaupun komunikasi yang terjadi hanya
sedikit, tetapi setidaknya terjadi komunikasi yang tidak menimbulkan kesalahpahaman. Jadi
kita sebagai manusia harus selalu peduli terhadap lingkungan yang terjadi lingkungan kita.

Metodologi
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara
metode penelitian kuantitatif dan deskriptif, dengan menggunakan berbagai teknik
pengumpulan data seperti wawancara, observasi, studi literatur, dan dokumentasi. Penelitian
kualitatif, seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2013), dicirikan oleh latar ilmiah, di mana
manusia dipandang sebagai alat pengumpul data, analisis data secara induktif, pengembangan
teori dari dasar, pendekatan deskriptif, dan lebih mementingkan proses dari pada hasil.
Dalam penelitian ini, sumber data primer dan sekunder digunakan. Sumber data primer
meliputi pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan para informan yang menjadi
objek penelitian. Sumber data sekunder meliputi studi literatur dan dokumentasi, yang
melengkapi data primer dan memberikan wawasan tambahan mengenai topik penelitian.
Temuan dari penelitian ini berkontribusi pada pengetahuan yang ada di lapangan,
memberikan pemahaman yang bernuansa tentang masalah penelitian. Temuan penelitian ini
memiliki implikasi untuk teori, praktik, dan penelitian masa depan di lapangan, menyoroti
pentingnya metode penelitian kualitatif dalam memajukan pengetahuan dan pemahaman
tentang fenomena sosial yang kompleks.

A. Data Informan
➢ Informan 1
Nama : Alin
Umur : 15 tahun
Gender : Perempuan
➢ Informan 2
Nama : Amin
Umur: 18 tahun
Gender : Perempuan
➢ Informan 3
Nama : Ama
Umur : 19 tahun
Gender : Perempuan

B. Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Wawancara
Dilansir e-book Teori Wawancara Psikodiagnostik karya Fandi Rosi Sarwo Edi,
wawancara adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi melalui interaksi sosial
antara peneliti dengan yang diteliti. Wawancara adalah percakapan dua orang atau lebih yang
berlangsung antara narasumber dan pewawancara dengan tujuan mengumpulkan data-data
berupa informasi. Oleh karena itu, teknik wawancara adalah salah satu cara pengumpulan data,
misalnya untuk penelitian tertentu. Merujuk dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang (pejabat dan sebagainya) untuk dimintai
keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal, dimuat dalam surat kabar, disiarkan melalui
radio, atau ditayangkan pada layar televisi.. Wawancara merupakan kegiatan utama dalam
kajian pengamatan. Wawancara memiliki beberapa jenis yaitu wawancara
terstruktur/terpimpin dan wawancara tidak terstruktur/bebas. Wawancara juga dapat dibagi
berdasarkan jumlah narasumber yaitu ada wawancara individu, wawancara kelompok dan juga
wawancara konferensi.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan wawancara tidak terstruktur/bebas dan juga
menggunakan wawancara individu, karena menurut penulis wawancara tersebut sangat cocok
dengan keadaan narasumber yang merupakan teman penulis sehingga wawancara tersebut
tidak terlalu resmi jadi hanya bertanya jawab secara alami tidak berpacu pada suatu daftar
pertanyaan.

2. Observasi
Observasi adalah suatu aktivitas pengamatan mengenai suatu objek tertentu secara
cermat secara langsung di lokasi penelitian tersebut berada. Menurut pendapat Kartini
Kartono, observasi adalah pengujian dengan suatu tujuan tertentu untuk mengetahui sesuatu,
terutama yang bertujuan mengumpulkan fakta, data, skor, serta nilai suatu verbalisasi. Bisa
juga disebut dengan pengungkapan kata-kata mengenai segala sesuatu yang telah diamati serta
diteliti dengan lebih lanjut. Observasi memiliki beberapa jenis yaitu observasi partisipatif,
observasi sistematis, dan observasi eksperimental.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode observasi partisipatif karena penulis
merupakan pihak yang melerai pertikaian yang terjadi pada konflik tersebut. Observasi yang
dilakukan penulis yaitu mengamati setiap pergerakan argumen atau pergerakan fisik yang
terjadi dikala konflik tersebut terjadi dan meredakan emosi pada pihak yang sedang
berargumen.

Pembahasan

Ketidaksepakatan dalam contoh ini berasal dari kegagalan komunikasi dan pemahaman
di antara para anggota di bagian hubungan masyarakat organisasi saat mereka bekerja untuk
merancang poster acara media sosial. Dua anggota divisi, Alin dan Amin, tidak memasukkan
Ama ke dalam poster tanpa berkonsultasi terlebih dahulu. Alin dan Amin menolak kritik dan
saran konstruktif Ama untuk poster tersebut, membuat Ama merasa tidak senang dan
mendorongnya untuk menyampaikan masalah ini kepada pemimpin organisasi. Ada gesekan
dalam tim hubungan masyarakat karena kesalahpahaman, prasangka, dan jalur komunikasi
yang buruk.

Teori Cooperative Management of Meaning (CMM), yang dikembangkan oleh W. Barnett


Pearce dan Vernon Cronen, adalah sebuah pendekatan untuk memahami bagaimana makna
dibangun dan disampaikan melalui interaksi manusia (Rizal & Yuwita, 2021). Komunikasi
dipandang sebagai proses multi-langkah dalam teori CMM, dengan para partisipan
menafsirkan pesan, menegosiasikan makna, dan mengoordinasikan aktivitas mereka dalam
menanggapi satu sama lain. Pemahaman, konteks, dan pola komunikasi semuanya ditekankan
sebagai hal yang sangat penting dalam pembentukan interaksi sosial dalam teori ini.

Berdasarkan teori CMM, terdapat beberapa aspek kunci untuk menganalisis dan
memahami dinamika konflik yang terjadi di dalam organisasi. CMM adalah teori komunikasi
yang berfokus pada bagaimana orang menciptakan makna melalui komunikasi, dan bagaimana
komunikasi membentuk hubungan dan mempengaruhi konflik .

1. Pemahaman Kontekstual: Pada kasus yang diberikan, konflik muncul di dalam divisi
hubungan masyarakat (humas) organisasi, khususnya terkait pembuatan poster kegiatan
untuk media sosial. Konflik tersebut melibatkan tiga orang anggota, yaitu Alin, Amin,
dan Ama, di mana Ama merasa tidak diikutsertakan dan pendapatnya tidak diterima
oleh Alin dan Amin. Konflik muncul karena kesalahpahaman mengenai ketersediaan
dan beban kerja Ama yang tidak dikomunikasikan dan diklarifikasi secara efektif di
antara anggota tim.
2. Kesalahpahaman Komunikasi: Kasus ini menggambarkan beberapa kesalahpahaman
komunikasi yang berkontribusi pada konflik. Pertama, Alin dan Amin mengasumsikan
ketidaksediaan Ama tanpa berkomunikasi secara langsung dengan Ama tentang beban
kerja dan kesediaannya untuk berkontribusi. Alih-alih mengklarifikasi dengan Ama,
mereka malah melanjutkan pembuatan poster tanpa melibatkan Ama. Asumsi ini
membuat Ama merasa dikucilkan dan pendapatnya tidak dipertimbangkan, yang
kemudian memicu konflik. Kedua, Ama menyampaikan kritik dan sarannya terhadap
poster tersebut, namun Alin dan Amin tidak menerimanya, sehingga komunikasi
menjadi terputus dan konflik semakin memanas. Komunikasi yang efektif, yang
melibatkan pendengaran aktif, mengklarifikasi asumsi, dan menghargai perspektif yang
beragam, dapat mencegah atau menyelesaikan konflik.
3. Dinamika Hubungan: Kasus ini menyoroti peran dinamika hubungan dalam konflik.
Keengganan Alin dan Amin untuk membebani Ama, berdasarkan nilai-nilai budaya
mereka tentang kesopanan terhadap orang yang lebih tua, mempengaruhi pengambilan
keputusan mereka dan berkontribusi pada konflik. Hal ini menunjukkan bagaimana
faktor budaya dan relasi dapat membentuk perilaku komunikasi dan pendekatan
manajemen konflik. Selain itu, rasa malu dan ketidaknyamanan Alin dan Amin terhadap
konfrontasi juga mempengaruhi gaya komunikasi mereka dan berkontribusi terhadap
konflik. Memahami dan mengelola dinamika relasional sangat penting dalam
manajemen konflik, karena hal ini membantu membangun kepercayaan, empati, dan
saling pengertian di antara anggota tim.
4. Ego dan Kesadaran Diri: Kasus ini juga menunjukkan bagaimana ego dan kesadaran
diri memainkan peran penting dalam konflik. Ego Alin dan Amin yang lebih
mengutamakan kepentingan pribadi daripada mempertimbangkan pendapat Ama dan
melibatkannya dalam proses pembuatan poster, turut berkontribusi dalam konflik.
Selain itu, kurangnya kesadaran diri dari Alin dan Amin akan perilaku komunikasi
mereka, seperti asumsi dan keengganan untuk berkonfrontasi, juga menyulut konflik.
Mengenali ego, bias, dan pola komunikasi seseorang dapat membantu dalam
manajemen konflik yang efektif dengan mendorong refleksi diri dan pemahaman
tentang peran seseorang dalam konflik.
5. Evaluasi dan Resolusi: Kasus ini menyoroti pentingnya evaluasi dan resolusi dalam
manajemen konflik. Pimpinan organisasi, setelah menerima berita tentang konflik
tersebut, mengevaluasi insiden tersebut dan mengakui kesalahpahaman yang terjadi
antara Alin dan Amin. Hal ini menunjukkan pentingnya evaluasi yang tidak memihak
dan penilaian objektif terhadap konflik untuk mengidentifikasi masalah yang mendasari
dan menemukan solusi yang tepat. Keputusan Alin, Amin, dan Ama untuk sering
berkomunikasi dan memahami situasi satu sama lain setelah kejadian tersebut juga
mencerminkan pentingnya komunikasi yang terbuka dan transparan dalam
penyelesaian konflik.
6. Peran Budaya: Kasus ini juga menyoroti peran budaya dalam komunikasi dan
manajemen konflik. Nilai-nilai budaya Alin dan Amin tentang kesopanan terhadap
orang yang lebih tua mempengaruhi pengambilan keputusan mereka, sementara latar
belakang budaya Ama, sebagai seorang mahasiswa dari sebuah universitas swasta di
Jakarta, mungkin mempengaruhi beban kerja dan ketersediaannya. Memahami dan
menghormati perbedaan budaya dalam gaya komunikasi, pengambilan keputusan, dan
pendekatan manajemen konflik dapat berkontribusi pada resolusi konflik yang efektif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konflik dalam kasus yang diberikan dalam
divisi PR organisasi dapat dianalisis dengan menggunakan teori CMM dengan memeriksa
pemahaman kontekstual, kesalahpahaman komunikasi, dinamika hubungan, ego dan kesadaran
diri, evaluasi dan resolusi, dan peran budaya. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek kunci
ini, jelaslah bahwa komunikasi yang efektif, mendengarkan secara aktif, mengklarifikasi
asumsi, menghargai perspektif yang beragam, mengelola ego, mendorong kesadaran diri,
evaluasi yang tidak memihak, dan memahami perbedaan budaya adalah hal yang sangat
penting untuk manajemen konflik yang efektif. Mengatasi faktor-faktor ini dapat membantu
mencegah konflik, menyelesaikan konflik, dan membina hubungan positif di antara anggota
tim, yang mengarah pada lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif. Penting bagi
organisasi untuk berinvestasi dalam pelatihan komunikasi dan keterampilan manajemen
konflik untuk memberdayakan karyawan mereka dengan alat dan strategi yang diperlukan
untuk mengelola konflik secara efektif dan membangun hubungan yang positif.

Salah satu aspek mendasar dalam komunikasi yang kurang dalam skenario kasus ini adalah
penyampaian pesan atau informasi kepada komunikan. Alin dan Amin, yang merupakan
komunikator dalam kasus ini, gagal berkomunikasi secara efektif dengan Ama tentang rencana
mereka untuk membuat poster tanpa keterlibatannya. Alih-alih mendiskusikan niat mereka dan
meminta masukan dari Ama terlebih dahulu, mereka langsung melanjutkan rencana mereka
dan hanya membagikan hasil akhirnya kepada Ama untuk meminta pendapatnya. Kurangnya
komunikasi ini menyebabkan kesalahpahaman dan konflik di antara anggota tim.

Selain itu, mendengarkan secara aktif juga kurang dalam skenario ini. Ketika Ama
memberikan kritik dan saran untuk poster tersebut, Alin dan Amin tidak secara aktif
mendengarkan umpan balik dan mengabaikan pendapatnya. Mendengarkan secara aktif tidak
hanya melibatkan mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi juga memahami makna di balik
kata-kata tersebut, menunjukkan empati, dan mengajukan pertanyaan klarifikasi untuk
memastikan pemahaman yang akurat. Alin dan Amin dapat mempraktikkan mendengarkan
secara aktif dengan mengakui umpan balik dari Ama, memvalidasi perspektifnya, dan terlibat
dalam diskusi yang terbuka dan jujur untuk mengatasi kekhawatirannya.

Asumsi juga berperan dalam konflik ini. Alin dan Amin berasumsi bahwa Ama terlalu sibuk
dengan studinya untuk berkontribusi pada poster, berdasarkan pengamatan mereka terhadap
kegiatan Ama sebelumnya dan percakapan yang mereka dengar. Di sisi lain, Ama beranggapan
bahwa Alin dan Amin sengaja tidak melibatkannya dalam proses pembuatan poster. Asumsi-
asumsi ini tidak diklarifikasi atau diverifikasi, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dan
salah tafsir atas tindakan dan niat masing-masing. Mengklarifikasi asumsi dan memverifikasi
informasi dapat membantu mencegah konflik yang timbul dari kesalahpahaman dan salah tafsir.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap konflik adalah dinamika hubungan di antara
anggota tim. Alin dan Amin, yang berusia lebih muda dari Ama dan berasal dari budaya yang
menghargai kesopanan terhadap orang yang lebih tua, merasa enggan membebani Ama dengan
tugas pembuatan poster. Norma budaya ini mungkin mempengaruhi keputusan mereka untuk
tidak melibatkan Ama dalam proses pembuatan poster, terlepas dari asumsi mereka tentang
kesediaan Ama. Namun, norma budaya ini tidak serta merta dipahami atau ditafsirkan dengan
cara yang sama oleh Ama, yang merasa tersisih dan tidak dihargai. Memahami dan menghargai
perspektif yang beragam, termasuk yang dipengaruhi oleh budaya, dapat mencegah konflik
yang muncul dari perbedaan gaya komunikasi, norma, dan nilai.

Ego dan kesadaran diri juga berperan dalam konflik ini. Ego Alin dan Amin mungkin telah
membuat mereka percaya bahwa keputusan mereka untuk mengucilkan Ama adalah keputusan
yang tepat, dan mereka menganggap kritik dan saran Ama tidak diperlukan. Kurangnya
kesadaran diri mereka dalam mengenali bias dan asumsi mereka sendiri mungkin semakin
memicu konflik. Di sisi lain, Ama mungkin merasa kecewa dan diabaikan, sehingga ia
meningkatkan konflik dengan memberi tahu kepala organisasi. Mempromosikan kesadaran diri
dan mengelola ego dapat membantu individu mengenali bias, asumsi, dan emosi mereka sendiri,
serta menanggapi konflik dengan cara yang lebih konstruktif dan kolaboratif.

Setelah konflik meningkat, pimpinan organisasi mengevaluasi insiden tersebut dan


mengidentifikasi kesalahpahaman yang terjadi antara Alin dan Amin. Hal ini menunjukkan
pentingnya evaluasi yang tidak memihak dalam penyelesaian konflik. Sangat penting untuk
menilai situasi secara obyektif dan mengidentifikasi penyebab utama konflik tanpa memihak
atau membuat penilaian yang terburu-buru. Evaluasi yang tidak memihak dapat membantu
mengungkap akar penyebab konflik dan memfasilitasi penyelesaian yang adil dan seimbang.

Untuk mencegah konflik serupa di masa depan, para anggota tim, Alin, Amin, dan Ama,
memutuskan untuk lebih sering berkomunikasi dan memahami situasi satu sama lain. Hal ini
menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan pemahaman yang berkelanjutan dalam menjaga
hubungan yang positif dalam sebuah tim atau organisasi. Komunikasi yang teratur dapat
membantu membangun kepercayaan, memperjelas ekspektasi, mengatasi kesalahpahaman, dan
menumbuhkan lingkungan yang kolaboratif dan inklusif di mana konflik dapat dikelola dan
diselesaikan secara efektif.

Sebagai kesimpulan, skenario kasus ini menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif dan
mendengarkan secara aktif dalam mencegah dan menyelesaikan konflik dalam tim atau
organisasi. Skenario ini menekankan perlunya mengklarifikasi asumsi, memverifikasi
informasi, memahami perspektif yang beragam, mengelola ego, dan meningkatkan kesadaran
diri. Evaluasi konflik yang tidak memihak dan komunikasi yang berkelanjutan dapat
berkontribusi dalam menjaga hubungan yang positif dan mencegah konflik serupa di masa
depan. Dengan mengenali dan menangani dinamika komunikasi dan interpersonal ini, tim dan
organisasi dapat menciptakan lingkungan yang lebih kolaboratif dan inklusif di mana konflik
dikelola secara konstruktif, dan anggota tim dapat bekerja sama secara efektif untuk mencapai
tujuan bersama.
Kesimpulan

Kesimpulannya, konflik yang terjadi dalam organisasi tersebut, seperti yang


digambarkan dalam kasus tersebut, dapat dianalisis dengan menggunakan teori Coordinated
Management of Meaning (CMM). Konflik muncul dari kesalahpahaman terkait proses
pembuatan poster kegiatan untuk media sosial organisasi. Gangguan komunikasi, seperti
kurangnya komunikasi yang efektif, salah tafsir pesan, asumsi, dan ego yang tidak terkelola
dengan baik, berkontribusi pada konflik tersebut.

Kasus ini menyoroti pentingnya komunikasi dalam mengelola konflik di dalam


organisasi. Dalam kasus ini, Alin dan Amin gagal berkomunikasi secara efektif dengan Ama,
yang menyebabkan salah tafsir terhadap ketersediaan dan kontribusi Ama. Selain itu, rasa malu
dan ketidaknyamanan Alin dan Amin terhadap konfrontasi menghalangi kemampuan mereka
untuk mengatasi masalah secara langsung, yang menyebabkan konflik tidak terselesaikan.

Teori CMM memberikan wawasan yang berharga untuk mengelola konflik dalam
organisasi. Dengan menekankan peran komunikasi dalam menciptakan makna dan pemahaman
bersama, teori ini menyoroti perlunya mendengarkan secara aktif, klarifikasi asumsi, dan
verifikasi informasi. Teori ini menggarisbawahi pentingnya mengelola ego dan kesadaran diri
dalam komunikasi, serta mengenali perspektif yang beragam dan mempromosikan komunikasi
yang berkelanjutan untuk mencegah dan menyelesaikan konflik.

Untuk mengatasi konflik secara efektif, organisasi dapat mengambil beberapa langkah.
Pertama, mempromosikan saluran komunikasi yang terbuka dan transparan dapat
menumbuhkan budaya di mana anggota tim merasa nyaman untuk mengungkapkan pendapat
dan kekhawatiran mereka. Mendorong pendengaran yang aktif, klarifikasi asumsi, dan
verifikasi informasi dapat membantu mencegah kesalahpahaman dan salah tafsir. Melatih
anggota tim dalam keterampilan komunikasi yang efektif, termasuk teknik resolusi konflik,
juga dapat bermanfaat.

Kedua, meningkatkan kesadaran diri dan mengelola ego dapat menjadi hal yang penting
dalam resolusi konflik. Anggota tim harus didorong untuk merefleksikan bias, asumsi, dan
perilaku mereka sendiri, serta bersedia untuk mengelola ego mereka dalam konflik. Hal ini
dapat melibatkan pengakuan akan dampak dari keyakinan dan emosi pribadi terhadap
komunikasi dan resolusi konflik, dan secara aktif bekerja untuk mengelolanya dengan cara
yang konstruktif.
Ketiga, mengakui dan menghargai perspektif yang beragam dapat berkontribusi pada
lingkungan yang lebih inklusif dan kolaboratif. Dalam kasus yang dijelaskan, keengganan Alin
dan Amin untuk membebani Ama karena kepercayaan dan asumsi budaya tentang usia dan
kesopanan menghambat komunikasi yang efektif. Mendorong anggota tim untuk menghargai
dan menghormati perspektif yang beragam dapat membantu mencegah kesalahpahaman dan
mendorong pendekatan yang lebih inklusif dan kolaboratif dalam penyelesaian konflik.

Terakhir, mendorong komunikasi yang berkelanjutan dan evaluasi konflik dapat


membantu mencegah munculnya masalah serupa di masa depan. Mendorong pemeriksaan rutin,
rapat tim, dan forum terbuka untuk mendiskusikan dan menyelesaikan konflik dapat
menciptakan budaya komunikasi proaktif dan manajemen konflik. Hal ini juga dapat
melibatkan evaluasi berkala terhadap konflik dan penyebabnya untuk mengidentifikasi pola
dan mengambil tindakan pencegahan.

Kesimpulannya, teori CMM memberikan wawasan yang berharga untuk memahami


dan mengelola konflik dalam organisasi. Dengan menekankan pentingnya komunikasi,
kesadaran diri, mendengarkan secara aktif, dan menghargai perspektif yang beragam,
organisasi dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan kolaboratif di mana konflik
dikelola secara konstruktif, dan anggota tim dapat bekerja sama secara efektif untuk mencapai
tujuan bersama.
DAFTAR PUSTAKA

FIB UGM (2016). Antropologi. FIB UGM. Diakses dari


https://fib.ugm.ac.id/akademik/program-
sarjana/antropologi#:~:text=Apa%20itu%20Ilmu%20Antropologi%3F,yang%20dihasi
lkan%20dalam%20kehidupan%20manusia.

Fatmawati, Nurul (2021). Berkomunikasi Secara Efektif, Ciri Pribadi yang Berintegritas Dan
Penuh Semangat. DJN Kemenku. Diakses dari
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-semarang/baca-
artikel/13988/Berkomunikasi-Secara-Efektif-Ciri-Pribadi-yang-Berintegritas-Dan-
Penuh-
Semangat.html#:~:text=Jadi%20berdasarkan%20paradigma%20Lasswell%20tersebut
,media%20yang%20menimbulkan%20efek%20tertentu.&text=Komunikasi

Ananta Dachi, Mesakh (2022). Pengertian Budaya Menurut para Ahli. Media Indonesia.
Diakses dari https://mediaindonesia.com/humaniora/531569/pengertian-budaya-
menurut-para-
ahli#:~:text=Menurut%20Koentjaraningrat%2C%20budaya%20adalah%20segala,pen
galaman%20serta%20lingkungan%20yang%20dialaminya.

Aliya, Humaira (2022). Miskomunikasi: Arti, Penyebab, Contoh, dan Cara Mengatasinya.
Glints. Com. Diakses dari https://glints.com/id/lowongan/miskomunikasi-
miscommunication-adalah/#.ZCA9U6gza3A

Nur Fadhillah, Annisa (2015). Antropologi; Mengungkap Konsensus dan Konflik. Kompasiana.
Diakses dari
https://www.kompasiana.com/anfannisa/54f71c22a333114b0d8b48d5/antropologi-
mengungkap-konsensus-dan-
konflik#:~:text=Dalam%20pandangan%20antropologi%2C%20konflik%20diakibatka
n,menyebabkan%20kemungkinan%20besar%20terjadinya%20konflik.

Populix (2021). Wawancara Adalah: Pengertian, Jenis, Fungsi, Tahap, dan Tips. Populix.
Diakses dari https://info.populix.co/articles/wawancara-adalah/

Ananda (2021). Apa Itu Observasi? Berikut Pengertian, Ciri, Tujuan, dan Jenisnya.
Gramedia.com. Diakses dari https://www.gramedia.com/literasi/apa-itu-observasi/
Faustyna et al., (2022). Strategi Komunikasi Krisis (Dilengkapi Dengan Studi
Kasus). (2022). (n.p.): umsu press.

Hasan Syaiful Rizal, & Yuwita, N. (2021). Aktualisasi Nilai Bela Negara Sebagai Revolusi
Mental Santri Dalam Mewujudkan Keutuhan NKRI di Era Pandemi Covid Dengan
Pendekatan Coordinated Management of Meaning (CMM). Jurnal Al-Murabbi, 7(1),
77–91. https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/pai/article/view/2799

Sugiyono, D. (2013). Educational research methods approach quantitative, qualitative and


R&D.

Anda mungkin juga menyukai