Anda di halaman 1dari 20

SEPUTAR PLOITIK PEMERINTAHAN

(DEMOKRASI DALAM ISLAM)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Masail
Fiqhiyyah

Dosen pengampu : Saifuddin Nur

Disusun Oleh:

Agung Harliyadi Imam Dhuhuri 1171030010

Ajeng Rahayu Sudrajat 1171030020

Muhammad Ramadhan Syah Firdaus 1171030141

Mutiara Fitri Ramdini 1171030146

Resti Nurhayati 1171030165

Rifa Hanifah 1171030165

Teten Hermawan 1171030208

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah Yang Mahatahu dan Mahakuasa. Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw., utusan dan manusia
pilihanNya. Serta kepada keluarga dan para Sahabatnya. Atas berkat rahmat dan
hidayahNya, makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir semester tiga mata
kuliah Masail Fiqhiyyah. Adapun topik yang dibahas pada makalah ini adalah
mengenai salah satu pembahasan yang berkaitan dengan Seputar Politik
Pemerintahan, yakni Demokrasi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Saifudin Nur, M.Ag.


selaku dosen mata kuliah Masail Fiqhiyyah yang telah membimbing dan memberi
banyak pengetahuan, serta kepada semua pihak yang telah berkontribusi untuk
tersajinya makalah ini.

Penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan masukan


yang positif untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memenuhi tugas mata kuliah Masail Fiqhiyyah serta memberi manfaat bagi para
pembaca.

Bandung, November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang..................................................................................1
b. Rumusan Masalah.............................................................................2
c. Tujuan...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Demokrasi.......................................................................3
b. Jenis Demokrasi................................................................................5
c. Tujuan Demokrasi............................................................................6
d. Demokrasi di Indonesia...................................................................7
e. Prinsip Demokrasi dalam Islam.......................................................9
f. Fatwa MUI Tentang Demokrasi......................................................13
BAB III PENUTUP
a. Kesuimpulan...................................................................................16
b. Saran...............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi secara sederhana dapat dipahami sebagai pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Secara sistem kenegaraaan,
kekuasaan pada pokoknya diakui yang berasal dari rakyat, karena pada
dasarnya rakyat yang menentukan dan memberi arah kehidupan bagi
kenegaraan. Dalam sebuah kondisi yang ideal, demokrasi merupakan
sesuatu yang dicita-citakan oleh banyak negara. Berakhirnya Perang Dunia
selanjutnya menjadikan demokrasi menjadi sebuah fenomena global dan
banyak diperbincangkan sebagai salah satu persoalan yang universal.
Hal tersebut di atas, menjadikan banyak negara mengadopsi sistem
pemerintahan yang demokratis. Globalisasi membuat demokrasi semakin
banyak diadopsi oleh banyak negara dan beberapa negara bertransformasi
dari sistem otoriter menjadi demokrasi penuh ditandai dengan
penyelenggaraan sistem pemilihan umum yang demokratis. Selain itu,
pemilu telah menjadi tagline serta wacana politik oleh berbagai negara
yang menganut bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan dengan
mewujudkan kedaulatan rakyat, termasuk dua negara demokrasi di Asia
Tenggara yaitu Indonesia dan Filipina.
Dalam konteks Indonesia, tiga puluh dua tahun pemerintahan
Soeharto yang mengedepankan politik dan keamanan, membuat bangsa
Indonesia hidup dalam otoritarianisme. Meskipun begitu rakyat Indonesia
hidup dalam keterjaminan dalam negri. Hal itu dibuktikan dengan
suksesnya perkembangan GDP Indonesia yang mencapai 1000 US dollar.
Capaian yang lebih tinggi pada masa Soeharto, Indonesia telah sukses
dalam swasembada pangan, bahkan pemerintah juga melakukan ekspor
beras ke luar negri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian demokrasi ?
2. Apa saja jenis demokrasi ?
3. Apa Tujuan demokrasi ?
4. Bagaimana demokrasi di Indonesia ?
5. Bagaiaman prinsip demokrasi dalam Islam ?
6. Bagaimana bunyi fatwa Mui tentang demokrasi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi
2. Untuk mengetahui jenis demokrasi
3. Untuk mengetahui tujuan demkrasi
4. Untuk mengetahui demokrasi di Indonesia
5. Untuk mengetahui prinsip demokrasi dalam Islam
6. Untuk mengetahui bunyi fatwa Mui tentang demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DEMOKRASI

Demokrasi dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah


(terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal
dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat
dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara
bahasa demos cratein-atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan Negara
dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat,
kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat pemerintahannya kedaulatan
berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama
rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.1

Dalam hal ini, demokrasi juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk atau
pola pemerintahan yang mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat
dalam keputusan yang diambil oleh mereka yang telah diberi wewenang.
Demokrasi didasarkan pada prinsip kedaulatan rakyat yang mengandung
pengertian bahwa semua manusia mempunyai kebebasan dan kewajiban yang
sama.
Sementara itu, pengertian demokrasi secara istilah sebagaimana
dikemukakan para ahli sebagai berikut;
a. Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional
untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh
kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;
Affan Gaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara
normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi
normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah
1
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN
Jakarta, 2000), 110.
Negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam
perwujudannya pada dunia politik praktis.
b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Menurut KBBI, Demokrasi memiliki 2 arti, yaitu :

 Demokrasi merupakan suatu bentuk atau sistem pemerintahan dimana


seluruh rakyatnya ikut serta dalam memerintah, yaitu melalui perantara
wakil-wakil terpilih mereka.
 Demokrasi merupakan suatu gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban, serta perlakuan yang sama
bagi semua warga negaranya.

c. Menurut Abraham Lincoln

Dalam pidato Gettyburgnya, Presiden Amerika Serikat yang ke-16


Abraham Lincoln menyatakan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa rakyat merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam suatu pemerintahan, dimana masing-masing dari
mereka memiliki hak dalam memperoleh kesempatan serta hak dalam bersuara
yang sama dalam upaya mengatur kebijakan pemerintahan. Dalam sitem ini,
keputusan diambil berdasarkan hasil suara terbanyak.

d. H. Harris Soche (Yogyakarta : Hanindita, 1985)

Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan rakyat. Artinya


rakyat atau orang banyak merupakan pemegang kekuasaan dalam
pemerintahan. Mereka memiliki hak untuk mengatur, mempertahankan, serta
melindungi diri mereka dari adanya paksaan dari wakil-wakil mereka, yaitu
orang-orang atau badan yang diserahi wewenang untuk memerintah.

e. Hannry B. Mayo

Dalam demokrasi suatu kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar


mayoritas oleh wakil-wakil yang secara efektif diawasi oleh rakyat melalui
berbagai macam pemilihan yang dilakukan berdasarkan pada prinsip kesamaan
politik serta diselenggarakan dalam suasana dimana kebebasan  politik terjadi.

B. JENIS DEMOKRASI
Terdapat beberapa jenis demokrasi yang disebabkan perkembangan dalam
pelaksanaannya diberbagai kondisi dan tempat. Oleh karena itu, pembagian
jenis demokrasi dapat dilihat dari beberapa hat, sebagai berikut:
Demokrasi berdasarkan cara menyampaikan pendapat. Temiasuk jenis
demokrasi ini terdiri dari:
a. Demokrasi langsung. Rakyat secara langsung diikutsertakan dalam
proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan
pemerintahan.
b. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Demokrasi ini
dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui
pemilu. Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang
duduk di lembaga perwakilan rakyat.
c. Demokrasi perwakilan dengan system pengawasan langsung dari
rakyat (referendum) yang dapat diklasifikasi; a) referendum wajib; b)
referendum tidak wajib; dan C) refendum fakultatif.
d. Demokrasl formal. Demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal, yaitu
secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama
dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonorni.
e. Demokrasi material. Demokrasi ini memandang manusia mempunyai
kesamaan dalam bidang sosial ekonomi, sehingga persamaan bidang
politik tidak menjadi prioritas. Demokrasi material dikembangkan di
Negara sosialis-komunis.
f. Demokrasi campuran. Demokrasi ini merupakan campuran dan kedua
demokrasi tersebut Demokrasi ini berupaya menciptakan kesejahteraan
seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan derajat dan hak setiap
orang.
g. Demokrasi liberal, yaitu memberikan kebebasan yang luas pada
individu. Campur tangan pemerintah diminimalkan bahkan ditolak.
Pemerintah bertindak atas dasar konstitusi (hukum dasar).
h. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar. Demokrasi ini bertujuan
menyejahterakan rakyat. Negara dibentuk tidak mengenal perbedaan
kelas. Semua warga Negara mempunyai persamaan dalam hukum dan
politik.

C. TUJUAN DEMOKRASI

Salah satu tujuan Demokrasi adalah menciptakan kedaulatan negara


kepada rakyat yang bertujuan menciptakan pemerintahan yang legal dan di
kehendaki oleh rakyat. Demokrasi hanya menjamin kebebasan politik yaitu
kebebasan mengeluarkan pendapat dan politik. Tujuan kita berbangsa dan
bernegara adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sehingga
negra ini dapat terpimpin dan tidak ada lagi perselisihan antar bangsa, karna
walaupun berbeda suku namun tetap masih satu bangsa dan satu negara yaitu
negara indonesia,  oleh karena itu tujuan demokrasi tidak lain dalah
memberika kebebsa bagi rakyat untuk memilih dan mengemukakakn
pendapatnya dalam bermusyawarah, sehingga sutu keputusan harus di
putuskan secara adil agar tidak ada pihak yang merasa di rugikan , sehingga
Demikrasi dapat berjalan sampai generasi penerus bangsa. Demokrasi
sangatlah penting untuk mencegah terjadinya perselisihan antar bangsa

D. DEMOKRASI DI INDONESIA

Sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode :

1. Periode 1945-1959
Demokrasi pada zaman ini sebut dengan sebutan demokrasi
Parlamenter. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan sesudah
kemerdekaan diproklamasikan. Namun, model demokrasi ini dianggap
kurang cocok untuk Indonesia. Lemahnya budaya demokrasi untuk
mempraktikan demokrasi model Barat ini telah memberi peluang sangat
besar kepada partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial-
politik.
Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan sistem demokrasi
parlementer ini akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan
afiliasi kesukuan dan agama. Akibatnya, pemerintahan yang berbasis pada
koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama. Koalisi yang
dibangun dengan sangat mudah pecah. Hal ini mengakibatkan destabilitasi
politik nasional yang mengancam intergrasi nasional yang sedang
dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan
pembenrontakan daerah terhadap pemerintahan pusat telah mengancam
berjalannya demokrasi itu sendiri.
Faktor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan
partai-partai dalam Majelis Konstituante mencapai konsensus mengenai
dasar negara untuk undang-undang dasar bar, mendorong Presiden
Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang
menegaskan berlakunya sistem parlementer berakhir, dan digantikan
Demokrasi terpimpin yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat
kekuasaan Negara. 2

2. Periode 1959-1965
Periode ini disebut dengan Demokrasi Terpimpin. Ciri-ciri
demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya
pengaruh komunis dan peranan tentara ABRI dalam panggung politik
nasional. Hal ini disebabkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui
pembentukan kepemimpinan personal yang kuat. Sekalian UUD 1945
memberi peluang bagi seorang presiden untuk memimpin pemerintahan
selama lima tahu, ketetapan MPRS No III/1963 mengangkat Ir Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini
secara otomatis telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun
sebagaimana ketetapan UUD 1945. 3

3. Periode 1965-1998
Periode ini merupakan masa pemerintahan presiden Soeharto
dengan order barunya. Sebutan order baru merupakan kritik terhadap
2
Ubaedillah dan Abdul Razak. Civic Education. (Jakarta : Prenadamedia Group). Hlm : 75.
3
Ibid. Ubaedillah dan Abdul Razak. Hlm : 76.
periode sebelumnya, Orde Lama. Order Baru, sebagaimana dinyatakan
oleh pendukungnya, adalah upaya untuk meluruskan kembali
penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi dalam masa Demokrasi
Terpimpin ala presiden Soekarno telah diganti oleh elite Orde Baru dengan
Demokrasi Pancasila.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya yang menetapkan
masa jabatan presiden seumur hidup untuk Presiden Soekarno telah
dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun
dan dapat dipilih kembali melalui proses pemilu.
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga
komponen demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada
hakikatnya adalah menegakan kembali asas-asas negara hukum dan
kepastian hukum. Kedua, demokrasi dalam bidang ekonomi pada
hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Ketiga,
demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya bahwa pengakuan dan
perlindungan HAM, peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Order baru ditandai oleh : (1) dominannya peranan militer
(ABRI) ; (2) birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik ;
(3) pengebirian peran dan fungsi partai politik ; (4) campur tangan
pemerintahan dalam berbagai urusan politik dan publik ; (5) politik masa
mengambang ; (6) monilitisasi ideologi negara ; (7) inkorporasi lembaga
nonpemerintah. 4

4. Periode Pasca-Orde Baru


Periode pasca Orde Baru sering disebut dengan era Reformasi.
Periode ini erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang
memenuhi pelaksanaan demokrasi dan HAM secara konsekuen. Tuntutan
ini ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan
Orde Baru pada Mei 1998, setelah lebih dari tigapuluh tahun berkuasa
dengan Demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar negara

4
Ibid. Hlm : 77.
Pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati
sebagian masyarakat terhadap dasar negara tersebut. 5

E. PRINSIP DEMOKRASI DALAM ISLAM


Sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam
memberikan prinsip-prinsip dasar dan tata nilai dalam mengelola
organisasi atau pemerintahan. Al-qur'an dan As-sunnah dalam
permasalahan ini telah mengisyaratkan beberapa prinsip pokok dan tata
nilai yang berkaitan dengan kepemimpinan, kehidupan bermasyarakat,
berorganisasi, bernegara termasuk di dalamnya ada system pemerintahan
yang nota-benenya merupakan kontrak sosial. Prinsip-prinsip atau nilai-
nilai tersebut antara lain: prinsip Tauhid, As-syura (bermusyawarah)
Al-'adalah (berkeadilan) Hurriyah Ma'a Mas'uliyah (kebebasan disertai
tanggung jawab) Kepastian Hukum, Jaminan Haq al Ibad (HAM) dan lain
sebagainya.
a. Prinsip Tauhid

Prinsip tauhid merupakan salah satu prinsip dasar dalam


kepemimpinan Islam (pemerintahan Islam). Sebab perbedaan akidah yang
fundamental dapat menjadi pemicu dan pemacu kekacauan suatu umat.
Oleh sebab itu, Islam mengajak kearah satu kesatuan akidah diatas dasar
yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, yaitu tauhid. Dalam
alqur'an sendiri dapat ditemukan dalam surat An-nisa' 48, Ali imron 64
dan surat al Ikhlas.

b. Prinsip Musyawarah (Syuro)


Musyawarah berarti mempunyai makna mengeluarkan atau
mengajukan pendapat. Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan
dengan kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat, paling tidak
mempunyai tiga cara:6
a. Keputusan yang ditetapkan oleh penguasa.

5
Ibid. Hlm : 77.

6
Dawam Rahardjo, ‘syuro’, Jurnal Ulumul Qur’an 1, no.1(1989), 34
b. Kepeutusan yang ditetapkan pandangan minoritas.

c. Keputusan yang ditetapkan oleh pandangan mayoritas

Ini menjadi ciri umum dari demokrasi, meski perlu diketahui


bahwa "demokrasi tidak identik dengan syuro" walaupun syuro dalam
Islam membenarkan keputusan pendapat mayoritas, hal itu tidak bersifat
mutlak. Sebab keputusan pendapat mayoritas tidak boleh menindas
keputusan minoritas, melainkan tetap harus memberikan ruang gerak bagi
mereka yang minoritas. Lebih dari itu, dalam Islam suara mayoritas tidak
boleh berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Dalam Al-quran
ada beberapa ayat yang berbicara tentang musyawarah. Pertama:
musyawarah dalam konteks pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih (berhenti
menyusui) anak.

Hal ini sebagaimana terdapat pada surat al-Baqarah ayat 233.


"apabila suami-istri ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas
dasar kerelaan dan musyawarah antar mereka, maka tidak ada dosa atas
keduanya". Kedua: musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-
persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, termasuk didalamnya
dalam hal berorganisasi. Hal ini sebagaimana terdapat pada surat Ali-
imron ayat 158. "bermusyawarahlah kamu (Muhammad) dengan mereka
dalam urusan tertentu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
bertawakkalah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt mencintai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya".

Meskipun terdapat beberapa Al-qur'an dan Assunnah yang


menerangkan tentang musyawarah. Hal ini bukan berarti al-Qur'an telah
menggambarkan system pemerintahan secara tegas dan rinci, nampaknya
hal ini memang disengaja oleh Allah untuk memberikan kebebasan
sekaligus medan kreatifitas berfikir hambanya untuk berijtihad
menemukan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi sosial-
kultural. Sangat mungkin ini salah satu sikap demokratis Tuhan terhadap
hamba-hambanya.
c. Prinsip Keadilan (Al-'adalah)
Dalam memanage pemerintahan, keadilan menjadi suatau
keniscayaan, sebab pemerintah dibentuk antara lain agar tercipta
masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan kiranya jika al-
Mawardi memasukkan syarat yang pertama seorang pemimpin negara
adalah punya sifat adil. Dalam al-Qur'an, kata al-'Adl dalam berbagai
bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak ada empat makna
keadilan yang dikemukakan oleh ulama :7
1. Pertama, adil dalam arti sama. Artinya tidak menbeda-bedakan satu sama
lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak. Ini dilakukan
dalam memutuskan hukum. Sebagaimana dalam al qur'an surat an-Nisa'
58. "apabila kamu memutuskan suatu perkara diantara manusia maka
hendaklah engkau memutuskan dengan adil".
2. Kedua: adil dalam arti seimbang. Disini keadilanidentik dengan
kesesuaian. Dalam hal ini kesesuaian dan keseimbangan tidak
mengharuskan persamaan kadar yang besar dan kecilnya ditentukan oleh
fungsi yang diharapkan darinya.
3. Ketiga: adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada pemiliknya.
4. Keempat: keadilan yang dinisbatkan kepada Allah Swt. Adil disini berarti
memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi. Dalam hal ini Allah
memiliki hak atas semuanya yang ada sedangkan semua yang ada, tidak
memiliki sesuatau disisinya.
Jadi, system pemerintahan Islam yang ideal adalah system yang
mencerminkan keadilan yang meliputi persamaan hak didepan umum,
keseimbangan (keproposionalan) dalam memanage kekayaan alam
misalnya, distribusi pembangunan, adanya balancing power antara pihak
pemerintah dengan rakyatnya.
d. Prinsip Kebebasan (al-Hurriyah)

7
Yusuf al Khardawi, Fiqh Daulah; Dalam Perspektif Al Qur’an dan sunnah, Terj. Kathur Suhardi
(Jakarta: Pustaka Al Kausar1997), hlm.184
Kebebasan dalam pandangan al-Qur'an sangat dijunjung tinggi
termasuk dalam menentukan pilihan agama sekaligus. Namun demikian,
kebebasan yang dituntut oleh Islam adalah kebebasan yang
bertanggungjawab. Kebebasan disini juga kebebasan yang dibatasi oleh
kebebasan orang lain. Dalam konteks kehidupan politik, setiap individu
dan bangsa mempunyai hak yang tak terpisahkan dari kebebasan dalam
segala bentuk fisik, budaya, ekonomi dan politik serta berjuang dengan
segala cara asal konstitusional untuk melawan atas semua bentuk
pelanggaran.

F. FATWA MUI TENTANG DEMOKRASI

Dalam keputusan Ijtima’ Ulama tertanggal 9 Mei 2018 Komisi


Fatwa se-Indonesia VI , Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan
keputusan tentang masalah strategis kebangsaan, hubungan agama dan
politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketua Pimpinan Sidang
Pleno Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VI, Dr Asrorun Niam
Sholeh menyampaikan keputusan tersebut pada gelaran di Banjarbaru,
Kalimantan Selatan.

Pertama, Islam sebagai ajaran yang bersumber dari wahyu,


merupakan ajaran yang komperehensif (kaffah), memiliki tuntunan
kebajikan yang bersifat universal (syumuliyyah) dan meliputi seluruh
aspek kehidupan (mutakamil).

Kedua, hubungan agama dan negara adalah hubungan yang saling


melengkapi. Politik dan kekuasaan dalam Islam ditujukan untuk menjamin
tegaknya syariat (hirasat al-din) dan terjaminnya urusan dunia (siyasat al-
dunya).

Politik dalam Islam, jelasnya adalah sarana untuk menegakkan keadilan,


sarana amar makruf nahy munkar, dan sarana untuk menata kebutuhan
hidup manusia secara menyeluruh.
Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibentuk
dengan kesepakatan menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha pEsa
sebagai sila pertama dalam dasar bernegara. Dengan demikian, seluruh
aktivitas politik kenegaraan harus dibingkai dan sejalan dengan norma
agama.

Keempat, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agama


harus dijadikan sebagai sumber inspirasi dan kaedah penuntun, sehingga
tidak terjadi benturan antara kerangka berpikir keagamaan dan kerangka
berpikir kebangsaan. Penyelenggara negara tidak memanfaatkan agama
sekadar untuk kepentingan tujuan meraih kekuasaan semata.

Kelima, tempat ibadah bukan hanya untuk kepentingan ritual


keagamaan (ibadah mahdah) semata. Ia harus dijadikan sebagai sarana
pendidikan dan dakwah Islam, termasuk masalah politik keumatan,
bagaimana cara memilih pemimpin sesuai dengan ketentuan agama, dan
bagaimana mengembangkan ekonomi keumatan, bagaimana mewujudkan
kesejahteraan masyarakat serta bagaimana mewujudkan baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.

Keenam, dalam praktiknya, arah tujuan politik praktis adalah


memperoleh kekuasaan, sementara kekuasaan cenderung korup.
Karenanya, praktik politik kekuasaan harus dipandu oleh norma-norma
luhur keagamaan agar tidak menghalalkan segala cara. Aktivitas politik
yang tidak dijiwai agama akan cenderung melakukan tindakan
menyimpang dan menghalalkan segala cara.

Ketujuh, Islam tidak membenarkan praktik politik yang diwarnai


oleh intrik, fitnah, dan adu domba untuk mencapai satu tujuan politik.
Apalagi dengan membawa dan memanipulasi agama, mengatasnamakan
agama, dan/atau menggunakan simbol-simbol agama, menjadikan agama
hanya sekadar dijadikan sebagai alat propaganda atau hanya untuk
memengaruhi massa.
Kedelapan, simbol-simbol agama, atau simbol-simbol budaya yang
identik dengan simbol agama tertentu, tidak boleh digunakan untuk
menipu dan memanipulasi umat beragama agar bersimpati guna mencapai
tujuan politik tertentu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demokrasi merupakan suatu bentuk atau sistem pemerintahan
dimana seluruh rakyatnya ikut serta dalam memerintah, yaitu melalui
perantara wakil-wakil terpilih mereka. Konsep demokrasi tidak
sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam.
Prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan islam adalah
keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan
pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat
wakilnya.

Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan


kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap,
tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu ilahi. Karena
itu, maka perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai
dengan ajaran Islam. Yaitu pertama, demokrasi tersebut harus berada
di bawah payung agama. Kedua, rakyat diberi kebebasan untuk
menyuarakan aspirasinya. Ketiga pengambilan keputusan senantiasa
dilakukan dengan musyawarah. Keempat, suara mayoritas tidaklah
bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam
musyawarah. Kelima, musyawarah atau voting hanya berlaku pada
persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara
jelas oleh Alquran dan Sunah. Keenam produk hukum dan kebijakan
yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama. Ketujuh hukum
dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.

Akhirnya, agar sistem atau konsep demokrasi yang islami di atas


terwujud, langkah yang harus dilakukan pertama, seluruh warga atau
sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam
sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya.
Kedua, parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan
didominasi oleh orang-orang Islam yang memahami dan mengamalkan
Islam secara baik.

B. Saran

Penulis berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan


masukan yang positif untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

C.
DAFTAR PUSTAKA

Ubaedillah dan Abdul Razak. Civic Education. (Jakarta : Prenadamedia Group).

Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani (Jakarta:


ICCE UIN Jakarta, 2000

Dawam Rahardjo, ‘syuro’, Jurnal Ulumul Qur’an 1, no.1(1989)

Yusuf al Khardawi, Fiqh Daulah; Dalam Perspektif Al Qur’an dan sunnah, Terj.
Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka Al Kausar1997)

Anda mungkin juga menyukai