Anda di halaman 1dari 34

DEMOKRASI DI INDONESIA SECARA TEORI DAN

PELAKSANAANNYA
MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Muhammad Agus Salim , M.Pd.

Oleh :

1. Muhammad Hafizh Naufal ( 2619054 )


2. Yogi Ferdianto ( 2619055 )
3. Tri Kurnia Sakinah ( 2619056 )

KELAS B
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah , puji syukur kehadiran allah swt atas segala nikmat dan karunia-
Nya sehingga makalah yang berjudul “Demokrasi di Indonesia secara Teori dan
Pelaksanaannya” ini dapat di selesaikan. Salawat serta salam senantiasa tercurah
kepada sebaik-baik manusia, nabi Muhammad saw .,keluarganya, dan sahabatnya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman -teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bias di susun dengan baik dan
rapi.

Makalah ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu,
penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran konstruktif dari pembaca
guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini
menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Amin ya
robbal’alamin.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 1

C. Metode Pemecahan Masalah................................................ 2

D. Sistematika Penulisan Makalah ........................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................. 3

A.Pengertian Demokrasi .......................................................... 3

B. Sejarah Demokarasi ............................................................ 4

C. Manfaat Demokarasi ........................................................... 8

D. Nilai-nilai Demokrasi ......................................................... 14

E. Prinsip dan Parameter Demokrasi ....................................... 17

F. Jenis-jenis Demokrasi .......................................................... 20

G. Budaya Politik di Indonesia ................................................. 24

BAB III PENUTUP......................................................................... 29

A. Kesimpulan dan saran .......................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 30

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Demokrasi merupakan sebuah sistem sosial politik modern yang paling
baik dari sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini.
Demokrasi memiliki suatu keadaan negara dimana dalam sistem
pemerintahannya kedaulatan ada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada
dalam keputusan Bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat.
Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat
dan bernegera mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijakan negara, karna kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan
rakyat dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara
yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.
Sebagai mahasiswa jurusan tarbiyah seharusnya kita memahami tentang
demokrasi sebagai asas fundamental dan sistem pemerintahan di Indonesia
yang harus di ketahui oleh seluruh warga negara Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan
masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Ada pun
rumusan masalahnya sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud demokrasi?
2. Apa manfaat demokrasi?
3. Sebutkan dan jelaskan nilai-nilai demokrasi?
4. Apa prinsip dan parameter demokrasi?
5. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis demokrasi?
6. Bagaimana budaya politik di Indonesia?

1
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui studi literatur
atau kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa referensi buku
atau dari referensi lainnya yang merujuk pada permasalahan yang dibahas.
Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai dengan menentukan
masalah yang akan di bahas dengan melakukan perumusan masalah,
melakukan langkah-langkah pengkajian masalah, penentuan tujuan dan
sasaran, perumusan jawaban permasalahan dari berbagai sumber, dan
penyintesisan serta pengorganisasian jawaban permasalahan.

D. Sistematika Penulisan Makalah


Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian
pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan masalah,
metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah
pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari simpulan dan saran-
saran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi

Demokrasi secara etimologi, kata demokrasi (dari bhs Yunani) merupakan


bentukan dari dua kata demos (rakyat) dan cratein atau cratos (kekuasaan dan
kedaulatan). Perpaduan kata demos dan cratein atau cratos membentuk kata
demokrasi memiliki pengertian umum sebuah bentuk pemerintahan rakyat
(goverment of the people) dimana kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan
dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui para wakil mereka melalui pemilihan
secara langsung. Secara subtansial, demokrasi adalah seperti yang pernah dikatakan
Abraham Lincoln-suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.1

Sedangkan pengertian demokrasi secara terminologi adalah seperti yang


dinyatakan oleh para ahli tentang demokrasi: (a) Joseph A. Schmeter mengatakan
demokrasi merupakan suatu perencanaan instutisional untuk mencapai keputusan
politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara
perjuangan kompetitif atas suara rakyat; (b) Sidney Hook berpendapat demokrasi
adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang
penting secara langsung dan tidak langsung didasarkan kesepakatan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakyat dewasa; (c) Philippe C. Schmitter menyatakan,
demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai
tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara,
yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para
wakil mereka yang telah terpilih; (d) Henry B. Mayo menyatakan, demokrasi
sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif
oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip

1
A. Ubaedillah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015) hlm. 81.

3
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.2

Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah disimpulkan bahwa hakikat


demokrasi adalah peran utama rakyat dalam dalam proses sosial politik. Dengan
kata lain, pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan di tangan rakyat
(government of the people); pemerintahan oleh rakyat (government by the people);
dan pemerintahan untuk rakyat (government for the people). Tiga faktor ini
merupakan tolok ukur umum dari suatu pemerintahan yang demokratis. Ketiganya
dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, pemerintah dari rakyat (government of the people) mengandung


pengertian bahwa suatu pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang
mendapat pengakuan dan dukungan mayoritas rakyat melalui mekanisme
demokrasi, pemilihan umum.

Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the people) memiliki


pengertian bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat,
bukan atas dorongan pribadi elite negara atau elite birokrasi. Selain pengertian ini,
unsur kedua ini mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya,
pemerintah berada dalam pengwasan rakyat (social control).

Ketiga, pemerintahan untuk rakyat(government for the people) mengandung


pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah harus
dijalankan untuk kepentingan rakyat. 3

B. Sejarah Demokrasi

2
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ( Jakarta: Pernada Media Group, 2008) hlm. 36.
3
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 37.

4
Sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode: periode
1945-1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan pesca-Orde Baru.

Periode 1945-1959

Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer.


Sistem parlementer mulai diberlakukan sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan. Namun demikian, model demokrasi ini dianggap kurang cocok
untuk indonesia. Lemahnya budaya berdemokrasi masyarakat Indonesia untuk
mempraktikkan demokrasi model barat, telah memberi peluang sangat besar kepada
partai-partai politik untuk mendominasi kehidupan sosial politik.

Ketiadaan budaya demokrasi yang sesuai dengan sistem Demokrasi


Parlementer pada akhirnya melahirkan fragmentasi politik berdasarkan afiliasi
kesukuan dan agama. Pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik di masa ini
tidak mampu bertahan lama, kolisi yang dibangun sangat mudah pecah. Hal ini
mengakibatkan destabilisasi politik nasional yang mengacam integrasi nasional
yang tengah dibangun. Persaingan tidak sehat antara faksi-faksi politik dan
oemberontakan daerah terhadap pemerintah pusat telah mengancam berjalannya
demokrasi itu sendiri.

Faktor-faktor disintegratif di atas, ditambah dengan kegagalan partai-partai


dalam Majelis Konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara
untuk undang-undang dasar baru, mendorong Presiden Soekarno untuk
mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang menegaskan berlakunya
kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, masa demokrasi
berdasarkan sistem parlementer berakhir, digantikan oleh Demokrasi Terpimpin
(Guide Democracy) yang memosisikan Presiden Soekarno menjadi pusat
kekuasaan negara.

Periode 1959-1965

Periode ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin (Guide


Democrary). Ciri-ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan

5
berkembangnya4 pengaruh komunis dan peranan tentara (ABRI) dalam panggung
politik nasional. Hal ini disababkan oleh lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan politik melalui
pembentukan kepemimpinan personal yang kuat. Sekalipun UUD 1945 memberi
peluang seorang presiden untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun,
ketetapan MPRS No.III/1963 mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur
hidup. Dengan lahirnya ketetapan MPRS ini secara otomatis telah membatalkan
pembatasan waktu lima tahun sebagaimana ketetapan UUD 1945.

Kepemimpinan Presiden Soekarno tanpa batas ini terbukti melahirkan


tindakan dan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-
Undang Dasar 1945. Misalnya, pada tahun 1960 Prssiden Soekarno membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak
memiliki wewenang untuk berbuat demikian. Dengan kata lain, sejak diberlakukan
Dekrit Presiden 1959 telah terjadi penyimpangan konstitusi oleh Presiden Soekarno.

Dalam pandangan sejarawan Ahmad Syafi'i Ma'arif, Demokrasi Terpimpin


sebenarnya ingin menempatkan Presiden Soekarno ibarat seorang ayah dalam
sebuah keluarga besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada
di tengannya. Hal tersebut bertentangan dan merupakan kekeliruan yang sangat
besar bagi implementasi UUD 1945. Demokrasi Terpimpin model Presiden
Soekarno mengandung pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi, yakni lahirnya
absolutisme dan terpusatnya kekuasaan pada diri pemimpin, dan pada saat yang
sama hilangnya kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap
eksekutif.

Kondisi ini masih diperburuk dengan peran politik Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang mendominasi di kehidupan politik Indonesia. Bersandar pada Dekrit
Presiden 5 Juli sebagai sumber hukum, didirikan banyak badan ekstra

4
A. Ubaedillah, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi…, hlm. 89.

6
konstitusional seperti Front Nasional yang digunakan oleh PKI sebagai wadah
kegiatan politik. Front Nasional telah dimanipulasi oleh PKI untuk menjadi bagian
strategi taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan Front
Nasional sebagai persiapan 7erakan terbentuknya demokrasi rakyat. Strategi politik
PKI untuk mendulang keuntungan dari karisma kepemimpinan Presiden Soekarno
dilakukan dengan cara mendukung pemberedelan pers dan partai politik yang tidak
sejalan dengan kebijakan pemerintahan seperti yang dilakukan Presiden atas Partai
Masyumi.

Perilaku politik PKI yang sewenang-wenang ini tentu tidak dibiarkan begitu
saja oleh partai politik lainnya dan kalangan militer (TNI), yang pada waktu itu
merupakan salah satu komponen politik penting Presirden Soekarno. Akhir dari 5
sistem demokrasi Terpimpin Soekarno ang berakibat pada perseteruan pilitik
idelogis antara PKI dan TNI adalah peristiwa berdarah yang dikenal dengan erakan
30 September 1965.

Periode 1965-1998

Periode ini merupakan masa pemerintahan Presiden Soeharto dengan Orde


Barunya. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap periode sebelumnya, Orde
Lama. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oelh pendukungnya, adalah upaya
untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945
yang terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan
nasioal, Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soeakrno telah diganti oleh elite Orde
Baru dengan Demokrai Pancasila. Beberapa kebijakan pemerintahan sebelumya
yang menetapkan masa jabatan presiden seumur hidup untuk Presiden Soekarno
ztelah dihapuskan dan diganti dengan pembatasan jabatan presiden lima tahun dan
dapat dililih kembali melalui proses pemilu.

5
A. Ubaedillah. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi…, hlm. 90.

7
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen
demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah
menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua,
demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakikatnya adalah kehidupan yang layak
bagi semua warga negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya
bahwa pengakuan dan perlingungan HAM, peradilan yang bebas tidak memihak.

Hal yang sangat disayangkan di masa ini adalah alih-alih pelaksanaan ajaran
Pancasila secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang dikampanyekan
oelh Orde Baru sebtas retorika politik belaka. Dalam praktik kenegaraan dan
pemerintahannya, penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip
demokrasi. Ketidakdemokratisan penguasa Orde Baru ditandai oleh: (1)
dominannya peranan militer (ABRI); (2) birokratisasi dan sentralisasi pengambilan
keputusan politik; (3) pengebirian peran dan fungsi partai politik; (4) campur
tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan 8embag; (5) politik
masa mengambang; (6) monolitisasi ideologi negara; dan (7) inkorporasi lembaga
non-pemerintah.

Periode Pasca-Orde Baru

Periode pasca-Orde Baru sering disebut dengan era Reformasi. Periode ini
erat hubungannya dengan gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan
demokrasi HAM secara konsekuen. Tuntunan ini ditandai oleh lengsernya Presiden
Soeharto dari tampuk kekuasaan Orde Baru pada Mei 1998, setepah lebih dari tiga
puluh tahun berkuasa dengan Demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas6 dasar
negara Pancasila oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati sabagian
masyarakat terhadap dasar negara tersebut.

Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat


terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kelangan
tokoh reformasi untuk menambahkan atribut tertentu apda kata demokrasi.

6
A. Ubaedillah. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi…, hlm. 91.

8
Bercermin pada pengalaman mamipulasi atas Pancasila oleh penguasa Orde Baru
adalah demokrasi tanpa nama atau demokrasi tanpa embel-embel di mana hak
rakyat merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan
yang demokratis. Wacana demokrasi pasca-Orde Baru erat kaitannya dengan
pemberdayaan masyarakat madani (civil society) dan penegakan HAM secara
sungguh-sungguh.7

C. Manfaat Demokrasi

Demokrasi pada masa lalu dipahami hanya sebagai bentuk pemerintahan.


Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan. Akan tetapi, sekarang ini
demokrasi dipahami lebih luas lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik.
Konsep demokrasi sebagai bentuk pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani.
Dalam pandangan ini, demokrasi merupakan salah satu bentuk pemerintahan
menurut Plato, dibedakan menjadi:

a. Monarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang


sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat
banyak.8
b. Tirani, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang
sebagai pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan pribadi.
c. Aristokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh
sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan untuk kepentingan
rakyat banyak.
d. Oligarki, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok
dan dijalankan untuk kelompok itu sendiri.
e. Demokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan
dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.

7
A. Ubaedillah. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Pancasila Demokrasi dan
Pencegahan Korupsi…, hlm. 92.
8
Winarno, S.Pd., M.Si., Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007) hlm. 93.

9
f. Mobokrasi/Okhlokrasi, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang dipegang
oleh rakyat tetapi rakyat yang tidak tahu apa-apa, rakyat yang tidak
berpendidikan, dan rakyat yang tidak paham tentang pemerintahan, yang
akhirnya pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil untuk kepentingan
rakyat banyak.

Bentuk pemerintahan monarki, aristrokasi, dan demokrasi dikatakan sebagai


benruk pemerintahan yang baik, sedangkan bentuk tirani, oligarki, dan mobokrasi
adalah bentuk yang buruk dari pemerintahan.

Bentuk pemerintahan seperti di atas, sekarang ini tidak lagi dianut oleh
banyak negara. Adapun bentuk pemerintahan yang dianut atau diterima dewasa ini
adalah bentuk pemerintahan modern menurut Nicollo Machiavelli.

Machiavelli membedakan bentuk pemerintahan, yaitu

a. Monarki adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin


negara umumnya bergelar raja, ratu, kaisar, atau sultan.
b. Republik adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang presiden
atau perdana mentri.

Pembagian dua bentuk pemerintahan tersebut didasarkan pada cara


pengangkatan atau penunjukan pemimpin negara. Apabila penunjukan pemimpin
negara berdasarkan keturunan atau pewarisan, bentuk pemerintahannya monarki.
Adapun bila penunjukan pemimpin negara berdasarkan pemilihan, bentuk
pemerintahannya adalah republik.

Semua negara di dunia ini dapat digolongkan dalam klasifikasi di atas.


Bentuk pemerintahan kerajaan, misalnya Inggris, Malaysia, Jepang, Arab Saudi dan
Thailand. Bentuk republik misalnya Amerika Serikat, India, Prancis, dan Korea
Selatan.

1. Demokrasi Sebagai Sistem Politik

Pada masa sekarang demokrasi dipahami tidak semata suatu bentuk


pemerintahan tetapi sebagai sistem politik. Sistem politik cakupannya lebih luas

10
dari sekedar bentuk pemerintahan. Beberapa ahli telah mendefinisikan demokrasi
sebagai sistem politik. Misalnya:

a. Henry B. Mayo, menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan


suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas 9
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan yang berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
b. Samuel Huntington, menyatakan bahwa sistem politik sebagai demokratis
sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu
dipilih melalui pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam
sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir
semua penduduk dewasa berhak memberikan suara.

sistem politik dewasa ini dibedakan menjadi dua (Huntington, 2001), yaitu
sistem politik demokrasi dan sistem politik nondemokrasi. Termasuk sistem politik
nondemokrasi adalah sistem politik otoriter, totaliter, sistem diktator rezim militer,
rezim satu partai, monarki absolut, dan sistem komunis. Sistem politik
(pemerintahan) demokrasi adalah sistem pemerintahan dalam suatu negara yang
menjalankan prinsip-prinsip kediktatoran/otoritarian. Umumnya dianggap bahwa
prinsip-prinsip kediktatoran/otoritarian adalah lawan dari prinsip-prinsip
demokrasi.

Negara baik bentuk kerajaan maupun bentuk republik dapat saja merupakan
negara demokrasi atau negara kedikatatoran, tergantung dari prinsip-prinsip yang
dijalankan dalam penyelenggaraan negara. Dengan demikian, ada negara kerajaan
yang demokratis dan negara republik yang sifatnya diktator atau otoriter.

9
Winarno, S.Pd., M.Si., Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi…, hlm. 94.

11
Sukarna dalam buku Demokrasi Vs Kediktatoran (1981) mengemukakan
adanya beberapa prinsip dari demokrasi dan prinsip-prinsip dari otoritarian atau
kediktatoran. Adapun prinsip-prinsip dari sistem politik demokrasi, sebagai berikut:

a. Pembagian kekuasaan; kekuasaan eksekutif; legislatif, dan yudikatif berada


pada badan yang berbeda;
b. Pemerintahan konstitusional;
c. Pemerintah lan berdasarkan hukum (Rule of Law);
d. Pemerintahan mayoritas;
e. Pemerintahan dengan diskusi;
f. Pemilihan umum bebas;
g. Parati politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya;
h. Manajemen yang terbuka;
i. Pers yang bebas;
j. Pengakuan terhadap hak-hak minoritas;
k. Perlindungan terhadap hak asasi manusia;
l. Peradilan yang bebas dan tidak memihak;
m. Pengawasan terhadap administrasi negara;10
n. Mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat
dengan kehidupan politik pemerintah;
o. Kebijaksanaan pemerintah dibuat oelh badan perwakilan politik tanpa
paksaan dari lembaga mana pun;
p. Penempatan pejabat pemerintahan dengan merit system bukan poll system;
q. Penyelesaian secara damai bukan dengan kompromi;
r. Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu;
s. Komstitusi/UUD yang demokratis;
t. Prinsip persetujuan

10
Winarno, S.Pd., M.Si., Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi…, hlm. 95.

12
kebalikan dari prinsip-prinsip demokrasi adalah prinsip kediktatoran yang
berlaku pada sistem politik otoriter atau totaliter. Prinsip-prinsip ini bisa disebut
sebagai prinsip nondemokrasi, yaitu sebagai berikut.

a. Pemusatan kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan


kekuasaan yudikatif menjadi satu. Ketiga kekuasaan oti dipegang dan
dijalankan oleh satu lembaga saja.
b. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusi yang sifatnya konstitusional,
tetapi pemerintahan dijalankan berdasarkan kekuasaan. Konstitusinya
memberi kekuasaan yang besar pada negara atau pemerintah.
c. Rule of Power atau prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan
supremasi kekuasaan dan ketidaksamaan di depan hukum.
d. Pembentukan pemerintahan tidak berberdasarkan musyawarah, tetapi
melalui dekrit.
e. Pemilihan umum yang tidak demokratis. Pemilu dijalankan hanya untuk
memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah negara.
f. Terdapat satu partai politik, yaitu partai pemerintah atau ada beberapa partai,
tetapi ada sebuah partai yang memonopoli kekuasaan.
g. Manajemen dan kepemimpinan yang tertutup dan tidak bertanggung jawab.
h. Menekan dan tidak mengakui hak-hak minoritas warga negara.
i. Tidak adanya kebebasan berpendapat, berbicara dan kebebasan pers. Kalau
ada pers, pers tersebut sangat dibatasi.
j. Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia, bahkan sering terjadi
pelanggaran atas hak asasi manusia.
k. Badan peradilan yang tidak bebas dan bisa diintervensi oleh penguasa.
l. Tidak ada kontrol atau pengadilan terhadap administrasi dan birokrasi.
Birokrasi pemerintah sangat besar dan menjangkau ke seluruh wilayah
kehidupan bermasyarakat.
m. Mekanisme dalam kehidupan politik dan sosial tidak dapat berubah dan
bersifat sama.

13
n. Penyelesaian perpecahan atau perbedaan dengan cara kekerasan dan
penggunaan paksaan.11
o. Tidak ada jaminan terhadpa hak-hak dan kebebasan individu dalam batas
tertentu, misalnya kebebasan berbicara, kebebasan beragama, bebas dari
rasa takut.
p. Prinsip dogmatisme dan banyak berlaku doktrin.

2. Demokrasi Sebagai Sikap Hidup

Perkembangan baru menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami


sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik, tetapi demokrasi dipahami sebagai
sikap hidup atau pandangan hidup demokratis. Pemerintahan atau sistem politik
demokrasi tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Demokrasi
bukanlah sesuatu yang taken for graduate. Demokrasi membutuhkan usaha nyata
dari setiap warga maupun penyelenggara negara untuk berperilaku yang demokratis.

Perilaku demokrasi terkait dengan nilai-nilai demokrasi. Perilaku yang senantiasa


bersandar pada nilai-nilai demokrasi akan membentuk budaya atau kultur
demokrasi. Pemerintahan demokratis membutuhkan kultur demokrasi untuk
membuatnya performed (eksis dan tegak). Perilaku demokrasi ada dalam manusia
itu sendiri, baik selaku warga negara maupun pejabat negara.12

D. Nilai-Nilai Demokrasi

Menurut Nurcholish Madjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih


merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu
demokrasi harus diupayakan. Demokrasi dalam kerangka diatas berarti sebuah
proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan
bermasyarakat. Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang

11
Winarno, S.Pd., M.Si., Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi…, hlm. 96.
12
Winarno, S.Pd., M.Si., Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di
Perguruan Tinggi…, hlm. 97.

14
menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi (Sukro kamil,
2002). Berikut ini adalah daftar penting norma-norma dan pandangan hidup
demokratis yang dikemukakan oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur). Menurut
Nurcholish Madjid pandangan hidup demokratis berdasarkan pada bahan-bahan
telah berkembang, baik secara teoritis maupun pengalaman praktis di negeri-negeri
yang demokrasinya cukup mapan paling tidak mencakup tujuh norma. Ketujuh
norma itu sebagai berikut:

Satu, Pentingnya kesadaran akan pluralisme. Ini tidak saja sekedar


pengakuan (pasif) akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu,
kesadaran akan kemajemukan menghendaki tanggapan yang positif terhadap
kemajemukan itu sendiri secara aktif. Seseorang akan dapat menyesuaikan dirinya
pada cara hidup demokratis jika ia mampu mendisiplinkan dirinya ke arah jenis
persatuan dan kesatuan yang diperoleh melalui penggunaan prilaku kreatif dan
dinamik serta memahami segi-segi positif memajukan masyarakat. Masyarakat
yang teguh berpegang pada pandangan hidup demokratis harus dengan sendirinya
teguh memelihara dan melindungi lingkup keragaman yang luas. Pandangan hidup
demokratis seperti ini menuntut moral pribadi yang tinggi. Kesadaran akan
pluralitas sangat penting dimiliki bagi rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sangat
beragam dari sisi etnis, bahasa, budaya, agama dan potensi alamnya.

Kedua, dalam peristilahan politik terkenal istilah "musyawarah" (dalam


bahasa Arab, musyawarah, dengan makna asal sekitar "saling memberi isyarat").
Internalisasi makna dan semangat musyawarah13 menghendaki atau mengharuskan
adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan
kompromi atau bahkan " Kalah suara". Semangat musyawarah menuntut agar setiap
orang menerima kemungkinan terjadinya "partial finctioning of ideals", yaitu
pandangan dasar bahwa belum tentu, dan tidak harus, seluruh keinginan atau
pikiran seseorang atau kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya.

13
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani.( Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayyatullah, 2003), hlm.
113.

15
Korelasi prinsip itu ialah kesediaan untuk kemungkinan menerima bentuk-bentuk
tertentu kompromi atau islah. Korelasinya yang lain ialah seberapa jauh kita bisa
bersikap dewasa dalam mengemukakan pendapat, dan kemungkinan mengambil
pendapat yang lebih baik. Dalam masyarakat yang belum terlatih benar untuk
berdemokrasi, sering terjadi kejenuhan antara mengkritik yang sehat dan
bertanggung jawab, dan menghina yang merusak dan tanpa tanggung jawab.

Ketiga, ungkapan " tujuan menghalalkan cara" mengisyaratkan suatu


kutukan kepada orang yang berusaha meraih tujuannya dengan cara-cara yang tidak
peduli kepada pertimbangan moral. Pandangan hidup demokratis mewajibkan
adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Bahkan
sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan
cara yang ditempuh untuk meraihnya. Seperti dikatakan Albert Camus, "indeed the
end justifies the means". But what justifies the end? The means! ". Maka antara
keduanya tidak boleh ada pertentangan. Setiap pertentangan antara cara dan tujuan,
jika telah tumbuh menggejala cukup luas, pasti akan mengundang reaksi-reaksi
yang dapat menghancurkan demokrasi. Demokrasi tidak terbayang terwujud tanpa
akhlak yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral (keluhuran akhlak)
menjadi acuan dalam berbuat dan mencapai tujuan.

Keempat, pemufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah
yang jujur dan sehat. Suasana masyarakat demokratis dituntut untuk menguasai dan
menjalankan senin permusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna mencapai
pemufakatan yang juga jujur dan sehat. Pemufakatan yang dicapai melalui
"engineering", manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya hasil sebuah
konspirasi, bukan saja merupakan pemufakatan yang curang, cacat atau sakit,
malah dapat disebut sebagai penghianatan pada nilai dan semangat demokrasi.
Karena itu, faktor ketulusan dalam usaha bersama mewujudkan tatanan sosial yang
baik untuk semua merupakan hal yang sangat pokok. Faktor ketulusan itu
mengandung makna pembebasan diri dari vested interest 14yang sempit. Prinsip ini

14
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 114.

16
pun terkait dengan paham musyawarah seperti telah dikemukakan di atas.
Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing
pribadi atau kelompok yang bersangkutan mempunyai kesediaan psikologis untuk
melihat kemungkinan orang lain benar dan diri sendiri salah, dan bahwa setiap
orang pada dasarnya baik, berkecenderungan baik, dan beritikad baik.

Kelima, dari sekian banyak unsur kehidupan bersama ialah terpenuhinya


keperluan pokok, yaitu pangan, sandang, dan papan. Ketiga hal itu menyangkut
masalah pemenuhan segi-segi ekonomi (seperti masalah kenapa kita makan nasi,
bersandangkan sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah "joglo",
misalnya) yang dalam pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial-budaya.
Warga masyarakat demokratis ditantang untuk mampu menganut hidup dengan
pemenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki kepastian bahwa
rencana-rencana itu (dalam wujud besarnya ialah GBHN) benar-benar sejalan
dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan
kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan
sosial.

Keenam, kerjasama antar warga masyarakat dan sikap saling mempercayai


iktikad baik masing-masing, kemudian jalinan dukung-mendukung secara
fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakatan yang ada,
merupakan segi penunjang efesiensi untuk demokrasi. Masyarakat yang terkotak-
kotak dengan masing-masing penuh curiga kepada lainnya bukan saja
mengakibatkan tidak efesiensinya cara hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus
pada lahirnya pola tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai asasi
demokratis. Pengakuan akan kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan
hak dan kewajiban bagi semua (egalitarianism) dan tingkah laku penuh percaya
pada iktikad baik orang dan kelompok lain (trust attitude) mengharuskan adanya
landasan pandangan kemanusiaan yang positif dan optimis. Pandangan
kemanusiaan yang negatif dan pesimis akan dengan sendirinya sulit menghindari
perilaku curiga dan tidak percaya kepada sesama manusia, yang kemudian
ujungnya ialah keengganan berkerjasama.

17
Ketujuh, dalam keseharian, kita bisa berbicara tentang pentingnya pendidikan
demokrasi. Tapi karena pengalaman kita yang belum pernah dengan sungguh-
sungguh menyaksikan atau apalagi merasakan hidup berdemokrasi –ditambah lagi
dengan kenyataan bahwa " demokrasi " dalam abad ini yang dimaksud adalah
demokrasi modern– maka 15 bayangan kita tentang "pendidikan demokrasi"
umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan konsep-konsep
secara verbalistik. Terjadinya diskrepansi (jurang pemisah) antara das sein dan das
sollen dalam konteks ini ialah akibat dari kuatnya budaya "menggurui" (secara
feodalistik) dalam masyarakat kita, sehingga verbalisme yang dihasilkannya juga
menghasilkan kepuasan tersendiri dan membuat yang bersangkutan merasa telah
berbuat sesuatu dalam penegakkan demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa
prilaku. Pandangan hidup demokratis terlaksana dalam abad kesadaran universal
sekarang ini, maka nilai-nilai dan pengertian-pengertiannya harus dijadikan unsur
yang menyatu dengan sistem pendidikan kita. Tidak dalama arti menjadikannya
muatan kurikuler yang klise, tetapi diwujudkan dalam hidup nyata (lived in) dalam
sistem pendidikan kita. Kita harus mulai dengan sungguh-sungguh memikirkan
untuk membiasakan anak didik dan masyarakat umumnya siap menghadapi
perbedaan pendapat dan tradisi pemilihan terbuka untuk menentukan pimpinan atau
kebijakan. Jadi pendidikan demokrasi tidak saja dalam kesian konsep verbalistik,
melainkan telah membumi (menyatu) dalam interaksi dan pergaulan sosial baik
dikelas maupun di luar kelas.16

E. Prinsip dan Parameter Demokrasi

Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme


pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Masykuri Abdillah
(1999) prinsip-prinsip demokrasi terdiri atas prinsip: persamaan,kebebasan, dan
pluralisme. Sedangkan dalam pandangan Robert A. Dahl terdapat tujuh prinsip

15
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 115.
16
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 116.

18
yang harus ada dalam sistem demokrasi yaitu: kontrol atas keputusan pemerintah,
pemilihan yang teliti dan jujur, hak memilih dan dipilih, kebebasan menyatakan
pendapat tanpa ancaman, kebebasan mengakses informasi, kebebasan berserikat. 17

Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebut diatas kemudian


dituangkan dalam konsep yang lebih praktis untuk dapat diukur dan dicirikan. Ciri-
ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan
demokrasi yang berjalan disuatu negara. Untuk mengukur suatu negara atau
pemerintah dalam menjalankan tata pemerintahannya dikatakan demokratis dapat
dilihat dari tiga aspek.

Pertama, masalah pembentukan negara. Kita percaya bahwa proses


pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan
pola hubungan yang akan terbangun. Untuk sementara ini, pemilihan umum,
dipercaya sebagai salah satu instrumen penting guna memungkinkan
berlangsungnya suatu proses pembentukan pemerintahan yang baik.

Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi


kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Kekuasaan
negara dijalankan secara distributif untuk menghindari penumpukan kekuasaan
dalam satu "tangan/wilayah". Penyelenggaraan kekuasaan negara sendiri haruslah
diatur dalam suatu tata aturan yang membatasi dan sekaligus memberikan koridor
dalam pelaksaannya. Aturan yang ada patut memastikan setidaknya dua hal utama,
yakni:

1. Memungkinkan terjadinya desentralisasi, untuk menghindari sentralisasi;

2. Memungkinkan pembatasan, agara kekuasaan tidak menjadi tidak


terbatas.

17
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 122.

19
Ketiga, masalah kontrol rakyat. Apakah dengan berbagai koridor tersebut
sudah dengan sendirinya akan berjalan suatu proses yang 18 memungkinkan
terbangun sebuah relasi yang baik, yakni suatu relasi kuasa simetris, memiliki
sambungan yang jelas, dan adanya mekanisme yang memungkinkan check and
balance terhadap kekuasaan yang dijalankan eksekutif dan legislatif.

Menurut Djuanda Widjaya kehidupan demokratis dalam suatu negara


ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut: a). Dinikmati dan dilaksanakan hak serta
kewajiban politik oleh masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip dasar HAM yang
menjamin adanya kebebasan, kemerdekaan dan rasa merdeka; b). Penegakkan
hukum yang mewujud pada asas supremasi penegakkan hukum (supremacy of law),
kesamaan di depan hukum (equality before the law) dan jaminan terhadap HAM;
c). Kesamaan hak dan kewajiban anggota masyarakat; d). Kebebasan pers dan pers
yang bertanggungjawab: e). Pengakuan terhadap hak minoritas; f). Pembuatan
kebijakan negara yang berlandaskan pada asas pelayanan, pemberdayaan, dan
pencerdasan; g). Sistem kerja yang kooperatif dan kolaboratif; h). Keseimbangan
dan keharmonisan; i). Tentara yang profesional sebagai kekuatan pertahanan; dan
j). Lembaga peradilan yang independen.

Amien Rais menambahkan kriteria lain sebagai parameter demokrasi yaitu:


a). Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan b). Distribusi pendapatan secara
adil c). Kesempatan memperoleh pendidikan d). Ketersediaan dan keterbukaan
informasi e). Mengindahkan fatsoen politik f). Kebebasan individu g). Semangat
kerjasama h). Hak untuk protes.

Pendapat selanjutnya masih berkaitan dengan kriteria negara demokratis


berasal dari G. Bingham Powell Jr. Menurutnya kriteria negara demokrasi adalah:
1. Pemerintah mengklaim mewakili hasrat para warganya;2. Klaim itu berdasarkan
pada adanya pemilihan kompetitif secara berkala antara calon alternatif; 3.
Partisipasi orang dewasa sebagai pemilih dan calon yang dipilih; 4. Pemilihan
bebas; 5. Warga negara memiliki kebebasan-kebebasan dasar yaitu kebebasan

18
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 123.

20
berbicara, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berorganisasi serta
membentuk partai politik.

Pendapat berikut dikemukakan oleh Sri Soemantri yang menyatakan bahwa


negara dikatakan demokratis bila: 1. Hukum ditetapkan dengan persetujuan wakil
rakyat yang dipilih secara bebas; 2. Hasil pemilu dapat mengakibatkan pergantian
orang-orang pemerintahan;3. Pemerintahan harus terbuka; 4. Kepentingan
minoritas harus dipertimbangkan; Sedangkan menurut Franz Magnis Suseno
19
kriteria negara demokrasi adalah: 1. Negara terikat pada hukum; 2. Kontrol efektif
terhadap pemerintah oleh rakyat;3. Pemilu yang bebas; 4. Prinsip mayoritas;5.
Adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis. W. Ross Yates mengajukan enam
ciri demokrasi: 1. Toleransi terhadap orang lain; 2. Perasaan fairplay; 3. Optimisme
terhadap hakikat manusia; 4. Persamaan kesempatan; 5. Orang yang terdidik; 6.
Jaminan hidup, kebebasan dan hak pilih.

Selanjutnya Affan Gaffar (Pakar Politik UGM) menyebutkan sejumlah


prasyarat untuk mengamati apakah sebuah political order (pemerintahan)
merupakan sistem yang demokratik atau tidak melalui ukuran : 1. Akuntabilitas; 2.
Rotasi kekuasaan; 3. Rekruitmen politik; 4. Pemilihan umum; 5. Adanya
pengakuan dan perlindungan hak-hak dasar. Kelima elemen tersebut berlaku secara
universal di dalam melihat demokratis tidaknya suatu rezim pemerintahan (political
order) 20

F. Jenis-Jenis Demokrasi
Demokrasi yang banyak di praktekan di banyak negara memiliki variasi dan
sangat beragam. Dalam konteksak akademis demokrasi dikelompokkan
berdasarkan jenis-jenisnya kriiteria tertentu. Adapun jenis-jenis demokrasi itu,
antara lain:

19
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 124.
20
Azyumardi Azra, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, Hak Asasi
Manusia dan Masyarakat Madani…, hlm. 125.

21
1. Demokrasi berdasarkan cara menyampaikan pendapat terbagi ke
dalam:
a. Demokrasi lansung, dalam demokrasi langsung rakyat diikut
sertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan
kebijakan pemerintahan.
b. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Dalam
demokrasi ini dijalakan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang
dipilihnya melalui Pemilu. Rakyat memilih wakilnya untuk
membuat keputusan politik Aspirasi rayat disalurkan melalui wakil-
wakil rakyat yang duduk di Lembaga perwakilan rakyat.
c. Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari
rakyat. Demokrasi ini merupakan ampuran antara demokrasi
langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya
untuk duduk di dalam Lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil
rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui
referendum dan inisiatif rakyat. Demokrasi ni antara lain dijalankan
di Swiss. Referendum adalah pemungutan suara untuk mengetahui
kehendak rakyat secara langsung.
Referendum dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
21
1.) Referendum wajib. Referendum ini dilakukan ketika ada
perubahan atau pembentukan norma penting dan mendasar
dalam UUD (konstitusi) atau UU yang sangat politis. UUD
atau UU tersebut yang telah dibuat oleh Lembaga perwakilan
rakyat dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan rakyat
melalui pemungutan suara terbanyak. Jadi referendum ini
dilaksanakan untuk meminta persetujuan rakyat terhadap hal
yang dianggap sangat penting atau mendasar.
2.) Referendum tidak wajib. Referendum ini dilaksanakan jika
dalam waktu terntetu setelah racangan undang-undang

21
Heri Herdiawanto dkk, Kewarganegaraan & Masyarakat Madani,(Jakarta: Prenadamedia
Group, 2019 ), hlm. 52.

22
diumumkan, sejumlah rakyat mengusulkan diadakan
referendum. Jika dalam waktu tertentu tidak ada permintaan dari
rakyat, Rancangan undang-undang itu dapat menjadi undang-
undang yang bersifat tetap.
3.) Referendum konsultatif. Referendum ini hanya sebatas meminta
persetujuan saja, karena rakyat tidak mengerti permasalahannya,
pemerintah meminta pertimbangan pada ahli bidang tertentu
yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
2. Demokrasi berdasarkan titik perhatian atau prioritasnya terdiri dari :
a. Demokrasi formal. Demokrasi ini secara hokum menempatkan
semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik,
tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. Individu diberi kbebasan
yang luas, sehingga demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal.
b. Demokrasi material. Demokrasi material memandang manusia
mempunyai kesamaan dalam bidang social-ekonomi, sehingga
persamaan bidang politik tidak menjadi prioritas. Demokrasi
semacam ini dikembangkan di negara sosialis-komunis.
c. Demokrasi campuran. Demokrasi ini merupakan campuran dari
kedua demokrasi tersebut diatas. demokrasi ini berupaya
menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan
persamaan derajat dan hak setiap orang.
3. Berdasarkan prinsip ideologi, demokrasi dibagi dalam :
a. Demokrasi liberal. Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas
pada individu. Campur tangan pemerintah diminimalkan bahkan
ditolak. Tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap warganya
dihindari. Pemerintah bertindak atas dasar konstitusi (hukum
dasar)22
b. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletary. Demokrasi ini
bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk tidak

22
Heri Herdiawanto dkk. Kewarganegaraan & Masyarakat Madani…, hlm. 53.

23
mengenal perbedaan kelas. Semua warga negara mempunyai
persamaan dalam hokum, politik.
4. Berdasarkan wewenang dan hubungan antar-alat kelengkapan negara:
a. Demokrasi system parlementer
Dalam demokrasi ini eksekutif parlementer terikat kepada legislatif
cabinet yang dibentuk merupakan cerminan kekuatan-kekuatan
politik dalam badan legislative yang mendukungnya. Dalam
demokrasi parlementer posisi kepala negara dan kepala
pemerintahan diduduki oleh dua figure yang berbeda. Hal ini
menutup kemungkinan terpusatnya kekuasaan eksekuti, disatu
tangan. Kepala pemerintahan adalah perdana Menteri (di Jerman
disebut dengan Kanselir), sementara jabatan kepala negara biasanya
dipegang oleh presiden atau raja. Presiden dipilih oleh rakyat,
sedangkan raja merupakan kedudukan yang diwarisi seara turun-
temurun. Demokrasi parlementer cenderung tidak stabil terutama
bila dalam negara tersebut diterapkan system multipartai. Namun
bila menganut dwipartai, dimana satu partai merupakan partai
oposisi, maka kecenderungan ketidakstabbilan dapat dikurangi.
Dalam system demokrasi parlementer dapat menerapkan teor trias
politika, baik melalui pemisahan kekuasaan maupun pembagian
kekuasaan. Contoh negara yang menerapkan system tersebut adalah
Ingris, Malaysia, India, dan sebagainya.
System pemerintahan parlementer memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan system parlementer di antaranya:
1.) Pengaruh rakyat dalam pemerintahan sangat besar.
2.) Pengawasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat
berjalan dengan baik.
3.) Pemerintah berhati-hati dalam menjalankan tugas karena
sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh parlemen.
Adapun kekurangan system parlementer di antaranya:
1.) Sering terjadi krisis cabinet.

24
2.) Keberhasilan pemerintah sulit dicapai bila menganut system
multipartai.
b. Demokrasi system presidensial23
Pada demokrasi system presidensial, kelangsugan masa jabatan
eksekutif tidak tergantung pada badan legislative. Dalam system
presidensial, eksekutif tidak tanggung jawab dan kekuasaan badan
legislative terjadi pemisahan atau pembagian kekuasaan, tapi
keduanya bias bekerja sama membentuk undang-undang. Dalam
demokrasi system presidensial, presiden berlaku sebagai kepala
pemerintahan. Jadi selain mengepali kabinet untuk menjalankan
tugas-tugas pemerintahan presiden juga melaksanakan tugas-tugas
sebagai kepala negara seperti pemberian tanda jasa dan gelar,
mengangkat duta besar, membuat perjanjian internasional. Presiden
juga memegang kekuasaan atas angkatan bersenjata.
Kelebihan siistem presidensial di antaranya:
1) Pemerintah lebih stabil
2) Presiden dan mentri tidak dapat djatuhkan parlemen selama
masa jabatannya
3) Pemerintah memiliki waktu untuk menjalankn programnya
karena tidak dibayangi oleh krisis kabinet.
Adapun kelemahan system presidensial ada:
1) Bila terjadi penyelewengan kekuasaan sulit diketahui.
2) Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang
berpengaruh.
3) Pengaruh rakyat terhadap kebijakan politik negara kurang
mendapat perhatian seluas-luasnya.24

G. Budaya Politik di Indonesia

23
Heri Herdiawanto dkk. Kewarganegaraan & Masyarakat Madani…, hlm. 54.
24
Heri Herdiawanto dkk. Kewarganegaraan & Masyarakat Madani…, hlm. 55.

25
Dalam menjalani kehidupan berpolitik dalam suatu Negara, warga Negara
harus bekerja secara optimal sesuai dengan kemampuan dan cita-cita Negara. Di
Indonesia, ada berbagai tipe budaya politik yang dianut warga Negara dalam
mengaspirasikan cita-citanya. Budaya politik yang baik adalah budaya yang
mampu mendorong partisipasi dari warga Negara dalam keseruhan kehidupan
secara politik.25

Mungkin anda sering melihat warga yang sedang melakukan pemilihan, baik
pemilihan ketua RT/RW, kepala desa, maupun pemilihan umum. Pada saat
melakukan pemilihan tersebut, masyarakat menggunakan akal pikiran yang sehat.
Namun, ada juga yang menggunakan ikatan historis dan primordialisme. Fakta
politik itulah yang ada di masyarakat Indonesia sebagai sebuah identitas politik
Indonesia.

Suatu masyarakat politik harus memiliki ciri-ciri sebagaimana diungkapkan oleh


Robert E. Ward, yaitu sebagai berikut.

1. Organisasi pemerintahan yang beranekaragam dan system fungsional yang


spesifik.
2. Kadar integrasi yang tinggi dalam struktur pemerintahan.
3. Besarnya peranan prosedur-prosedur rasional dan sekuler dalam proses
pengambilan keputusan politik.
4. Deras, luas, serta tingginya efektivitas keputusan-keputusan politik dan
administrasi.
5. Meluas serta efektifnya rasa identifikasi rakyat terhadap sejarah, tanah air,
dan kepribadian nasional negaranya.
6. Luasnya minat dan partisipasi masyarakat pada system politik.
7. Alokasi peranan-peranan politik yang didasarkan pada presentasi dari pada
kedudukan social.

25
Aim Abdulkarim. Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT Grafindo Media Pratama, 2006),
hlm. 1.

26
8. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan juridis dan peraturan umum yang
didasarkan pada system hukum yang berlaku bagi semua orang.

Pada masyarakat politik melekat budaya-budaya politik yang berbeda satu


dengan yang lainnya. Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan
orientasinya terhadap kehidupan politik yang 26 di hadapi oleh para anggota suatu
sistem politik. Budaya politik melekat baik pada masyarakat dengan sistem politik
tradisional, transisional, maupun modern.

Ruang lingkup budaya politik menurut Almond dan powel meliputi.

1. Orientasi individu yang diperoleh dari pengatahuannya yang luas maupun


sempit .
2. Orientasi yang dipengaruhi oleh perasaan keterlibatan , keterikatan, ataupun
penolakan.
3. Orientasi yang bersifat menilai terhadap objek dan peristiwa politik.

Dari pendapat tersebut dapat di artikan budaya politik merupakan persepsi


warga negara yang diaktualisasikan dalam pola sikap terhadap masalah politik dan
peristiwa politik yang terjadi sehingga berdampak terhadap pembentukan struktur
dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan karena sistem politik
merupakan hubungan antara manusia yang menyangkut soal kekuasaan, dan
wewenang.

Budaya Politik yang Berkembang dalam masyarakat Indonesia.

Budaya politik sangat dipengaruhi oleh sistem politik yang ada. Di Indonesia,
terdapat tiga tipe budaya politik yang sangat kuat sebagai diungkapkan rusadi
kantaprawira.

Budaya Politik Parokial ( Parochial Political Culture)

26
Aim Abdulkarim. Pendidikan Kewarganegaraan…, hlm. 2.

27
Dalam arti yang sederhana dapat diartikan terbatas pada wilayah sempit,
misalnya yang bersifat kedaerahan. Dalam masyarakat tradisional , sederhana , dan
bersifat parokial karena terbatasnya perbedaan antara warga negara sehingga tidak
terdapat peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri.

Pada budaya politik ini, anggota masyarakat cenderung tidak berminat


terhadap objek-objek politik,yang luas, kecuali dalam batas tertentu, yaitu terhadap
tempat dia tinggal.

Budaya politik parokial sangat menonjolkan kesadaran warganya akan


adanya pusat kewenangan atau kekuasaan politik dalam masyarakatnya.

Budaya Politik Kaula (Subject Political Culture)

Anggota masyarakat memiliki minat, dan mungkin pula kesadaran terhadap


sistem politik secara keseluruhan , terutama terhadap hasil dari sistem politik itu
sendiri. Adapun perhatian atas aspek masukan (input) bagi sisitem politik itu sendiri
hampir tidak ada.

Posisi kaula adalah posisi yang pasif, ketika mereka tidak berdaya untuk
mempengaruhi atau merubah sistem. Oleh karena itu, hanya bersifat menunggu atas
segala kebajika yang di buat oleh para penanggung kekuasaan.27

Menurut budaya politik ini, memiliki struktur hierarki(vertical) ketika


masyarakat umum sudah diharuskan menerima begitu saja keadaan dalam sistem
politik yang ada.

Budaya Politik Partisipan (Participant Political Culture)

27
Aim Abdulkarim. Pendidikan Kewarganegaraan…, hlm. 3.

28
Pada budaya politik ini, anggota masyarakat telah menyadari betul hak dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara, di mana dia berperan aktif dalam suatu
proses politik.

Dari ketiga budaya politik yang ada di Indonesia tersebut, biasanya budaya
politik parokial dan kaula disatukan sehingga ada dua macam budaya politik secara
umum. Perbedaan yang nyata antara dua budaya politik ini sebagaimana
diungkapkan oleh Eep Saefullah Fatah, yaitu budaya politik parokial-kaula meliputi
Loyalitas sentimental, kultus, pengabdian, mobiliasi, dan marah sedangkan budaya
politik partisipan meliputi kalkulasi, pertimbangan, transaksi, partisipasi, dan
melawan.

Adanya beberapa faktor tipe budaya politik yang ada di indonesia ,


disebabkan oleh beberapa factor, yaitu sebagai berikut.

a) Adanya keragaman yang tumbuh pada masyarakat Indonesia.


b) Masyarakat yang menganut budaya parokial-kaula disebabkan oleh
isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme,
paternalistrik (kebapakan) dan ikatan primodial. Adapun yang
menganut partisipan di pengaruhi tingkat Pendidikan.
c) Sifat ikatan primordial memiliki ciri sentiment kedaerahan,
kesukuran, dan keagamaan.
d) Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi
sikap paternalisme, dan sifat patrimonial( warisan bapak ).
e) Dilema interaksi mengenai modernisasi dengan pola-pola yang telah
lama berakar sebagaitradisi dalam masyarakat.28

28
Aim Abdulkarim. Pendidikan Kewarganegaraan…, hlm. 4.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Demokrasi merupakan sebuah sistem sosial politik modern yang paling baik dari
sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini. Demokrasi memiliki
suatu keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan ada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan Bersama rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Demokrasi juga
merupakan suatu perencanaan instutisional untuk mencapai keputusan politik di
mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara
perjuangan kompetitif atas suara rakyat.

Sejarah demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam empat periode: periode


1945-1959, periode 1959-1965, periode 1965-1998, dan pesca-Orde Baru. Manfaat
dari demokrasi diantaranya sebagai sistem politik, dan sebagai sikap hidup serta
Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahan
mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi.

B. Saran
Demokrasi di butuhkan di indonesia bukan sebagai alat untuk menguasai
pemerintahan, tetapi sebagai alat untuk menjalankan pemerintahan dalam sistem
politik ( trias politika ) dan sebagai landasan sikap hidup dalam ber
kewarganegaraan. Dimana lembaga legislatif bisa menampungsuara rakyat,
lembaga eksekutif bisa menjalankan undang-undang dengan benar, dan
yudikatif bisa adil dalam memberikan hukuman.

30
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education):


Demokrasi, Hak Asasi Manusia, & Masyarakat Madani. Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayyatullah.

Herdiawanto, Heri. Fokky Fuad Wasitaatmadja. Jumanta Hamdayama.


2019. Kewarganegaraan & Masyarakat Madani. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan (untuk kelas XI


sekolah menengah atas). Jakarta: PT Grafindo Media Pratama.

Ubaedilah. A. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)


Pancasila Demokrasi dan Pencegahan Korupsi. Jakarta:
Prenadamedia Group.

Winarno.2007.Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan


Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ubaedillah, A dan Abdul Rozak. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan


(Civic Education) Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Pernada Media Group.

31

Anda mungkin juga menyukai