Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kelompok Dosen Pengampu

Kapita Selekta Dr. Hj. Zulhidah, M. Pd

DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Oleh: Kelompok 1

Aminuddin Ritonga (12011414790)


Amrina Rosida (12011424234)
Sutra Aliza (12011427624)

UNNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI TADRIS IPS 6B
TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Kapita Selekta yang berjudul “ Demokerasi Dalam
Pendidikan Islam”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan teman-
teman yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Dan kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hj. Zulhidah, M. Pd. sebagai dosen
pembimbing yang telah membimbing kami dalam mengerjakan tugas makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapakan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Pekanbaru, 11 Maret 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
A. Pengertian Demokrasi Dalam Islam.......................................................................... 3
B. Pengertian Demokrasi Dalam Pendidikan Islam....................................................... 4
C. Prinsip Demokrasi Pendidikan Islam ........................................................................ 5
D. Implementasi Nilai Demokrasi dalam Pendidikan Islam........................................... 7
E. Cerminan Demokratisasi Pendidikan dalam Pendidikan Islam ................................ 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 12
A. Kesimpulan................................................................................................................ 12
B. Saran.......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi menjadi salah satu sistem pemerintahan negara terbaik oleh untuk
mencapai cita-cita negara, sehingga banyak negara yang melakukan perubahan sisitem
politik dari negara yang sebelumnya tidak demokrasi, menjadi negara yang demokrasi,
salah satu nya adalah negara Indonesia. Keberadaan sistem demokrasi memberikan
kebebasan diberbagai bidang telah memberikan kesempatakan kepada individu atau
kelompok dan bahkan aliran dalam keagamaan untuk tumbuh dan berkembang. Jika
dimaknai sebagai sebuah ideologi sebuah negara, maka negara tersebut harus
menyerahkan kekuasaan tertinggi kepada rakyat, sehingga rakyatlah yang akan
membentuk pemerintah, dan membentuk kebijakan yanh akan dilaksanakan oleh
pemerintah dan rakyat, sebab dalam demokrasi segala sesuatu nya dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat.
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan Islam ini, tentu saja tidak dapat
dilepaskan dari sejarah/demokrasi dalam ajaran Islam dan demokrasi sacara umum.
Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip telah diterapkan oleh Nabi Muhammad
SAW, yang dikenal dengan “musyawarah”. Kata demokrasi memang tidak terdapat
dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena kata demokrasi berasal dari barat atau Eropa yang
masuk ke peradaban Islam. Dan sekarang ini, demokrasi sudah banyak diterapkan
diberbagai lembaga pendidikan. Akan tetapi, masih banyak juga yang belum
menerapkannya dan belum begitu mengerti tentang bagaimana penerapan demokrasi
yang benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Demokrasi Islam?
2. Pengertian Demokrasi Dalam Pendidikan Islam?
3. Prinsip Demokrasi Pendidikan Islam ?

4. Implementasi Nilai Demokrasi dalam Pendidikan Islam?


5. Cerminan Demokratisasi Pendidikan dalam Pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui engertian Demokrasi alam Islam.
2. Untuk mengetahui pengertian Demokrasi Dalam Pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui prinsip Demokrasi Pendidikan Islam
4. Untuk mengetahui implementasi nilai Demokrasi dalam Pendidikan Islam
5. Untuk mengetahui cerminan Demokratisasi Pendidikan dalam Pendidikan Islam

6.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Dalam Islam


Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, dari kata “demos” dan “cratos”, demos
berarti rakyat dan cratos berarti pemerintah. Jadi yang dimaksud dengan demokrasi adalah
kekuasaan yang berakar pada rakyat. Dengan demikian dalam terma politik dikatakan bahwa
kedaulatan tertinggi terletak ditangan rakyat. Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia, demokrasi diartikan sebagai: “gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara”.
Sementara moment terpenting dari demokrasi adalah kebebasan berbicara dan
berkehendak (freedom of speak and press). Artinya dalam tubuh demokrasi tercermin nilai
keterbukaan sistem yang menyangkut gabungan kebutuhan naluriah dan pilihan rasional
masing-masing individu. Karena itu, di dalam demokrasi ruang lingkup pertukaran ide-ide
menjadi semakin luas dan melibatkan semakin banyak unsur yang ada di dalam masyarakat.
Dengan perkataan lain, pluralisme dan relativisme kebenaran akhirnya muncul untuk
menggantikan absolutisme dan superioritas keserbatunggalan yang kini tampak lebih
menjadi aus dan usang oleh petasan transformative sosial budaya dan perubahan masyarakat
modern.
Secara etimologis, Islam tidak mengenal istilah demokrasi. Islam hanya mengenal
istilah musyawarah sebagai fondasi utama dalam kehidupan sosial. Beranjak dari konsepsi
musyawarah inilah Islam memperkenalkan gagasan demokrasi, yakni gagasan yang
mengharuskan seluruh proses politik melandaskan diri pada partisipasi, kebebasan, dan
persamaan. Umat Islam telah bersepakat, bahwa salah satu prinsip ajaran Islam tentang
kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah prinsip musyawarah (syûrâ). Musyawarah
atau syura adalah sesuatu yang sangat penting guna menciptakan peraturan di dalam
masyarakat mana pun. Dan setiap negara maju yang menginginkan keamanan, ketentraman,
kebahagiaan, dan kesuksesan bagi rakyatnya, tetap memegang prinsip musawarah.
Jadi setidaknya terdapat tiga pandangan tentang Islam dan Demokrasi: Pertama,
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak bisa
disubordinatkan dengan demokrasi karena Islam merupakan sistem politik yang mandiri

3
(self- sufficient). Dalam bahasa politik muslim, Islam sebagai agama yang sempurna tidak
saja mengatur persoalan keimanan (akidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek
kehidupan umat manusia termasuk aspek kehidupan bernegara. Pandangan ini didukung oleh
kalangan pemikir muslim seperti Sayyid Qutb dan Thabathabi. Hubungan Islam dan
demokrasi bersifat saling menguntungkan secara eksklusif (mutually exclusve). Bagi
penganut demokrasi sebagai satu-satunya sistem terbaik yang tersedia saat ini, Islam
dipandang sebagai sistem politik alternatif terhadap demokrasi. Sebaliknya, bagi pandangan
Islam sebagai sistem yang lengkap. Islam dan demokrasi adalah sistem yang berbeda, karena
itu demokrasi sebagai konsep barat tidak tepat dijadikan sebagai acuan dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam masyarakat muslim, Islam tidak bisa
dipadukan dengan demokrasi.
Kedua, kelompok kedua ini menyetujui adanya prinsip-prinsip demokrasi dalam
Islam. Tetapi, mengakui adanya perbedaan antara Islam dan demokrasi. Bagi kelompok ini,
Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokratis didefinisikan secara subtantif,
yakni kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat
ini. Dengan demikian, dalam pandangan kelompok ini, demokrasi adalah konsep yang sejalan
dengan Islam setelah diadakan penyesuaian penafsiran terhadap konsep demokrasi itu
sendiri. Di antara tokoh dari kelompok ini adalah Al-Maududi dan Moh. Natsir.
Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik
demokrasi seperti yang dipraktikan negara-negara maju. Islam di dalam dirinya demokratis
tidak hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi karena adanya konsep ijtihad dan ijma
(konsensus). Di antara tokoh muslim yang mendukung pandangan ini yaitu Fahmi Huwaidi,
M. Husain Haekal, dan Muhammad Abduh. Di Indonesia diwakili oleh Nurcholis Majid,
Abdurrahman Wahid, Amin Rais, dan Ahmad Syafi’i Ma’arif.

B. Pengertian Demokrasi Dalam Pendidikan Islam


Demokrasi dan pendidikan mempunyai hubungan yang saling menunjang, karena
pendidikan yang sifatnya demokratis akan menempatkan anak sebagai pusat perhatian.
Melalui pendidikan anak-anak ditempatkan sebagai manusia yang dimanusiakan. Pendidikan
hanya memberikan layanan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan optimal
anak. pendidikan yang demokrasi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang
lama kepada setiap anak (peserta didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-

4
tingginya sesuai dengan kemampuannya. Demokrasi pendidikan, adalah pengajaran
pendidikan yang semua anggota masyarakat mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang
adil.
Sebagaimana amanat UUD 1945 mengatakan bahwa pemerintah akan mewujudkan
suatu sistem pendidikan yang mencerdaskan rakyat. Pendidikan yang mencerdaskan rakyat
adalah pendidikan yang membawa warga negaranya sebagai anggota masyarakat demokratis.
Proses pendidikan yang demikian bukanlah proses indoktrinasi tetapi menyadarkan rakyat
akan hak-haknya dan memberikan kemampuan pada rakyat untuk secara bersama-sama
mewujudkan keadilan dan kemakmuran bersama (Tilaar, 2012). Jadi siswa di sekolah harus
merasakan bahwa sekolah bagi mereka sungguh merupakan tempat yang akan menggali
potensi yang dimiliki. Dengan kondisi yang tidak diskriminatif dan berkeadilan, anak yang
berasal dari keluarga miskin pun berhak mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh
pendidikan. Dan tidak heran ketika muncul kesadaran dan daya kritis tentang keberadaan
Rintisan Sekolah Bertarif Internasional (RSBI) yang akhir-akhir ini dipertanyakan dan diklm
untuk ditiadakan. Karena itu, untuk mendidik warga negara yang baik, pendidikan
demokratis mutlak dibutuhkan.

C. Prinsip Demokrasi Pendidikan Islam


Apabila dihubungkan dengan pendidikan maka pengertiannya sebagai berikut:
pendidikan yang demokrasi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap anak (peserta didik) mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-
tinginya sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa demokrasi pendidikan
merupakan suatu pandangan yang mengutamakan persamaan kewajiban dan hak dan
perlakuan oleh tenaga kependidikan terhadap peserta didik dalam proses pendidikan.
Dengan demikian, demokrasi pendidikan adalah demokrasi yang memberikan
kesempatan pendidikan yang sama kepada semua orang, tanpa membedakan ras (suku),
kepercayaan, warna dan status sosial. Definisi ini memberi pengertian bahwa setiap
individu mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran.
Masing-masing mempunyai hak otonom untuk mengekspresikan dan mengaktualkan
potensi yang dimilikinya melalui pendidikan.

5
Demokratisasi pendidikan juga dilakukan dengan mengikutsertakan unsur-unsur
pemerintah setempat, masyarakat dan orang tua berbentuk dalam hubungan kemitraan
dan menumbuhkan dukungan positif bagi pendidikan anak. Hal ini menuntut partisipasi
lebih besar dari warga lembaga pendidikan dalam setiap kebijakan dan sepanjang proses
pembuatan keputusan berlangsung dan semua keputusan dibuat secara kolektif dan
sinergis bersama stakeholders.
Pengambilan keputusan partisipatif semacam ini merupakan suatu cara untuk
mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik.
Dalam artian bahwa warga sekolah (siswa, karyawan, orang tua siswa dan tokoh
masyarakat) didorong untuk terlibat secara langsung di dalam proses pengambilan
keputusan maka yang bersangkutan akan ada “rasa memiliki” terhadap keputusan
tersebut sehingga ia juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk
mencapai tujuan sekolah.
Untuk memahami lebih jauh mengenai prinsip-prinsip demokrasi dalam
pendidikan, perlulah kita mengetahui beberapa hal berikut:
1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan
2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk memperoleh pendidikan
3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan mereka.

Dari kenyataan tersebut dapat dipahami bahwa ide dan nilai demokrasi
pendidikan sangat banyak dipengaruhi oleh alam pikiran, sifat dan jenis masyarakat di
mana mereka berada sebab dalam realitasnya, pengembangan demokrasi pendidikan
tersebut akan banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Apabila pengembangan demokrasi pendidikan yang akan dikembangkan
berorientasi kepada cita cita dan nilai demokrasi tadi, maka berarti akan selalu
memperhatikan prinsip prinsip berikut ini:
a. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.
b. Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat dan berbudi
pekerti luhur.

6
c. Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya dalam rangka
mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
dan tehnologi tanpa merugikan pihak lain

Mengacu pada karakteristik demokrasi di atas, maka prinsip-pronsip demokrasi


dapat pula diimplementasikan dalam sistem pendidikan Islam karena pada dasarnya Islam
memberikan kebebasan kepada individu (anak didik) untuk mengembangkan nilai-nilai
fitrah yang ada dalam dirinya dalam menyelaraskan dengan perkenbangan zaman. Islam
juga memberikan petunjuk kepada para pendidik sekaligus menghendaki agar mereka
tidak mengekang kebebasan individu anak dalam mengembangkan potensi yang telah
dibawanya sejak lahir.
Peserta didik yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada perbedaan derajat atau
martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan dalam suatu ruangan dengan
tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Pendidik harus mengajar anak
orang yang tidak mampu dengan yang mampu secara bersama atas dasar penyediaan
kesempatan belajar yang sama bagi semua peserta didik. Sehingga penddik harus mampu
memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik untuk mendapatkan
pendidikan. Bagi peserta didik yang kurang aspiratif dalam belajar diberikan latihan-
latihan remedial secara khusus, sedangkan yang cerdas diberikan tambahan (pengajaran)
yang belum dipelajarinya.

D. Implementasi Nilai Demokrasi dalam Pendidikan Islam


Proses pembelajaran harus dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi yaitu dengan
penghargaan terhadap kemampuan peserta didik, menerapkan persamaan kesempatan dan
memperhatikan keragaman peserta didik. proses pendidikan demokratis ditujukan kepada
pengembangan pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab. Sebagaimana dapat dilihat
dalam demokrasi itu sendri bahwa demokrasi dalam praktiknya di mana pun di muka
bumi selalu menuntut tiga atau empat syarat yang saling melengkapi: rasa tanggung
jawab, lapang dada, rela menerima kekalahan secara sportif, dan tidak membiarkan
kesadaran membeku (Maarif, 2015).

7
Jadi pendidik hendaknya memposisikan peserta didiknya sebagai insan yang
harus dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan
kemampuannya tersebut. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran, harus dihindari
suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan, syarat dengan perintah dan
instruksi yang membuat peserta didik menjadi pasif dan tidak bergairah, cepat bosan dan
mengalami kelelahan. Bahkan sebagai aplikasi dari prinsip demokrasi, pendidikan
diselenggarakan secara gratis, tidak terikat pada batas waktu tertentu, ijazah, atau nilai
angka-angka dalam ujian ataupun peraturan-peraturan khusus dalam pemerintahan siswa.
Sebaliknya, bila seseorang berkeinginan kuat untuk belajar, cinta kepada ilmu ataupun
melakukan penelitian, pinta untuk belaar terbuka luas baginya. Secara esensial,
demokrasi pendidikan merupakan suatu gambaran ideal yang akan terus diperjuangkan
dan disempurnakan.

E. Cerminan Demokratisasi Pendidikan dalam Pendidikan Islam


Demokratisasi pendidikan dalam pendidikan Islam tercermin dalam aspek:
1. Tauhid: Sebuah paradigma pembebasan.
Tauhid sebagai salah satu kunci pokok keislaman, dengan jelas menunjukkan
bahwa tidak ada penghambaan atau penyembahan kecuali Allah SWT., bebas dari
belenggu kebendaan dan kerohanian. Dengan kata lain, seseorang telah mengikrarkan
diri dengan dua kalimat syahadat berarti telah melepaskan diri dari belenggu dan
subordinasi apa pun.
Formulasi tauhid yang paling singkat tetapi tegas adalah kalimah toyyibah: La
ilaha illallah” yang berarti “tidak ada Tuhan selain Allah. Sebuah kalimat penegas
sekalian pembebas dari anasir-anasir pengkultusan, penyembahan, penindasan dan
perudakan. Maka dari itu Tauhid dapat dijadikan landasan bagi terwujudnya asas
demokrasi dalam pendidikan.
Oleh karena itu, Tauhid merupakan suatu konsep yang berisikan nilai-nilai
fundamental yang tidak saja bebas dan merdeka, melainkan sadar pada eksistensi
sebagai hamba, sama dihadapan sang kholiq, yang membedakan adalah
ketaqwaannya.
2. Syura: Sebuah wahana keterbukaan

8
Kaitannya dengan demokrasi, Syura merupakan kata kunci penting dalam al-
Qur’an. Secara simpel Syura diartikan dengan pengambilan keputusan secara
bersama. Ini dilandasi semata-mata untuk menjaga semangat kolektivitas disatu sisi
dan mengurangi kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh individu di sisi lain.
Dengan demikian, semangat syura berlawanan dengan sikap individualisme dan
depotisme yang sering terjadi ditengah kehidupan.
Musyawarah dilakukan dengan maksud mencari kebenaran dan bukan
mencari kekuatan berdasar wibawa. Kalau sesuatu diputuskan berdasarkan
musyawarah maka semua harus mengikuti aturan yang sudah dimusyawarahkan.
Dalam al-Qur’an kita dianjurkan bermusyawarah: “Ajaklah (olehmu Muhammad)
mereka bermusyawarah. Kalau sudah engkau mantap, maka bertawakkallah pada
Allah Swt. (QS. Ali Imran: 159). Syura merupakan bagian pokok dari demokrasi
membawa nilai lain yaitu keterbukaan. Dalam pemikiran pendidikan yang
demokratis, keterbukaan sangat mutlak diperlukan. Disamping mengisyaratkan nilai
ketebukaan, dalam musyawarah juga membersitkan sebuah nilai tanggung jawab
masing-masing anggota.
3. Al-Adlu: masyarakat tanpa kelas
Keadilan adalah kosa kata Bahasa Indonesia yang berasal dari al-Qur’an.
Makna keadilan itu sendiri bersifat multidimensional. Keadilan berintikan kebenaran
(al-haq). Keadilan berarti pula tidak menyimpang dari kebenaran, tidak merusak dan
tidak merugikan orang lain dan diri sendiri.15Dalam kehidupan sehari-hari, keadlian
nampak dalam berbagai bentuknya. Keadilan berarti menghukum orang sesuai
kesalahannya atau memberi ganjaran sesuai perbuatan baiknya.
4. Amar Makruf Nahi Mungkar
Dalam al-Qur’an, Amar Makruf Nahi Mungkar dikaitkan dengan kualitas
manusia yaitu Surah Ali Imran ayat 110: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk umat manusia, mengajak pada yang makruf dan mencegah dari yang munkar
dan beriman kepada Allah”
Sayyid Qutub dalam kitab Tafsirnya Fi Zhilalill Qur’an menjelaskan bahwa
ayat ini ditujukan pada umat Islam agar mereka mengetahui posisi dirinya sebagai
umat terbaik, mereka dilahirkan agar maju ke garis terdepan dalam semua bidang

9
kehidupan. Mereka harus memiliki kekuatan atau kualitas fisik dan mental untuk
melakukan perbaikan dan mencegah kemungkaran dengan landasan tauhid.17 Posisi
sebagai umat terbaik baru merupakan kondisi bersyarat (konditional state), artinya
posisi itu baru terwujud dan terlaksana kalau ditunjang oleh kualitas diri yang
memadai (ber-tauhid, beramal shalih, bertakwa dan ulul albab), sehingga
memungkinkan mereka melaksanakan rekonstruksi social, dari yang tidak baik
menjadi baik.
5. Tawassuth: Prinsip Moderasi
Prinsip tawassuth (moderasi) adalah suatu prinsip yang menggambarkan
karakteristk agama Islam sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an Surah Al Baqarah
ayat 143 yang artinya:“Dan demikianlah, Kami telah menjadikan kamu sekalian
(umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran
penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia dan supaya Rasulullah Saw. Menjadi
saksi (ukuran penilain) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian”
Dari pengertian ayat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa segala sikap
perbuatan umat Islam harus senantiasa memegang prinsip pertengahan (moderat). Al-
Tawassuth bukanlah serba kompromistis dengan mencampur adukkan semua unsur.
Juga bukan dengan mengucilkan diri dengan menolak usnsur-unsur apapun.
Penerapan prinsip dan karakter tawassut ini tidak hanya pada bidang akidah saja,
namun dapat diterapkan baik dalam bidang syari’ah, kehidupan bernegara serta
dalam bidang pendidikan dan bidang-bidang lainnya.
Implementasi nyata sikap tawassut dalam bidang pendidikan dapat dilihat
pada lembaga Islam tertua yakni pesantren. Pesantren adalah lembaga pengembangan
keilmuan dan pengajaran Islam di Nusantara yang selalu dengan luwes mampu
berdiri pada sikap pertengahan ( tawassuth). Lembaga pendidikan yang khas
Indonesia ini mampu mengadopsi sistem pendidikan Barat (sekolah formal) tanpa
menghilangkan jati dirinya yang mempunyai ciri khazanah keilmuan klasik (kitab
kuning).
6. Kewajiban dan Hak Manusia dalam Pengembangan Ilmu
Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban dan hak asai manusia dalam Islam.
Karena sikap Islam dalam berhadapan dengan pendidikan dan sains modern

10
senantiasa simpatik. Setiap manusia mempunyai hak mutlak untuk memperoleh
pengetahuan sebanyak yang ia kehendaki. Hadist Nabi:”menuntut ilmu adalah wajib
bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”.
Hadist ini mencerminkan bahwa dalam Islam terdapat demokratisasi
pendidikan, dimana Islam tidak membeda-bedakan antara laki-laki maupun
perempuan dalam hal kewajiban menuntut ilmu. Demokratisasi menjadi sebuah
keharusan untuk dipraktekkan dalam pendidikan Islam. Sebagai instrumen perekat
dan pemersatu bangsa dalam tataran praktis pendidikan harus mengakomodasikan
secara luas prinsip-prinsip demokratis dan egaliter. Untuk kepentingan itu, Nabi
SAW. Mengedepankan dirinya sebagai Uswah hasanah atau teladan kebaikan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep demokrasi dalam Islam adalah bahwa dalam Islam tidak mengenal istilah
demokrasi. Karena demokrasi ini berasal dari Barat atau Eropa yang masuk melalui
peradaban Islam. Islam hanya mengenal istilah musyawarah sebagai fondasi utama dalam
kehidupan sosial. Beranjak dari konsepsi musyawarah inilah Islam memperkenalkan
gagasan demokrasi, yakni gagasan yang mengharuskan seluruh proses politik
melandaskan diri pada partisipasi, kebebasan, dan persamaan. Dan dalam Al-Qur’an pun
banyak ayat yang menjelaskan tentang musyawarah salah satunya dalam (Q.S. Asy-syura
[42]: 38), dan (Q.S. Al-Hujuraat [49]: 13). Sehinggga kita dapat membedakan bahwa
Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik berbeda. Islam berbeda dengan demokrasi
apa bila demokrasi didefinisikan secara prosedural seperti dipahami dan dipraktikan di
negara-negara barat. Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem
politik demokrasi seperti yang dipraktikan di negara-negara maju.
Demokratisasi pendidikan dalam pendidikan Islam tercermin dalam aspek:
Pertama: Tauhid: sebuah paradigma pembebasan. Bebas dari belenggu kebendaan dan
kerohanian, pembebas dari anasir-anasir pengkultusan, penyembahan, penindasan dan
perbudakan. Maka dari itu Tauhid dapat dijadikan landasan bagi terwujudnya asas
demokrasi dalam pendidikan. Kedua, Syura: sebuah wahana keterbukaan. Syura diartikan
dengan pengambilan keputusan secara bersama, semangat kolektivitas. Ketiga, Al-Adlu:
masyarakat tanpa kelas. Keadilan tidak menyimpang dari kebenaran, tidak merusak dan
tidak merugikan orang lain dan diri sendiri. Prinsip Keadilan menempati azas yang urgen
dalam demokratisasi pendidikan Islam. Keempat, Amar Makruf Nahi Mungkar. Amar
Makruf Nahi Mungkar dikaitkan dengan kualitas manusia. Posisi itu baru terwujud dan
terlaksana kalau ditunjang oleh kualitas diri yang memadai (ber-tauhid, beramal shalih,
bertakwa dan ulul albab). Kelima, Tawassut: prinsip moderasi. Prinsip ini dapat
diterapkan baik dalam bidang syari’ah, kehidupan bernegara serta dalam bidang
pendidikan. Keenam, Kewajiban dan hak manusia dalam pengembangan ilmu. Islam

12
tidak membeda-bedakan antara laki-laki maupun perempuan dalam hal kewajiban
menuntut ilmu.

B. Saran
Meskipun penulias menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini,
akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki.
Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan sebagai bahan evaluasi
untuk kedepannya. Sehingga bisa terus menghasilkan penelitian dan karya tulis yang
bermanfaat bagi banyak orang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Romlah Siti. Demokrasi Pendidikan Islam. Pancawahana: Jurnal Studi Islam. 2018. 13, (2).
Fathorrahman. Demokratisasi Pendidikan Dalam Pendidikan Islam. Ilmuna. 2020. 2, (1).
Hermawan D dan Irawan. Ta’dib: Jurnal Pendidikan Islam. 2019. 8, (2).
Usri. Pendidikan Islam san Demokrasi. Al Mutsala: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman dan
Kemasyarakatan. 2019. 1, (2)

Anda mungkin juga menyukai