Anda di halaman 1dari 10

1

Kurikulum beresal dari bahasa Inggris “Curriculum” berarti Rencana


Pelajaran. Secara istilah kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Dari pengertian tersebut kurikulum sangat besar pengaruhnya
dalam proses belajar mengajar di sekolah, yang merupakan jembatan untuk
tercapainya suatu tujuan Pendidikan Nasional.Pada perkembangan dan perubahan
yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia tidak terlapas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya.
Perkembangan dan perubahan secara terus menerus menuntut perlunya
system Pendidikan Nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk
mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman tersebut.Penulisan makalah ini mempunyai alasan yaitu
kurikulum merupakan komponen yang amat penting di dunia pendidikan, karena
kurikulum merupakan suatu usaha yang menjembatani tercapainya Pendidikan
Nasional maka perlu dilakukan kajian-kajian tentang perkembangan kurikulum.
A. Konsep Dasar Kurikulum
1. Konsep Kurikulum
Menurut UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat
rencana dan peratauran, mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang
digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Ada tiga
konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai subtansi, sebagai sistem dan
sebagai bidang studi. Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu subtansi,
suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar
bagi murid-murid sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai.Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis
sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan
pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat.
Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai sistem, yaitu sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan,

1
bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur
personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum,
melaksanakan dan menngevaluasi serta menyempurnakannya.
Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang
studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajaian para ahli kurikulum dan
ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi
adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.1
2. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum
Ada beberapa dasar (asas) dalam pengembangan kurikulum yaitu:
a. Azas Filosofis
Filsafat yang mendasari kehidupan berbangsa dan
bernegara atau yang umum dianut oleh suatu bangsa/negara,
seperti agamis,atheis, dll akan menentukan bentuk tujuan umum
pendidikan, yang tentunya akan menjadi arah bagi pelaksanaan
pendidikan suatu negara itu, dan dalam pengembangan kurikulum
itu harus diperhatikan hal ini, kalau tidak maka pendidikan dan
outputnya tidak akan diterima secara umum di negara itu.2
b. Azas Sosiologis
Azas Sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan
apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
kebudayaan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Azas Organisatoris
Azas Organisatoris yang memberikan dadar-dasar dalam
bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan
urutannya.
d. Azas Psikologis

1
Belajar dari sejarah: Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, diakses dari
http://pencerahan-sejarah.blogspot.in/p/dasar-dasar-pengembangan-kurikulum.html , pada tanggal
02 September 2016 pukul 05:59
2
Pendidikan Keperawatan: Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Institusi, diakses dari
http://muc-chamim.blogspot.in/p/dasar-dasar-pengembangan-kurikulum-25.html , pada tanggal 02
September 2016 pukul 05:59

2
Azas Psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang
perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar
agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh
anak sesuai dengan taraf perkembangannya.3
3. Fungsi Kurikulum
Fungsi kurikulum mempunyai arti sebagai berikut:
a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada suatu
tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan
pencapaian tujuan dari lembaga pendidikan tersebut.
b. Sebagai batasan daripada program kegiatan (bahan pengajaran)
yang akan dijalankan pada suatu semester, kelas, maupun pada
tingkat pendidikan tersebut.
c. Sebagai pedoman guru dalam menyelenggarakan proses belajar
mengajar, sehingga kegiatan yang dilakukan guru dengan murid
terarah kepada tujuan yang ditentukan.
Menurut Sutopo dan Soemanto sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Joko Susilo kurikulum berfungsi:
1. Kurikulum dalam mencapai tujuan. Bila tujuan pendidikan yang
diinginkan tidak tercapai orang cenderung meninjau kembali alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Bagi siswa kurikulum berfungsi sebagai organisasi belajar yang harus
dikuasai dan dikembangkan seirama perkembangan siswa.
3. Bagi guru, kurikulum berfungsi:
a. Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir
pengalaman belajar siswa.
b. Sebagai alat untuk mengadakan evaluasi perkembangan siswa.
c. Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan
4. Bagi kepala sekolah dan pembina sekolah, kurikulum berfungsi:
a. Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervisi, yaitu
memperbaiki situasi belajar.

3
Nasution, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1990), hlm.2.

3
b. Sebagai pedoman untuk fungsi supervisi dalam menciptakan
situasi untuk menunjang situasi belajar.
c. Sebagai pedoman dalam fungsi supervisi untuk membantu guru
dalam memperbaiki situasi belajar.
5. Bagi orang tua murid, kurikulum berfungsi sebagai panduan untuk
membantu anak.
6. Bagi sekolah pada tingkatan diatasnya, kurikulum berfungsi sebagai
pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan dan penyiapan tenaga
guru.
7. Bagi masyarakat dan pemakai lulusan sekolah, kurikulum berfungsi
dalam memberikan bantuan guru dalam memperlancar pelaksanaan
program pendidikan yang membutuhkan kerja sama dengan pihak
orang tua/masyarakat untuk menyempurnakan program pendidikan di
sekolah agar bisa lebih serasi dengan kebutuhan masyarakat dan dunia
kerja.4
B. Ciri-ciri Kurikulum
Menurut Al-Syaibani yang dikutip oleh Tafsir, bahwa kurikulum pendidikan
Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kurikulum pendidikan islam harus menonjolkan mata pelajaran agama
dan akhlak
2. Kurikulum pendidikan islam harus memperhatikan pengembangan
menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani
3. Kurikulum pendidikan islam memperhatikan keseimbangan antara
pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani
manusia
4. Kurikulum pendidikan islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir,
pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya
5. Kurikulum pendidikan islam mempertimbangkan perbedaan-perbedaan
kebudayaan yang sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan

4
Harun Asrohah dan Anas Amin Alamsyah, Pengembangan Kurikulum (Surabaya:
Kopertais IV Press, 2014), hlm. 32-33

4
tempat dan juga perbedaan zaman, kurikulum dirancang sesuai dengan
kebudayaan itu.
Oemar Muhammad At-Toumi al-Syaibani menyebutkan lima ciri kurikulum
pendidikan islam sebagai berikut:
1. Menonjolnya tujuan utama dan akhlak pada berbagai tujuannya,
kandungan, metode, alat dan tekniknya bercorak agama
2. Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum
yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang
menyeluruh
3. Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam
kurikulum yang akan digunakan
4. Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang
diperlukan oleh anak didik
5. Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat
anak didik.5
Armani Arief menjelaskan tentang ciri-ciri kurikulum pendidikan islam
sebagai berikut:
1. Agama dan akhlak sebagai tujuan utama yang didasarkan kepada al-
Qur’an dan As-sunah
2. Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek
pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual
3. Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman
serta kegiatan pengajaran.
Berdasarkan ciri kurikulum pendidikan di atas, maka tidak dapat dipungkiri
bahwa kurikulum ini sangat menonjolkan akhlak pribadi muslim yang
tinggi.6

C. Pengukur Kurikulum diberbagai Aspek


1. Pengertian Aspek Kognitif, Afektif dan Psikomotorik
5
Afiful Ikhwan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Tulungagung:
STAI Muhammadiyah Tulungagung, 2014), hlm. 17
6
Ibid. hlm. 18

5
Kawasan kognitif merupakan kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar. Di dalamnya mencakup
knowledge, comprehension, application, analyze, synthesis, dan
evaluation. Dalam aspek kognitif, sejauh mana peserta didik mampu
memahami materi yang telah diajarkan oleh pendidik, dan pada level yang
lebih atas seorang peserta didik mampu menguraikan kembali kemudian
memadukannya dengan pemahaman yang sudah ia peroleh untuk
kemudian diberi penilaian/pertimbangan.
Sedangkan kawasan efektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap
moral dan sebagainya. Di dalamnya mencakup receiving/attending,
responding, valuing, organisation, dan characterization. Aspek afektif ini
erat kaitannya dengan tata nilai dan konsep diri. Dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, aqidah akhlak merupakan salah satu pelajaran
yang tidak terpisahkan dari aspek afektif.
Kawasan psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan
aspek-aspek keterampilan yang melibatkan neuronmuscular system dan
fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari set, imitation, habitual, adaptation,
dan organitation.
2. Pengukuran Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
a. Pengukuran Aspek Kognitif
Menurut Taksonomi Bloom sebagaimana dikutip Mimin Haryanti,
kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara secara hirarkis
yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Pada tingkat pengetahuan, peserta didik menjawab
pertanyaan berdasarkan hapalan saja. Pada tingkat pemahaman peserta
didik dituntut untuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri,
memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi,
peserta didik dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam
situasi yang baru. Pada tingkat analisis, peserta didik diminta untuk
menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian, menemukan

6
asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta menemukan hubungan
sebab akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut untuk
menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri.
Pada tingkat evaluasi, peserta didik mengevaluasi informasi seperti
bukti, sejarah, dan editorial.
Untuk mengukur keberhasilan aspek kognitif ini, maka guru harus
membuat alat penilaian (soal) dengan formulasi perbandingan sebagai
berikut:
1) 40% untuk soal yang menguji tingkat pengetahuan peserta
didik.
2) 20% untuk soal yang menguji tingkat pemahaman peserta
didik.
3) 20% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam
penerapan pengetahuan.
4) 10% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam
analisis peserta didik.
5) 5% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan dalam sintesis
peserta didik
6) 5% untuk soal yang menguji tingkat kemampuan petatar dalam
mengevaluasi.
Dengan menggunakan formulasi perbandingan soal diatas,
mempermudah seorang guru untuk memperjelas cara berfikirnya dan
untuk memilih soal-soal yang akan diujikan, selain itu juga dapat
membantu seorang guru agar terhindar dari kekeliruan dalam membuat
soal. Adapun bentuk tes kognitif diantaranya: tes lisan di kelas, pilihan
ganda, uraian obyektif, uraian non obyektif atau uraian bebas, jawaban
atau isian singkat, menjodohkan dan performans.7
b. Pengukuran Aspek Afektif

7
Pengukuran Aspek Kgnitif, Afektif, dan Psikomotorik dalam evaluasi
Pendidikan: Proses yang Abadi, diakses dari
http://unzilaturrahmah.blogspot.in/2013/05/pengukuran-aspek-kognitif-afektif-dan.html ,
pada tanggal 01 September 2016 pukul 20:14

7
Penilaian afektif (sikap) sangat menentukan keberhasilan peserta
didik untuk mencapai ketuntasan dan keberhasilan dalam
pembelajaran. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat terhadap
mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai
ketuntasan pembelajaran secara maksimal. Secara umum aspek afektif
yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran terhadap berbagai mata
pelajaran mencakup beberapa hal:
1) Penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Berawal dari
sikap positif terhadap mata pelajaran akan melahirkan
minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih
mudah dalam menyerap materi pelajaran.
2) Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memiliki
sikap positif terhadap guru, sehingga ia mudah menyerap
materi yang diajarkan oleh guru.
3) Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik
perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran,
sehingga pencapaian hasil belajar bisa maksimal.
4) Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma
yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran, misalnya
peserta didik mempunyai sikap positif terhadap upaya
sekolah melestarikan lingkungan dengan mengadakan
program penghijauan sekolah.
5) Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif
lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran.
Untuk mengukur sikap dari beberapa aspek yang perlu
dinilai, dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan pribadi dan
penggunaan skala sikap. Contoh guru membuat bagan catatan
obsevasi.
Pertanyaan langsung dapat dilakukan dengan menanyakan
secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan suatu

8
hal, contohnya guru mengajukan pertanyaan tentang bagaimana
upaya memberantas tawuran di lingkungan sekolah, kemudian dari
jawaban peserta didik guru dapat mengambil kesimpulan tentang
sikap peserta didik tersebut terhadap suatu objek.
Sedangkan menggunakan skala sikap, teknik ini dapat
digunakan pada berbagai bidang, dan teknik ini sederhana dan
mudah dalam pengukuran skala sikap kelas. Contoh guru membuat
skala sikap terhadap kegiatan Ramadhan di sekolah.
c. Pengukuran Aspek Psikomotorik
Menurut Singer (1972) sebagaimana dikutip oleh Mimin Haryati,
yang termasuk kelompok mata ajar psikomotorik adalah mata ajar
yang lebih berorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi-
reaksi fisik. Menurut Ryan (1980) sebagaimana dikutip oleh Mimin
Haryati, penilaian hasil belajar psikomotor dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu, pertama melalui pengamatan langsung serta penilaian
tingkah laku siswa selama proses belajar mengajar. Kedua, setelah
proses belajar yaitu dengan cara memberikan tes kepada siswa untuk
mengukur pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga, beberapa
waktu setelah proses belajar selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya. Dengan demikian, penilaian hasil belajar psikomotorik atau
keterampilan harus mencakup persiapan,proses, dan produk.8
DAFTAR PUSTAKA

Asrohah, Hanun dan Alamsyah Anas Amin. 2014. Pengembangan Kurikulum.


Surabaya: Kopertais IV Press.
Nasution. 1990. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Ikhwan, Afiful. 2014. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.
Tulungagung: STAI Muhammadiyah Tulungagung.
Belajar Dari Sejarah. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum dalam
http://pencerahan-sejarah.blogspot.in/p/dasar-dasar-pengembangan-
kurikulum.html. diakses pada Jum’at, 02 September 2016

8
Ibid.

9
Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Institusi dalam
http://muc-chamim.blogspot.in/p/dasar-dasar-pengembangan-kurikulum-
25.html diakses pada Jum’at, 02 September 2016
Pengukuran Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik dalam Evaluasi dalam
http://unzilaturrahmah.blogspot.in/2013/05/pengukuran-aspek-kognitif-
efektif-dan.html diakses pada Kamis, 01 September 2016

10

Anda mungkin juga menyukai