Anda di halaman 1dari 9

A.

Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang teridiri dari bermacam-macam budaya, suku, ras,
agama dan bahasa. Hal inilah yang melandasi suatu semboyan yang berbunyi Bhineka
Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap dalam satu tujuan). Kemajemukan yang
berada dalam masyarakat Indonesia menuntuk simtem pendidikan yang mampu
mengcovernya sehingga tidak terjadi diskriminasi antar golongan, suku, ras ataupun
budaya.
Bangsa Indonesia memang sedang menghadapi krisis multidimensial. Dari hasil
kajian berbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa
segala macam krisis itu berpangkal dari krisis ahlak atau moral. Krisis ini secara
langsung atau tidak, berhubungan dengan persoalan pendidikan. Kontribusi
pendidikan dalam kontek ini adalah pada pengembangan mentalitas manusia yang
merupakan produknya. Ironisnya, krisis tersebut menurut sementara pihak-katanya
disebabkan karena kegagalan pendidikan agama, termasuk didalamnya pendidikan
agama Islam.1
Bagi Masyarakat Indonesia yang telah melewati reformasi, konsep masyarakat
multikultural bukan hanya sebuah wacana, tetapi konsep ini adalah sebuah ideologi
yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya
demokrasi, HAM, dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, konsep multikultural ini
tidak henti-hentinya selalu dikomunikasikan diantara ahli sehingga ditemukan
kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.2
Dalam pembahasan makalah ini, akan dijabarkan tentang perkembangan
kurikulum berbasis pendidikan multikultural yang diharapkan memiliki peran dalam
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia untuk menghadapi tantangan jaman dan
kemajemukan yang semakin hari semakin mengkawatirkan.
B. Pengertian Pendidikan Multikultural dan Multikutural dalam Islam
1. Pengertian Pendidikan Multikultural
Secara etimologi pendidikan multikultural terdiri dari dua, yaitu pendidikan
dan multikultural. Pendidikan berarti proses pengembangan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan melalui pengajaran,
pelatihan, proses dan cara mendidik.3 Dan multikultural diartikan sebagai
keragaman kebudayaan, aneka kesopanan.4
Sedangkan secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses
pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan
heterogenitasnya sebagai konsekwensi keragaman budaya, etnis, suku dan aliran
(agama).5 Pengertian seperti ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam
pendidikan, karena pendidikan dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses
sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan multikultural menghendaki
1
1Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014),
hal. 18
2
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. IV, hal. 100
3
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 28
4
Masngud, Pendidikan Multikultural: Pemikiran & Upaya Implementasinya (Yogyakarta: Idea Press, 2010), hal.
19
5
Ibid., hal. 21
penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat
manusia.
Dari pengertian multikultural di atas, maka para ahli pun beragam pula
dalam mendefinisikan tentang “Pendidikan Multikultural”. Keberagaman difinisi
itu diantaranya, Choirul Mahfud, mengutip pendapat para pakar, yaitu: Anderson
dan Chusher (1994) menyatakan bahwa pendidikan multicultural dapat diartikan
sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. James Bank (1993)
mendifinisikan pendidikan multicultural sebagai pendidikan untuk people for
color. Artinya, pendidikan multicultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai
keniscayaan (anugerah tuhan/sunatullah). Kemudian bagaimana kita mampu
mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter. Sejalan
dengan pemikiran di atas, Muhaemin El-Ma’hady berpendapat bahwa secara
sederhana pendidikan multicultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang
keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan cultural
lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan (global).
Hilda Hernandez mengartikan pendidikan multicultural sebagai perspektif yang
mengakui realitas politik, social, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing
individu dalam pertemuanmanusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan
merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas, dan gender, etnisitas, agama,
status social, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.6
Pendidikan pluralis multikultural adalah pendidikan yang memberikan
penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang saling menghormati, tulus
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup ditengah-tengah
masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi. dengan pendidikan pluralis
multikultural diharapkan akan lahir kesadaran dan pemahaman secara luas yang
diwujudkan dalam sikap yang toleran, bukan sikap yang kaku, eksklusif, dan
menafikan eksistensi kelompok lain maupun mereka yang berbeda, apapun bentuk
perbedaannya. Dalam kontek Indonesia yang sarat dengan kemajemukan,
pendidikan pluralis multikultural memiliki peranan yang sangat strategis untuk
dapat mengelola kemajemuan secara kreatif.7
2. Multikultural dalam Islam
Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, persamaan hak dan mengakui adanya keragaman latar belakang
budaya dan kemajemukan. Oleh karena itu, terdapat banyak ayat Al-Quran yang
membicarakan hal tersebut. Multikultural menurut Islam adalah sebuah aturan
Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, juga tidak mungkin dilawan,
diingkari atau ditinggalkan. Setiap orang akan menghadapi kemajemukan di
manapun dan dalam hal apapun. Ungkapan ini menggambarkan bahwa Islam
sangat menghargai multikultural karena Islam adalah agama yang dengan tegas
mengakui perbedaan setiap individu untuk hidup bersama dan saling menghormati

6
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, hal. 175-176
7
Ngainum Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi, (Jogjakarta: ArRuzz Media,
2008), hal. 191
satu dengan yang lainnya. Berikut ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan
kehidupan multikultural:
a. Al Qur’an menyatakan bahwa manusia diciptakan dari asal yang sama.
Sebagaimana dijelaskan di dalam surat al-Hujurat aya 13 yang berbunyi:

Artinya : Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
bertaqwa. Sungguh Allah Maha mengetahui, Mahateliti.

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari asal yang sama
sebagai keturunan Adam dan Hawa yang tercipta dari tanah. Seluruh manusia
sama di hadapan Allah, manusia menjadi mulia bukan karena suku, warna
kulit ataupun jenis kelamin melainkan karena ketaqwaannya. Kemudian
dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tujuan penciptaan semacam itu
bukan untuk saling menjatuhkan, menghujat, dan bersombong-sombongan
melainkan agar masing-masing saling kenal-mengenal untuk menumbuhkan
rasa saling menghormati dan semangat saling tolong-menolong. Dari paparan
ayat ini dapat di pahami bahwa agama Islam secara normatif telah
menguraikan tentang kesetaraan dalam bermasyarakat yang tidak
mendiskriminasikan kelompok lain.
b. Al-Qur’an menyatakan bahwa dulu manusia adalah umat yang satu. Saat
timbul perselisihan, Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi kabar gembira
dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang
berisi petunjuk, untuk memberikan keputusan yang benar dan lurus diantara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Sebagaimana dijelaskan
di dalam Surat al-Baqarah ayat 213 yang berbunyi:

“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka
Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah
menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di
antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah
berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada
mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan
yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi
petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang
mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi
petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa sumber perselisihan, permusuhan dan
perpecahan di kalangan umat beragama adalah bukan karena ajaran agama
yang dianutnya melainkan karena rasa dengki yang membuat mereka
mengabaikan ajaran agamanya masing-masing. Seandainya mereka
menghilangkan rasa dengkinya dan murni mengamalkan ajaran agamanya,
niscaya tidak terjadi perslisihan semacam itu. Karena, tiap-tiap agama
mengajarkan pemeluknya untuk menjadi manusia-manusia yang baik dan
menghargai orang lain.
Selain itu, didalam al-Hadits, Rasulullah juga mengajarkan multikulturalisme.
Berikut diantaranya:
a. Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan semua hamba Allah bersaudara.
Seperti yang dijelaskan dalam hadits di bawah ini :
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW
bersabda: Takutlah kalian terhadap persangkaan buruk, sesungguhnya
prasangka buruk adalah seburuk-buruknya pemberitaan dan janganlah
kalian mencari aib orang lain, mendengki, membenci dan saling bermusuhan.
Dan jadilah hamba Allah yang saling bersaudara.”(HR. Imam Bukhori)
b. Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan tidak ada keutamaan dari orang
Arab dengan bukan orang Arab. Semua suku bangsa baik Asia, Eropa,
ameriaka, Kulit Putih atau kulit Hitam semuanya sama dihadapan Allah swt.
Artinya : Wahai manusia sekalian, ketahuilah bahwa Tuhan kalian satu,
bapak kalian juga satu, ketahuilah tidak ada keutamaan dari orang arab
terhadap non arab, dan juga tidak ada keutamaan orang non arab dari orang
arab kecuali ketakwaannya. (HR. Imam Ahmad).
c. Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa agama yang dicintai Allah
adalah agama yang lurus dan toleran.
Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya
Abi telah menceritakan kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan
kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah
dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama
manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al-
Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)"8
C. Fokus PAI Berbasis Multikultural
Dengan mengacu pada konsep kurikulum yang pluralis-multikultural, maka
progam pembelajaran yang dikembangkan harus memiliki kesesuaian dengan
kebutuhan dasar akademik dan sosial peserta didik. Model pembelajaran pluralis
multikultural yang dikembangkan diarahkan pada beberapa kompetensi dasar,
diantaranya: pertama, mengembangkan kompetensi akademik standart dan dasar
(standard and basic academic skill) tentang nilai persatuan dan kesatuan, demokrasi,
keadilan, kebebasan, persamaan derajat, atau saling menghargai dalam beraneka jenis
keragaman. Kedua, mengembangkan kompetensi sosial agar dapat menumbuhkan
pemahaman yang lebih baik (a better understanding) tentang latar belakang budaya
dan agama sendiri juga budaya agama lain dalam masyarakat. Ketiga,
mengembangkan kompetensi akademik untuk menganalisi dan membuat keputusan
yang cerdas (intelligent decisions) tentang isu-isu dan masalah keseharian (real-life
problem) melalui sebuah proses demokratis atau penyelidikan dialogis (dialogical
8
Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalany, Fath al-Bary, (Cet. I; Madinah al-Munawarah, 1417 H / 1996 M), Jilid. I,
hal. 94
inquiry). Keempat, membantu mengonseptualisasi dan menganspirasikan kontruksi
masyarakat yang lebih baik, demokratis dan egaliter tanpa ada diskriminasi,
penindasan, dan pelanggaran terhadap nilai-nilai asasi yang universal.9
Kurikulum berbasis multikultural merupakan pendidikan yang bertujuan
menghargai segala keragaman, menciptakan perdamaian, melindungi hak-hak asasi
manusia dan mengembangkan demokrasi. Untuk itu ada beberapa pembelajaran yang
harus di fokuskan guru agama pada peserta didik antara lain:10
1. Pembelajaran Perdamaian
Strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran perdamaian di dalam
kelas adalah “strategi introspeksi” dan “interaksi yang positif”. Strategi
introspektif yaitu cara untuk menumbuhkan kesadaran bagi peserta didik untuk
berani mengoreksi dirinya sendiri tentang kegiatan/perbuatan yang sudah
dilakukan. Melalui introspeksi, peserta didik diharapkan berani untuk menilai
dirinya sendiri sehingga dapat memilih kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat
menumbuhkan perdamaian diantara peserta didik dan kegiatan apa saja yang
menimbulkan konflik di antara peserta didik. Interaksi sosial yang positif yaitu
cara untuk menumbuhkan hubungan yang harmonis di antara peserta didik, dan
antara peserta didik dengan lingkungan lainnya. Dengan terciptanya interaksi
social yang harmonis, diharapkan dapat menumbuhkan saling menghargai, saling
toleran di antara peserta didik, sekalipun di antara mereka mempunyai
keanekaragaman budaya.
2. Pembelajaran Hak Asasi Manusia
Semua hak manusia adalah universal, tak terbagi, interdependen dan saling
terkait. Pendidikan adalah alat yang paling efektif untuk pengembangan nilainilai
yang berhubungan dengan hak-hak asasi manusia. Pendidikan hak-hak asasi
manusia haruslah mengembangkan kemampuan untuk menilai kebebasan
pemikiran, kata hati dan keyakinan, kemampuan untuk menilai kesamaan,
keadilan dan cinta, dan suatu kemauan untuk mengasuh dan melindungi hak-hak
anak, kaum wanita, kaum pekerja, minoritas etnik, kelompok-kelompok yang
tidak beruntung. Didalam mengembangkan pengertian dan mewujudkan nilai-
nilai terkait hak-hak asasi manusia adalah mengajarkan peserta didik tentang apa
hak-hak dan kebebasan yang dimiliki bersama sehingga hak-hak itu dihormati
dan kemauan untuk melindungi hak-hak orang lain dipromosikan. Kegiatan
dalam pembelajaran harus difokuskan pada nilai-nilai untuk melestarikan
kehidupan dan memelihara martabat manusia. Setiap peserta didik harus diberi
kesempatan yang memadai untuk menilai perwujudan dari nilai-nilai inti yang
terkait dengan hak-hak asasi manusia di dalam kehidupannya.
3. Pembelajaran Demokrasi
Pembelajaran demokrasi pada hakekatnya untuk mengembangkan
eksistensi manusia dengan jalan mengilhaminya dalam pengertian martabat dan
persamaan, saling mempercayai, toleransi, penghargaan pada kepercayaan dan
9
Baidhawy, Membangun Harmoni dan Perdamaian Melalui Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural,
(Jakarta: Australian Indonesia Partnership dan Kemenag RI, 10-13 April 2008), hal. 79- 85.
10
Hatimah, dkk, Pendidikan Berwawasan Kemasyarakatan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal. 719-722
kebudayaan orang lain, penghormatan pada individu, peran serta aktif dalam
semua aspek kehidupan sosial, kebebasan berekspresi,kepercayaan, dan
beribadat. Apabila hal-hal tersebut sudah ada, maka dapat digunakan untuk
mengembangkan pengambilan keputusan yang efektif dan demokratis pada
semua tingkatan yang akan mengarah pada kewajaran, keadilan, dan perdamaian.
Untuk menciptakan demokrasi, dapat digunakan berbagai strategi, yaitu:
a. Etos demokrasi harus berlaku di tempat pembelajaran, baik di sekolah
maupun di luar sekolah.
b. Pembelajaran untuk demokrasi berlangsung secara berlanjut, secara tepat
harus diperkenalkan di semua jenjang dan bentuk pendidikan melalui
pendekatan terpadu.
c. Penafsiran demokrasi harus sesuai dengan berbagai konteks sosio budaya,
ekonomis, dan evolusinya.
D. Teori PAI Berbasis Multikultural
Teori pembelajaran PAI berbasis multikultural adalah salah satu model
pembelajaran yang berkaitam dengan keragaman yang ada entah keragaman agama,
etnis, dan bahasa. Adapun teori yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan
Bapak Zaenal Fanani S.Pd pengajar PAI di MTs Ar-Rahman Jombang
1. Sejak kapan pendidikan multikultural diterapkan disekolah ini? Sejak berdirinya
sekolah ini, karena kurikulum sendiri juga sudah menetapkan pendidikan
multikultural mulai dari mata pelajaran Sejarah, Pendidikan Kewarganegaraan,
dan bahkan Aswaja.
2. Apakah ada pembekalan dan panduan guru dalam menerapkan pendidikan
multikultural dalam pembelajaran? Untuk pembekalan khusus dari sekolah tidak
ada, tetapi dari guru sendiri sudah mengajarkan atau memberi materi pelajaran
sesuai bidangnya.
3. Metode apa yang digunakan pada siswa dalam mengenalkan keberagaman yang
ada disekitar mereka? Selain pembelajaran formal dikelas dengan menggunakan
media pembelajaran yang memadahi dan mendukung dilaksanakan juga seperti
study tour untuk pengenalan budaya-budaya, sejarah, dan agama.
4. Metode apa yang digunakan dalam mengajarkan toleransi dan tenggang rasa antar
sesama? Saling membantu dalam kerjabakti di sekolah, saling gotong royong.
5. Apakah ada hambatan dalam proses pembalajaran tersebut selama ini? Hambatan
pasti ada bukan hanya dalam proses pembelajaran multikultural saja, karena
setiap peserta didik mempunyai cara dan kemampuan masingmasing. Sejauh ini
tidak ada hambatan khusus dalam pembelajaran multikultural.
6. Apakah ada kegiatan khusus yang dilaksanakan didalam atau diluar kelas yang
berkaitan dengan pengenalan keberagaman pada diri siswa? Kegiatan khusus
yang sudah dilaksanakan diluar kelas ya seperti study tour itu tadi, selebihnya ya
kegiatan belajar didalam kelas pembelajaran secara langsung.
7. Apakah ada sarana prasarana dalam mendukung pembelajaran multikultural ini?
Media seperti proyektor, jaringan yang memadahi karena semua sekarang dengan
mudah bisa diakses melalui internet dengan live youtube.
8. Menurut pandangan anda sebagai pengajar kelas apakah siswa sudah bisa
menerapkan pendidikan multikultural ini dalam kehidupan sehari-hari ketika
berkomunikasi dalam kelas? Sudah tetapi belum sepenuhnya, dan selalu ada cara
dalam peningkatan dalam mengupayakan anak-anak untuk mempraktikan itu
setiap hari.
E. Materi PAI Berbasis Multikultural
Ajaran Islam yang bersifat universal adalah rahmat bagi seluruh alam. Oleh
sebab itu tidak sulit mencari materi PAI yang relevan dengan prinsip-prinsip
multikulturalisme. Mengenai materi pendidikan agama Islam sendiri setidaknya ada
tiga alasan untuk itu. Pertama, Islam mengajarkan menghormati dan mengakui
keberadaan orang lain. Kedua, konsep persaudaraan Islam tidak hanya terbatas pada
satu sekte atau golongan saja. Ketiga, dalam pandangan Islam bahwa nilai tertinggi
seorang hamba adalah terletak pada integralitas taqwa dan kedekatannya dengan
Tuhan. Pendidikan Islam atau khusunya PAI berbasis multikultural harus memuat
lima pokok, yaitu:
1. Pendidikan agama seperti fiqih, tafsir tidak harus bersifat linier, namun
menggunakan pendekatan muqaran. Ini menjadi sangat penting, karena anak
tidak hanya dibekali pengetahuan atau pemahaman tentang ketentuan hukum
dalam fiqih atau makna ayat yang tunggal, namun juga diberikan pandangan
yang berbeda. Tentunya, bukan sekedar mengetahui yang berbeda, namun juga
diberikan pengetahuan tentang mengapa bisa berbeda.
2. Untuk mengembangkan kecerdasan sosial, peserta didik juga harus diberikan
pendidikan lintas agama. Hal ini dapat dilakukan dengan program dialog antar
agama yang dimasukkan dalam kurikulum lembaga pendidikan Islam. Sebagai
contoh, dialog tentang “puasa” yang bisa menghadirkan para bikhsu atau
agamawan dari agama lain. Program ini menjadi sangat strategis, khususnya
untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa ternyata puasa itu
juga menjadi ajaran saudara-saudaranya yang beragama Budha.
3. Untuk memahami realitas perbedaan dalam beragama, lembaga lembaga
pendidikan Islam bukan hanya sekedar menyelenggarakan dialog antar agama,
namun juga menyelenggarakan program road show lintas agama. Program road
show lintas agama ini adalah program nyata untuk menanamkan kepedulian dan
solidaritas terhadap komunitas agama lain. Hal ini dengan cara mengirimkan
peserta didik-peserta didik untuk ikut kerja bhakti membersihkan gereja, wihara
ataupun tempat suci lainnya atau disebut dengan dialog aksi.11 Kesadaran
pluralitas bukan sekedar hanya memahami keberbedaan, namun juga harus
ditunjukkan dengan sikap konkrit bahwa di antara umat sekalipun berbeda
keyakinan, namun saudara dan saling membantu antar sesama.
4. Untuk menanamkan kesadaran spiritual, pendidikan Islam perlu
menyelenggarakan program seperti Spiritual Work Camp (SWC). Hal ini bisa
dilakukan dengan cara mengirimkan peserta didik untuk ikut dalam sebuah
keluarga selama beberapa hari, termasuk kemungkinan ikut pada keluarga yang
11
Mukhibat, Rekonstruksi Spirit Harmoni Berbasis Masjid, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag
RI. 2014), hal. 101.
berbeda agama. Peserta didik harus melebur dalam keluarga tersebut. Ia juga
harus melakukan aktifitas sebagaimana aktifitas keseharian dari keluarga
tersebut. Jika keluarga tersebut petani, maka ia harus pula membantu keluarga
tersebut bertani dan sebagainya. Ini adalah suatu program yang sangat strategis
untuk meningkatkan kepekaan serta solidaritas sosial. Pelajaran penting lainnya
adalah peserta didik dapat belajar bagaimana memahami kehidupan yang
beragam. Dengan demikian, peserta didik akan mempunyai kesadaran dan
kepekaan untuk menghargai dan menghormati orang lain.
5. Pada bulan Ramadhan, adalah bulan yang sangat strategis untuk menumbuhkan
kepekaaan sosial pada peserta didik. Dengan menyelenggarakan “program sahur
on the road”, misalnya. Karena dengan program ini, dapat dirancang sahur
bersama antara peserta didik dengan anak-anak jalanan. Program ini juga
memberikan manfaat langsung kepada peserta didik untuk menumbuhkan sikap
kepekaan sosial, terutama pada orang orang di sekitarnya yang kurang mampu.
F. Desain Kurikulum PAI Berbasis Multikultural
Desain kurikulum yang bagaimanakah yang paling tepat untuk PAI berbasis
multikulturalisme? Kalau Kurikulum 2013 hendak merombak kurikulum yang
berorientasi hanya pada aspek kognisi kepada kurikulum yang berorientasikan kepada
kompetensi yang utuh, maka pada level kebudayaan (culture) sesungguhnya lembaga
pendidikan membutuhkan sebuah rumusan kurikulum yang berorientasi pada
pemahaman kebudayaan. Hal ini menyangkut kondisi nyata Indonesia yang terdiri
dari beragam kultur, bahasa, suku, agama dan sebagainya. Kompetensi ini diharapkan
mampu mengelola konflik yang bersumber dari adanya perbedaan kebudayaan ini.
Kondisi ini, menjadi realitas yang secara arif harus direspons. Pluralitas dan konflik
antar agama di Indonesia sebagai bagian integral dari sejarah sosial agama-agama
dunia, tentu tidak akan merupakan pengekecualian yang mencolok. Oleh karena itu,
sikap pluralisme harus ditumbuhkembangkan. Hal ini dirasakan semakin mendesak
karena dalam beberapa tahun terakhir konflik antar etnik semakin sering terjadi.
Sebagai bahan pertimbangan tatkala menyusun kurikulum pendidikan agama
berwawasan multikultural, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan sebagai
dasar pijakan bagi pendidik agama, yakni:
1. mengajarkan kepada peserta didik bahwa manusia itu beragam, setiap manusia
harus terampil hidup bersama dalam kultur yang beragam,
2. Perlu diajarkan agar peserta didik mampu hidup bersama dalam perbedaan,
maka perlu merujuk pada beberapa surat yakni, surat Ali Imran: 64, al-Hujurat:
13, dan Yusuf: 67,
3. Perlu dididik agar peserta didik memiliki sikap mempercayai orang lain, tidak
mencurigai, dan tidak berprasangka buruk. Pendidikan bisa memperkenalkan
bebera surat, antara lain al-Hujurat: 15,
4. Perlu dididik agar peserta didik itu memiliki sikap menghargai orang lain.
Memahami bukan selalu berarti menyetujui; dipihak lain memahami selalu
berarti menghargai. Pendidikan bisa memaparkan beberapa surat, seperti
alHujurat: 13,
5. Didiklah peserta didik agar senang memaafkan orang lain baik diminta ataupun
tidak serta mendoakan orang itu agar diberi ampunan oleh Allah. Pendidikan
bisa menjelaskan surat-surat, di antaranya al-A’raf: 199, al-An’am: 54, Ali
Imran: 134.
Dengan demikian, jika para Pendidik PAI memahami kultur yang beragam dari
peserta didiknya dan mengajarkan agama dengan wawasan yang multikultural dengan
menampilkan surat-surat di atas, maka akan dapat menanamkan nilai-nilai kedamaian
pada peserta didik dan akan dapat meminimilasir potensi perselisihan baik dalam
interen agama maupun antar agama.
G. Daftar Rujukan
Baidhawy. 2008, Membangun Harmoni dan Perdamaian Melalui Pendidikan Agama
Berwawasan Multikultural. Jakarta: Australian Indonesia Partnership dan
Kemenag RI.
Bin Hajar al-Asqalany, Ahmad bin Ali, Fath al-Bary, Cet. I; Madinah al-Munawarah,
1417 H / 1996 M.
BukharI, Imam, Shahih Bukhari, Kitab Adab, Choirul Mahfud. 2010. Pendidikan
Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. IV
Hatimah dkk. 2007. Pendidikan Berwawasan Kemasyarakatan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Masngud. 2010, Pendidikan Multikultural Pemikiran & Upaya Implementasi.
Yogyakarta: Idea Press
Muhaimin. 2014, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Mukhibat. 2014, Rekonstruksi Spirit Harmoni Berbasis Masjid. Jakarta: Puslitbang
Kehidupan Keagamaan Kemenag RI.
Muslim, Imam, Sahih Muslim, Kitab al-Bir, wa ash-Shillah wa al-Adab,
Naim, Ngainum dan Sauqi, Achmad 2008, Pendidikan Multikultural Konsep dan
Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Umar, Bukhari. 2010, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah

Anda mungkin juga menyukai